T W E N T Y N I N E🔫

London, Inggris.

Nate Vlidimir benci mendengar kabar buruk. Dia tertawa penuh kegetiran, mencoba menahan dirinya agar tidak meledak. 

"Akhirnya si brengsek itu tahu," tak lama, suara tawa itu menghilang, tergantikan dengan kemarahan. Nate mengetat rahangnya. Tatapannya setajam pisau. Ia berbicara lagi dengan earphonenya. "Perketat penjagaan, aku tidak mau barang itu dicuri sebelum terjual."

Nate terdiam sebentar, untuk mendengar suara seseorang di seberang sambungan. 

"Tentu, Bos. Kami sudah memeriksa, dan hanya melihat dia menyusup dengan seorang wanita. Wanita itu yang membunuh para anggota lain di jalanan. Menurut laporan, wanita itu yang meledak mobil para penjaga. Kami akan mengirim gambarnya, yang wajahnya sempat tertangkap kamera keamanan."

Nate mengernyit marah. Wanita? Siapa? 

"Tenang saja, Bos." Pria di seberang terus berbicara. "Mereka gagal mencuri barang anda. Dan saya perkirakan mereka sepertinya tahu barang itu sudah ada di Jepang. Saya akan mengetat keamanan lebih lagi."

"Tentu. Lakukan tugasmu dengan baik, Travis." Nate menjawab pelan.

Setelah sambungan putus, tak lama Nate langsung mendapatkan sebuah email dari anak buahnya. Tak ragu ia langsung membukanya. Lalu persis ketika ia melihat wajah wanita yang dimaksud, Nate tidak bisa mencegah matanya terbelalak kaget. Nate tidak mungkin salah, wajah wanita itu adalah orang yang sama dengan seseorang bernama Blace Flannery. 

Nate mengeram marah. Apa maksud Blace mengacaukan semua rencana Nate?
Apa itu berarti, Blace Flannery berada di pihak yang berseberangan dengannya? Jika itu benar, Nate tidak perlu menginginkan wanita itu lagi, ia hanya perlu menghabisi dan menyingkirkan Blace dari jalannya, agar tidak mengganggu dirinya balas dendam pada Havrelt.

Tetapi ... wanita itu ... sebenarnya siapa dia? 

Selain peramal, kenapa Blace seolah menyimpan jati dirinya yang terdalam, agar semua orang mengenalnya sebagai seorang peramal. 

Nate pernah menyewa detektif untuk mengetahui seluk beluk kehidupan seorang Blace Flannery. Namun, saat itu yang ia temukan hanyalah identitasnya. Tidak ada catatan yang menjelaskan ke mana keluarganya, apa yang terjadi dengan keluarganya. Masih hidup atau sudah mati. Identitasnya seolah sengaja diciptakan dan dipalsukan hingga terdeteksi oleh komputer hukum negara.

Bibir Nate menipis kejam, ia harus menemukan jawaban agar ia bisa menarik wanita itu masuk ke genggamannya. Saat ia mendapatkannya, Nate akan menghancurkannya berkeping-keping. Hingga Blace tidak pantas hidup lagi.

Tiba-tiba jantung Nate berdenyut aneh, denyut yang menyakitinya. Ia menyentuh jantungnya pelan. Kenapa perasaannya muncul saat ia berpikiran kejam terhadap Blace? Apa ia merasakan sesuatu yang berbeda terhadap wanita itu? Apa artinya ia tidak sanggup membunuhnya?

Nate mengeram marah. Ia tidak pernah kehilangan kewarasannya karena seorang wanita.

Blace Flannery.

Mengucapkan nama wanita itu saja, Nate merasa tidak nyaman. Ia jadi mengingat seseorang yang sudah lama ia lupakan. Seseorang yang sangat dekat dengannya.

Nama itu...

Blace Flannery. Flannery. Nery. Ery. 

Mata Nate terbelalak kaget. Pikiran Nate semakin penuh pertanyaan dan semakin kacau.

Apa mungkin wanita itu ... sebenarnya adalah dia

*****

Moskow, Rusia.


Tangan Havrelt memeluk erat Evgenia dari belakang. Wanita paruh baya itu terlonjak kaget, tetapi tak lama ia bernapas lega ketika menemukan putranya yang melakukan hal itu. 

Evgenia tersenyum ramah pada para tamunya dari keluarga Woodward untuk meminta waktu luang agar ia berbicara pada putranya. Keluarga Woodward yang baik hati mengiyakannya, dan akhirnya mereka pergi dari tempat itu. 

"Kau mengejutkan ibu!" suara Evgenia bernada marah, tetap ia tidak menaikkan nada suaranya. Dan ekspresinya sama sekali tidak terlihat marah. Evgenia memang sangat pandai mengendalikan ekspresi wajahnya.

Di usia yang menginjak umur empat puluh lima tahun, ia bisa dinobatkan Ratu Sandirawa terbaik sepanjang masa. Selalu ramah pada semua orang, lalu akan cepat marah pada orang yang mengenalnya dengan baik. 

"Aku tidak merasa mengejutkanmu, Mom."

Evgenia melepaskan rangkulan Havrelt di lehernya, ia membalikkan badannya agar ia bisa menatap putranya. Tangannya terulur di sisi pipi Havrelt, bermaksud untuk memberikan ciuman rindu untuk putranya. 

"Tidak, Mom." Havrelt menghentikan aksi Evgenia. "Kau bisa menodai wajahku dengan lipstik berkilauanmu."

Evgenia cemberut, mendengar ucapan Havrelt yang mencelanya. Tapi tak lama, ekspresinya berubah saat Havrelt memeluknya dari depan dan memberinya ciuman di kedua pipi dan keningnya. Tangannya mengusap kepala putranya, Evgenia sangat bersyukur setidaknya sampai sekarang Havrelt masih terlihat sangat manusiawi. 

Semenjak, anaknya berusia tujuh tahun. Putranya sudah dipaksa untuk berlatih kekuatan fisik yang seharusnya tidak dibebankan untuk mengorbankan masa kecil kanak-kanak, hanya untuk menjadi seseorang yang dihormati di masa yang akan datang. 

Kleivan Dimitry—mendiang suaminya, mendidik Havrelt sama kerasnya dengan sang ayah—kakek Havrelt —mendidiknya. Menjalani hidup keras seperti Havrelt, mengorbankan masa kanak-kanaknya untuk menjadi seseorang yang kuat di masa depan. Dan menurunkan apa yang ia rasakan pada putranya, dan memberi tanggung jawab untuk organisasi Gangsternya di masa depan.

Kleivan mengajarkan semuanya pada Havrelt, untuk mencari tahu bagaimana cara bertahan hidup yang sebenarnya,  bagaimana menjadi yang terkuat dan terbaik. Juga bagaimana caranya agar selalu menang dalam persaingan.

Evgenia sangat bersyukur, dididik dengan watak yang keras dan segala peraturannya. Havrelt masih tetap sama, seseorang yang masih terlihat manusiawi. Tidak membunuh orang dengan sembarangan, dan tidak menjadi psikopat. Dan Evgenia sangat bersyukur hal itu. 

"Apa kau sudah lama datang kemari? Kenapa tidak menghubungi ibu terlebih dahulu?" Evgenia bersuara.

Havrelt melepaskan pelukannya, menjauh dari Evgenia. Hingga mereka berdiri berhadapan. Walaupun sudah lama tidak bertemu, mereka sama sekali tidak terlihat canggung. Dan tentunya, semua terjalin erat karena hubungan keluarga.

"Aku hanya tidak ingin menghubungimu, Mom." Havrelt menjawab. 

Evgenia mendengus tidak suka. Tetapi bibirnya tersenyum penuh rindu. "Kau selalu begitu. Dari dulu juga tidak pernah berubah."

Havrelt terdiam, menarik sudut bibirnya membentuk senyuman kecil, dan dia sama sekali tidak membantah apa yang di katakan oleh Evgenia. Benar, dari dulu Havrelt memang tidak banyak berubah, ia selalu ingin membuatnya ibunya kaget dengan sikapnya yang langka. 

Evgenia menghela napas, ia berbicara dengan nada kecewa, tapi setengah mengerutu. "Sebenarnya Ibu sudah mengatakan pada Freya agar dia mendatangi pesta ini, dan seperti biasa selalu mengatakan jika ia sibuk ... blablabla ... intinya dia selalu saja menolak bertemu dengan Ibu."

"Mungkin dia memang sibuk," Havrelt merespon kecil. Ibunya juga tidak berubah, masih suka banyak bicara. 

"Ah ya," Evgenia melebarkan matanya seolah terkejut. Ia mengingat sesuatu. "Apa putraku hanya pergi sendirian saja ke sini?" 

Bersamaan Havrelt ingin menjawab, dia melihat Archer dari jauh, tampak tergesa-gesa menghampirinya. Wajahnya yang biasanya datar agak sedikit berbeda, seperti terselip kepanikan. 

Havrelt sempat menebak-nebak apa yang membuat Archer tampak panik.

"Aku tidak pergi sendirian," Havrelt menjawab pertanyaan ibunya.

Tak butuh waktu lama bagi Archer untuk tiba di hadapan Havrelt dan Evgenia. Matanya menggambarkan kegelisahan yang sangat, ia mengangguk memberi salam kepada dua orang di depannya. Lalu selanjutnya, Archer mendekati Havrelt. Dan berbisik agar Evgenia tidak bisa mendengarnya.

"Tuan, Nona Flannery menghilang."

Seketika itu mata Havrelt terbelalak. 

*****

Mereka mencari Blace ke mana-mana, tetapi tidak menemukannya di mana pun. Rahang Havrelt mengetat, ia tampak marah karena sudah setengah jam tidak berhasil menemukan Blace. Sebenarnya ia bisa saja menyuruh anak buahnya yang lain untuk mencari Blace, dan dia tidak perlu juga ikut mencari.

Tapi tidak! Havrelt bersikeras untuk ikut mencari Blace. Jika ia menemukan wanita itu nanti. Havrelt sudah menyiapkan stok kemarahan dan kemurkaan pada wanita itu. Ia tidak akan menahan diri lagi untuk bersikap kasar nanti. Berani sekali dia pergi tanpa meminta izin padanya! Havrelt akan membuat si penyihir patuh padanya, karena sudah hakikatnya wanita itu harus selalu patuh dan mengikuti perintahnya. 

"Kau meninggalkannya dengan siapa, Archer?" ucap Havrelt bernada kejam. Ia menatap Archer tajam. 

Mereka berada di luar pesta. Havrelt sudah mengatakan pada ibunya jika ia akan pergi dari pesta. Dan reaksi ibunya ... dia tampak marah tapi tidak berbicara banyak. Havrelt menduga jika ibunya sedang bersandiwara hanya untuk menjaga imagenya tidak rusak di pesta. Tanpa pesta, mungkin Havrelt harus mendengarkan pidato dua jam berturut-turut tanpa henti. 

"Saya..." Archer tampak ragu menjawab. "Saya meninggalkannya ... bersama Tuan Jian juga pengawalnya."

"Kau meninggalkannya dengan orang itu!?" seketika Havrelt murka. Tadi ia terlalu fokus mencari Blace dan lupa bertanya pada Archer tentang hal itu.

"Aku akan menghukummu, Archer. Karena kau tidak mengerjakan tugasmu dengan baik! Aku sudah memperingati agar kau terus berada di sampingnya sampai aku kembali!" ucap Havrelt penuh emosi. Suaranya mengelegar di koridor hotel itu. 

Havrelt menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak bisa berpikir jernih. Tatapannya masih menajam saat ia bicara. Archer hanya menunduk, dan tidak bicara.

"Jadi, sekarang di mana si Jian brengsek itu membawa penyihirku?" 

Archer terdiam sejenak. Lalu menjawab pertanyaan Havrelt kembali. "Saya sudah mengecek cctv, dan melihat Tuan Jian sudah pergi dari pesta ini lima menit yang lalu."

"Apa kau mengecek cctv ke mana si penyihir itu pergi?" Havrelt berujar dengan nada kejam. 

"Saya sudah mengeceknya. Tapi tidak menemukan tanda-tanda apa pun. Cctv itu seolah menipu kenyataan. Saya juga tidak menemukan bagaimana Tuan Jian bisa tiba di parkiran dan pergi dari sini. Cctv seolah dibuat, dan ada sesuatu yang sengaja dihilangkan."

Saat itu, tangan Havrelt mengepal. Ia merasakan dalam dirinya siap meledak kapan pun jika Havrelt tidak menahan diri untuk tenang. 

"Kita akan mengejar si brengsek itu." Suara Havrelt terdengar merendah tajam.

Havrelt melangkah kakinya menjauh dari koridor. Tujuannya sudah jelas, parkiran. Mereka akan mengejar mobil Jian, sebelum ia gagal mengambil si penyihir. Havrelt jadi mengingat perkataan Jian yang mengatakan ia tidak akan merayu Blace, tapi akan membawanya pulang. Entah apa maksudnya itu, Havrelt menduga Blace pasti ikut pergi bersama Jian.

Wanita itu! Selalu saja merepotkannya.

Mereka tiba di tempat parkir dalam gedung. Saat mendekati mobil yang terparkir di dekat pilar, Havrelt berhenti. Sepasang sepatu hak tinggi yang ia kenali, persis seperti sepatu yang dikenakan Blace malam ini.

Havrelt membungkuk, mengambil sepasang sepatu yang seolah dilepaskan dengan terburu-buru. Mata Havrelt menajam, ia mencengkram kedua sepatu itu seakan berniat merusaknya. Pasti Jian memaksa Blace mengikutinya, saat Blace melawan, Jian membiusnya dan membawanya pergi.

Havrelt mengeram, pikirannya mulai kacau. Tanpa mengatakan apa-apa, Havrelt melemparkan sepasang sepatu itu ke arah Archer, yang disambut dengan sigap tanpa bantahan.

Havrelt mencoba melanjutkan langkah kakinya lagi, menuju mobil. Tetapi ia dan Archer saling menatap dan berhenti saat mendengar suara lirih isakan wanita. 

Suara itu berasal di dekat mobil Havrelt yang terparkir, persis di dekat pilar. Havrelt menarik pistol dari dalam saku jasnya, begitu juga dengan Archer. Sikap mereka berdua tampak waspada dan mulai mendekatkan diri ke arah mobil. 

Langkah kaki Havrelt semakin mendekati mobil, saat ia tiba, dan ingin menembak. Havrelt terpaku, menemukan tubuh seorang wanita yang ia kenal meringkuk di dekat mobil. Wanita yang memakai baju yang pilih untuk penyihirnya.

"Witch." Havrelt mendekati wanita itu, ia menyimpan senjatanya kembali dalam saku. Dan memberi isyarat pada Archer untuk menurunkan senjatanya.

"Dari mana saja kau! Apa kau tidak mendengarkan perkataanku, kalau kau tidak perlu ke mana-mana dan tetap di pesta selama aku meninggalkanmu!" Havrelt mulai meluapkan kemarahannya pada Blace. Suaranya terdengar menggelegar di sana. "Berani sekali kau mencoba menentangku!"

Havrelt tertawa pongah penuh kegetiran. "Aku sudah tidak waras, aku bahkan mencoba mencarimu ke mana-mana. Tapi kau! Kau malah duduk di sini!"

Napas Havrelt tersenggal-senggal setelah meluapkan kemarahannya. Masih ada kemarahan lain lagi yang akan ia keluarkan. Tapi melihat wanita itu hanya terdiam, dan terus meringkuk dekat ban mobil belakangnya, membuat Havrelt menjadi geram.

Havrelt mendekati Blace, menjongkok di hadapan wanita itu dan menarik bahunya lalu menguncangnya dengan kasar.

"Kau dengar tidak apa yang kukatakan! Dari mana saja kau! Jawab aku!" suara Havrelt semakin keras dan kejam.

Cengkeraman tangannya mengencang di bahu Blace. Wajah Blace terangkat menatap Havrelt dengan raut kesakitan.

"Havrelt?" bibir mungil itu memanggil namanya.

Samar-samar di antara cahaya yang minim itu, Havrelt bisa melihat bagaimana wajah Blace tampak kacau. Sisa air matanya masih ada di kedua pipinya. Rambutnya tampak berantakan, make up-nya rusak. Dan bajunya ... Havrelt tidak bisa menjelaskan. Lengan baju menurun ke sisi lengan, dan ada robekan besar di depan gaun yang memperlihatkan dua kaki jenjang yang terlipat di depan tubuhnya. Jika Havrelt memperhatikan dengan jelas. Di bahu wanita itu ada bekas gigitan yang membiru. Saat tahu apa maksudnya bekas gigitan itu, rahang Havrelt mengeras.

Jian Quán Venedict! Beraninya dia menyentuh penyihir milik Havrelt.

"Havrelt?" bibir Blace masih menyebut nama Havrelt, sebelah tangannya terulur ke sisi pipi lelaki itu. Seolah memastikan yang berada di depannya adalah nyata.

Lalu seketika itu, tangis itu kembali terdengar keras. Tubuh Blace bergetar hebat.

"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu marah. A-aku menunggumu di sini," ucap Blace pelan, tanpa menarik tangannya yang berada di sisi pipi Havrelt.

Havrelt terpaku, kemarahannya menghilang tanpa jejak. Entah ke mana, Havrelt berusaha mencari kemarahan itu. Tapi tidak menemukannya. Stok kemarahan dan luapan kemurkaan untuk Blace, menghilang.

Havrelt melepaskan cengkeraman pada bahu Blace, memaksa matanya menatap tajam ke arah wanita itu.

"Kenapa bajumu bisa robek?" ucapan kejam dan bernada rendah itu terdengar di pendengaran Blace.

Blace terisak. Ia kesusahan menjawab. Blace sama sekali tidak bisa bersikap tenang setelah apa yang terjadi padanya.

"Aku ... aku jatuh dari tangga. Dan bajunya ... maaf ... baju mahalnya jadi robek karena sepatu. Aku jatuh karena berlari di tangga. Dan ... kakiku kurasa ... sekarang terkilir."

Havrelt menatap kaki Blace yang membengkak besar dan membiru. Havrelt menyingkirkan tangan Blace dari wajahnya, tangan itu mendingin dalam genggamannya, sebelum akhirnya Havrelt melepaskan sentuhannya.

Wajah Havrelt mengeras. "Kau selalu merepotkanku!"

Mendengar ucapan kejam Havrelt, Blace kembali terisak pelan. Memangnya kepada siapa lagi ia mengatakan kebenaran dalam kepalsuan untuk hidupnya. Ia hanya bingung dengan apa yang terjadi, dan semua bermula dan berubah saat Havrelt menarik Blace masuk ke dalam hidup pria itu. Jelas, Havrelt juga harus bertanggung jawab untuk kehidupannya. Atas keselamatannya.

Havrelt menghela napas, ia mendekati si penyihir, meraup wanita itu dalam pelukannya. Tak lama, ia menyelipkan kedua tangannya di antara lutut dan di belakang punggung wanita itu dan mengangkat dalam gendongannya.

Archer yang melihat, langsung tahu jika Havrelt tidak ingin membuang waktu lagi untuk lama-lama berada di sini. Archer bergerak cepat membuka pintu belakang untuk tuannya.

Begitu Havrelt dan Blace masuk ke dalam mobil. Havrelt merasakan wanita itu memeluk lehernya erat.

"Mereka akan membawaku pulang. Dia akan menjemputku lagi," bisik Blace yang diabaikan oleh Havrelt.

Tak lama, Archer juga ikut masuk dalam mobil di balik kemudi.

Havrelt berusaha melepaskan gendongannya agar wanita itu bisa duduk dengan baik di sampingnya. Tetapi sepertinya wanita itu juga semakin tidak waras. Blace hanya mengeratkan pelukannya pada leher Havrelt dan berusaha tidak melepaskan.

Havrelt menghela napas. Akhirnya membiarkan Blace melakukan sikapnya yang tidak wajar. Havrelt bisa merasakan jika tubuhnya masih bergetar. Dan samar-samar masih ada isakan yang tersisa.

"Perlukah saya mencari tahu apa yang terjadi padanya?" Archer bersuara, dan melajukan mobil keluar dari tempat parkir.

"Tidak perlu," Havrelt terdiam. Ia tidak nyaman Blace duduk di pangkuannya dengan posisi memeluknya. Mungkin Blace akan malu jika ia menyadari sikapnya sangatlah manja.

"Kita tidak punya waktu untuk itu, Archer. Aku akan bertanya padanya. Itu pun jika aku mendapat jawaban darinya," lanjut Havrelt.

Havrelt menahan tangannya agar tidak menenangkan Blace yang semakin bergetar dan terisak. Apa yang terjadi pada penyihirnya, Havrelt hanya akan menjadi semakin marah, mengingat bekas gigitan yang kini terlihat jelas di matanya.

Jika Havrelt bertemu dengan Jian lagi. Havrelt benar-benar akan menghajar si brengsek itu!

Lalu saat itu, Havrelt membuat keputusan. Mereka akan segera meninggalkan negara ini dan berangkat ke Jepang untuk merebut kembali barangnya.

"Kita berangkat malam ini. Sekarang."

*****

(Rabu, 26 Desember 2018)


.
.
.

Aku ganti Blurb dan ganti cover. 

AHAHAHAHA😂😂😂. Blurb gak apa-apa sih di ganti asalkan tambah menarik aja. Cuman covernya...

Aku harap cover yang aku pakai sekarang. Bisa menemani aku sampai ceritanya tamat. Doakan aku gak ganti lagi.

Ini cover yg lebih jelasnya :)

Cover dulu bagus banget kok. Cuman aku mencari warna yg lebih dark untuk cerita Action Romance ini. Berdarah, gelap tapi memikat.

Ah, kenapa di cover ada kartu remi?

Seharusnya itu kartu tarot sih, cuman kartu tarot terlalu gede dan jelek. Tapi... Ada alasan tersendiri kenapa di sana terpajang kartu remi.

Hanya belum muncul dalam cerita ini dan semoga masih ingin menunggu kelanjutannya.

See you next chptr :) 

Salam hangat
P A H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top