T H I R T Y F I V E 🔫
Blace berusaha untuk tidak menangis. Setidaknya jangan di depan orang ini. Jangan di depan Daddynya. Dan saat ini, Blace masih membiarkan Czavin memeluknya erat. Pelukan asing yang terasa hangat. Entahlah, Blace tidak ingat terakhir kali mereka berpelukan. Semuanya samar. Mungkin ... dari dulu mereka memang tidak pernah berpelukan. Karena itu tidak mungkin terjadi. Karena Daddynya sangat membencinya.
Blace akan sedikit bercerita tentang dirinya. Rahasia yang selama ini ia sembunyikan. Rahasia mengapa seorang Blace Flannery hidup sebatang kara dalam dunia ini. Juga rahasia tentang keluarganya.
Blace Flannery hanya sebuah nama yang dipakai oleh Ery Meilin Venedict. Blace Flannery hanyalah cangkang baru untuk Ery yang memiliki banyak masalah dalam hidupnya, menyembunyikan Ery yang lemah di dalam sana lalu menjelma menjadi seorang yang kuat. Blace sudah lebih dari dua belas tahun memakai nama 'Blace Flannery' sebagai separuh hidupnya. Sisanya ia menjadi Ery.
Dan kaitannya dengan seorang pria paruh baya yang memeluknya adalah ... orang itu ayah biologis Ery. Czavin Venedict. Seseorang yang berbahaya, gelap dan bos mafia dari dunia Gangster.
Jujur, seumur hidup saat namanya menjadi Ery, Blace tidak pernah takut pada Czavin. Ia juga tidak pernah membenci Czavin setelah apa yang ia lakukan. Hanya saja sekarang ... Blace menjadi takut jika semuanya hanya terjadi sebentar saja.
"Daddy sangat merindukanmu."
Blace memejamkan matanya. Ia tidak sanggup mendengar ucapan itu. Blace ingin mengangkat tangannya lalu menutup telinganya dengan kuat. Hingga ia tidak mendengar apa-apa lagi. Tindakan Czavin yang belum melepaskan pelukannya, membuat Blace menerka apa yang membuat Czavin merubah pikirannya.
"Ery, ingin makan?" Czavin melepaskan pelukannya. Ia duduk di sisi ranjang dengan mata seduh. Dan menunggu jawaban Blace.
Lihat, bagaimana ia bicarakan sekarang. Dulu tidak pernah memanggil namanya. Hanya ada kata 'bocah' dan 'gadis kecil'. Blace menelan salivanya susah payah. Ia tidak pernah mendengar namanya keluar dari mulut Czavin. Tetapi Blace tidak pernah membenci orang itu. Tidak pernah sedikit pun dalam hatinya ada pemikiran seperti itu.
"Aku tidak lapar," Blace membuka suaranya. Ia tidak menatap Czavin.
"Kau harus makan, sayang. Daddy sudah menyiapkan makanannya di luar."
"Tidak perlu," Blace mencoba menolak dengan halus. Ia menambahkan. "Baiklah, tapi aku ingin makan di dalam kamar saja," pada akhirnya ia mengakui jika sebenarnya Blace memang kelaparan pagi itu.
"Daddy akan mengambil ya? Ery tidak perlu bangun." Czavin berkata dengan lembut. Layaknya seorang ayah yang perhatian di depan putrinya. Tetapi rasanya ... Blace masih menganggap itu mustahil dan hanya kepalsuan.
Blace diam saja saat Czavin mengecup keningnya. Lalu merapikan selimutnya, setelah itu keluar dari kamar Blace.
Menghela napas, Blace tampak tidak percaya. Ekpsresi Blace terlihat sedih, ia menunduk. Sekarang, Blace merasakan sangat kelelahan. Blace tidak menyangka jika Daddynya berubah banyak selama dua belas tahun lamanya. Ia tampak manusiawi dan sayang pada anak perempuannya. Ah, Blace masih penasaran dan ingin bertanya. Mengapa Czavin membenci anak perempuan?
10 menit kemudian. Czavin kembali masuk ke kamar dengan nampan berisi makanan di tangannya. Lalu saat tiba di samping ranjang, ia menaruhnya di atas ranjang. Di dekat Blace.
Blace membungkam suaranya saat matanya menatap banyak makanan lezat di sampingnya. Aromanya menguar sangat kuat hingga membuat perut Blace berbunyi pelan. Tentunya Czavin tidak mendengarnya. Ada pancake berukuran sedang yang di atasnya terdapat buah strawberry dilumuri saus coklat kacang. Ada banyak roti manis dengan berbagai bentuk, salad buah dan jus juga kopi dengan uap panas yang menari-nari di atas cangkir. Semuanya tampak sangat lezat.
"Daddy yang menyiapkan khusus untuk Ery," ucap Czavin. "Daddy ingin menyuapi Ery,"
"Tidak perlu, Bl-Er-A-aku! Aku bisa melakukannya sendiri. Tanganku masih berfungsi dengan baik. Jadi, Tuan tidak perlu repot-repot." Blace berusaha mengucapkan dengan halus dan lembut.
Tetapi tampaknya Czavin tidak ingin menyerah. Ia masih ingin menyuapi Blace. Tangannya menyentuh pipi Blace. Ia berujar semanis mungkin. "Tapi wajah Ery tampak sangat pucat. Lebih baik jika Daddy saja yang menyuapinya."
Blace menghembus napasnya, berusaha sekuat mungkin tidak terlihat kesal. "Baiklah, terserah saja."
Lalu saat itu akhirnya. Czavin menyuapi Blace dan wanita itu menerima semua yang masuk dalam mulutnya. Sambil mengisi perutnya, Blace berpikir tentang bagaimana ia bisa kembali pada Havrelt.
***
Jake membawa mereka ke sebuah apartemen di pusat kota. Jika dilihat dari luar, apartemen itu tampak biasa-biasa saja. Seperti yang lainnya, bergedung tinggi dan mewah. Dan kamar yang mereka tuju ada di lantai 10.
Avel Nikolai Venedict adalah pemilik apartemen yang mereka masuki. Pria berkaca mata itu menerima mereka dengan tangan terbuka. Dan Jake terlihat sangat akrab dengan putra keluarga Venedict itu.
Archer hanya sedikit bingung dengan Jake yang bertindak bak pahlawan. Misalnya ia tampak menyebalkan saat Archer bertanya mengapa ia tidak boleh masuk ke dalam ruangan di mana Havrelt di tempatkan. Sedangkan Jake, ia masuk ke dalam sana bersama Avel.
Semalam, saat Archer menutup sambungan ponselnya dari Niel. Sebelumnya Jeslyn menghubunginya dan menginformasikan sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan. Kehilangan sang peramal bertepatan dengan barang yang ditemukan.
Mereka lengah, Archer hanya tidak pernah menduga jika hal itu akan terjadi. Malam itu, ia meminta bantuan Niel untuk segera membereskan apa yang terjadi di Erepraveen. Anak buah yang lain, masih berada di Erepraveen. Dengan usaha yang keras akhirnya Niel berhasil membantu mereka keluar hingga selamat. Walaupun ada dua orang yang harus mengorbankan nyawanya malam itu.
Karena terlalu banyak masalah, Archer sendiri ingin mencari ke mana Blace berada. Tetapi semalam ia sangat kelelahan. Semua orang kelelahan. Jadi, mereka menunda pencarian. Dan juga Archer harus mengatakan pada Havrelt tentang masalah ini.
Pagi itu, Archer masih menunggu Havrelt yang tidak sadarkan diri karena diberi obat tidur setelah ia dirawat. Seperti yang mereka duga, rasa sakit itu adalah efek dari obat bius beberapa waktu yang lalu.
Archer mengusap rambut merahnya seraya meneguk kopi hitam bersama dengan Niel yang duduk di sampingnya, di ruang keluarga. Ada tv yang menyala di depan mereka, menampilkan sang reporter sedang bicara tentang cuaca dan juga bencana alam.
Archer menyandarkan punggungnya ke belakang sandaran sofa. Ia menoleh menatap Niel yang tampak tenang dan juga menikmati sarapan pagi.
"Niel? Apa kau yakin semalam itu kau sudah mengecek cctv di kamar si peramal?" Archer bertanya dengan nada tidak formal. Karena Archer lumayan dekat dengan Niel. Secara, mereka adalah sahabat.
Niel menoleh padanya. Mata birunya terlihat lebih terang karena terpapar cahaya matahari. Ia sedang mengunyah, setelah menelan makanan dalam mulutnya, ia baru menjawab. "Semua cctv mati malam itu. Persis seperti yang Jeslyn katakan. Pelakunya hanya sendirian dan seorang wanita."
Archer mengernyit. "Dan dia melawan tiga orang yang berjaga?" ia berdecak. "Seharusnya saat itu Tuan Havrelt menyuruhku menambahkan penjagaan. Kalau sudah begini, akan sulit menemukannya."
"Begini, aku tidak yakin tentang hal yang aku pikirkan semalam. Aku ragu mengatakannya." Niel terlihat bimbang. Ia menarik napasnya lalu menghembusnya. "Aku pikir sang penculik punya hubungan khusus dengan sang peramal. Mungkin saja ... sang peramal juga mengenalnya."
"Hubungan seperti apa?"
"Entahlah. Mungkin sang peramal punya masalah dengan orang itu. Atau yang lebih parah mereka memang-"
"Hei! Havrelt sudah sadarkan diri," ucapan Niel harus terputus saat Avel berkata.
Terlihat Avel keluar dari sebuah kamar, yang diikuti oleh Jake. "Dia ingin berbicara dengan Archer," lanjut Avel.
Archer mengangguk dan beranjak dari duduknya.
"Avel? Kau ingin ke mana?" Archer mendengar suara Jake yang cukup keras.
"Kan aku sudah mengatakannya padamu," Avel menaikkan kaca matanya yang turun dari pangkal hidungnya. Suaranya terlihat senang. "Aku ingin pulang ke rumah sebentar, adik perempuan sudah ada di sana. Aku pergi ya, jaga tempat ini. Jangan sampai orang lain masuk."
Saat Archer berbalik menatap Avel, pria itu sudah menghilang di balik pintu setelah ia mengenakan mantel. Di saat itu, Archer tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengernyit. Adik perempuan?
"Kau dengar tadi," Niel bersuara. "Dia punya adik perempuan? Bukankah keluarga Venedict hanya punya anak laki-laki saja?" sepertinya Niel juga penasaran dengan fakta itu. Dan Archer memutuskan untuk menunggu sebentar sebelum ia masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak pernah tahu dia punya adik perempuan," Jake bergabung di sofa bersama Niel. "Dia tidak pernah cerita. Mungkin adik perempuan yang dimaksud adalah sepupunya yang perempuan."
Niel mengangguk. "Benar, mungkin saja."
Mengangkat bahunya, Archer mencoba tidak peduli lagi. Persetan dengan adik perempuan atau sepupu perempuan keluarga Venedict. Yang terpenting adalah Archer harus berbicara dengan Havrelt.
Tangan Archer mendorong pintu kamar itu, saat itu matanya langsung mendapati Havrelt sedang duduk di kasur dengan mata yang nyalang. Dengan selang infus yang tersemat di punggung tangannya. Wajahnya tampak pucat.
"Tuan Havrelt?" panggil Archer dengan sopan saat tiba di sampingnya.
Havrelt terdiam, tetapi ia menatap Archer.
"Nona Flannery—"
"Aku tahu," sela Havrelt pelan. "Dia menghilang, kan?"
Havrelt menghembus napasnya. "Jake yang mengatakan padaku," lanjutnya.
Archer menganggukkan kepalanya. Dan tidak bersuara.
"Temukan dia Archer," titah Havrelt. Suaranya terdengar serak dan lemah. "Aku masih membutuhkan si penyihir itu. Tinggal dua barang lagi, setelah itu semuanya akan berakhir."
"Temukan dia." Havrelt berkata sekali lagi dengan tegas.
***
Tokyo, Jepang.
16 tahun yang lalu
"Daddy, hari ini Ery menggambar banyak sekali!" suara ceria itu menyambut langkah kaki Czavin saat memasuki pintu utama rumah.
Wajahnya terlihat tidak bersahabat. Ia menghentikan langkahnya di depan gadis kecil berusia enam tahun yang menghalangi jalannya. Gadis itu berambut panjang yang digerai, memakai gaun Pink yang imut. Tetapi Czavin tidak tertarik dengan keimutan yang diperlihatkan oleh Ery.
"Apa Daddy ingin melihat gambar Ery? Ery menyimpannya di kamar agar tidak rusak. Beberapa hari ini Ery sudah pandai memegang pena, pensil dan crayon. Ery jadi suka menggambar. Katanya jika Ery menggambar dan memberinya pada Daddy. Daddy akan senang lalu Daddy akan mengajak Ery ke Disney—"
"Menyingkir," potong Czavin tidak ingin mendengar obrolan lebih lanjut yang dibicarakan Ery. Beberapa bodyguard yang berdiri di belakang Czavin hanya bisa diam dan tak berani menolong Ery dari amukan sang Daddy.
Ery kecil terkejut. Ia membelalak matanya, terlihat polos dan takut. Tetapi ia tetap ingin bicara pada Daddynya, Czavin tidak pernah mengajaknya berbicara kecuali Ery yang memulainya.
Walaupun sudah sering dimarahi oleh Daddynya. Ery tidak mudah menyerah. "Apa Daddy tidak ingin—"
"Menyingkir, bocah. Kau tidak dengar!" suara itu terdengar keras dan lantang.
Tubuh Ery kecil bergetar. Matanya berkaca-kaca. "Apa ucapan Ery membuat Daddy marah? Apa Ery—"
"Ery!" seseorang datang menolong Ery. Bocah laki-laki itu menghampiri mereka. Itu adalah Avel. Kakak ketiga dari Ery. Hanya beda tujuh tahun darinya. Avel menarik tangan Ery yang mungil. "Jangan ganggu Daddy. Daddy sedang tidak mood berbicara."
Ery menoleh pada Czavin. Czavin menatapnya tajam lalu saat berpaling pada Avel, wajahnya sedikit melembut. Tunggu ... ada apa dengan Daddynya? Mengapa Daddynya selalu membedakannya dengan saudara yang lain?
"Jaga adikmu, Avel. Kau tahu kan alasannya apa. Daddy tidak suka mendengarkan suaranya yang berisik," setelah berkata seperti itu, Czavin pergi dari sana.
Ery meneteskan air matanya. Memandang Daddynya yang menjauh dari tempatnya berdiri bersama Avel.
"Kak Avel, apa Ery melakukan kesalahan? Kenapa Daddy selalu marah pada Ery? Kenapa Daddy selalu—"
"Ssttt," Avel merangkul Ery, mencoba mengajaknya pergi dari sana. "Kita main lagi ya,"
"Nanti gambarnya perlihatkan ke kakak semua ya. Mereka pasti akan suka gambar Ery, nanti Ery pasti dapat banyak pujian," lanjut Avel menghibur Ery.
Sambil menghapus air matanya, Ery akhirnya mengangguk. Lalu pergi dari sana menuju taman samping rumah.
***
Kamar itu tampak kacau. Semuanya berantakan. Banyak kertas yang berserakan dan juga hancur, seperti baru saja dirobek. Ada beberapa pensil, cat air, crayon dan lainnya. Semua patah dan rusak.
Di sana ada seorang gadis kecil yang menangis, dalang dari kerusakan kamarnya. Tangannya mengambil buku gambar yang sudah ia gambar dengan rapi dan cantik. Tanpa berpikir dua kali. Ia merobek semuanya.
"Daddy tidak suka melihat Ery menggambar. Ery tidak akan menggambar lagi," ucapnya dengan terus menangis.
"Kalau Daddy tidak suka. Ery tidak ingin membuat Daddy tambah membenci Ery. Kalau saja ... sekali saja jika Daddy melihat gambar Ery. Ery akan sangat senang."
Ery terisak. "Kata semua kakak Ery, gambar Ery bagus. Gambar Ery cantik. Tapi kenapa...," ia semakin terisak, ia sangat terluka. "Tapi kenapa Daddy tidak ingin melihat gambar Ery?"
Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan tangannya. Ia membanting tubuhnya ke ranjang kecilnya. Ia menangis. Dan tidak ada yang tahu jika hari ini ia sangat sedih.
"Ery sangat menyayangi Daddy. Tapi Ery tahu ... kalau Daddy tidak suka anak perempuan. Kenapa Ery harus terlahir menjadi anak perempuan? Kenapa Ery tidak menjadi seperti kak Jian, kak Avel dan lainnya. Kenapa Ery—"
Gadis kecil tidak melanjutkan apa yang ia katakan. Dia hanya menangis, dan terus menangis. Hingga Ery tertidur karena kelelahan.
Yang tak diketahui Ery adalah ada seorang pria yang menyadarkan punggungnya di dekat pintu kamar Ery yang terbuka. Dia adalah Czavin. Czavin mendengar semua tangisan Ery, ia mendengar semua yang dikatakan Ery untuknya.
Ia mengusap wajahnya frustrasi. Lalu ia menghembuskan napas.
"Maafkan Daddy, Ery. Semua yang Daddy lakukan hanya untuk melindungimu. Karena membenci jauh lebih mudah meninggalkan daripada mencintai."
*Bersambung*
.
.
.
Oh ya, ada yg bingung gak?
Gini deh. Jangan bingung.
Blace = Ery
Ery =Blace
Mereka hanya beda nama doang ya. Orangnya sama yes..
And, karena udah pada tahu kalau Blace adalah Ery. Gak akan aku ubah ya, nama sebutannya. Tetap Blace.
Untuk nama Ery, cukup aku pakai di dialog aja.
Semoga kalian ngerti :)
Go follow instagram : @risennea
(Sabtu, 19 Januari 2019)
Risennea
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top