T W E N T Y S I X 🔫

Moscow, Rusia
07.25 p.m

"Kau yakin jika aku juga ikut?"

Pertanyaan yang sama kembali terdengar di bibir Blace untuk yang ketujuh kalinya. Havrelt menghembus napas dengan kesal, kali ini tidak mengangguk atau sekedar bergumam untuk merespon Blace. Wanita berponi itu sedari tadi memasang wajah ragu dan gelisah saat Havrelt menyuruhnya untuk mengikuti pria itu ke pencarian pertama mereka.

Saat ini yang Havrelt lakukan adalah mengabaikan penyihir itu. Ia membuka jaket kulit yang dipakainya, meletakkannya di atas meja. Ia mengambil rompi anti peluru lalu memakainya dengan cepat. Setelah itu, Havrelt kembali mengenakan jaket kulitnya, hingga menutupi rompi anti peluru.

Havrelt tahu jika si penyihir mengamati gerak-geriknya dengan raut kebingungan,  apalagi melihatnya meraih satu baju anti peluru. Dengan gaya pongah Havrelt melemparnya pada penyihir itu. Blace menangkap rompi sedikit kesusahan karena ia kurang siaga. Lalu saat rompi itu berada di tangan, ia melirik bingung antara rompi dan Havrelt.

"Pakai rompi itu," Havrelt membuka suaranya, mencoba menjawab kebingungan Blace. "Setidaknya untuk melindungi beberapa bagian tubuhmu dari peluru yang melesat tidak terduga."

Blace bergumam ragu. "Kurasa jika aku berada di sana, aku ... mungkin bisa menyusahkanmu."

Havrelt terdiam sejenak, tatapan tajam khasnya menikam Blace, membuat wanita itu tidak punya pilihan selain menurut dan  memakai rompi anti peluru.

"Kau juga terlibat, Witch. Jelas kau harus ikut denganku," pada akhirnya, untuk sekian kalinya Havrelt memilih menjawab pertanyaan sama dari Blace.

Havrelt meraih pistol kesayangan — sepasang Desert Eagle dan menyelinapkan ke belakang saku celananya. Sebenarnya sekarang mereka berada di suite terbaik di hotel Moskow paling mewah, tepatnya mereka berada di kamar Havrelt, di samping kamar Blace menginap. Havrelt sengaja mengajak penyihir itu untuk mempersiapkan beberapa senjata yang ia bawa di dalam kamarnya. Tentunya sebagai wanita yang berpikir positif, Blace mengiyakannya karena hal ini tidak lebih dari bisnis di antara mereka. Setahu Blace sebagian senjata lainnya sudah terlebih dahulu diseludupkan dalam bagasi mobil, tentunya setelah lolos dari pemeriksaan keamanan. Jadi, mereka tidak perlu berpikir rumit tentang hal itu lagi.

Di sisi lain, tangan Havrelt terfokus meraih baretta dan mengelapnya dengan kain, dari ujung matanya ia melihat wanita itu tampak kesusahan dengan zipper rompi. Bukannya membantu, Havrelt malah melengos dan mengabaikannya, kembali fokus mengelap senjata, seolah ia baru saja melihat sesuatu yang tidak penting.

Havrelt meletakkan pistol yang ia pegang di  dekat tempat Blace berdiri. "Untukmu, agar kau bisa berjaga diri," lalu setelah itu, dia berpaling meraih beberapa bom asap, menyimpannya di dalam rompinya.

"Aku tidak bisa menembak," Blace bersuara, matanya masih fokus pada zipper rompi yang ingin ia tarik. Tak lama setelah itu, rompi anti peluru itu membungkus tubuhnya dengan sempurna. Ia berhasil mengenakannya. "Aku tidak tahu cara menembak,"

"Tembak apa saja, terserah. Kaki, tangan, dada, perut ... terserah! Yang penting jaga dirimu sendiri," cetus Havrelt sedikit kesal.

Blace memicingkan mata, ia bersedekap. "Kau harus menjamin hidupku hingga selamat!" suaranya sedikit keras. "Apa kau ingin membiarkan aku mati?"

Havrelt menatap Blace sekilas. "Tidak," pria itu meraih senjata yang ia letakkan di dekat Blace lalu melemparnya pada wanita itu dalam jarak yang cukup dekat.

Karena Blace tidak memiliki refleks yang bagus untuk menangkap, wanita itu tidak sempat menghindari pistol yang dilemparkan, pistol itu menyikut perutnya. Namun, tidak terlalu sakit karena ia memakai rompi anti peluru. Sebelum pistol itu mendarat ke lantai, Blace akhirnya berhasil menangkap dengan susah payah.

"Tangkapanmu payah. Kapan-kapan aku akan mengajarimu cara menangkap yang benar." Ucapan setengah hinaan itu membuat Blace sontak menoleh pada Havrelt dan melotot setelahnya.

*****

Perbatasan Hutan Moskow
08.56 p.m

Havrelt menghentikan mobil hitam Lamborghini Aventador di perbatasan hutan buatan, sedikit mendekati sisi jalan yang berumputan. Mereka terdiam dalam mobil tanpa bicara. Havrelt tampak sibuk dengan tablet di tangan, alat elektronik yang sudah merekam data lokasi yang akan mereka tuju. Ia meraih earphone dan memasangnya ke telinga, mencoba menyambungkan ke seseorang yang memberikan data lokasi.

Nielson Flynngale, adalah seorang hacker profesional yang disewa Havrelt. Pernah membantunya melacak barang-barangnya yang hilang, sayangnya tidak terlalu banyak membantu. Kali ini, ia tidak bisa mengandalkan si penyihir untuk melacak tempat yang mereka kunjungi. Jadi, karena itu ia kembali menyewa Niel untuk membantunya.

Sementara itu, Blace terlihat sangat tegang di samping Havrelt. Padahal ia sudah melakukan trik tarik-hembuskan napas yang biasanya bisa membuat dirinya tenang. Tapi sekarang sepertinya hal itu tidak berguna.

"Bisakah kau tidak mengetuk jarimu?" celetuk Havrelt tanpa menoleh pada Blace.

Blace menghentikan jemarinya yang terus mengetuk tanpa ia sadari. Kebiasaan Blace yang sulit hilang jika ia gugup dan tegang. Blace menghembuskan napasnya pelan, ia harus tenang.

Havrelt kembali fokus pada earphonenya. Lalu saat itu ia mendengarkan Niel bicara.

"Sir, aku berhasil menguasai sistem keamanan mereka. Tempatnya tidak jauh dari sana, hanya beberapa meter lagi. Kusarankan jika kalian berjalan kaki saja."

"Baiklah," Havrelt mengiyakan saran Niel. Dan mematikan earphone di telinganya, tanpa melepaskannya. 

Pria itu berpaling pada wanita yang berada di sampingnya, lalu berkata. "Bersiaplah, kita akan turun."

Blace menegang mendengar suara Havrelt, tapi wanita itu memilih tidak mengatakan apa-apa.

Lima belas menit kemudian, Blace menelan salivanya karena kaget melihat ada sebuah rumah yang tersembunyi dalam hutan, dijaga ketat oleh beberapa orang yang berseragam hitam dengan pistol di tangan mereka. Rumah itu tampak mewah seperti rumah mahal biasanya, suasana halaman rumah tampak sangat asri. Karena hari sedang malam, suasananya cukup gelap karena penerang tidak dipasang di seluruh tempat, membuat kegelapan membantu mereka bersembunyi di balik pohon. Malam ini, Havrelt dan Blace memakai pakaian yang serasi berwarna hitam, membuat mereka semakin tidak terlihat.

Tangan Blace menarik lengan baju Havrelt, sedikit memaksa pria itu menoleh padanya. Havrelt berpaling ke arahnya, dan menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat.

Keraguan terlihat jelas di wajah Blace. "Aku ... apa aku boleh menunggu di sini saja?" bisiknya pelan, mencoba tidak membuat keributan dalam keheningan malam.

"Tidak, kau tetap ikut. Apa pun yang terjadi." Havrelt menolak tegas, dengan suara yang berbisik. "Jadi, bersiap lah. Kita akan menyelinap masuk."

Havrelt meraih kacamata inframerah dalam sakunya dan memakainya. Secara teliti ia memerhatikan sekitarnya dalam kegelapan. Kacamata yang ia pakai membantunya menemukan beberapa objek yang sengaja bersembunyi di tempat-tempat yang sulit terlihat oleh mata biasa. Memerhatikan jika banyak cctv sengaja dipasang di atas pohon dan ia mencoba mencari area yang cukup sepi kamera pengintai itu.

"Kau tidak boleh jauh-jauh dariku," ucapnya masih memerhatikan sekitar. "Kita akan masuk dari pagar samping, yang sedikit dekat dengan area belakang rumah. Di sana hanya ada satu cctv yang di pasang, dan kita bisa menyusup dengan mudah. Niel memberitahukannya padaku. Jadi kau harus berhati-hati agar tidak menyusahkanku."

"Mengapa kau tidak mengajak Archer saja untuk menyusup bersamamu?"

Havrelt mengangkat kacamata yang ia pakai, agar ia bisa berdelik tajam ke arah penyihir, karena merasa sebal pada wanita yang menganggu fokusnya. "Apa aku perlu menjawabnya?" tekannya sedikit berdesis. "Tetap fokus. Kita akan menyusup, pastikan kau memegang senjata yang aku berikan sebelumnya."

Blace terdiam. Tidak mengatakan hal apa-apa lagi. Sebenarnya dirinya tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran Havrelt. Padahal akan lebih mudah jika pria itu mengajak Archer menyelinap bersamanya. Seseorang yang tidak berpengalaman seperti Blace, pasti nanti hanya bisa mengacau saja. Detak jantung Blace memacu kencang saat ia sadar jika nyatanya ia malah terseret dalam masalah yang Havrelt perbuat.

Blace merasa tegang dan takut ketika ia mengikuti Havrelt yang memberi tanda padanya agar bergerak dan keluar dari persembunyian mereka. Tentunya, setelah memastikan jika mereka tidak terlihat oleh penjaga dan kamera pengintai. Mereka berlari tanpa suara langkah kaki, sebelumnya Havrelt sudah mengajari dan memperingati Blace jika mereka bisa tertangkap jika lari dengan langkah kaki yang ribut, saat itu Havrelt mengajari Blace agar ia berlari tanpa suara langkah. Dan Blace berhasil melakukannya.

"Niel, masuk. Alihkan kamera pengintai di area belakang, aku sedang berada di sana. Ganti." Havrelt berkata dengan earphonenya, di seberang sambungan dengan Niel. Mereka masih berlari.

"Masuk, kamera sudah dialihkan."

Mereka melewati beberapa pohon yang terhalang semak-semak yang cukup panjang. Selama berlari tubuh mereka menunduk dengan waspada. Memastikan agar Blace bisa mengikuti langkah tanpa ketinggalan, Havrelt mencengkram pergelangan tangan Blace. Sedikit menyeretnya saat mereka berlari melintasi jalan kecil setelah keluar dari semak-semak. Begitu mereka berhasil, Havrelt memaksa Blace bersandar di tembok. Napas mereka sama-sama terengah. Terutama Blace yang sepertinya sedang kesulitan mengisi paru-parunya sendiri.

"Kita akan memanjat pagarnya," bisik Havrelt pelan.

Blace langsung melotot ke arah Havrelt yang berada dekat di sampingnya. Tangannya menekan dadanya, tepat di jantungnya yang berdetak sangat kencang dan menyiksa.

"Aku tidak bisa melakukannya," bisik Blace jujur. "Aku tidak bisa memanjat."

Havrelt melepaskan kacamata inframerah, menyimpan dalam saku jaket. Ia meraih teropong inframerah dan pria itu membelakangi Blace lalu mengamati sekitar.

"Masuk. Situasi aman, kalian bisa memanjat. Ada dua orang tak jauh di seberang pagar. Hati-hati," Havrelt kembali mendengar suara Niel di earphonenya. Ia tidak menjawab apa-apa.

Tangan Havrelt masih mencengkram pergelangan tangan Blace. "Kau bisa. Karena aku akan membantumu," ucapnya tanpa menoleh.

Seketika itu Havrelt melepaskan cengkramannya, sedikit berjalan keluar dari tembok belakang, ke pagar yang panjang lebih dari dua meter. Di sana, setelah menyimpan teropong inframerah di saku jaket, Havrelt menyatukan kedua tangannya, seolah bersiap untuk mengangkat Blace untuk memanjat.

"Cepat, naiklah. Waktu kita tidak banyak."

"Kau serius?" Blace mendekati Havrelt.

"Kita tidak punya waktu, sebelumnya keadaan berubah. Kita harus masuk ke dalam."

Mencoba menyakinkan dirinya, Blace akhirnya menginjak tangan Havrelt, berpegangan pada pagar. Saat merasakan Havrelt mulai mendorong, Blace mulai memanjat, mengikuti instingnya agar mencapai ujung pagar. Jangan tanyakan bagaimana jantung Blace berdetak semakin cepat, ketika ia merasakan ada firasat buruk jika mereka berada terlalu lama di tempat itu. Tak butuh waktu lama, saat Blace tiba di atas pagar yang memiliki puncak datar, tak beruncing. Havrelt sudah menyusulnya, pria itu dengan begitu mudahnya memanjat dengan cepat, tanpa kesusahan dan mendarat sempurna di seberang pagar dengan pijakan kaki yang kuat.

Dari atas pagar, Blace bisa melihat tak jauh dari sana ada dua orang yang berjaga, sepertinya juga belum menyadari keberadaan Blace yang semakin menunjukkan rasa paniknya.

"Hei! Cepat turun." Bisikan yang terdengar cukup keras, membuat Blace menoleh ke asal suara. Havrelt berada di sana, memasang tatapan jengkel dengan tangan direntangkan seolah ia memang akan menyambut Blace turun.

Seolah kehilangan kewarasannya, Blace menjatuhkan tubuhnya ke arah Havrelt. Ia sedikit tidak percaya, ternyata Havrelt menangkapnya dengan sempurna dan mereka tidak terjatuh di tanah.

Tak ingin membuang waktu terlebih banyak, Blace merasakan tangannya kembali ditarik oleh Havrelt. Dan mereka kembali berlari dengan langkah tanpa suara. Blace berusaha menyamai langkah Havrelt yang panjang, membuat nyaris terseok-seok seperti barang. Tetapi, Blace tidak mengeluh. Ia hanya harus tetap berada di samping Havrelt. Ia percaya pria itu pasti menjamin keselamatannya.

Mereka berhenti. Saat mendengar dua suara yang sedang bicara, sepertinya mereka sudah mendekati penjaga. Mendadak Blace merasa panik, tangannya menekan keras detak jantungnya. Blace berusaha menenangkan dirinya, merasakan jika ia mulai mulas karena rasa takut.

Havrelt yang mengetahui keadaan Blace, langsung berpaling pada wanita itu. Dia menyentuh rahang Blace, membawanya agar menatapnya. Lalu ia berbisik. "Kau harus tenang, aku tidak akan menjamin keselamatanmu jika kau mengacau, mengerti?"

Blace menutup mulutnya, dan mengangguk dengan cepat tanpa jeda.

Lalu di saat yang bersamaan, mereka mendengar suara itu semakin jelas. Berbicara dalam bahasa Rusia.

"Tidak akan lama lagi, mereka akan membawa barang itu. Aku tidak bisa membayangkan berapa banyak uang yang mereka dapat jika menjualnya."

"Pasti sangat banyak. Sayang sekali karena kita tidak terlibat terlalu dalam. Mungkin kita juga bisa menikmati beberapa persen dari uangnya." Kata pria lainnya.

"Ya, mereka juga sudah siap akan berangkat ke bandara untuk pengiriman barang itu."

"Hei, bos tidak akan suka jika kita bicara terlalu banyak. Sebaiknya kita tutup mulut saja."

Lalu setelah itu, tidak lagi terdengar pembicaraan. Namun, suara langkah itu semakin mendekati persembunyian Blace dan Havrelt, sengaja bersembunyi di balik pohon yang cukup lebar.

"Tunggu di sini. Aku akan membereskan mereka."

Havrelt tidak menunggu jawaban Blace. Pria itu langsung muncul di depan para penjaga dan seketika menembak beberapa kali dengan pistol peredam suara, tepat di jantung kedua orang itu. Karena tindakan Havrelt begitu tiba-tiba, salah seorang pria punya refleks yang sangat cepat, pria langsung meluncur peluru dari pistol di tangannya, tetapi setelahnya ia terjatuh di tanah dengan nyawa yang telah menghilang. Saat itu Havrelt berhasil menghindarinya, tetapi suara pistol yang cukup nyaring itu memicu penjaga lainnya mendatangi asal suara dari peluru.

Havrelt menatap dua pria yang terbujur kaku di tanah, tentunya mereka telah mati. Dan Havrelt tidak perlu memastikan hal itu lagi. Saat Havrelt ingin berjalan kembali pada Blace, telinganya mendengar suara derum mobil dengan pintu gerbang depan yang dibuka. Secepat itu, akal pikirannya langsung berputar.

Apa mereka baru saja membawa barangku?

Satu hal yang tidak Havrelt ketahui. Di ambang kesadarannya, tangan seorang pria yang terbujur kaku di tanah, menekan sebuah tombol. Sebuah pemicu di mana alat pelacak dan alarm berbahaya diaktifkan.

Havrelt dan Blace tidak sadar jika sekarang bahaya sedang menghampiri mereka.


*****

(Rabu, 12 Desember 2018)

Ada yang kangen MWG?

Udah 18 hari saya gak update dan gak nulis. Cuman revisi cerita sebelah aja/lirik Destiny of the Flora🤣

HAHAHAHA. SAYA RASA ISTIRAHATNYA SUDAH CUKUP... HAHAHAHA..

Okeyy, ekhem. Hanya ingin kalian tahu, siapa pun yang baca. Saya perlu bilang, kalau saya akan melupakan jadwal yang pernah saya buat, yang jadwalnya update di hari selasa dan sabtu itu. Mulai sekarang lupakan jadwal itu ya😄

Saya gak punya banyak pilihan, oke😂 Karena saya menduga cerita ini cukup panjang dan melelahkan untuk risetnya😥😥. Jadi, kan cerita ini adalah project kepenulisan di fictionalworld18 ya. Para admin udah ngasih waktu deadline diperlambat sampai Juni 2019 nnti. Jadi saya cuma punya waktu bbrp bulan lagi kan. Nah, jika saya update dua kali seminggu secara teratur. Rasanya saya masih butuh banyak waktu lagi.😂😂 Untuk membuat hal itu tidak terjadi, saya harus bisa update sesering mungkin.😄

Jadi, lupakan jadwal. Karena saya akan mencoba untuk update secepat yang saya bisa. Semoga ngetiknya berjalan lancar. Amin. 😇 karena jujur, saya gak punya cadangan chptr untuk part selanjutnya. Hehehehe, saya hanya mengandalkan outline untuk chptr selanjutnya.

Sudah, ini keluh kesah terpanjang. Tidak akan saya hapus. Biar orang tahu aja.

Terima kasih sudah membaca sampai di sini. Dan selamat menunggu untuk kelanjutan updatenya.

.
.
.

[Penampilan Blace di chptr ini]

Salam hangat
P A H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top