3
Maaf minggu lalu saya tidak update. Liburan boi, nda sempat ngetik. Yah, gantinya nanti ato besok.
Tagih aja minggu ini harus 2 chap
------
Luka di lenganku sudah sembuh. Begitu juga lebam di bahuku. Tubuhku pulih total, kecuali staminaku yang semakin menipis. Entah mengapa daya tahanku sedikit lebih cepat berkurang dari biasanya.
"Hold up, kawan! Kau mau membunuh seseorang di sekolah?"tanyaku berusaha mengulur waktu.
Rama tidak merespon seperti yang kuharapkan. Dia malah melesat ke arahku dengan kecepatan yang luar biasa. Tanpa ampun menebaskan pedangnya bertubi tubi kepadaku.
Aku menyilangkan kedua tanganku. Aura emasku seolah beradu dengan katana Rama. Membuat percikan api dan entah bagaimana menahan pedangnya mengenai kulitku. Tunggu, halusinasi macam apa ini-
Aura emasku menghilang, tepat saat serangan beruntun terakhir dari Rama dihunuskan. Beruntung saja aku sempat memiringkan badanku. Menghindarinya dengan jarak setipis kertas.
Rama tampak kesal, tapi dia berusaha tetap tenang. Dia seperti menahan diri. Tunggu, kalau dia menahan diri... kekuatan maksimalnya berarti ... uh, semoga kepalaku masih di tempatnya setelah ini selesai.
"Ayo, Rangga, gunakan kemampuan penuhmu,"ujarnya sembari memosisikan pedangnya horizontal setara dengan pandangan matanya, "jangan hanya bertahan seperti kura-kura penakut."
Ia tampak terdiam sejenak dengan tatapan datar. Memikirkan sesuatu -yang sepertinya tidak enak- lalu tatapannya tiba tiba saja menajam. Uh, dia tampak sangat marah padaku. Apa aku melakukan kesalahan?
Dan tanpa ba bi bu, dia langsung melesat ke arahku. Mengayunkan pedangnya horizontal. Diriku yang kurang persiapan hanya bisa menunduk demi memberiku waktu lebih untuk menghindar lalu berputar ke samping segera.
Melihat celah pada posisiku kali ini, aku pun menendang lutut Rama dengan cepat.
Namun, sayang sekali. Gerakanku telah terbaca dan terlalu lambat bagi maskot pedang ini. Ia berputar 45° menghindari tendanganku. Lalu kembali mengayunkan pedangnya tepat mengenai bagian belakang lututku.
"Kh-!"
Seriusan ini mah, Rama benar benar ingin membunuhku. Ia kelihatan senang saat aku terluka. Beruntung regenerasiku masih bekerja. Meskipun regenerasiku berjalanan lancar, aku bisa merasakan prosesnya sedikit melambat dari sebelumnya. Ini berbahaya. Apalagi staminaku makin terkuras.
Aku segera melompat ke belakang. Lalu berlari mengambil kumpulan pedang kayu di raknya. Total di sini ada 9 pedang. Aku tidak punya kemampuan berpedang.
Pun tidak bisa kabur dengan memanfaatkan ini. Kalau begitu...
"Hup!"
Kulemparkan pedang pedang kayu itu dengan sekuat tenaga. Menjadikannya seperti misil dengan kecepatan yang luar biasa. Entah bagaimana, aku masih punya tenaga untuk hal ini.
Seperti yang diharapkan dari maskot pedang, dirinya bisa memotong itu semua. Jika itu melewati garis efektif serangan pedangnya, dia akan memukulnya dengan sekuat tenaga. Menghancurkannya berkeping keping dengan aura merah gelapnya.
Alhasil, pecahannya menggores wajahnya. Oh, itu serangan yang bagus. Juga mungkin tindakan bodohku. Soalnya Rama tampak bertambah marah.
Aura merah yang menyelimuti Rama perlahan memekat. Membentuk armor seorang shogun. Aku bahkan sudah tidak bisa melihat wajahnya lagi.
Rekan rekannya sudah lenyap entah kemana. Pastinya mereka tidak ingin mendapat serangan Rama. Atau mereka tidak sudi melihatku mati? Mungkin saja.
"T-Tunggu, Rama, kau ga kasih aku waktu untuk bilang kata kata terakhir?"
Rama diam saja. Ia melesat mendekatiku sekali lagi. Aku bisa merasakan angin berhembus kencang menerpaku. Tapi aku tidak melihat Rama menyerangku. Hanya mendekat.
Tunggu, ini aneh.
Sama anehnya dengan yang kurasakan setelah angin itu menerpaku. Tidak. Bukan, itu bukan angin biasa. Itu rasanya seperti...-
"Eh?"
Seluruh tubuhku tiba tiba saja mengeluarkan darah. Entah dari lengan, wajah, dan kaki. Semuanya tersayat cukup dalam. Dan regenerasiku tampaknya tidak bisa mengatur luka sebanyak ini. Ini gawat, aku bisa kehilangan darah cukup banyak.
"Tutuplah matamu, Rangga,"ujarnya sembari meletakkan bilah pedangnya di sebelah leherku,"Kematian adalah harga yang pantas kau bayar karena kau berani mencoreng nama baikku."
Hah? Maksudnya?
Ya sepertinya aku akan mati lalu menjadi arwah penasaran. Sejak aku tidak akan mendapat jawaban dari yang dimaksud dengan mencoreng nama baik Rama. Tunggu, jangan bilang ini kerjaan cewe sialan itu?
Sial, harusnya aku tadi memukulnya di depan publik yang dia siapkan saja.
"Rama Adinata, hentikan kegiatanmu, dasar otak pedang,"ujar seseorang yang entah darimana datangnya.
Aku sepertinya kenal dengan suara itu. Serius, itu suara yang familiar sekali. Suara seorang lelaki yang dikenal oleh seluruh murid.
"Diamlah, kau memang ketua osis, tapi bukan berarti kau bisa mengaturku."
Ah. Ketua osis toh.
"Aku bisa, Rama."
Dan itu kata terakhit yang kudengar. Sebelum akhirnya hitam memenuhi pandanganku. Merebut kesadaranku.
***
"Hnggh..."
Langit mulai berwarna jingga. Aku tidak tahu aku dimana sekarang. Kasur, tirai hijau, dan bau obat-obatan. Biar kutebak, aku ada di uks.
Yea, sepertinya begitu.
Lukaku sudah tertutup semua, tapi aku masih merasa sangat lemas. Aku lapar, sangat lapar. Bertarung dengan Rama seharusnya tidak memakan energi sebanyak ini. Apakah regenerasiku mengonsumsi stamina?
"Selamat pagi, Rangga, tidur nyenyak?"
Ah, itu Cinta. Pasti ketua osis yang memberitahunya. Tapi, kenapa Cinta? Bukan pacarku atau yang lain. Sosok Rama bahkan tidak bisa kulihat. Sepertinya dia tidak merasa bersalah soal apa yang terjadi padaku.
Dia benar benar dendam padaku, sepertinya. Aku harus mencari penyebabnya. Hey, aku tidak ingin mati muda, ya!
"Rangga? Ngelamun mulu, ntar kerasukan lho."
"Eh ya sori sori."
Cinta tertawa kecil. Sebelum setelahnya ia teringat sesuatu lalu merogoh saku seragamnya dan memberikanku 5 buah bar sereal. Perutku yang melihatnya lalu meraung dengan keras. Meminta jatah pengisian ulang. Dih, malu-maluin aja nih perut. Perut siapa sih ini?
"Makan tuh, cukup buat isi ulang tenaga."
"Tau aja aku lagi laper, ehehe."
Tak butuh lama untukku menghabiskan semuanya. Itu porsi yang cukup besar kalorinya sebenarnya. Namun, entah kenapa aku sama sekali tidak merasa kenyang. Yah, hanya merasa baikan dan mulai bertenaga lagi.
"Oiya, Rangga, maaf sebelumnya nih,"Cinta tampak gugup dan bertambah gugup saat aku menatapnya,"A-Aku ambil beberapa sampel darahmu untuk eksperimen."
Ah, aku ingin marah. Juga ketakutan. Mengambil darah tanpa seizin pemilik itu ilegal. Juga membuatku khawatir, takut itu digunakan untuk hal yang tidak benar. Namun, ini Cinta sih.... TETAP SAJA, INI TIDAK BENAR. Tapi Cinta kan yang memberiku tumpangan beberapa hari lalu-
Duh.
"Kau menyebarkannya ke publik?"
"ENGGA KOK- uh, cuma aku doang yang tau."
"Well, kalau gitu ya gapapa. Terus kau dapat apa dari darahku?"
"Emm, regenerasimu sih,"ia mulai menngeluarkan sebuah ponsel hitam dengan proyektor. Wow, bukankah itu ponsel keluaran terbaru yang bisa memunculkan hologram?
"Darahmu dapat diterima dan menerima semua jenis donor darah, bahkan hewan sekalipun. Namun, hanya ada kemungkinan sekitar 30% untuk suatu makhluk mendapat kekuatan regenerasimu,"lanjutnya sembari menunjukkan rekaman kerja labnya.
"Dari sampel tikus yang mendapat kekuatanmu, aku coba melukai mereka dalam beberapa level."
"Hasilnya?"tanyaku penasaran.
"Asalkan ditempelkan, tubuh yang terpotong dapat bergabung dan bekerja lagi. Itu sungguh mengerikan,"ujarnya sambil memperlihatkan tikus yang sudah terbelah menjadi dua secara vertikal lalu menyambung dan hidup lagi setelah didekatkan dengan bagian tubuh yang terpisah.
Yea, itu mengerikan.
"Gaada efek samping dari kekuatanku? Atau mungkin batasan? Soalnya tadi regenerasiku sepertinya berhenti bekerja."
"Nah itu, selama ada kalori atau tenaga dalam tubuhmu, regenerasimu akan terus bekerja. Singkatnya, regenerasimu akan mengonsumsi staminamu."
PANTAS SAJA AKU CEPAT LELAH.
"Lalu, kenapa kau memberitahuku, Cinta?"
"Yah, selain kau tau tentang kekuatanmu sendiri lebih detil, bukankah dengan ini kau akan mendapat posisi spesial di perusahaan?"
"Ah, posisi mutan ya, aku menolak. Kau ingin aku dilihat sebagai barang, Cinta?"
"T-Tapi kan kau bisa dapat uang banyak,"Cinta menghela nafas. Ia sepertinya bisa merasakan penolakan keras dariku lalu menyerah.
"Tunggu, apa maksudmu dengan barang? Bukankah para mutan di perusahaan kita diperlakukan dengan baik?"
Aku terkekeh lalu tertawa keras. Energiku sudah kembali setelah beberapa saat tubuhku mengolah makanan. Menjadikannya energi bau untukku.
"Cobalah mencari tahu sendiri soal itu bulan depan, saat waktu libur kita selesai."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top