N I N E🔫

Semalaman, Freya sama sekali tidak bisa mengindahkan pikirannya dari wanita yang ia temui di ruang makan. Wanita itu terlihat berbahaya. Mungkin bukan berbahaya untuk fisik, tetapi lebih tepatnya batin Freya dalam bahaya. Ia ingat bagaimana mata wanita itu memandangnya. Mata bulat yang menyembunyikan segala hal. Mata yang menantangnya untuk mengambil semua milik Freya.

Satu-satunya yang Freya punya adalah Havrelt. Ia tidak punya orang lain selain kakaknya. Tidak dengan ayahnya yang meninggal dunia tiga belas tahun yang lalu, juga tidak dengan ibunya yang sama sekali tidak pernah menyayanginya. Ia hanya punya Havrelt. Hanya punya satu-satunya orang berharga dalam hidupnya.

Bukan Freya namanya jika ia tidak bisa mempertahankan kakaknya. Freya ingat, dulu pernah ada beberapa wanita yang keras kepala ingin merebut Havrelt darinya. Sejauh itu Freya berhasil membuat semua wanita itu menyerah. Dan tidak menganggu Havrelt lagi. Tentu saja di antara semua wanita, ada satu yang begitu keras kepala hingga ia harus memaksa dengan cara yang mengerikan. Satu wanita yang tak bisa ia lupakan. Wanita rubah licik yang nyaris merebut perhatian kakaknya walau hanya sebentar. Freya ingat namanya rubah itu. Agnes Gloxinia. Wanita berambut pirang gila yang terus menempel pada Havrelt, namun sekarang wanita itu telah damai di alam lain. Entah mengapa Agnes mengingatkan Freya akan wanita bermata bulat yang tidak ia sukai. Dia...

"Blace Flannery," Freya berdesis. Freya mengetahui nama wanita itu dari Brenda.

Pagi itu, setelah ia tahu jika kakaknya sudah berangkat ke Venesia dengan urusan mendadak, hanya mengabarkan padanya lewat ponsel. Freya memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya di LA. Ia seorang model yang cukup laris di berbagai ajang busana di Amerika. Dan pernah menjadi Ratu kecantikan tahun lalu di sana. Sekarang ia masih berprofesi sebagai model, dan ia sengaja mengambil cuti untuk menghabiskan waktu bersama Havrelt. Namun sayangnya, kakaknya malah pergi ke negara lain, meninggalkan Freya sendirian. Sebenarnya Freya berencana menyusul, ia menghentikan niatnya setelah mendengar Havrelt memarahinya karena tindakannya yang akan menyusahkan Havrelt .

Freya berada di taman belakang rumah, di gazebo yang menyejukkan ditemani beberapa jenis makanan yang mengisi perutnya. Seperti Roti manis, Sandwich, Muffin, cookies dan teh yang ditaburi cream yang lezat. Freya meraih satu Sandwich dan memakannya. Udara segar berasal dari tumbuhan yang subur di taman belakang, mampu membuat tubuh Freya menjadi relaks.


Punggung Freya bersandar ke sandaran kursi saat Sandwich di tangan sudah habis. Ia menatap langit-langit gazebo, dan ia mulai berandai. Andai saja Havrelt berada di sini, mungkin mereka sudah tertawa dan bahagia di gazebo yang jarang didatangi orang lain. Andai saja jika ... Freya mendengar suara langkah kaki, ia menoleh dengan cepat. Rasa waspadanya runtuh saat melihat Blace sedang berjalan santai di jalan setapak di taman, membuyarkan tentang 'andai saja' yang sedang ia pikirkan.

Sontak Freya berdecak kesal. 'Wanita itu sudah menganggu ketenanganku!' batin Freya penuh rasa marah.

Tak lama kemudian, Freya bangkit dari duduknya. Ia bersuara. "Tunggu, Miss Flannery."

Tatapan Freya penuh kesinisan saat memandang Blace yang membalikkan tubuh ke arahnya. Wanita itu mengangkat kedua alisnya, menampilkan wajah bertanya, yang semakin membuat Freya muak.

"Apa benar kau adalah peramal?" Freya bersedekap angkuh, mengabaikan jika jarak mereka cukup jauh untuk berbicara. Jarak yang tiga meter jauhnya.

Blace mengangguk sebelum menjawab. "Itu memang benar,"

"Apa kau mau meramal kehidupanku juga?" Freya mulai melancarkan aksinya.

Blace menggeleng dengan tenang. "Maaf, aku tidak melayani orang dengan keluarga yang sama."

"Sayang sekali, padahal aku bisa membayarmu dengan bayaran yang lebih mahal dari hasil kerjamu selama satu tahun." Cibir Freya, bersamaan langkahnya mendekat ke arah Blace yang terlihat santai dan tenang, dengan baju hitam yang cocok untuknya.

"Begitulah, menolak tawaran besar memang sulit. Tapi ya sudah, aku tidak terlalu mikirkan masalah uang sekarang. Hidupku sudah cukup sederhana." Blace menampilkan senyum ramah yang selalu ia tampilkan saat ia bertemu dengan pelanggannya.

Entah apa yang merasuki Freya, perempuan itu mencengkram tangan Blace dan menyeretnya dari sana. Begitu tiba-tiba, hingga Blace tidak menduga jika Freya akan melakukannya. Blace berusaha mengikuti langkah Freya yang semakin cepat. Teriakkan Blace yang menyuruh Freya menghentikan langkahnya sama sekali tidak didengar oleh wanita itu.

Mereka masuk ke dalam rumah, beberapa pelayan dan pengawal yang berdiri di sana menoleh pada mereka. Tetapi sama sekali tidak berniat menolong Blace, akhirnya Blace terpaksa-ralat, sangat terpaksa-harus mengikuti langkah Freya. Tak lama kemudian mereka tiba di depan pintu sebuah ruangan.

Freya yang diliputi kemarahan, mendorong tubuh Blace dengan kuat. Alih-alih menahan agar tak terjatuh, Blace terhempas ke lantai, nyaris kepalanya menghantam lantai jika ia tidak menahan tubuh dengan kedua tangannya. Ia menoleh pada Freya. Wanita itu terlihat marah dan mengerikan. Blace bingung, ia tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat. Apa Freya marah karena membencinya? Padahal kan, Blace menunjukkan sikap ramah yang manis saat menjawab pertanyaan Freya.

Ia bahkan sudah pasrah saat Freya menariknya, menyeret dan menghempaskannya ke lantai. Lalu apa kesalahan yang Blace perbuat?

Blace baru sadar jika mereka berada di ruangan yang entah punya siapa, masih tertutup gorden, membuat cahaya malu-malu untuk masuk dalam ruangan yang remang-remang itu. Bunyi pintu dikunci dari dalam. Blace menyadari jika bahaya sedang mengurungnya. Freya memandangnya sinis, selalu seperti itu jika tiap kali melihat Blace. Blace berusaha untuk bangkit dari lantai itu. Bertanya-tanya dalam hati apa yang salah dengannya?

"Kau ingin tahu, kenapa aku menyeretmu di sini?"

Blace menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Terlalu penasaran, ruangan apa yang mereka masuki. Ada banyak buku yang berjejer di rak yang menjulang ke langit-langit, meja dan kursi diletakkan dengan rapi dan bagus. Penciuman Blace menangkap bau apak seperti bau buku yang sudah berumur cukup lama. Apa mereka di perpustakaan?

"Atau seharusnya ... aku mengatakan padamu jika aku sangat-sangat tidak menyukaimu!"

Setengah mengernyit, Blace menoleh pada Freya yang berjalan ke arahnya, dan detik itu juga mendorong Blace hingga mencapai dinding. Blace tidak memiliki refleks bagus untuk menghindar, jadi kepala dan punggungnya menghantam dinding, meninggalkan rasa sakit setelahnya.

"Dan karena aku tidak menyukaimu! Seharusnya kau pergi dari sini sebelum aku melakukan cara yang lebih kasar!" suara Freya naik satu oktaf, wanita itu melanjutkan, "kau seharusnya tidak masuk dalam lingkungan keluargaku, Miss Flannery. Kau tahu kenapa? Keluarga kami terlalu berbahaya untukmu dan artinya aku juga berbahaya untukmu. DAN JUGA AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU MEREBUT HAVRELT DARIKU!" dan diakhir kalimat Freya berteriak dengan amarah yang meluap-luap.

Freya mulai menunjukkan sikap aneh, membuat Blace merasa waspada. Lutut Blace terasa lemah, ini situasi yang tak pernah ia bayangkan dalam hidupnya. Napas Blace terengah-engah, merasakan jika rasa syok mulai merengut ketenangannya. Jantungnya berdebar seperti jam yang hidup. Terus berdetak dan berisik di setiap detiknya.

Namun, Blace tidak boleh merasa takut. Karena apa yang dikatakan Freya sama sekali tidak benar adanya. Ia tidak merebut siapa pun dalam dunia ini. Tidak juga dengan Havrelt. Ya Tuhan, ia bahkan tidak mengenal pria itu kecuali sebagai pelanggannya yang seorang mafia. Setelah itu tidak ada.

"Anda salah paham, Miss Dimitry. Saya sama sekali tidak merebut Tuan Havrelt dari anda." Blace mendapati mulutnya membela diri tanpa bisa ditahan. Ia sedang melakukan pembelaan untuk dirinya. Karena bukan saatnya untuk terlihat lemah. Setidaknya Blace tidak salah seperti yang Freya bicarakan.

Ekspresi Freya semakin penuh kesinisan dan kebencian. Ia melangkah maju lebih dekat, hingga kakinya bersentuhan dengan kaki Blace. Wanita itu menatap Blace dengan pandangan tajam.

Blace melihat aura yang dipancarkan Freya kali ini lebih gelap. Insting Blace sebagai peramal merasakan jika ia benar-benar sudah masuk ke dalam masalah.

Tangan Freya bergerak ke leher Blace, mencengkram dan menipis pernapasan Blace. Wanita itu menahan diri untuk mendorong Freya yang jauh lebih tinggi dan lebih kuat dari Blace.

"Kau seharusnya tidak mendekati kakakku. Peramal murahan sepertimu tidak pantas berada di sampingnya. Hanya aku wanita yang paling pantas berada di sisinya. Aku wanita paling sempurna untuk dirinya!"

"Lepaskan aku!" napas Blace tercekat, tubuhnya menegang.

"TIDAAAK!"

Luapan marah itu yang semakin tidak waras seketika membuat Blace memberontak. Ia sulit bernapas. Freya semakin mencekiknya tanpa perasaan. Tangan dan kaki Blace meronta, menendang apa yang ia bisa.

Freya berdiri dengan keangkuhan yang begitu besar. Ia wanita yang kuat dan wanita yang suci. Sedetik kemudian melepaskan tangannya dengan gerakan menjijikkan. Ia mundur dari Blace, wajahnya memerah menahan emosi. Lalu saat cukup jauh dari Blace. Ia meluapkan amarahnya lagi.

"HANYA AKU YANG PANTAS UNTUK HAVRELT!

Blace batuk-batuk, memegang lehernya yang sakit dan masih mencekik pernapasannya.

"HANYA AKU! BUKAN KAU!"

Blace sama sekali tidak mengerti dengan Freya. Ia tidak bisa memahami wanita itu. Blace sudah mengatakan jika ia tidak merebut siapa pun di dunia ini. Blace semakin terbatuk, matanya mulai memanas. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini dalam hidupnya.

"Kau adiknya, Miss Dimitry. Kau bukan wanita yang bisa mendampingi Havrelt!" seru Blace, menghilangkan rasa formal yang ia gunakan sejak awal. Blace mencoba menyadarkan kewarasan Freya tentang siapa yang pantas untuk Havrelt. Ia akan menyadarkan wanita itu sebelum berubah menjadi gila. Apa mungkin Freya mengalami sister complex. Menyukai kakaknya sendiri? Atau terlalu posesif pada kakaknya sendiri?

Saat itu, Freya terkekeh mengerikan. Wanita itu mulai tenang. Kali ini ia berkata dengan nada dingin bercampur rasa marah di dalamnya. "Kau tidak pantas berkata begitu padaku, jalang! Tidak akan aku biarkan kau merebutnya dariku."

"Apa? Aku tidak pernah merebutnya-"

Ucapan Blace terputus. Tubuh Blace kembali menghantam dinding. Kali ini lebih keras, hingga ia merasakan kepalanya mulai pening. Telinganya berdenging keras. Ia sama sekali tidak menduga jika Freya bisa melakukan gerakan secepat itu.

Lalu ia melihat kilatan logam seperti pisau dari tangan Freya. Ditambah lagi, telinganya mendengar langkah kaki lain mendekat. Blace menyentuh kepalanya yang mengeluarkan cair aneh. Saat Blace menarik tangannya. Cairan berwarna merah itu berada di sana. Bau logam berkarat. Seketika tubuh Blace bergetar hebat, kakinya melemas dan ia jatuh ke lantai dingin itu. Matanya mulai memanas. Blace mengigit bibirnya menahan isakkan.

Darah.

Ia melihat darah baru saja keluar dari kepalanya.

Darah.

Ia sangat membencinya.

Darah.

Sangat membencinya.

Blace yang dipenuhi rasa lemah tak berdaya, tidak menyadari jika Freya siap menusuk Blace tanpa perasaan. Saat ia menyadarinya, matanya terbelalak. Semuanya terlambat. Mungkin Blace akan mati setelah ini. Mungkin Blace tidak akan pernah kembali ke Skotlandia dengan selamat. Mungkin Blace... Blace terlalu sibuk dengan pikirannya ia sangat terguncang.

Blace merasa pening semakin menguasainya. Ia menyiapkan dirinya menerima tusukan pisau dari Freya yang siap melukainya. Namun saat ia menunggu, ternyata tidak terjadi apa-apa.

Blace melihat banyak tetesan darah keluar dari tangan seseorang, yang mencoba menahan pisau itu menusuki Blace.

Darah.

Blace mencengkram rambutnya. Tubuhnya bergetar, ia mengigil. Ia ketakutan. Mimpi buruk yang sudah lama terkubur, bangkit dan mulai menghantuinya. Blace terisak, ia sangat ketakutan. Blace tidak tahu siapa yang menolongnya. Dan saat itu kegelapan merenggut kesadarannya, merasakan bumi ikut miring bersamaan dengan jatuhnya Blace ke lantai. Ia menutup matanya dan pingsan.

Di sisi lain, Freya memundurkan langkahnya. Ia sangat terkejut. Ia tidak menyangka akan melihat James menahan serangannya untuk Blace. Ia melepaskan pegangannya pada pisau dengan syok. Baru lah saat itu James membuang pisau itu ke sudut ruangan.

"Berhenti menyakiti orang lagi, Freya! Berhentilah bersikap kekanakkan-kanakan seperti sekarang. Aku mendengar segalanya!" suara bentakan James mengema di dalam ruangan. Tidak ada nada hormat dalam suaranya.

Bibir Freya bergetar. Ia memaksa dirinya berbicara. "Sejak kapan kau berada di sini?"

"Sejak kau menyeret wanita ini!" James tidak peduli dengan darah yang terus menetes di tangannya.

Memang benar, sebenarnya semalam ia mencari sebuah buku lama yang ia simpan di perpustakaan, dan tidak menemukannya. Terpaksa James menghabiskan waktu mencari buku yang sangat penting itu hingga tidak sadar jika sudah mencari sampai pagi dan tidur di perpustakaan. Lalu paginya ia terganggu karena mendengar suara Freya dan seseorang masuk ke dalam pustaka. Dan di sini lah kejadiannya berlanjut.

James berpaling ke Blace, mendekati wanita itu, memeriksa deyut nadi di pergelangan tangan Blace. Masih hidup, batinnya. James menyelinap tangannya ke lutut dan di belakang punggung Blace. Lalu menggendong wanita itu, mengabaikan rasa denyut di telapak tangannya.

"Kau tidak boleh kasar pada wanita ini. Dia cukup berharga." James berkata dengan dingin. Ia memandang Freya dengan tajam. Wanita itu sedang menenangkan dirinya yang terengah-engah.

"Kenapa kau peduli? Kau menyukainya?!" Freya kembali diselimuti rasa marah yang bersiap untuk dilampiaskan.

"Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu. Menjauhlah dari wanita ini. Jika kau mengganggunya lagi, aku akan membuat perhitungan padamu!"

"Kau mengancamku, James! Kau tidak akan bisa melakukannya karena kakakku tidak akan membiarkan hal itu terjadi! Ia terlalu menyayangiku untuk menghukumku."

"Kau salah berpikir seperti itu. Suatu hari dia akan sadar jika rasa kasih sayang terhadapmu adalah kebutaan yang menyesatkan."

Setelah itu James pergi dari sana, meninggalkan Freya dengan rasa marah yang semakin terbakar.

****


Dr. Thomas Dalmazio-dokter pribadi keluarga Dimitry baru selesai memeriksa keadaan Blace yang masih tak sadarkan diri sejak satu jam yang lalu. Dr. Thomas menghela napas sambil menatap James yang menunggu di samping ranjang Blace dengan tenang.

"Dia mengalami geger otak kecil. Beruntung anda cepat memberinya perawatan pertama. Ini obat yang saya bawa, dan cocok dengan keadaannya."

James menerima dua botol obat itu, langsung menaruhnya di atas nakas.

"Bisa kita bicara sebentar Tuan Alexis, sambil mengantar saya keluar?"

James mengernyitkan keningnya. Lalu sekilas menoleh pada Blace. Wanita itu menjadi tanggung jawabnya selama Havrelt di Venesia. Iya, seharusnya James bisa merasakan jika Freya tidak akan suka jika ada seorang wanita pun berada di dekat Havrelt atau dekat keluarganya.

"Baiklah."

James dan Dr. Thomas keluar dari sana. Lima belas kemudian, masih dalam ruangan itu. Jemari Blace bergerak satu per satu. Dahinya mengernyit, dan ia terlihat tidak nyaman dalam tidurnya.

X.

Kilas balik itu menghantuinya dalam mimpi.

Xuè.

Setiap tetesan yang mengalir adalah kehancuran.

Xuè.

Kesakitan yang tak bisa diselamatkan.

Xuè.

Mata Blace membuka, terbelalak. Ia meraup napas sebanyak-banyaknya. Refleks, ia duduk, menyadarkan tubuhnya di kepala ranjang. Telinganya dipenuhi kata-kata mengerikan yang terus menghantuinya. Napasnya terengah-engah. Blace belum bisa tenang. Rasa pening membuat Blace mengernyitkan dahinya. Tangannya mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya, sebelum akhirnya memijitnya dengan pelan.

Blace sibuk dengan pikirannya. Tidak sadar jika James masuk ke sana, mengamati ekspresi Blace yang kacau.

"Merasa baikkan?"

Blace terlonjak kaget, refleks memegang jantungnya yang berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Beruntung jika kepalanya tidak menghantam kepala ranjang.

James mendekat, meraih segelas air putih di atas nakas dan memberikan pada Blace. Wanita itu menyambutnya dan meminumnya hingga tandas

"Jauh lebih baik," suara Blace terdengar serak sebelum akhirnya berdehem. Ia meletakkan gelas yang sudah habis kembali ke tempat semula.

Blace mengerjab-gerjabkan matanya, matanya terpaku pada tangan kanan James yang dibalut perban persis seperti kepalanya. Apa jangan-jangan James yang telah menolongnya? Blace menatap James dengan pandangan yang pucatnya, yang belum hilang di wajahnya.

"Terima kasih sudah menolongku."

James tak bergeming. Tentu ia tidak terkejut jika peramal ini jika ia menolongnya. Tetapi James merasa lega melihat Blace yang jauh lebih baik dari sekarang.

Pada akhirnya, James mengangkat kedua bahunya. "Sudah tanggung jawabku untuk menyelamatkanmu."

Blace menundukkan wajahnya, tersipu malu. Karena selama hidupnya belum pernah ada orang yang menolongnya seperti yang James lakukan. Wajah Blace memanas.

James menarik kursi meja rias membawanya di samping ranjang Blace. Berjarak satu meter, tapi cukup membuat mereka bisa saling mengobrol. James terus saja menatap Blace lekat seperti tengah menimbang-nimbang apa yang ingin ia katakan.

"Sebaiknya kau jaga jarak dengan Freya."

Jantung Blace berhenti berdetak, sejurus kemudian kilas balik itu datang menghampirinya. Ia ingat bagaimana Freya menyeret, mengunci mereka di dalam ruangan, mendorongnya hingga kepala Blace berdarah. Lalu menodongkan pisau kepadanya. Dan Darah ... darah yang mengalir sangat banyak.

Tubuh Blace kembali bergetar, warna merah yang sempat menghambat ke pipinya menghilang, menyisakan wajah pucat pasi seperti mayat. Keringat dingin keluar dari dahinya. Blace mencengkram kedua tangannya satu sama lain.

"Ke-kenapa aku harus menjaga jarak?" suara Blace bergetar hebat, ia tidak bisa membuat dirinya tenang.

"Karena dia berbahaya untukmu."

"A-apa karena dia mengindap ngangguan psikologis? Yang membuatnya mengira siapa pun yang mendekati Havrelt adalah sebuah ancaman? Begitu?" Hanya butuh waktu yang singkat agar Blace bisa menarik kesimpulan apa yang terjadi padanya beberapa jam lalu dan menggabungkan sebuah kenyataan yang mengejutkan James.

Blace menghela napas, menatap James yang sudah mengubah wajahnya menjadi datar.

"To-tolong, ceritakan semua padaku. Setidaknya aku tahu sebesar apa bahaya yang harus aku hindari darinya."

James terdiam cukup lama. Ia ragu untuk membuka rahasia yang amat ia jaga. Tapi ia juga tidak bisa menjamin jika Blace akan selamat dari genggaman Freya jika ia tidak menceritakan masalah ini.

James bangkit dari duduknya. Ia mendekat ke arah Blace. Tatapan menajam.

"Baiklah, berjanjilah kau tidak akan menceritakan pada orang lain."

Blace menganggukan kepalanya. "Aku janji."

*****

(Jum'at, 14 September 2018)

[FOLLOW IG : risennea]

Yuhuuu.....

Cuman mau bilang.. Entah kenapa aku kepikiran buat jadiin cerita ini kaya Series gitu.

So, kita namanya cerita ini dengan Entice Series.

Why Entice?

Karena dalam bahasa Inggris artinya memikat. Jadi aku mau buat cerita ini, seperti dua orang yang saling terpikat satu sama lain. Bukan terikat ya... Tapi TERPIKAT.

Saling paham. Saling merasa tidak akan pernah terlepas satu sama lain. Saling....

Wait, Cukup! Nnti aku malah menjurus ke spoiler 😂😂😂

Ah ya, Entice Series ini cuma ada dua buku aja.

1. My Witch Gangster
2. (Masih secret)

Sesuai planing aku. Bakal ada satu tokoh dalam cerita ini masuk ke Book Two of Entice Series nnti. Jadi pemeran utamanya. Sayangnya belum muncul. Wkkwkwwk... Jadi sabar... Karena kamu akan segera tahu.

Sudah, ya.. Cuap-cuapnya

See you 😎

Bonus pict :v

Salam hangat

P A H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top