T H I R T Y E I G H T 🔫

"Damn it! Kau terlihat sehat. Padahal aku ingin memeriksamu."

Havrelt menatap pantulan cermin di depannya, menemukan Jake memasuki kamar dengan wajah jengkel. Havrelt mendengus, entah mengapa kadang Jake selalu berhasil membuatnya kesal, karena ia bersikap sangat menyebalkan jika Havrelt tidak mau menurut. Well, Jake selalu akan memaksanya jika ia tidak menurut, dan memberi tatapan seolah ia sedang menatap anak kecil yang tidak paham perintah. Misalnya seperti sekarang, Jake sedang menatapnya tajam dan bibirnya mengerut. Havrelt sendiri harus memasang wajah tidak peduli, agar Jake menyerah untuk menuntutnya.

Semenjak Avel-pemilik apartemen sekaligus menjadi dokter dan teman Jake-pergi dari kemarin dan belum kembali hingga sekarang. Jake lah yang merawatnya, yeah setidaknya kemarin ia hanya tidur, makan, dan tidak melakukan aktivitas berat apa pun. Dan dalam keadaan seperti itu, Jake mulai bertindak berlebihan. Havrelt tidak boleh melakukan itulah, Havrelt tidak boleh melakukan inilah. Kemarin semuanya berjalan seperti dikendalikan oleh Jake. Tapi kali ini Havrelt tidak akan membiarkan Jake besar kepala karena terlalu banyak mengaturnya. Havrelt akan mengajari Jake cara menghadapi pasien sesungguhnya.

"Sekarang aku memintamu untuk kembali berbaring Havrelt Ryder. Sekarang aku adalah doktermu dan kau adalah pasienku!"

Havrelt mendengus kesal. Lihat, ia sungguh tidak suka dengan sikap Jake yang terlalu perhatian terhadap pasiennya. Sikapnya itu bisa membunuh Havrelt secara perlahan. Havrelt terbiasa merawat dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain, sekalipun ia sakit. Ini sebabnya ia tidak bisa menjadikan Jake sebagai dokter keluarganya. Ia sangat bersyukur jika Thomas Dalmazio yang menjadi dokter keluarganya.

"Dengar, Jake." Havrelt berpaling, menghadap Jake. Ia meraih mantel hangat di atas ranjang dan memegangnya tersangkut di atas lengannya seperti gantungan. "Seperti yang kau lihat. Aku sudah sehat. Aku baik-baik saja. Dan sekarang aku tidak membutuhkanmu lagi untuk menjadi Dokterku. Aku sangat sehat!"

"Tidak bisa, aku adalah Doktermu!" Jake melangkah mendekat, melintasi lantai pualam hingga ia tiba di dekat Havrelt. Ia tampak marah. "Kau harus jaga kesehatanmu sendiri. Kalau tidak ada aku, tidak akan ada yang mau mengingatkanmu tentang ini. Tidak akan ada yang memberitahukanmu kalau sebenarnya kau butuh istirahat. Kau yang harus mendengarkan apa yang kukatakan."

"Kau sudah merawatku kemarin. Dan hari ini tidak perlu merawatku," Havrelt berdecak keras. "Aku ingin sarapan, jangan menyuruhku untuk berbaring ke tempat tidur lagi,"

Setelah berkata seperti itu, Havrelt mengabaikan Jake, memilih keluar dari kamar yang sementara ini menjadi tempat tidurnya di apartemen Avel. Mungkin setelah ia sembuh, ralat, setelah Havrelt mengurus perpindahan mereka dari hotel sebelumnya, mungkin mereka akan pergi dari apartemen Avel. Havrelt tidak ingin mengambil resiko jika orang yang menculik Blace, bisa saja berencana jahat untuk melukainya, hanya karena mereka tahu di mana Havrelt tinggal. Dan agar hal itu tidak terjadi, Havrelt perlu mencari tempat baru untuk penginapan mereka.

Netra kelabu itu mengamati sekeliling, melihat ruangan apartemen itu-secara keseluruhan dominan warna putih dan abu-abu-terhubung satu lokasi untuk semua tempat. Termasuk ruang dapur yang berdekatan dengan meja makan. Juga ruang tv yang sepertinya juga sekaligus ruang tamu. Apartemen itu memang terlihat mewah secara keseluruhan, hanya saja tempatnya yang luas habis terpakai untuk tiga ruang kamar, Kamar utama milik Avel, kamar yang Havrelt tempati yaitu kamar untuk pasien dengan segala macam peralatan medis dan terakhir ada kamar untuk tamu yang menjadi tempat tidur Jake, Niel dan Archer.

Mata Havrelt menatap hiasan yang ada di dinding, ada beberapa lukisan dan gantungan dinding dengan simbol-simbol mandarin. Semuanya terlihat menarik perhatian karena simbol itu memiliki tulisan yang rumit dan tidak Havrelt ketahui maknanya. Setelah mengamati sebentar, mata Havrelt menangkap sebuah bingkai foto di atas meja dengan tinggi sepinggangnya. Ia mendekat hingga tiba di hadapan foto itu. Di sana ada foto anak laki-laki juga anak perempuan sekitar enam tahun, yang tersenyum lebar memperlihatkan gambar di tangannya pada anak laki-laki itu. Foto itu tampak bahagia. Dengan latar belakang sebuah taman yang indah. Havrelt menyadari jika anak laki-laki itu mirip dengan pemilik apartemen, yang tak lain adalah Avel. Lalu matanya mengamati anak perempuan di sampingnya, Havrelt memerhatikan senyuman anak kecil itu. Entah kenapa rasanya senyuman itu terlihat familiar.

"Bos, ingin makan apa?"

Havrelt berbalik ke arah suara di belakangnya, menemukan Niel duduk di meja makan bersama Archer. Setelah melirik sekali lagi foto yang menarik perhatiannya, Havrelt akhirnya memutuskan melangkah untuk sarapan bersama yang lain. Niel menaikkan sebelah alisnya saat menyadari Havrelt berpakaian rapi, persis seperti Archer. Pakaian mereka juga serba navy.

"Aku memasak beberapa makanan untuk sarapan. Karena melihat ada banyak bahan makanan yang di kulkas, dan Jake bilang tidak akan bermasalah jika menggunakan bahannya. Jadi, aku memutuskan untuk memasak." Niel berbicara tanpa diminta. Setahu Havrelt, selama Niel bekerja padanya hobi lelaki itu memang memasak.

Havrelt mengantungkan mantelnya ke sandaran kursi, lalu menariknya dan duduk di sana. Ia duduk berhadapan dengan Archer yang terdiam menikmati kopi hangat. Archer memang sudah mengatakan padanya jika ia belum menemukan Blace. Setelah sarapan nanti, rencananya Archer dan Havrelt memutuskan untuk mencari si penyihir lagi. Kali ini Havrelt memang ingin ikut mencari penyihir itu, tidak ada alasan lain. Hanya dengan dengan si penyihir itu, keberuntungan akan menyertainya dan ia pasti akan menemukan semua barangnya. Mengenai senjata George Washington's saddle pistols, dia sudah mengirimnya ke tempat rahasia. Tempat yang tidak diketahui oleh orang lain, well ... kecuali James.

Havrelt telah menelepon James untuk mengurus persembunyian senjata itu. Dan juga mendapatkan kabar bahwa keluarga Grayeno ingin menjalin hubungan dengan perusahaannya. Memang yang mengurus perusahaannya adalah James, tapi semua keputusan ada pada dirinya. Kadang Havrelt hanya mengurus sedikit-sedikit berkas untuk membantu James agar tidak terlalu sibuk. Sebenarnya ia tidak terlalu suka bekerja, ia lebih suka menantang dirinya melawan bahaya di dunia Gangster. Tetapi beberapa bulan selama pencariannya yang berakhir sia-sia dimulai, Havrelt jadi sedikit sibuk dan tidak pernah berurusan lagi dengan dunia itu.

Havrelt menoleh pada cangkir yang ada di sampingnya. Uap mengepul, menari-nari di atas cangkir, menandakan jika kopi hitam masih menghangat. Saat ia mengangkat cangkir itu ke depan mulutnya, ia bisa mencium aroma kopi yang menenangkannya.

Jake muncul begitu Havrelt telah menyesap kopi dan menaruh kembali ke meja. Jake duduk di sampingnya. Mulutnya bergerak ingin memprotes tentang masalah tadi yang belum selesai. Tapi sebelum itu terjadi, Havrelt sudah menginterupsinya.

"Aku ingin tidak ingin mendengar apa yang katakan, Jake."

Jake berdecak kesal. "Aku sudah lelah berbicara denganmu." Jake berpaling pada Niel. "Sarapan pagi seperti apa yang kau siapkan, Niel?"

Walaupun sebenarnya Jake bisa melihat ada banyak sajian di atas meja, yang sepertinya cukup banyak untuk mereka berempat, Jake tetap bertanya. Ada Quiche, yang terbuat dari bahan telur dan keju, dengan tambahan campuran bayam, ubi dan jamur. Quiche itu sudah dipotong menjadi bentuk segitiga panjang di atas piring. Ada beberapa omelet dengan parutan keju di atasnya. Ada kue manis, oatmeal, pancake, dan muffin blueberry. Juga lainnya.

"Seperti yang kau lihat di atas meja," Niel berucap dengan ramah. "Aku hanya membuat sarapan khas Amerika yang aku rindukan. Semoga kalian menikmati dan menyukainya."

Havrelt meraih sepiring pancake dan langsung melahapnya. Begitu juga dengan yang lain.

Setelah sarapan, Niel sibuk membereskan bekas piring di atas meja dibantu oleh Archer. Sedangkan Havrelt masih menikmati kopi dan memakan buah di sana tanpa berniat beranjak sedikit pun. Dan Jake juga melakukan hal sama di samping Havrelt. Hanya saja tujuannya bukan untuk makan, ia hanya tidak habis pikir dengan pemikiran Havrelt. Terlalu rumit.

"Apa kau akan mencari wanita itu bersama Archer?" Jake bertanya.

"Tentu saja,"

"Apakah kau tidak bisa meneleponnya saja?"

Havrelt terdiam, nyaris menjatuhkan buah anggur kecil yang akan masuk dalam mulutnya. Pertanyaan itu seolah baru saja memukulnya dengan telak. Ia mendengar Jake mendengus.

"Jangan katakan dia tidak punya ponsel? Karena kau tidak peduli untuk membelikan satu untuknya?"

Persis seperti yang dikatakan Jake, Havrelt sama sekali tidak berpikir untuk membelikan Blace ponsel atau semacamnya. Ia hanya tidak berpikir jika akan membutuhkannya sewaktu-waktu. Bahkan untuk uang si penyihir itu ia belum mentrasnfernya karena lupa menanyakan nomor rekening. Apalagi sepertinya Blace juga tidak mempermasalahkan hal itu.

"Kau harus membelikannya satu untuknya." Jake memberi saran. "Setidaknya untuk bisa melacaknya di mana dia berada."

Havrelt tidak berniat menjawab apa-apa. Ia kembali memasukkan anggur dalam mulutnya. Ia melirik Archer yang masih membantu Niel membereskan meja makan. Mungkin Havrelt akan berpikir tentang membelikan Blace ponsel. Untuk sekarang, ia harus menemukan wanita itu terlebih dahulu.

***

Cathernie Lucienne tidak pernah sekesal hari ini. Dia punya seorang teman, ya bisa dikatakan jika mereka sudah lama berteman dan lumayan ... akrab. Dan temannya itu beberapa hari ini sering mematikan sambungan teleponnya. Tetapi tenang saja, kemarin ia berhasil melacak keberadaan temannya, dan ternyata berada di Tokyo. Cathernie berniat menyusulnya, terlebih ia juga punya urusan di negara yang sama. Dan sepertinya hari ini telah terwujud.

Cathernie Lucienne adalah seorang wanita berumur 27 tahun, memiliki kulit eksotis yang menjadi kebanggaannya. Dia memakai baju pendek merah maroon yang sedikit memperlihatkan perutnya, kerah baju itu terbuka lebar dengan garis potongan sabrina. Dengan celana ketat hitam yang semakin menambah kesan seksi untuk penampilannya. Rambut berwarna pirang itu melambai-lambai mengikuti gerak tubuhnya saat berjalan. Sepatu hak tinggi miliknya berhenti di depan pintu. Para bodyguard yang mengenalinya, langsung membuka pintu tanpa bicara.

Cathernie masuk dalam apartemen itu, ia membuka hak tinggi dan berganti memakai sandal rumah yang telah disediakan.

"Nate?" panggilnya dengan suara merdu. Ia terkekeh, wajahnya tampak senang ketika ia melepaskan kaca mata di wajahnya. "Darling?"

Cathernie terus melangkah mencari seseorang yang sangat ingin ia temui, setelah beberapa kali tidak menemukan di ruangan dapur, kamar mandi, kamar utama. Cathernie akhirnya menemukan Nate berada di kamar tamu dengan seseorang yang berbaring di ranjang. Cathernie mengenali orang yang terbaring itu, itu adalah Travis Barnett. Salah satu temannya di kelompok mereka.

"Darling, I miss you."

Cathernie langsung menghampiri Nate dan memeluknya dari belakang. Nate yang mengenali Cathernie dari bau parfumnya langsung melepaskan tangan Cathernie di pinggangnya dan ia berbalik menatap wanita itu tajam. Hanya sesaat Nate terkejut melihat ada wanita berambut pirang yang ia rindukan. Tetapi saat menyadari orang yang ia rindukan telah pergi. Dan orang di depan bukan lah dia. Nate menjadi marah.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Nate dengan suara yang geram.

"Kau masih bertanya?" Cathernie terkekeh, ia menampilkan senyum menggoda dan dengan berani melingkarkan tangannya ke leher Nate, dan mencium pipi pria itu sekilas.

Cathernie tersenyum, ia mendengar dirinya bertanya dengan nada bingung. "Aku merindukanmu?" Cathernie terkekeh. "Apa kau berharap aku berkata seperti itu? Sepertinya yang kukatakan saat awal masuk kemari. Darl? Darling? I miss you? Seperti itu?"

Cathernie menjauh, ia melepaskan tangannya dari Nate. Ia mencoba mengalihkan pandangannya, menatap ke arah Travis yang terlihat tidak baik. Kali ini tidak ada senyum di wajahnya, ekspresinya mengeras.

"Tenang saja, Nate. Aku tidak akan membuat diriku jatuh ke lubang yang sama seperti perasaan kakakku padamu. Apa kau merasa ... aku mirip dia?"

Nate terhuyung ke belakang seolah Cathernie baru saja mendorongnya. Dikejap itu, mereka terdiam untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya Nate memutuskan untuk kembali bersuara.

"Kenapa kau mewarnai rambutmu, Cath?"

Cath kembali tersenyum cerah, ia berpaling menatap Nate. "Aku sudah pernah bilang padamu, dari dulu aku selalu iri pada kakakku yang mempunyai rambut pirang. Dulu saat high school, dia selalu menjadi kebanggaan semua orang, yang dikenal memiliki rambut panjang berwarna pirang. Rambutku berwarna coklat, rasanya membosankan melihatnya setiap hari. Kau tahu, aku tidak ingin menjadi dirinya. Dia bodoh."

Cath masih tersenyum cerah menatap Nate yang mulai mengalihkan pandangannya melihat ke arah Travis. "Dia tidak pernah mengerti perasaannya pada dua orang, yang satu menarik perhatiannya, yang satunya lagi teramat mencintainya. Ketika ia harus menentukan pilihan, dia bingung. Dan dia gila karena memilih seseorang yang salah dan memilih meninggalkanmu, yang begitu memuja dan mencintainya. Aku selalu menganggapmu sebagai kakak lelaki-ku, Nate. Kau tidak perlu takut aku menggodamu atau semacamnya."

Nate terdiam, tidak mengatakan apa-apa. Tetapi ia terlihat menahan amarah.

"Aku punya orang yang aku cintai. Selama hidupku. Kau tahu siapa orangnya? Jake Rencethe, dia sahabatku sekaligus cinta pertamaku. Karena kupikir rambutku sudah berganti warna, tidakkah kau pikir aku mungkin saja punya kesempatan untuk jatuh cinta pada dua orang sekaligus? Dan saat itu tiba, aku ingin memilih orang yang paling tepat untukku. Kakakku sangat bodoh, dia seharusnya tahu. Hanya kau, hanya kau yang sanggup mencintainya sedalam ini." Cath terkekeh, tidak ada raut senang di wajahnya. "Walaupun sekarang ... kau sudah berubah banyak. Kau jadi brengsek ... tapi tidak masalah, dia sudah pergi jauh dari dunia ini. Jadi, kau tidak pernah menyakitinya. Hanya kakakku yang begitu bodoh memilih mengabaikanmu. Dia yang-"

"Jangan bicara lagi tentang dia!" sela Nate penuh amarah. "Dia ... dia sudah tenang di sana. Dan sekarang aku juga sedang berusaha untuk membalaskan dendamnya."

"Baiklah," Cath tersenyum. Ia sangat menghargai apa yang Nate lakukan. "Ngomong-ngomong, Eugene menyuruhku menyusul dan memastikan kau baik-baik saja ... dan juga Travis. Aku dan Eugene sudah membuat rencana. Tenang saja, kita akan mengambil barang yang hilang itu lagi. Untuk kembali pada kita."

Nate menghela napas, ia menatap Travis yang terbaring tidak berdaya di ranjang itu. Semua lukanya meninggalkan bekas.

"Tentu, kita akan mendapatkannya kembali." Nate berujar penuh keyakinan.



*Bersambung*

Btw, aku bawa info kecil.
Cerita ini aku tarik dari project FW. Hehehe. Jadi, sekarang anggap aja ini projectku sendiri.

Kalau aku telat update, berarti part itu susah buat aku. Persis kayak bab ini. Makanya baru update😳

Ada typo? Maklum ya, nanti saat moodku sudah baik. Bakal aku perbaiki dan edit 😂

Cathernie Lucienne
(dipanggilnya Cath)

(Minggu, 3 Februari 2019)
Risennea

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top