T H I R T Y S I X 🔫
London, Inggris.
"James?"
Siang itu Freya muncul dibalik pintu, menerobos masuk dengan sikap angkuh diikuti oleh seorang pria di belakangnya, yang berusaha menahan Freya. Pria itu adalah sekretaris James, namanya Heron Gregorio, dia adalah sepupu dekat Dante Praeg yang bekerja pada Havrelt di Italia.
"Nona, saya sudah peringatkan. Anda tidak boleh masuk sembarangan." Heron berusaha mencengkram lengan Freya lalu mencoba menarik, setengah menyeret Freya keluar.
"Ihhh," Freya berseru kesal. "Jangan menyentuhku! Aku bebas datang kapan saja semauku. Jadi terserah aku ingin masuk atau pergi." Freya dengan sekuat tenaga melepaskan tangan Heron dari lengannya. Tapi tangan itu kuat sekali, Heron tampaknya belum menyerah dan tidak akan melepaskan Freya.
James yang berada dalam ruangan, sama sekali tidak melirik Freya dan Heron. Dia masih fokus pada laptop di depannya. Juga beberapa dokumen yang ada di meja. Tangannya mengetuk meja, dan wajahnya tampak berpikir.
"James?!" Freya berteriak, merengek meminta tolong. "Kau sungguhan tidak membiarkanku masuk? James! Aku akan melapor pada kakakku kalau kau jahat padaku!"
Seketika itu, James menatap Freya galak. "Kau ini. Kenapa kau datang lagi?"
"Lepaskan aku dulu! Ini lebih penting dari kemarin,"
James menghela napas. Ia berdecak kesal lalu menatap Heron. "Lepaskan dia. Kau boleh pergi, Heron. Jangan ganggu kami selama satu jam ke depan."
"Satu jam?" Freya berhasil terlepas dari cengkraman Heron. Ia berdelik pada James. "Aku butuh 5 jam untuk mengeluarkan semua keluh kesahku padamu!"
"Dan kau pikir aku mau mendengarkanmu?" James berdiri mendekati sofa yang berada di tengah ruangan dan duduk di sana.
"Kau harus mendengarku!" Freya berjalan mendekat James dan duduk di samping pria itu. Sekarang, dalam ruangan kerja James di perusahaan hanya ada mereka berdua, Heron juga sudah menutup pintu, tidak membiarkan seorang pun masuk.
"Cepat katakan, apalagi sekarang?" James menatap malas ke arah Freya. Lalu ia berkata penuh sindiran. "Jangan seperti kemarin, kau membuang waktuku dengan mengoceh tidak penting tentang fashionmu yang sangat berkelas itu."
"Tidak," sanggah Freya. "Kali ini, aku ingin minta bantuan padamu. Apa pun jawabanmu, kau harus tetap membantuku."
"Bantuan seperti apa?"
"Begini, ada temanku yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Masalahnya, dia tidak punya banyak uang untuk menghidupi dirinya sendiri. Dia juga tidak punya pekerjaan. Intinya dia pengangguran. Dan dia lumayan jago olahraga. Karena itu ... dia punya badan yang bagus," Freya berbinar, ia melanjutkan. "Dan dia juga punya wajah yang tampan. Tidakkah kau tahu apa yang kupikirkan?"
James memutar matanya jengah. "Siapa namanya?"
"Prinz Dexterziel." Freya tersenyum manis. "Well, namanya memang sangat mencerminkan dirinya. Dia selalu menjadi Pangeran saat kami di High School yang sama. Dan kau tahu kan apa tujuanku di sini?"
"Tidak," James memasang wajah galak. "Aku tidak tahu apa tujuanmu jika kau terus saja berbicara setengah-setengah seperti sekarang. Katakan dengan jelas."
Freya bersedekap, terlihat mulai kesal. "Aku ingin kau membantunya menjadi model seperti aku." Freya berdecak. "Sebentar lagi perusahaan ini akan mengeluarkan produk parfum baru, kan? Tidakkah kau membutuhkan model pria untuk mempromosikannya. Jika itu kurang menggiurkan, aku akan ikut turut membantu."
Freya mengibaskan rambutnya. "Ingat kan, aku punya nama di LA. Tentunya penjualan akan melesat pesat. Dan produk itu bisa diimpor berbagai negri. Intinya, aku mau Prinz menjadi model ternama seperti aku. Aku sangat menyayangkan wajahnya tersimpan tanpa bisa dinikmati orang lain."
"Dan kau tahu, sebenarnya Prinz tidak memaksaku sih untuk menjadinya model seperti aku. Tapi ... setiap kali aku melihat badannya, wajahnya, dan raut datarnya. Itu terlihat sangat sempurna untuk menjadi seorang model. Saat aku bertanya cita-citanya apa? Katanya dia ingin jadi detektif. Dia memang pintar sih menganalisis, tapi dia kadang terlihat tidak pintar memanfaatkan sesuatu. Contohnya ya ... wajahnya. Dan aku rasa dia sangat cocok dengan pekerjaan yang kuusulkan,"
James mendengar semua celoteh Freya dengan wajah malas dan tidak serius. Biar James jelaskan, celoteh kali ini memang tidak sepanjang beberapa hari yang lalu saat Freya datang ke kantornya dan berkeluh kesah padanya. Tentang fashion, tentang teman wanitanya, juga tentang Havrelt. Entahlah ... James tidak begitu mengingatnya apa yang Freya katakan. Tetapi suara wanita itu selalu meledak-meledak saat ia senang dan marah. Jadi, James hanya membiarkan suara Freya masuk ke pendengarannya dan keluar setelahnya.
"James!"
Jika dipikir-pikir, tugas James sudah sangat besar dalam membantu keluarga Dimitry mengurus perusahaan selama sembilan tahun lalu. Sebagai pemimpin perusahaan yang mengurus beberapa saham, mengurus semua masalah internal maupun eksternal perusahaan. Juga mengurus Havrelt yang kadang-kadang bermasalah di dunia Gangster. Juga beberapa perihal lain, yang jika disebutkan akan membuat kepalanya sakit. Pada akhirnya, James semakin sibuk dan tidak bisa beristirahat dengan baik. Ditambah lagi, munculnya Freya-semenjak Havrelt dan lainnya berangkat meninggalkan London-akhir-akhir ini sangat menganggunya.
"JAMES!"
James tersentak dalam lamunannya. Ia menoleh pada Freya yang menatapnya kesal. Teriakan Freya yang terdengar menuntut, seolah mengatakan ia benar-benar tidak ingin mendapat penolakan.
"Apa jawabanmu?" Freya bertanya dan mencoba menatap tajam ke arah James. Walaupun tidak setajam tatapan kakaknya.
"Yeah, baiklah."
Selesai. James tidak perlu banyak berpikir lagi. Jika ia mengatakan tidak, Freya pasti akan mengajaknya berdebat hingga memaksa James menerimanya. Dan berterus terang menerima apa yang dikatakan Freya, sepertinya jalur teraman untuk sekarang.
Freya terperangah, tidak ada lagi tatapan tajam nan marah. "Benarkah?" Semudah itu? Sambungnya dalam hati.
"Iya, tentu." James tidak mau menatap Freya. Ia menambahkan. "Kalau tidak, kau pasti akan melaporku pada kakakmu."
Freya langsung tersenyum senang. Seketika itu ia menghambur ke pelukan James dan mencium kedua pipi James dengan kuat dan bersemangat. Dia terlihat sangat senang. James yang tidak sempat menghindari, harus membiarkan wajahnya menerima bekas lipstik berkilau milik Freya di pipinya.
"Aku akan langsung menghubungi Prinz untuk memberitahu kabar baik ini," Freya menjauh dari James, tidak memperdulikan tatapan tidak suka James atas aksi yang baru ia lakukan.
James berdelik tajam. "Apa kakakmu tidak pernah bilang, jangan bersikap seperti tadi padaku!"
Freya terlihat asyik dengan ponselnya, ia sedang mencari kontak seseorang. "Dengar James, kau tenang saja. Aku tidak akan mengadu pada kakakku, karena kau tidak menolak tawaranku."
Freya mendekati James dan mencium pipi James lagi. Sebelum James kembali protes Freya berlari ke arah pintu, dengan berteriak.
"Jangan lupa hubungi kakakku dan tanya keadaannya! Kau tahu, dia memblokir nomorku karena aku membuatnya kesal." Freya tersenyum jenaka. Lalu setelah itu Freya benar-benar pergi dari sana.
Wanita liar itu!
James bangkit dari duduknya dan meraih tisu basah di meja kerja. Ia membersihkan wajahnya. Lalu saat itu ia melihat sebuah berkas. Berkas kerja sama dari keluarga Grayeno.
Ia menghela napas. Sepertinya dia harus menelepon Havrelt untuk memberitahukan hal ini.
***
Tokyo, Jepang.
Di waktu bersamaan, di tempat yang berbeda. Nate memasuki Erepraveen dengan perasaan marah.
Ia mendapat berita buruk tentang pelelangan barang George Washington's saddle pistols. Setelah barang itu terjual, pihak pembeli protes karena ketika mereka membanting senjata kembaran itu, senjatanya malah menjadi rusak dan pecah. Secara tampilan memang tidak ada yang salah. Tetapi secara kualitas, barang yang dijual adalah palsu.
Tidak sampai di sana, Nate menerima berita buruk lagi tentang hilangnya dua penjaga yang menjaga ruangan, juga tentang aktifnya sensor bahaya.
Ketika Nate mendapatkan kabar itu saat dini hari, dan ia langsung berangkat pagi-pagi sekali lalu melakukan perjalanan antara London ke Tokyo selama berjam-jam. Dan sebelum Nate datang ke Erepraveen, ia sudah mengistirahatkan tubuhnya selama dalam perjalanan. Karena perihal ini, membuatnya kurang tidur. Selanjutnya, ia langsung berangkat ke Erepraveen.
Ada berita buruk lagi yang membuatnya marah, Travis Barnett—salah satu orang kepercayaan Nate, ditembak dan nyaris mati di tempat karena pembeli barang itu bukanlah orang biasa. Pembeli itu sering disebut Gaven di dunia gelap. Yang berani mencari tahu nama aslinya, nasibnya mungkin sudah tiada. Intinya si pembeli bukanlah orang yang biasa. Dia punya koneksi, jahat dan licik.
Tetapi untuk menghadapi Gaven, Nate sama sekali tidak takut. Ia mengenai orang itu lebih dari orang lain. Ia juga awalnya tidak menyangka, pembelinya adalah Gaven. Tentang hubungan Nate dan Gaven untuk sekarang, Nate tidak ingin membahasnya. Ada yang lebih penting dari itu. Yaitu menyelamatkan nyawa Travis.
Langkahnya terus membawanya ke ruang bawah tanah. Siang itu Erepraveen sengaja ditutup, mungkin akan ditutup permanen selama seminggu. Untuk menghindari kecurigaan polisi atau masyarakat tentang yang terjadi semalam. Nate berjalan diikuti dengan beberapa bodyguard di belakangnya.
Begitu tiba di sana, di dalam ruangan mirip seperti ruang tamu serba merah. Nate melihat Gaven dan anak buahnya yang mengepung tempat itu dengan senjata. Ada juga Travis yang berlutut di hadapan Gaven dengan keadaan berdarah. Sedangkan Gaven, duduk dengan angkuh di sofa. Nate merasa kemarahannya semakin memuncak, ia mengepal tangannya. Inilah frekuensi yang harus mereka terima jika penjualan gagal dan yang dijual adalah barang palsu. Padahal Nate pikir, mereka tidak akan mendapatkan masalah selama penjualan. Tetapi ternyata salah ... dan masalah ini harus segera ia selesaikan.
"Gaven!"
Anak buah Gaven mengangkat senjatanya saat Nate tiba-tiba menyambar kerah pria itu.
"Kau tidak perlu menyiksa Travis!"
Gaven terkekeh kejam. Senyumnya tidak terlihat karena wajahnya tertutup oleh topeng hitam, dengan tudung yang menutupi rambutnya. "Tidak, Tuan Nate Vlidimir yang terhormat. Aturan tetap aturan. Barang itu ... sekilas memang mirip yang asli. Tapi anak buahku, yang punya keahlian khusus meneliti keaslian barang, dan ia menemukan retakan di ukiran huruf D. Retakan yang aneh. Kau tahu apa artinya. Barang asli tidak akan mudah rusak dan kualitasnya akan tetap terjaga sekali pun barang itu sudah ada sejak lama. Jadi, kesimpulannya adalah kau menjual barang yang replika pada kami."
"Kau!" Nate menggeram marah. Ia melepaskan cengkramannya. Lalu mengambil senjata George Washington's saddle pistols dan memeriksanya. Setelah melihat, ternyata benar, ada retakan persis seperti yang Gaven katakan. Saat itu Nate benar-benar tidak bisa berbicara. Semuanya telah terbukti.
"Sudah berjam-jam aku menunggumu datang. Karena kau sudah datang dan sepertinya kau mengerti. Aku akan mengambil uangku kembali. Beruntung, jika aku adalah pembelinya, Nate. Kau tidak akan tahu jika pembelinya adalah orang lain. Mungkin sekarang semua ada buahmu dan karyawan yang bekerja di Erepraveen sudah mati tak bernyawa."
Uang yang awalnya sudah dikirim kembali ditarik paksa. Kehilangan uang berisi triliun dolar membuat Nate semakin marah. Karena yang Gaven katakan adalah kebenaran.
"Kau harus berusaha keras lagi, untuk cerdas sepertiku, младший брат."
Tangan Nate semakin tergepal erat. Ia membiarkan Gaven dan anak buahnya keluar begitu saja. Lalu ia langsung menghampiri Travis yang nyaris kehilangan kesadarannya.
Tidak, ini bukan salah Travis atau siapa pun. Tanpa melihat kebenarannya, Nate mulai tahu apa yang terjadi. Kejadian ini sudah pasti Havrelt yang merencanakannya. Nate yakin, pria itu sudah bergerak mencari barangnya dan George Washington's saddle pistols sudah berhasil dicuri darinya. Selanjutnya, yang harus Nate lakukan adalah melindungi barang yang lainnya.
***
Malam itu, Blace kebingungan memikirkan sikap Czavin yang berbeda padanya. Seharian ini ia hanya bersama Czavin menghabiskan waktu bersama. Sedangkan keluarga lainnya tidak diizinkan untuk bertemu dengannya karena alasan jika Czavin belum puas melepaskan rindu padanya.
Terdengar seperti omong kosong, bukan?
Sikap Czavin sangat ... well membuat Blace menerimanya dengan canggung dan gugup. Beberapa kali Blace harus meyakinkan dirinya jika Czavin tidak mempermainkannya. Tapi kadang ia harus merelakan pikirannya tercemari hal-hal negatif, jika semuanya hanya kepalsuan. Hanya sebuah muslihat.
Siapa yang tahu hati manusia. Kadang sangat baik dan kadang sangat licik. Bisa saja Czavin mulai memperdayakannya lalu memanfaatkan dirinya agar memaafkan Czavin setelah itu ... mungkin akan kembali bersikap seperti dulu lagi. Mengabaikan dan mengacuhkannya.
Lihat, pemikiran Blace semakin negatif.
Sebenarnya Blace ingin bertanya secara langsung pada Czavin, tapi ia belum memiliki keberanian. Ia hanya ingin bertanya, mengapa baru sekarang? Mengapa harus sekarang?
Dengan semua kebingungan itu, Blace juga belum menemukan cara untuk kembali pada Havrelt dan menuntaskan tugasnya menemukan barang itu. Ia tidak tahu apa-apa, apakah pencarian Havrelt berhasil menemukan barangnya atau tidak?
Baru sejam yang lalu, Blace selesai makan malam dengan Czavin yang menyuapinya. Jadi ia sudah merasa kenyang. Czavin meninggalkannya karena ingin Blace istirahat. Dan ngomong-ngomong ... Blace belum punya nyali untuk memanggil Czavin dengan sebutan 'Daddy'.
Blace duduk di atas ranjang dengan kaki yang berselonjor lurus. Tiba-tiba saat itu, pintu kamar terbuka. Dan ketika menoleh Blace mendapati Jian berjalan dengan seseorang yang menutupi wajahnya hingga tidak terlihat.
Blace mengerutkan keningnya. Siapa orang itu?
"Ery," Jian menatapnya berbinar. Begitu tiba di samping Blace, pria itu langsung memeluknya erat. Blace pasrah. Dan dengan kaku membalas pelukan Jian.
Tetapi matanya tidak lepas menatap seseorang yang berdiri kaku di dekat ranjangnya. Ia penasaran, dan ia tidak berpaling pada orang itu.
"OH!" Jian seolah tersadar, ia melepaskan pelukannya. "Aku lupa mengenalkan padamu, dia adalah Emie."
Blace terdiam, tatapannya tidak lepas dari orang itu. Wajahnya masih tidak terlihat, mengingat kamar Blace yang remang-remang, juga karena tudung orang itu.
"Aku rasa kau perlu bicara dengannya. Aku hanya mengantarnya padamu." Jian mengelus kepala Blace. "Jangan marah padanya, oke?"
Blace awalnya tidak mengerti apa maksud Jian. Tetapi setelah Jian keluar, dan orang itu langsung menarik tudungnya. Blace hanya bisa menarik napas lalu menghembusnya. Ia sangat kenal orang itu. Ia kenal dengan baik yang Jian sebutkan dengan Emie. Mencoba menghilang ekpsresinya, Blace menatap orang itu.
"Jelaskan semuanya padaku, Theresa."
*Bersambung*
A/N : btw pemeran EnticeSeries 2 sudah muncul, di bab sebelumnya2 dan bab ini..
Kira-kira, ada yg bisa nebak siapa?
Btw again, hanya sekedar mengingatkan :)
Jangan lupakan nama-nama yg pernah muncul di cerita ini ya.
(Kamis, 24 Januari 2019)
Risennea
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top