T E N🔫
Deru angin terdengar menembus keheningan malam. Putaran baling-baling pada helikopter dan bunyi mesin, membuat kegaduhan malam yang sepi itu.
Sebuah helikopter mendarat ke landasan bandara dengan sempurna, membuat angin seketika mengencang. Beberapa pengawal yang memakai jas hitam yang sama, berada di sana menunggu seseorang keluar. Mereka harus menguatkan kakinya, menahan bobot tubuh agar tidak terbawa angin yang kencang.
Havrelt berada dalam helikopter itu, melirik jam bermerek Vacheron Tour de l'ile di pergelangan tangannya menunjukkan pukul satu dini. Ia berdecak keras, saat pikiran mengingat kejadian beberapa jam lalu.
Persis setelah ia mengeksekusikan si brengsek Freddie, ia mendapat kabar dari Ericsson Pancrazio-rekan bisnisnya di dunia gelap, akan mengadakan pertemuan besar di sebuah pesta yang akan dilangsungkan di hotel ternama di London. Milik keluarga Ericsson. Pesta yang mengatas-namakan pesta perayaan perusahaan mereka, padahal yang sebenarnya bukan. Transaksi ilegal akan dilakukan pada malam itu. Penjualan berlian paling mahal.
Saat pintu terbuka, Havrelt turun dari sana. Disusul dengan Archer yang berjalan di belakang.
"Mobil telah siap." Ucapan dari salah satu anak buahnya, membuat Havrelt menganggukkan kepalanya.
"Siap-siap. Kita akan Mansion."
*****
Keesokannya harinya, semua berjalan normal untuk sarapan pagi yang tak pernah diinginkan terjadi. Karena saat Havrelt pulang, ia meminta agar pagi itu mereka harus sarapan bersama. James juga bergabung di sana.
Sepertinya Blace harus membiasakan tatapan Freya yang belum melupakan kejadian kemarin. Tatapan Freya yang menghujamnya penuh ambisi. Blace menghela napas, sebenarnya Blace perlu khawatir tentang Freya yang mungkin bisa saja melukainya lagi. Tapi, Blace melirik James yang duduk di sampingnya. Mungkin James bisa melindunginya beberapa kali. Namun, pria itu tidak bisa selalu bersamanya. Apalagi mengingat semua ucapan James padanya tentang Freya, ini jauh sulit dari ia bayangkan. Wanita itu sangat bahaya.
Blace memasukkan omelet dalam mulutnya, merasakan sensasi lumer yang lezat, yang sulit ia lupakan. Sembari menyembunyikan senyum di bibirnya atas rasa puas dirinya karena selalu, saat ia sedang makan pasti ada makanan yang tak bisa ia lupakan rasanya. Sangat lezat. Sejenak Blace melupakan apa yang terjadi di sekitarnya.
Di ujung meja, Havrelt tanpa sengaja melirik sang penyihir yang tersenyum kecil sambil memakan makanannya. Apa yang membuatnya merasa bahagia? Apa kemarin terjadi sesuatu yang tak diketahui oleh Havrelt?
Havrelt sudah tahu dari James jika Freya mencoba melukai penyihir itu, memang perban di kepala Blace sudah dilepaskan dan tidak mengundang rasa curiga. Tetapi Havrelt tahu segalanya dari James, dan sebagai balasannya ia mendiamkan Freya hingga sekarang. Sedikit memberi hukuman, karena yang Freya lukai jauh lebih berharga dari sekedar 'wanita'. Wanita itu yang akan membantunya menemukan barang yang ia cari.
Menyekat tisu ke bibir, Havrelt menghentikan kegiatannya. Lalu meraih gelas, dan menenguk susu strawberry kesukaannya di sana. Suasananya sangat sepi, hanya terdengar dentingan antara sendok dan piring. Seketika itu Havrelt berdehem.
"Lusa akan ada pesta perayaan perusahaan." Havrelt membuka suara, membuat semua orang terfokus padanya. "Kita akan pergi ke sana bersama," lanjutnya.
"Aku juga akan ikut?" Freya tersenyum cerah menatap Havrelt, sayangnya Havrelt mengabaikan adiknya, membuat Freya langsung cemberut. Bahkan untuk menoleh saja, Havrelt tidak melakukannya. Semakin membuat Freya marah pada wanita bernama Blace Flannery.
Blace menatap Havrelt dengan penasaran. Ingin tahu apa yang akan dikatakan pria itu, karena ia tidak bisa membuang waktunya terhadap omelet yang lezat di depannya.
Seketika itu Havrelt memandang Blace, dan hal yang tak biasa dirasakan oleh mereka berdua. Sesuatu yang seperti sebuah sihir, sedang mencoba menyebarkan percikan yang aneh di antara mereka. Tidak ada yang tahu apa yang mereka pikirkan. Mereka sama-sama terpaku pada tatapan keduanya. Seolah terikat oleh benang merah yang kasat mata. Tidak mencoba untuk berpaling atau berkedip. Tidak ada yang mencoba bangun dari ilusi yang mereka ciptakan masing-masing.
Setiap napas yang mereka hirup, hanya semakin membuat mereka terhipnotis satu sama lain. Karena mereka memang menghirup napas yang sama. Gelenyar aneh berterbangan dari perut Blace, membuat wanita itu merasakan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.
"Miss Flannery, Anda juga harus ikut." Suara Havrelt menembus pendengaran Blace. Sepertinya Havrelt lebih cepat sadar dari apa yang terjadi.
Mendadak, Blace merasa pipinya memanas hingga ke leher dan telinganya. Ia langsung menunduk, ia sadar jika ia baru saja terpesona pada seorang pelanggannya. Dan ia juga sempat melihat tatapan James yang mengernyit, juga tatapan tajam milik Freya yang penuh kebencian.
Blace mencoba menenangkan rasa malunya. "Apa tujuan saya berada di sana?" Blace bertanya dengan nada pelan nyaris tak terdengar.
"Kau akan jadi pasangan James di sana. Seperti seorang kekasih." Ucapan tak terbantahkan itu mengagetkan James dan Blace, membuat wajah Blace tidak bersemu merah lagi.
"APA?!" seru mereka berdua.
Di satu sisi, Freya tersenyum lebar. Ia merasa menang. Dengan begini, wanita sialan itu tidak akan mendekati Havrelt. Freya rela jika wanita terus menempel pada James. Karena itu jauh lebih bagus, dan tidak mengganggu.
Di sisi lain, mata Blace dan James saling berpandangan. Terlihat ragu jika memikirkan jika mereka akan jadi pasangan yang baik.
"Kalian akan jadi pasangannya di pesta itu." Tegas Havrelt sekali lagi, tak bisa terbantahkan.
*****
Blace tidak bisa membohongi dirinya jika berkali-kali memikirkan kegilaan yang terjadi dalam hidupnya. Satu hal yang sangat menganggunya, pakaian yang ia kenakan jauh dari seleranya. Ia memiliki selera mengenakan pakaian rapi dan tertutup. Namun, sekarang yang ia kenakan jauh dari apa yang sering ia pakai.
Gaun berwarna hitam yang panjangnya hanya setengah paha, dengan belahan dada yang rendah dan terbuka. Ditambah dengan dua tali kecil yang tersampir di kedua lengan atasnya. Ada satu kalung yang melengkapi gayanya agar tidak terlalu polos. Ditambah ia mengenakan high heels yang cukup tinggi.
Mereka berada dalam mobil yang sedang berkendara. Walaupun sibuk dengan pikirannya, Blace menyadari jika tangan James mendekati perutnya, seketika wanita itu langsung menegang. Namun, sebenarnya tidak terjadi apa-apa. Hanya ketakutan kecil yang konyol. Karena ternyata tangan James melewati perutnya dan bergerak menekan tombol agar jendela mobil yang terbuka menjadi tertutup. Alhasil Blace mengutuki dirinya yang tiba-tiba merasa atau telah berpikir jika James akan menyentuhnya.
James menatap Blace dengan serius, pria itu memincingkan matanya dengan wajah yang sedikit lebih dekat pada Blace. Dan melirik ke atas kepalanya. "Anda sudah merusak tatanan rambutnya,"
Blace menoleh, memasang tampang bosan. Sebenarnya memang itu yang ia inginkan. Ia tidak sukai dengan rambutnya yang sekarang. Tersanggul rapi di bawah tekuk lehernya. Itu hanya membuatnya risih karena ia memang memakai baju terlalu terbuka seumur hidupnya.
"Saya tidak peduli dengan rambut ini," balas Blace blak-blakan. Memikirkan hal gila jika ia menginginkan kekacauan terjadi dalam hidupnya. Untuk malam ini saja.
Tangan James menyentuh rambut Blace dengan cekatan melepaskan rambut Blace yang tersanggul. Mendadak membuat Blace membeku di tempat. Helaian rambut itu terlepas dan tergerai begitu saja.
Tangan James ingin merapikan rambut Blace. Segera saja, Blace menapik tangan itu seraya berkata.
"Saya bisa sendiri. Tidak perlu bersikap sebagai kekasih saya yang sesungguhnya."
Blace menggeser duduknya, menjauh dari James, mendekati jendela karena ia sadar jika mereka sudah duduk terlalu dekat.
James mengangkat bahunya dengan santai. "Saya hanya membantu, tidak bermaksud lain."
Blace menyentuh rambut hitamnya, merapikannya dengan pelan. Sebenarnya ia lebih menyukai jika rambut yang tergerai, setidaknya sedikit menutupi menutupi punggungnya yang terbuka. Hatinya menghangat untuk beberapa alasan. Ia memang tidak mengenal James sebagai dua orang asing yang ingin terbuka untuk mengenal satu sama lain. Tapi James memahami jika ia tidak nyaman dengan pakaiannya.
Lebih dari dua puluh menit. Mobil mereka berhenti. Tepat di depan gedung yang dipadati orang yang yang berjalan masuk ke aula utama gedung. Blace merasa sedikit tertekan, sifat yang tak bisa ia hilangkan saat di hadapankan dengan keramaian. Ia tidak suka dengan keramaian. Ia seharusnya tahu, jika pesta akan selalu identik dengan ramai dan berisik. Blace seharusnya bisa menolak ucapan Havrelt.
Iya, mereka memang hanya berdua saja di mobil SUV perak yang mewah itu, seingatnya, Freya dan Havrelt pergi dengan mobil yang lain.
"Madam Blace?"
Blace tersentak, ia sadar dengan pikirannya yang terus saja berkelana jauh. Ia menoleh kepada James, sebelah alis pria itu terangkat, menatapnya dengan pandangan sulit ditebak. Ia melihat jika pria itu telah keluar dan membukakan pintu untuknya. Blace bergerak dari sana. Rasa enggan dan ingin pergi menyelusup ke dalam pikirannya. Mobil mereka tumpangi bergerak berjauh dikendarai oleh supir.
Blace menatap ke arah depannya. Saat itu ia menyadari jika mulutnya terbuka sedikit lebar, ia berada di Hotel yang paling mewah di London. Gedung itu berwarna cokelat emas klasik. Desain yang tersajikan sangat mewah dan berkelas. Terasa membuat Blace berpikir jika ia berada dalam mimpi. Setiap pilar yang menompang pondasi menambahkan kesan kokoh setiap sudut.
"Kemarikan tangan Anda,"
Bagus! Blace baru saja melupakan kehadiran James di sampingnya. Mereka masih sama saja seperti pertama kali mereka turun. Belum bergerak sedikit pun.
Blace mengalihkan pandangan dari gedung, menoleh pada James dengan cepat, bisa merasakan jika urat lehernya akan terkilir jika ia melakukan hal itu sekali lagi.
"Kenapa dengan tangan saya?" Blace bertanya dengan nada bingung.
James menatap malas, terlebih ia malas menjawab pertanyaan dari Blace. "Tangan Anda."
Menahan rasa kesal, Blace menjulurkan tangannya. Ia merasakan besi dingin menyentuh kulitnya, membuat Blace terbelalak saat melihat jika James baru saja memasang sebuah gelang cantik di sana.
"Hadiah untuk Anda," ucapan James menjawab kebingungan Blace dan keterkejutan Blace. "Ayo masuk," James mengulurkan lengan pada Blace dan wanita itu menyusupkan lengannya pada lengan James. Lalu mereka berdua berjalan masuk.
Musik klasik menyambut mereka saat melangkah kaki masuk. Suara biola, yang diiringi dentingan piano, ditambah dengan suara suprano yang membius. Menimbulkan nada yang tak bisa diabaikan. Blace tidak terlalu mengerti tentang musik, sebagai penikmat ulung, ia bisa mendengar perpaduan kontras antara pembawa musik dengan nada tinggi, kecepatan, mentrum, ritme individual dan pembawaan yang tepat. Semuanya menjadi satu. Blace menikmati musik klasik itu. Semuanya sempurna.
Gedung itu dominan berwarna emas, benar-benar Blace nyaris berpikir jika ia berada dalam sebuah kerajaan zaman dahulu. Dinding dan perabotan juga dominan warna emas. Sungguh warna yang sangat klasik. Mata hitam Blace meninjau ke seluruh ruangan, mengamati para tamu yang berdatangan berpakaian jauh lebih mewah darinya. Tak heran jika ini memang pesta untuk kalangan atas, gelang dan cincin dari berlian tak ragu melilit pergelangan dan jari mereka dengan pesona yang membanggakan.
James berjalan ke arah perkumpulan tamu, yang tak Blace kenal. Well, ia hanya kenal James di sini. Selain itu, Havrelt dan Freya belum terlihat di antara keramaian para tamu.
Blace mencengkram lengan James erat saat mereka tiba di perkumpulan tamu yang sepertinya bukan dari orang Inggris. Mereka menyapa James dengan hangat dengan bahasa yang tak Blace ketahui. Yang jelas mereka tidak bicara dalam bahasa Inggris. Mungkin Perancis, Jerman atau Italia atau mungkin Belanda. Yang jelas Blace tidak tahu.
Ada empat orang, dua pasangan. Blace menduga jika salah satu dari mereka adalah pasangan suami istri yang baru menikah, melihat ada cincin pernikahan yang terselip di jari manis mereka. Pasangan muda, yang lelaki berambut coklat tembaga, sedangkan yang wanita berambut merah dengan mata yang memukau. Blace menatap bagaimana pria itu memandang wanita yang beruntung yang telah berada dalam rangkulan posesif si pria. Mengalihkan matanya Blace mengamati, yang sepertinya sepasang kekasih yang tak kalah menunjukkan romantisme mereka di keramaian. Blace tentu melihat saat sang pria menyentuh punggung wanita-yang Blace yakin pacarnya- dengan gerakan sensual. Refleks, Blace mengalihkan matanya menatap hal yang lebih menarik.
Musik berganti menjadi lebih ringan, para tamu bertambah. Tetapi tidak membuat aula terbesar itu menjadi mendesak-desakan. Ada beberapa meja jamuan yang tersebar di berbagai tempat. Blace terpaku pada satu cake yang lebih besar dari yang lain. Pertanyaan menganjal, memaksanya menggunakan untuk bertanya. 'Sebenarnya ini pesta apa?'. Batinnya.
Blace beralih ke James, yang tiba-tiba menatapnya. Tepat di bola matanya, nyaris menimbulkan rasa kaget berlebihan jika Blace tidak menahan ekspresinya agar tetap tenang dan berharap bola matanya tidak membesar karena kelakuan James yang tak terduga.
Lalu Blace melihat yang lebih mengejutkan lagi, pria itu menyunggingkan sebuah senyuman manis padanya. Bibirnya terbuka mengatakan sesuatu yang terdengar sangat manis dalam bahasa asing. Tapi Blace tidak bisa tahu apa yang diucapkan James. Apalagi setelah mengatakan kalimat tidak jelas itu, melihat George- yang sempat diketahui nama oleh Blace, mengingat sang wanita menyebutkan lebih dari tiga kali.
George tersenyum ramah, mengatakan sederet kata asing sambil menatap Blace.
Blace menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan tidak nyaman. Ya Tuhan, mereka membicarakan dirinya! Dan apa yang mereka bicarakan? Walaupun begitu, Blace tetap mengembangkan senyuman ramah seperti menghadapi para pelanggan dalam hidupnya.
Musik berganti lagi, musik khas yang membuat semua pasangan akan turun ke lantai dansa. Hal itu juga berlaku pada dua pasangan yang berbicara pada James, kini sudah bergabung dengan pasangan lain.
James menatap ke arah Blace, tidak ada senyuman manis yang ia layangkan padanya beberapa detik lalu. Hanya ada wajah datar.
"Anda ternyata memang ingin dekat dengan saya ya?"
Blace mengangkat alisnya, menampilkan ekspresi kaget. "Maksudnya?"
James memutar matanya malas, lalu melirik tangan Blace yang terlalu mengencang di lengan James, nyaris seperti memeluknya. Tersadar dengan tindakan Blace melepaskan tangannya, mengangkat tangannya ke udara. Dan menghindar dari sisi James.
"Saya tidak bermaksud untuk membuat Anda tidak nyaman, Tuan James. Saya hanya tidak bisa membiarkan Anda meninggalkan Saya di antara banyaknya tamu di sini." Blace memberikan alasan yang tepat. Jujur, ia juga bingung mengapa ia bisa nyaris memeluk James.
"Tapi sekarang Saya bermaksud meninggalkan Anda sebentar,"
"Tidak bisa," Blace langsung mencegah dengan terang-terangan. "Anda harus bersama Saya. Temani Saya di sini."
Awalnya James memang memasang wajah datar, tapi mendengar perkataan Blace tadi membuat James terkekeh geli. Ucapan formal Blace membuatnya berpikir jika Blace juga berperan menjadi kekasih satu malamnya. Kekasih yang kaku. "Anda berharap Saya bisa menemani Anda?" James tidak bisa menyembunyikan nada geli dalam suaranya.
Mereka masih sama-sama berbicara formal, dan sama sekali tidak terusik dengan hal itu.
Saat Blace ingin mengangguk. James meraih satu gelas dari pelayan yang membawa nampan dengan gerakan cepat. Blace nyaris tidak melihat penggerakan James, pria itu menyerahkan minuman yang Blace yakini minuman beralkohol. Blace menyambutnya dengan ragu.
"Jika Anda tidak suka dengan pesta, Anda bisa membawa makanan ke balkon." James menunjukkan letak balkon dan letak meja yang menyajikan makanan, "menikmati waktu sendirian juga akan menyenangkan."
James bahkan tidak menunggu jawabannya, pria itu menghindari penolakannya, meninggalkan Blace di tengah pesta.
Menarik napas panjang, Blace memutuskan untuk mengikuti saran James. Mungkin itu adalah satu-satunya pilihan yang ia punya. Setelah membawa makanan dan gelas yang James berikan padanya. Ia berjalan ke arah balkon yang sepi.
Sekitar lebih dari dua puluh menit. Blace sibuk menunggu James yang datang padanya agar menjemputnya. Tubuh Blace menegang, ia merasakan kehadiran orang lain. Yang jelas bukan Havrelt atau James. Seseorang yang lain. Blace punya insting yang kuat tentang aura yang terpancarkan oleh tubuh seseorang. Dan ia bisa membedakan setiap aura yang keluar.
Aura yang ia rasakan sangat misterius. Blace tidak berpaling, ia mendengar suara bariton yang menggoda, menghipnotis setiap desiran darah yang mengalir dalam tubuh Blace.
"Sendirian saja?"
Ya Tuhan, sekarang Blace dalam bahaya.
******
(Sabtu, 15 September 2018)
[Follow IG : risennea]
Yuhuuu😆😆😆....
Wait aku ketawa dulu😂😂😂.
BWUHAHAHAHHA HAHAHHAHA.... OH MY, AKU SUKA BANGET PART INI.
#ketawapreman.
Oh My! Oh My! Ini beneran senang dengan part ini. Semoga chemistry antar tokoh-tokohnya dapat feelnya. 😉
Aduhhhh, James. Aku cinta kamu, nak. 😍😍😍
Kamu benar-benar bikin aku kangen sama James yang satu lagi. Dan kangen itu benar-benar terbalas sekarang.
Andai kamu nyata, nak. Aku nikahin kamu langsung. /plak. Sumpah NGAUR banget Authornya. 😆😆🤣🤣🤣
Ah ya, dipart ini dan seterusnya. Aku bakal buat Havrelt suka susu strawberry. OHH MY! AKU KANGEN BERAT SAMA CALISTA. Calista kan suka susu rasa buah. Dan biarkan kali ini, Havrelt juga ikutan Calista. Wkwkwk 😂😂😂
Then, sedikit info tentang jam yang Havrelt pake. 😎
Dapat dari bang Google. Dan anggap aja juga ada di cerita ini . Oke?
***
Vacheron Tour de l'ile
Vacheron resmi didirakan pada tahun 1755. Vacheron Tour de l'ile adalah salah satu merk jam tangan termahal yang memiliki tourbillon, dua wajah, dan komplikasi yang cukup rumit. Bahkan, komplikasi ini mungkin lebih rumit dari The Breguer Marie Antoinette.
Tetap bisa menggunakan arloji yang satu ini untuk menunjang penampilan atau sekedar menjadi penunjuk waktu saja. Harga yang ditawarkan untuk satu unit Vacheron Tour de l'ile ini cukup fantastis, yakni USD $1,250,000 atau jika dirupiahkan adalah senilai 16,4 milyar.
End of info.
***
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top