T W E N T Y O N E 🔫
Blace berada di kamarnya seharian ini. Wanita itu sama sekali tidak berniat untuk keluar kamar, karena kata Brenda--yang baru ia ketahui namanya adalah Brenda DeLavina, ternyata seorang kepala pelayan---Blace harus menjaga kesehatannya, karena Tuannya ingin dia segera meramal.
Blace menghembuskan napasnya, melirik tiga foto yang berada di atas nakas, tiga foto yang sama saat ia lihat di dalam ruangan kerja Havrelt. Tiga foto barang yang dicari Havrelt. Ia meminta tiga foto itu pada James. Kadang Blace tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya, memang ia terkesan menunda-nunda pencarian mereka terhadap barang itu, tapi ia hanya tidak yakin jika ia tahu segalanya tentang cara menemukan dengan cepat.
Blace bangkit dari duduknya di atas ranjang, ia berjalan ke tirai gorden. Ia menyibak sedikit gorden itu, mengetahui jika malam menjelang begitu cepat.
'Sepertinya tidak ada salahnya jika aku jalan-jalan di luar.' Batin Blace.
Blace bergerak cepat, mencari mantel. Dan langsung mengenakannya. Ia sedikit memoles wajahnya agar tidak terlalu terlihat pucat. Ia menatap pantulannya dalam cermin, bibir dan pipinya jauh lebih berwarna dari sebelumnya.
Tak membuang waktu lagi, Blace keluar dari kamarnya. Tetapi ternyata keberuntungan tidak memihaknya, karena kenyataannya Freya berdiri tepat di seberang pintu kamarnya. Seolah ia memang sedang menunggu agar Blace keluar.
Blace menyesali keinginan untuk jalan-jalan. Keberadaan Freya didekatnya, tidak membuatnya nyaman berada di mansion mewah milik Havrelt. Malahan ia merasa ingin segera pergi dari sini.
Decakan keras terdengar dari mulut Freya. Blace menatap Freya, mencoba menebak apa yang sebenarnya diinginkan oleh wanita itu. Penampilan Freya yang selalu cantik kapan saja, membuat pesona semakin terpancar. Matanya memandang datar ke arah Blace.
"Seharusnya aku tidak terlalu terkejut, jika kau akan melarikan diri dari tempat ini?"
Blace mengernyit, seolah Freya baru saja berbicara dalam bahasa lain, padahal tidak.
"Tidak heran jika kau ingin pergi dari sini. Memang jauh lebih bagus jika kau tidak berada di sini dalam waktu yang lama." Freya mencibir sinis, dengan pandangan meremehkan.
"Saya sedang tidak ingin melarikan diri," bela Blace. "Mungkin lebih baik jika Saya masuk ke kamar lagi."
Blace sangat tidak ingin mencari perkara dengan Freya. Ia hanya tidak ingin membuat masalah datang padanya di saat ia sudah pusing memikirkan tentang meramal.
Baru saja Blace ingin menutup pintu, Freya berkata. "Aku harap kau tidak lupa. Aku memperingatimu agar kau cepat pergi dari sini, dan tidak menjadi wabah penyakit untukku."
Blace memandang Freya sejenak, tanpa diingatkan pun Blace ingin pergi dari tempat ini. Ia ingin tidak diculik oleh Havrelt. Ia ingin tidak membuat masalah dengan Freya. Blace sudah cukup kelelahan seharian ini, walau ia tidak mengerjakan pekerjaan apa pun. Well, ia baru saja pulih dari trauma kemarin.
"Aku tidak akan lupa." Ucap Blace yakin, kali ini ia berpaling dari Freya. Dan langsung menutup pintu kamarnya.
Begitu pintu tertutup di belakang punggungnya, Blace meniup poninya kesal. Freya pasti sengaja menunggu Blace keluar, agak aneh memang. Tetapi semua sikap Freya padanya terlalu nyata jika Freya sangat membencinya. Poni itu kembali pada tempatnya semula, dengan posisi yang berantakan.
Blace membuka kembali mantel, dan mengantungnya di sudut ruangan di tempat gantung. Ia langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Seketika rasa empuk dan lembut berada di belakang tubuhnya, membuatnya nyaman. Blace menarik napas panjang melalui hidung, menghembuskan dengan pelan melalui mulut.
Blace merasa sedikit tenang. Tapi ia masih memikirkan Freya. Tentang keposesifan Freya terhadap Havrelt. Tentang ketidakwajaran sikap Freya terhadapnya. Mendadak saat itu, Blace ingin melarikan diri dari semua yang menjeratnya. Ini semua salah Havrelt. Pria itu terlalu jauh melibatkannya.
*****
Keesokannya harinya, Blace mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya tanpa henti. Blace yang masih terlengkup di atas ranjang, mengangkat wajahnya dari bantal. Sedikit demi sedikit pikirannya terkumpul, matanya yang setengah terbuka terbelalak menatap jam beker yang ada di nakas.
Blace kesiangan. Ia mengernyitkan, mencoba mengingat apa yang membuatnya terlelap begitu lama. Ahh, ia ingat. Sebenarnya Blace tadi subuh, Blace bangun terlalu pagi, dan saat Kaethe Ailse--yang sekarang menjadi perawatnya selama kondisi Blace stabil--menyuruhnya meminum obat. Dan seperti yang bisa Blace tebak, obatnya mengandung obat tidur yang membuatnya terlelap setelah menelan pil putih itu.
Ketukan pintu menyadarkan Blace terhadap lamunannya. Alih-alih memilih turun dan membuka pintu, Blace kembali menelusupkan kepalanya ke bantal, menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya, tidak peduli jika ketukan itu sekarang berubah menjadi kencang dan cepat.
"Sudah saatnya bangun." Sebuah tangan menyingkirkan selimut yang menutupi Blace.
Blace menggerang pelan. Penglihatannya yang buram hanya bisa menangkap bayangan seseorang yang berdiri terlalu dekat dengan ranjangnya. Di detik-detik antara sadar dan tidak, Blace merasa sangat pusing karena ia memaksa kepalanya berpikir keras. Yang pertama ia tidak mendengar suara pintu dibuka dan langkah kaki yang masuk dalam kamarnya. Dan kenapa ia bisa mendengar suara orang dan melihat bayangan orang di dekatnya.
Blace mengerjab-gerjabkan matanya, kepalanya berpaling pada bayangan di sampingnya. Saat pandangannya mulai jelas, Blace menangkap bayangan seseorang yang berpakaian sangat rapi.
"Saatnya bangun, Sleeping Beauty." Kali ini Blace merasa tangan itu menarik tangannya, memaksanya untuk bangun.
Blace meringis, ia memaksa dirinya mengangkat kepalanya memandang siapa orang itu. Kenapa ia merasa jika suaranya cukup familiar.
Ketika ia mengangkat wajahnya, matanya langsung terbelalak dan mulutnya memekik. "JAMES!"
James berhenti menarik Blace, ia memasang wajah menyebalkan.
"Kenapa anda susah sekali dibangunkan? Hari bahkan sudah siang."
Blace menarik tangannya dari cengkraman James, ia langsung menyentuh rambutnya merapikan rambutnya yang berantakan. Lalu menarik selimut menutupi tubuhnya. Akan sangat bahaya jika James sadar ia memakai baju tidur yang lumayan tipis dan tembus pandang.
Mata Blace bergerak gelisah, tidak ada kantuk sama sekali di sana. "Hmmm ... kenapa Anda masuk ke dalam kamar Saya?"
"Bersiap-siaplah. Pakai baju yang rapi. Kita akan pergi." James tidak menjawab pertanyaan Blace, mengabaikan apa yang keluar dari mulut wanita itu.
Blace memasang tampang bingung. "Pergi ke mana?"
Tangan James bergerak menyentuh rambut Blace, mengelusnya pelan. Blace menegang karena sikap James yang tidak biasa.
Senyum tipis di bibir James terlihat saat pria itu berkata," keliling London. Hanya kita berdua."
Tidak mempermasalahkan James yang masih mengelusnya, mata Blace berbinar. 'Hanya kita berdua.' Wajah Blace menghangat, merasa jika dia tidak ada salahnya menerima tawaran James. Blace tahu arti kalimat 'Hanya kita berdua.' Nah, itu tandanya tanpa bodyguard, tanpa Havrelt, dan tanpa ... Freya.
Blace memasang senyum manis terbaiknya pada James. "Aku ikut."
Demi apa pun di dunia ini! Apa ini kencan?
-----To be Continue-----
*****
(Sabtu, 3 November 2018)
Hope U enjoyed 😚
Saya kangen sama Nate, dia belum muncul. Saya mau liat senyumnya pas jadi Karl bareng Blace.
Uhhhh.. Manis banget kamu Nate 😍😍😍😍😍😍😍😍😘😘😘😘
Apalagi kalo kayak gini... Ambil aja hidup saya😭😭😭😍😍😍😍😍😍😍
Go follow :
@risennea
@risennea.story
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top