T H I R T Y T H R E E 🔫
Mereka kesulitan menemukan pintu keluar.
Niel sudah mengatakan pada Havrelt jika pintu keluar itu, tersembunyi dibalik lukisan dinding. Namun, rasanya sudah lebih dari lima belas menit, Havrelt dan Archer mencari dan belum menemukannya.
Havrelt mendengus kesal. Jika mereka berada lebih lama lagi di sana, kemungkinan para musuh akan menyadari ada yang keanehan dengan semua yang terjadi malam ini. Misalnya tentang, ke mana dua penjaga yang berada di pintu ruangan, berisi barang yang akan dilelang. Itu sebabnya Havrelt benar-benar tidak sabar untuk keluar. Dan mereka harus segera menemukan pintu itu.
Langkah mereka terhenti, ada seorang pria dengan senjata di tangan. Orang itu berpakaian seperti para penjaga musuh, pakaian yang serba hitam. Dia sendirian, dari gerak-geriknya yang melihat ke kanan dan kiri sangat mencurigakan. Saat itu Havrelt dan Archer langsung bertindak menyembunyikan badan mereka ke tembok yang berlawanan dengan orang itu. Havrelt mengerutu, sepertinya orang itu, yang ia yakini sebagai musuh, sedang menuju suatu tempat.
"Mau ke mana dia?" bisik Havrelt pada Archer yang berdiri di sampingnya.
Archer menggelengkan kepalanya, menandakan dia tidak tahu. "Sepertinya ke tempat yang rahasia," ternyata Archer juga membaca gerak-geriknya yang mencurigakan itu. "Mungkin lebih baik kita ikuti saja," lanjutnya.
Archer mengintip dari balik tembok dan mendapati jika orang itu berbelok ke lorong sebelah kiri.
"Sepertinya kita memang harus mengikutinya," ucap Archer lagi, tanpa menoleh pada Havrelt.
Havrelt mengangguk. Ia membiarkan Archer memimpin jalannya. Karena Havrelt sendiri juga harus memastikan tidak ada orang yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Well, jika Archer di depannya terluka. Setidaknya pria itu melindungi Havrelt dari ancaman yang menyerangnya.
Orang itu terus berjalan, menelusuri lorong berdinding hitam dan memiliki langit-langit yang cukup tinggi. Lagi. Orang itu berbelok, kiri, kanan, kanan dan kiri. Dan sepanjang perjalanan itu Havrelt dan Archer masih sabar mengikuti orang itu, yang semakin menghabiskan setiap detik dan menitnya. Rasanya mereka memang berada di ambang kematian. Sebenarnya bisa saja jika mereka melakukan cara yang agak kasar untuk keluar dari tempat itu, misalnya melakukan pengeboman besar-besaran, dan peledakan dinding atau melakukan pembobolan dengan cara yang sangat ekstrem. Tetapi cara-cara seperti itu terlalu menarik perhatian.
Menyelinap masuk diam-diam, berarti harus keluar diam-diam, well jika mereka berhasil melakukannya. Dan sepertinya orang yang mereka ikuti akan menjadi kunci keluar untuk Havrelt dan Archer.
Ketika orang itu kembali berbelok kiri, Archer menghentikan langkahnya, membuat Havrelt mengangkat alisnya karena keheranan. Ternyata orang itu berjalan ke arah lorong buntu, yang terdapat lukisan romantis di ujungnya. Dalam lukisan itu, ada sepasang manusia yang berdiri berhadapan, dan saling menatap penuh cinta. Lukisan itu terlihat sangat aneh di lorong hitam itu.
Seketika Havrelt dan Archer berpandangan, tidak perlu diragukan lagi jika mereka memikirkan hal yang sama. Pintu keluar.
Ternyata orang itu benar-benar kunci keluar.
"Bereskan dia, Archer," bisik Havrelt mengeluarkan nada perintah. Kali ini Havrelt sedang tidak ingin mengotori tangannya untuk mengurusi jalan keluarnya. Havrelt mempercayakan Archer untuk membereskan orang itu, dan Havrelt hanya menunggu hasilnya saja.
Archer mengangguk patuh.
Tetapi sebelum Archer melakukan tugas yang baru diperintahkan oleh Havrelt, mereka menunggu beberapa detik untuk memastikan orang itu membuka pintu seperti yang mereka pikirkan. Orang itu menoleh ke belakang, kanan dan kiri. Seolah memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Tentunya, Havrelt dan Archer langsung bersembunyi supaya tidak ketahuan.
Lalu saat keadaan menghening, Archer mengintip lagi. Sedangkan Havrelt hanya menunggu. Mata hijau milik Archer berkilat, melihat orang itu menurunkan lukisannya, menaruhnya dengan hati-hati ke sisi dinding. Setelah itu dia menekan kombinasi sandi yang sengaja ada dibalik tempat lukisan tadi.
Tak butuh waktu lama, ternyata keberuntungan memang berpihak mereka. Dan di sana, ada sebuah pintu yang terbuka otomatis.
Sebelum orang itu pergi dan kembali menutup pintu, Archer langsung bertindak, meraih senjatanya. Dan menembakkan pistol peredam suara ke arah orang itu, tepat ke arah kepalanya, dua kali. Dua peluru itu menembus kepalanya, di tempat yang sama. Tubuh orang itu tersentak, lalu ia terjatuh dengan darah yang mengalir memenuhi lantai.
Archer menyeringai. Bagus, dia tidak menyadari jika hari ini, kematian menjadi miliknya.
Tanpa membuang waktu lagi, Archer mengajak Havrelt mendekati pintu yang masih terbuka itu. Ia masih memegang senjatanya untuk berjaga-jaga jika ada yang menyerang mereka. Havrelt mengikuti Archer yang berlari ke arah pintu.
Mereka berhasil masuk dengan mulus. Sebelum menutup pintunya, Archer meraih sesuatu dalam sakunya. Dan ternyata itu adalah sebuah senter. Saat memastikan pintu itu tertutup dan kegelapan menutupi penglihatan mereka. Archer langsung menyalakan senter.
Cahaya memenuhi lorong yang berdinding batu dan lembap. Mereka bisa mencium bau lumut yang menempel di sisi dinding, dan udara yang mereka hirup bercampur dengan debu dan tanah.
Cahaya dari senter itu, memindai lorong itu. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, sekitar lima meter jauhnya ada sebuah tangga yang menempel ke sisi dinding. Begitu mereka tiba di depan tangga itu, Archer menyorotkan cahaya senternya ke atas dan menemukan sebuah pintu lagi.
Havrelt dan Archer berpandangan, lalu sama-sama menyeringai. Mereka akan bebas.
*****
"Di mana kau memarkirkan mobil?" tanya Havrelt saat mereka berhasil keluar dari kawasan Erepraveen tanpa kendala. Bahkan tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaan mereka.
"Jika dari sini...," Archer memindai sekitar, malam itu salju turun, mulai menghalangi pandangan mereka untuk melihat. Dan angin malam terus berhembus, membawa hawa dingin yang membekukan.
"Kita harus memutari tempat ini, untuk mencapai sisi yang lain. Maaf, saya memarkirkan jeep agak tersembunyi dan tidak terlalu dekat dengan Erepraveen," lanjut Archer.
Havrelt menghembus napasnya, tangan menyentuh koper hitam yang masih ia rangkul di punggungnya. "Baiklah, kita akan memutar saja. Aku tidak ingin menunggu di sini."
Tiba-tiba saat itu tanpa terduga, Havrelt terhuyung dari posisi berdirinya. Archer yang melihat itu langsung menahan bahu Havrelt, agar tidak terjatuh. Archer mengernyit dalam penuh keheranan. Ia tidak mengetahui apa yang disembunyikan oleh tuannya.
"Apa anda baik-baik saja?" tanya Archer melepaskan tangannya, setelah meyakinkan dirinya bahwa Havrelt bisa berdiri tanpa bantuannya.
Havrelt tampak mengerang, ia menyentuh kepalanya. Ia berkata. "Tiba-tiba aku merasa pusing, dan pandanganku mulai mengabur."
Archer terdiam, tapi otaknya memikirkan semua yang terjadi. Tentang apa yang terjadi pada tuannya. Dan saat ia menemukan masalahnya, ia berkata.
"Tunggu, apa ini ... ada hubungannya dengan obat bius yang terkena di Rusia. Apa ini efek—Tuan!"
Archer berteriak kaget saat tubuh Havrelt terhuyung ke belakang, dan kehilangan kesadarannya. Sebelum tubuh itu jatuh ke trotoar, Archer bertindak lebih cepat, ia menahan tubuh Havrelt. Dengan cepat merangkul lengannya dan memapahkan. Jika sudah seperti ini, Archer harus bertindak lebih cepat.
Sialan! Mobilnya terparkir terlalu jauh!
Archer tidak tahu berapa jauh ia melangkah dengan memapahkan Havrelt untuk tetap berdiri dan berjalan. Ada sebuah jeep hitam berhenti ke sisi trotoar, dan kaca hitam mobil itu diturunkan hingga Archer bisa melihat siapa di dalam mobil itu. Ternyata orang itu adalah Jake Rencethe, seorang dokter yang sengaja dibawa Havrelt untuk menyembuhkan si penyihir.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Archer bingung.
"Lupakan pertanyaan basi itu," ucap Jake terdengar menyebalkan. "Cepat masuk!"
Tak berpikir dua kali dengan ucapan Jake yang agak bernada perintah. Archer memapah Havrelt masuk ke dalam mobil, ke bangku belakang. Lalu menyusul dengan dirinya yang duduk di samping Havrelt.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Jake seraya melajukan jeep itu ke jalanan saat Archer berhasil menutup pintu mobil.
"Ceritanya panjang," Archer menghembuskan napasnya, ia memposisikan kepala Havrelt menyadarkan ke sisi bahunya, tidak peduli jika tindakan sedikit menggelikan jika dilihat.
"Cerita singkatnya. Tuan Havrelt pingsan karena efek obat bius yang terkena padanya beberapa hari yang lalu. Beliau jarang melakukan perawatan untuk pemulihan. Saya sudah mengingatkannya, tapi beliau terus membantah."
Jake mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu menghembuskan napas. "Ternyata kau masih sama saja, bicaramu masih sama dan terlalu rumit."
Archer yang mendengar ucapan mencela itu, membungkam mulutnya. Ia terdiam.
"Saat di luar pekerjaan seperti sekarang, kau bisa sedikit menghilangkan nada formalmu, Archer. Apalagi kau hanya bicara padaku," keluh Jake kesal.
"Saya tidak peduli tentang pendapat anda mengenai saya berbicara." Archer berucap tajam dan beracun. "Kita harus menyelamatkan nyawa Tuan Havrelt yang mungkin tidak akan bangun lagi jika tidak ditangani dengan segera."
"Baiklah-baiklah." Jake menyerah, ia tidak suka berdebat di dalam mobil. Apalagi jika ia berdebat dengan Archer. Itu membuang waktu. Havrelt dan Archer memang sama saja. Keras kepala! Gerutu Jake dalam hati.
"Kita harus segera menanganinya. Aku tahu tempat yang tepat." Jake kembali membuka suaranya.
"Di mana?"
Seringai itu penuh kebanggaan hadir di bibir Jake. "Kau lihat saja."
*****
Saat terbangun Jeslyn berada di dalam kamar Nona Flannery beserta dua orang lainnya.
Jeslyn mengerang, ia merasakan sakit kepala luar biasa begitu hebat. Tangannya mencengkram rambutnya, menariknya untuk sekedar meredakan rasa sakit. Tetapi yang ia lakukan sekarang, malah menambah rasa sakit. Belum lagi, Jeslyn merasakan nyeri yang sangat perih di lengan atasnya.
Matanya tertuju pada lengan atasnya, pada sebuah timah yang sudah melubangi dagingnya. Dengan banyak darah yang keluar di sana, mengalir membasahi satu lengan kiri itu. Dan bukan hanya itu saja, ada sebuah peluru kecil mirip suntikan ada di lengan atasnya. Ia mencabutnya dengan kasar.
"Sialan!" Jeslyn mengumpat. Ia dibius. Jeslyn memaksa diri untuk bangkit dari posisi tengkurap. Ia juga maksa fokus matanya untuk melihat arloji di pergelangan tangannya. Matanya terbelalak, mendapati jam menunjukkan tengah malam lewat satu jam.
Perasaan marah memasuki dirinya, ditambah lagi dengan bayangan tentang dirinya dan dua rekannya, diserang oleh satu orang. Seseorang yang ia yakini adalah seorang wanita! Sialan! Jeslyn merasa sangat terhina.
Mata Jeslyn memindai ke seluruh kamar, yang remang-remang. Seketika itu, ia langsung tersentak kaget. Jeslyn mencoba bangun, mengabaikan rasa sakit kepala yang terus memukul-mukul seolah ingin ia tidak sadarkan diri lagi. Dengan tertatih-tatih Jeslyn membawa langkahnya berhenti pada dua rekannya. Ia mendekati Jordan, lalu mencoba memeriksa denyut nadinya. Jantungnya seolah tercabut dari tempatnya saat mengetahui jika ia tidak menemukan tanda-tanda kehidupan.
"Wanita brengsek!" Jeslyn merasa sangat marah. Ia kehilangan rekannya. Matanya berkaca-kaca, Jordan adalah seseorang yang cukup berharga di hidupnya. Sahabatnya. Ia senang berteman dengan Jordan yang sangat baik padanya. Ini menyakitkan, hatinya ... rasanya seolah mati. Jantungnya seolah berhenti berdetak.
Tangan Jeslyn bergerak ke mata Jordan yang terbelalak. Ia menahan tangisannya, saat menutup mata Jordan hingga tertutup sempurna. Jeslyn terisak, dengan cepat mengusap matanya yang mengeluarkan air mata, Jeslyn tidak ingin kelihatan lemah walau kenyataannya ia sangat terluka. Jeslyn bisa melihat ada banyak keluar dari tubuh Jordan. Dan ada peluru yang bersarang di keningnya dengan lubang yang mengerikan.
Jeslyn menarik napasnya, menghembusnya dengan helaan berat. Dadanya naik turun penuh emosi, ia marah, ia sedih dan ia dendam. Lalu saat itu, matanya menoleh pada Luuk, satu rekannya lagi saat mereka berjaga. Ia melihat Luuk tengkurap di lantai.
Begitu tiba di sampingnya, Jeslyn melihat ada dua peluru jenis suntikan tertancap di bahu Luuk. Dengan segera Jeslyn langsung mencabutnya. Lalu membuangnya. Setelah itu ia meraih tangan Luuk, dan memeriksa denyut nadinya.
Mata Jeslyn kembali berkaca-kaca mengetahui jika Luuk masih hidup. Mungkin karena dosis obat bius dua kali lipat dari Jeslyn, membuatnya tak sadarkan diri lebih lama.
Mengenai tembakan di lengannya, saat itu Jeslyn melakukan pembelaan diri ingin membalas wanita itu yang sudah menembak peluru bius padanya. Tetapi ia tidak menyangka jika wanita itu menembakkannya, apalagi ia harus kehilangan kesadarannya. Merasakan yang disuntik padanya adalah suatu reaksi obat yang begitu cepat. Saat itu Jeslyn membeku, ia tidak bisa bergerak dan lumpuh saat itu juga. Lalu ia tidak sadarkan diri saat wanita itu, terlepas dari dua rekannya yang lain. Lalu wanita itu masuk dalam kamar Nona Flannery.
"Sialan!" Jeslyn menyadari satu hal yang ia lupakan.
Wanita itu membawa Nona Flannery!
Jeslyn mengernyit. Ia bertanya dalam hati, tetapi apa yang membuat wanita itu menculik Nona Flannery?
Jeslyn tidak tahu apa jawaban dari pertanyaannya. Lalu ia kembali mengingat sesuatu lagi. Dengan tangan yang bergetar, Jeslyn mengambil ponselnya. Lalu mengontak nomor seseorang.
"Tuan Archer, anda di mana?"
*****
Pagi itu, Blace terbangun dengan ketakutan sekaligus kebingungan. Ia takut karena ingat tentang kejadian kemarin malam terulang seperti video rusak di dalam kepalanya. Ia masih ingat, Theresa bilang padanya jika ia akan membawa Blace pulang. Apakah sekarang Blace sudah berada di rumah yang Theresa bilang.
Tetapi rasanya ... Blace menjadi sangat kebingungan. Ia berada dalam sebuah kamar yang sangat asing baginya. Kamar cantik yang dibuat dengan desain interior Jepang modern, memiliki unsur kayu di tempat ranjang rendah. Dan furnitur yang dipakai sangat cocok dengan kamar itu. Kamar yang nyaman dan menjaga ketenangan. Aroma terapi dari wangi lavender yang Blace sukai, memenuhi ruangan itu.
Blace bangkit dari tidurnya. Duduk di ranjang dengan kebingungan, apalagi melihat ia mengenakan baju tidur piyama dengan motif polkadot. Di satu sisi, Blace bisa menghembuskan napasnya lega, karena sepertinya dia masih berada di Jepang.
"Ternyata kau sudah bangun,"
Blace tersentak kaget. Ia tidak tahu jika pintu masuknya terbuka sangat lebar. Hingga ia tidak menyadari ada seseorang yang sudah masuk ke kamar. Tanpa bunyi.
Begitu mata Blace menatap orang itu, saat itu juga jantungnya berhenti berdetak. Seolah-olah Blace merobek jantungnya dari tempat yang seharusnya ia berada. Dan saat itu Blace lupa caranya bernapas.
Napasnya tercekat, dan tanpa dicegah matanya berkaca-kaca. Ya tuhan. Blace benar-benar dalam masalah. Ia benar-benar sudah masuk dalam neraka!
Langkah itu semakin mendekatinya, pria setengah baya itu berdiri di samping ranjangnya. Mereka saling memandang, walaupun Blace hanya bisa melihat di balik matanya yang mengabur karena air mata. Sungguh, hatinya sangat terluka. Orang itu masih sama saja, tubuhnya tegap dan sempurna. Wajah tampannya tidak termakan oleh usia dan dia masih terlihat muda seperti terakhir mereka bertemu. Hanya saja jika diperhatikan lebih dekat, ada kerutan kecil di ujung matanya. Blace tidak bisa bicara, mata hijau yang selalu menatapnya penuh kebencian, juga rambut coklat yang selalu ingin ia genggam. Kini rasanya semuanya hanyalah mimpi. Mereka sudah terlalu lama tidak bertemu.
Saat itu tubuh Blace bergetar, ia mengalihkan tatapannya. Merasa jika air mata sudah menurun ke pipinya. Detak jantungnya ... setiap detakannya sangat menyakitkan.
"Oh sayangku," kata pria itu, dengan nada suara penuh penyesalan dan kesedihan.
Blace tidak sanggup menatap wajah itu. Ia hanya terus saja merasa menyakitkan. Rasanya sangat sakit. Persis seperti ketika pria itu mengasingkannya, menjauhkannya dari segala kasih sayang.
Blace terisak, ia menekan detak jantungnya. Aku baik-baik saja sekarang. Aku baik-baik saja sekarang. Tekan Blace dalam hati.
Lalu tiba-tiba kejadian yang tidak diduganya terjadi. Pria itu meraupnya dalam pelukan. Memeluk Blace dengan erat seraya mencium puncak kepalanya beberapa kali. Di tengah tangisannya, Blace mendengar sesuatu yang terasa seperti sebuah kebohongan. Seperti sebuah kepalsuan.
"My daughter Ery, Daddy miss you."
Dan Blace tidak bisa menyangkal, jika ia mendengar orang itu mengucapkannya dengan sangat tulus dan penuh kesedihan.
*****
(Senin, 14 Januari 2019)
Btw, Erepraveen adalah restoran pelelangan imajinasi aku ya.
Jadi, jgn dicari di google. Karena gak ada 🤣🤣
.
.
Dan kita semakin dekat dengan kebenaran yg sebenarnya :)
.
.
Dan yang paling penting adalah...
.
.
.
See you next chptr :)
Go follow instagram
@risennea
(untuk mengetahui kendala update)
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top