F O R T Y T H R E E 🔫 (Flashback part 4)
[WARNING!!! WARNING BLOOD EVERYWHERE!!!
WARNING!!]
Please, Mention typo 🙂
***
Ery tidak tahu harus memulai menceritakan tentang segalanya dari mana, setelah ia menjawab pertanyaan Merlin saat mereka mandi bersama seminggu yang lalu. Ada banyak perubahan pada Merlin untuknya, Merlin memang merawatnya dengan baik. Ia diberi makan enak, tempat tinggal yang bagus, dan kasih sayang yang tulus. Tapi Ery selalu ketakutan saat Merlin memeluk dirinya—ia terlalu sering dipeluk oleh wanita itu. Ery sudah tahu siapa Merlin sebenarnya. Dia membunuh anak-anak, menyiksanya, berubah sinting dan haus darah. Dan bagaimana bisa Ery mengendalikan ketakutannya jika orang yang berada di sampingnya dan merawatnya dengan baik adalah sang pembunuh anak kecil?
Jika biasa Merlin membunuh anak seminggu sekali, seperti yang ia lakukan pada Leah dan Ally, setelah Ery tahu siapa Merlin sebenarnya dan Merlin mengetahui jika Ery sudah tahu. Dia mencoba memaksa Ery melihat segala hal keji apa yang ia lakukan. Seminggu yang lalu, ada sepuluh anak yang dibunuh. Bahkan Ery masih bisa menghafal nama kecil mereka. Amber, Janesha, Kadie, Tyra, Rose, Anne, Kimmy, Helen, Zita, dan Edna. Mereka semua perempuan dan mati dengan mengerikan. Mereka semua anak buangan yang cantik. Ery tidak tahu dari mana asal mereka sebenarnya. Atau mungkin saja, nama kecil mereka juga pemberian dari Merlin.
Ery sebenarnya tidak ingin mendeskripsikan seperti apa kematian mereka. Tapi orang harus tahu, seberapa sintingnya Merlin. Janesha, gadis paling cantik di antara lainnya, umurnya dua tahun lebih muda dari Ery. Rambut pirang pucat, keriting dan panjang. Wajahnya benar-benar terlihat seperti boneka hidup saat dia bicara pada Ery. Well, Ery memang berbicara dan bermain dengan mereka, sebelum akhirnya mereka dibunuh oleh Merlin. Karena Janesha yang paling cantik, dia mati lebih mengerikan dari yang lain. Merlin mengiris wajahnya itu tanpa dibius, yang artinya Janesha sadar sepenuhnya pada saat itu. Dia berteriak kencang, meminta pertolongan Ery. Namun, Ery tidak bisa melakukan apa-apa, hanya duduk di ranjang dan melihat penyiksaan itu di depan matanya. Dan menutup mulutnya untuk tidak menjerit histeris.
Saat Janesha ditusuk beberapa kali di tempat yang sama, Ery mulai ketakutan. Semua organ dalam tubuhnya dikeluarkan oleh Merlin dengan tangan kosong, tanpa sarung tangan. Tentunya, setiap penyiksaan itu dilakukan dalam ruangan di kamar Merlin. Ruangan putih yang mengerikan. Dalam ruangan itu Boneka Leah dan Ally terjahit. Mata mereka terbelalak, terpaku pada satu titik, tidak bergerak. Badan mereka dipajang di dinding. Darah mereka berhenti, tubuh mereka menjadi pucat. Dan saat itu Ery menyadari jika mereka ternyata diawetkan dalam keadaan yang mengerikan. Sesekali Merlin memberi pewangi untuk menghilangkan aroma busuk dalam ruangan itu. Di dalam sana juga ada satu-satunya dipan kayu. Mungkin itu, di mana Merlin bisa membedah mayat sesuka hatinya.
Kembali pada Janesha, setelah mati, Merlin mulai menjahit tubuhnya dengan setikan yang mengerikan. Hanya sekali itu, Merlin menyuruhnya memegang jantung yang masih berdenyut di tangan. Dan akhirnya Ery memegangnya setelah sempat ia menolak.
"Jika Ery tidak memegang benda cantik ini, berarti Ery tidak menyayangi Ibu. Dan artinya ... mungkin saja Ery akan berakhir seperti mereka," kata Merlin penuh ancaman dengan nada rendah mengerikan.
Dan secara terpaksa, ia menurutinya.
Pernah hari itu, hari rabu saat Merlin selesai membunuh Kimmy dan Zita. Keesokan harinya, pada hari kamis. Merlin menyajikan makanan aneh di pagi hari. Saat itu mereka duduk di ruang makan di lantai dasar. Rumah mereka bahkan tampak sangat cantik, iya, sebelum Ery tahu jika rumah itu ternyata ... rumah kematian.
"Makanan siap," Merlin menaruh beberapa burger cepat saji di hadapan Ery dan dirinya. Ery selalu waspada dengan Merlin. Ia melihat daging burger, tidak seperti daging biasanya. Daging itu terlalu merah untuk daging sapi, seolah ada darah yang dilumuri di sana.
"Selamat makan," kata Merlin. Ia langsung melahap burger itu. Tapi saat itu Ery ragu memakannya. Ia sering membuka lemari pendingin, dan tidak satu pun melihat daging di sana.
"Kenapa, sayang? Ery tidak ingin makan? Apa Ery tidak suka dengan burger?" Merlin sudah menghabiskan satu burger dan ia meraih satu lagi. Burger itu tampak sama seperti yang lain.
Ery menelan salivanya. Tubuhnya mengigil ketakutan. "I-ibu, kita tidak punya daging di kulkas. Ibu di rumah saja sudah dari seminggu yang lalu. Paman Joe juga belum kembali. Ibu dapat dari mana daging ini?"
Merlin tiba-tiba terkikik, ia menaruh sedikit saus di burger punya Ery dan miliknya. Bibirnya menyeringai. "Oh, itu daging Kimmy. Dia kan yang paling terlihat sehat dari yang lain. Ternyata dagingnya sangat enak."
Ery langsung menjerit dan memanggil Merlin dengan sebutan Ibu. Merlin benar-benar gila, ia sinting dan akalnya sudah rusak. Manusia makan daging manusia!
"Ibu, kau tidak boleh makan daging Kimmy!" Ery histeris. Ia lupa cara pengendalian emosi yang diajarkan Zenan. Kali itu Ery sangat ketakutan. Tubuhnya bergetar, ia siap untuk menjerit lebih keras lagi. "Kau tidak boleh seperti itu!"
"ERY!" Merlin tiba-tiba marah padanya. Ia membanting semua makanan yang ada di meja. "Kau tidak boleh berteriak pada Ibumu!"
"Aku tidak ingin makan apa yang kau makan!" Ery semakin ketakutan. Ia tidak ingin menjadi kanibal di saat ia normal. Ia tidak ingin menjadi sinting seperti Merlin!
"Jangan membantah, Ery!" dan untuk pertama kalinya, Merlin sangat marah padanya. Tak lama, tangannya melayang, menampar pipi Ery. Karena keseimbangan tidak sempurna, Ery terpelanting jatuh ke lantai. Dengan darah keluar dari mulutnya. Merlin menamparnya sangat kuat.
Pipi Ery berdenyut perih. Ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis.
"Ya ampun, Ery. Ibu minta maaf, sayang. Ibu tidak sengaja." Merlin mencoba mendekatinya. Ery meringsut mundur. Ia semakin menangis dan ketakutan.
"Ibu tidak akan menyakiti Ery lagi." Merlin tiba di depannya. Wanita berambut cokelat itu menjongkok. Tangannya terulur pada Ery, yang langsung ditepis dengan kasar oleh Ery. Saat itu ia sangat ketakutan. Ery baru sepuluh tahun lebih dari dua bulan, dan dia sudah melihat kengerian itu ada di depannya. Selalu menakutinya, menghantuinya dan ingin melahapnya.
"Jangan takut Ery. Ibu tidak akan menyakiti Ery." Merlin berhasil meraih Ery dalam pelukan hangatnya yang asing. "Ery boleh tidak makan apa yang ibu makan, kalau Ery tidak suka makan daging teman. Ery boleh tidak makan."
Di tengah tangisan itu, tangisan itu semakin menjadi. Akhirnya ia pasrah dalam pelukan Merlin. Dan ia bersyukur Merlin tidak memaksanya lagi.
"Ibu sangat menyayangi Ery."
Untuk pertama kalinya ia menyesal, mendapat kasih sayang di dunia ini. Terlebih dari seorang pembunuh yang sinting, yang ternyata adalah Bibinya.
***
Hampir setiap malam Ery tidak bisa tidur. Ia memimpikan pembunuhan yang Merlin lakukan. Ia memimpikan darah yang mengalir sangat deras, persis seperti air terjun. Tubuhnya dimandikan dengan darah. Ia melihat Janesha, Helen dan Edna di sana, terbunuh tetapi masih sanggup bicara. Mereka berteriak pada Ery, mereka mempertanyakan kenapa Ery tidak menyelamatkan mereka. Kenapa Merlin tidak membunuh Ery. Kapan Ery bisa merasakan disiksa seperti mereka. Kadang-kadang ia memimpikan ia berada di situasi mereka, Merlin membunuhnya, mencabut nyawanya, melepaskan jantungnya. Tapi Ery masih bisa bicara. Ia masih bernapas. Tapi tempat di jantungnya sudah kosong. Lalu saat ia terbangun, ia mengetahui jika ia hanya bermimpi. Ia masih hidup, memiliki jantung dan tidak berdarah.
Pagi itu, hari senin yang mengerikan. Merlin baru saja menyuruhnya memakai gaun ala kerajaan. Gaun itu sangat kembang, berwarna biru langit muda. Di setiap serat kain terdapat mutiara dan pernak-pernik berlian. Ery tidak sanggup membayangkan berapa harga baju itu. Ia mengenakan apa yang Merlin inginkan. Dan rambutnya ditata rapi dengan cantik.
"Ery terlihat murung, Ery tidak senang menjadi putri kesayangan satu-satunya untuk Ibu?"
Merlin menggenggam tangan Ery dengan erat saat mereka menuruni tangga dengan pelan. Jantung Ery berdetak kencang penuh waspada, ia selalu berdoa supaya ia bisa hidup tanpa berakhir seperti anak yang lainnya. Merlin juga mengenakan baju yang cantik, tapi terlalu terbuka. Ia memakai baju berwarna putih dengan aksesori emas. Baju itu—mungkin Ery akan menyebutnya kain panjang mahal—kain itu tersemat melingkari pinggang Merlin dengan satu belahan panjang hingga ke atas paha. Dadanya hanya tertutupi minim. Perutnya tidak tertutupi sama sekali. Hanya ada aksesori pinggang yang menutupi pusarnya. Di kedua lengannya ada tambahan kain, seperti selendang para ratu kerajaan Mesir. Ada mahkota dengan batu berlian yang sangat cantik di atas kepala Merlin. Jika dipikir-pikir gaya bajunya mirip seperti Ratu Cloepatra.
Sebelum mereka turun, ia sempat bertanya pada Merlin. Mengapa mereka berpakaian seperti orang kerajaan? Katanya mereka akan menyambut Paman Joe yang baru pulang dan membawa tiga anak lagi untuk dia bunuh. Seketika itu, ia semakin muak berlama-lama hidup bersama Merlin. Berharap juga jika ia berusaha untuk tidak ketakutan tiap kali Merlin menatap, memeluk dan menciumnya layaknya Ibu pada anak.
Tanpa sadar mereka tiba di dasar lantai. Hanya menunggu lima menit, saat Ery membungkam mulutnya untuk tidak bicara pada Merlin, Joe datang dan membawa tiga orang persis yang dikatakan Merlin. Yang membuat Ery terkejut adalah semua orang berpakaian ala kerajaan. Joe persis seperti pangeran di Negri Dongeng. Maksudnya Joe itu terlihat gagah. Dan hal ini semakin membuat Ery yakin, jika usulan ini adalah usulan sinting milik Merlin.
"Akhirnya kau pulang, Sayang." Merlin menghampiri Joe. Sebelum Ery melihat mereka berciuman lagi, ia memalingkan wajah memerhatikan tiga anak perempuan seumurannya, tanpa semangat. Mungkin sebelum ia tahu siapa Merlin, Ery pasti sangat senang punya teman baru. Di saat-saat seperti ini, ia merindukan Rachel—sepupu jauhnya yang cengeng. Ia juga merindukan keluarganya. Dad, Mom dan kelima kakaknya.
"Kami akan ke atas dulu ya," Merlin bersandar di bahu Joe, dan sepertinya mereka sudah selesai melakukan hal senonoh itu. Ia berpaling pada pada Ery. "Ery silahkan main dulu dengan mereka,"
Ery memaksa dirinya tersenyum. "Iya, Ibu."
"Oh, apa Ery tidak ingin memberi Ayahmu pelukan?" Merlin berkata dengan sangat lembut, dan ia melirik Joe dengan nakal. Ery menahan diri untuk tidak memutar matanya dengan muak. Tapi ia tetapi memaksa dirinya tersenyum dan melakukan apa yang Merlin inginkan.
"Ery senang Ayah pulang," untuk menyakinkan Merlin, Ery menambahkan ucapan itu dengan nada ceria yang dibuat-buat.
Merlin dan Joe berpamitan pada mereka. Saat mereka menghilang di lantai dua, senyum di bibir Ery juga ikut menghilang. Memuakkan. Sampai kapan ia harus berpura-pura aman. Dan sampai kapan ia harus bersikap manis selalu seperti keinginan Merlin.
"Namamu Ery?"
Ery berpaling pada seseorang yang memanggil namanya. Seorang gadis kecil dengan rambut yang dikepang samping. Ery tidak tersenyum pada mereka. Ia malah ke arah TV, menghidupkannya lalu mengambil saluran kartun lucu kesukaannya. Jika biasanya kartun itu bisa membuatnya tertawa, kali ini tidak bisa. Mungkin tidak ada yang bisa membuatnya tertawa lagi, kecuali dipaksakan.
Ery berjalan dengan lincah dan mengambil banyak popcorn di lemari makanan. Dan meletakkannya di meja depan TV.
"Anggap saja di rumah sendiri." Ery duduk di sofa dan ia mengambil remot kontrol TV dan membesarkan volumenya. Jika tidak begitu, pasti suara-suara aneh yang keluar dari mulut dari Merlin dan Joe pasti akan terdengar, jika mereka tidak menutup pintu kamarnya. Dan sepertinya rumah ini hanya memiliki kedap suara di bagian tertentu, termasuk kamar Merlin dan kamar Ery.
"Tadi itu ibumu ya?" seseorang bertanya bukan Si Rambut kepang, Ery mencoba mengabaikannya. "Namaku Owen, ibuku juga sangat mirip denganku. Tadi aku lihat ayahmu, rambutmu mirip dia. Tapi wajahmu mirip ibumu yang cantik. Aku cuman ingin bilang, ayahmu itu tidak baik pada kami. Ia bahkan menyentuh kami bertiga."
Jantung Ery berdetak kencang. Jadi, Joe itu sama jahatnya dengan Merlin. Ya Tuhan, kenapa sampai sekarang ia masih hidup di lingkaran orang jahat ini. Ia harus bersyukur, tubuhnya tidak pernah disentuh oleh lelaki kecuali Merlin, yang menampar dan menarik rambutnya kalau Ery mulai nakal. Saat Ery mencoba mengabaikan Owen, dan mengunyah popcorn, ia kembali mendengar suara Owen.
"Katanya aku cantik," nada suaranya bangga. "Aku yang paling banyak diberi obat dari yang lain. Setelah minum obat itu, tubuhku panas. Dan aku membutuhkan sesuatu yang tidak aku mengerti. Joe memberikan itu padaku, pada kami bertiga. Awalnya sakit, tapi lama-lama aku menikmatinya. Kami bertiga menikmatinya. Dia seperti memuaskan kami, tapi dia bilang aku cantik seperti Ery, dia paling banyak menyentuhku. Mereka pingsan. Aku masih bertahan. Lalu aku diberi obat lagi, dan dia melakukannya lagi pada—"
"BERHENTI! Berhenti bicara padaku!"
Ucapan itu berhenti saat Ery murka dan melempar popcorn yang dimakannya ke wajah Owen. Popcorn itu juga mengenai si Kepang dan si anak satunya. Secepat mungkin, tanpa disadari orang, ia menarik, mencengkram rambut Owen dengan kasar. Ia tidak bisa mengatur emosinya, ia ketakutan, ia benci mendengar seseorang menceritakan perbuatan Dosa Iblis mereka padanya. Ia benci segalanya yang ada di rumah ini.
Ery melihat Owen tidak berdaya, dua gadis lainnya tampak ketakutan ke arahnya. Ery melotot dengan geram. "Owen jalang sialan, dengarkan aku baik-baik. Aku putri di rumah ini. Apa pun yang kukatakan adalah kebenaran. Dia bukan menyentuhmu, bodoh! Tapi dia memperkosamu! Joe memperkosa kalian semua!"
Ery menarik napas dalam-dalam. Ia semakin pintar berkata kotor untuk gadis-gadis kecil naif ini. Ia melepaskan cengkramannya. Kembali duduk di tempatnya semula, dan mencoba tenang. "Aku tahu Joe sering menyentuh teman-temanku sebelum mereka dibawa di sini. Dan pintarnya mereka tidak menceritakan seperti yang Owen lakukan," matanya menghujamkan Owen tajam. Ia menurunkan nada suaranya. "Pasti ibuku tahu sekarang, wanita yang cantik tadi itu. Dia pasti cemburu dan akan memburu kalian untuk disiksa. Joe tidak menyentuhku karena ibuku selalu ada di sampingku. Ia tidak pernah meninggalkanku dengan Joe, barang sedikit saja. Kalian benar-benar dalam masalah besar."
"ERY!"
Itu suara teriakan Merlin dari atas. Teriakan itu terdengar seperti kemarahan. Sepenuhnya Ery berpaling dari tiga orang yang di depannya.
"Iya, Ibu?" sahut Ery sama kencangnya.
Tak lama, Merlin muncul dalam balutan selimut yang membungkus tubuhnya di ujung tangga atas. Tidak perlu bertanya pun, ia tahu apa yang mereka lakukan dalam kamar. Ery tidak bisa berpikir, padahal ini masih pagi.
"Agatha dan Owen, tolong naik ke atas. Dan yang bernama Naomi tetap di bawah bersama Ery!" ucapan Merlin terdengar lantang.
Ery menoleh ke arah belakangnya. Agatha dan Owen bangkit dari duduknya, sekilas ia bisa melihat Owen tersenyum aneh pada Ery saat mereka melewatinya. Mata Ery terpaku pada si Kepang yang ternyata bernama Naomi. Dalam keheningan, Ery merasakan jantungnya berdetak lebih kencang. Ia punya firasat buruk tentang panggilan Merlin.
"Apa yang akan terjadi dengan mereka?" suara itu bergetar penuh ketakutan.
Ery menatap Naomi. Tadi itu ... Merlin terlihat sangat murka. Kemungkinan ia tahu kelakuan Joe yang brengsek. "Tidak tahu, yang jelas bukan sesuatu yang baik."
***
Ery tidak mencoba mengajak Naomi berbicara. Ia tidak ingin mengenal orang yang akan dibunuh oleh Merlin. Naomi berbicara banyak tentang dirinya. Sedangkan Ery sibuk membersihkan popcorn yang ia jatuhkan ke sofa dan karpet. Para pembersih rumah kadang hanya datang seminggu sekali untuk membereskan kekacauan dalam rumah. Selama itu, ia hanya bisa mengingat beberapa hal yang Naomi bicarakan padanya.
"Aku berada di sini karena aku dijual oleh keluargaku. Mereka memang bukan keluarga asliku. Tapi aku tidak mengerti mengapa mereka menjualku pada Paman Joe. Mungkin mereka berpikir kekurangan satu anak, bisa memenuhi hak makan untuk mereka yang lain. Aku ... paman Joe ... aku sangat bodoh. Kupikir ia menyentuh untuk menyembuhkanku. Tapi ternyata aku ... aku ..."
Setelah berkata seperti itu, Naomi tidak bicara lagi dengannya. Mereka sibuk menonton TV dengan volume yang keras. Sesekali mereka mendengar teriakan kesakitan dari atas. Entah itu suara siksaan atau sesuatu yang lain. Lalu kadang tidak terdengar apa-apa.
"Ini sudah satu jam." Ery bangun dari duduknya. Keadaan di atas mulai sunyi. Naomi menoleh padanya. "Aku akan ke atas untuk mengecek. Jangan tunggu aku turun, karena aku akan sekalian pergi ke kamarku. Jangan masuk ke kamar Ibu. Dan di bawah sini ... anggap saja seperti rumah sendiri."
Tanpa menunggu jawaban Naomi, Ery langsung melesat ke atas secepatnya yang ia bisa. Gaun ala putri kerajaan ini mempersulit keadaannya. Jantungnya bergemuruh hebat, tubuhnya tahu jika ia mulai ketakutan. Untuk sampai ke kamarnya, ia harus melintasi kamar Merlin terlebih dahulu. Ia tidak tahu mengapa rasanya keberadaan kamarnya yang lebih terpencil atau tidak terjangkau oleh orang lain, memang sengaja dibuat seperti itu.
Ery merasakan serbuan kepanikkan, saat ia mendengar ada suara aneh dari kamar Merlin. Ia tidak tahu apa tepatnya suara itu ... mendengkur atau teriakan sakit yang tercekik atau mendesah. Tangannya berusaha menutupi pendengarannya. Kamar Merlin memang dibuat kedap suara jika pintu kamarnya ditutup rapi. Tapi sekarang pintu itu terbuka terlalu lebar. Ia bisa melihat ada ranjang di sana. Ruangan remang-remang dengan dua orang dewasa dan dua anak kecil di atas ranjang. Ery berusaha tidak melihatnya. Posisi ranjang berada dipojok dan orang-orang itu membelakangi pintu.
Tubuh Ery nyaris merosot ke lantai. Sekarang, bersandar di dinding kamar Merlin. Ia sedang menghadapi ketakutannya sendiri. Ia tidak perlu melihat dengan matanya sendiri, dalam penglihatannya pun, ia tahu mereka sedang melakukan Dosa Iblis. Dengan tubuh Joe di bawah yang lain. Ery menyentuh lehernya, ia merasakan ada sesuatu yang mencekik pernapasan dengan tak kasat mata. Tapi ia tahu tidak ada apa-apa di lehernya. Tidak ada tali atau sesuatu yang mengancam. Ia hanya sedang ketakutan.
Mungkin tidak seharusnya anak sepuluh tahun sepertinya melihat dan mendengar banyak hal dari apa yang dikatakan dan dilakukan orang dewasa. Tapi begitu ia ingin pergi dari sana, melarikan diri supaya tidak ketahuan. Lalu ia mendengarkan suara Merlin.
"Apakah kau puas, Joe?" Ery tidak mengerti apa maksudnya.
Dalam sana terdengar suara erangan.
"Kau pikir aku tidak tahu, bahwa setiap anak yang kau bawa padaku dan menjadi teman Ery. Sudah tidak perawan lagi!" Merlin tertawa, terdengar gila. "Sayangnya kau menduga aku tidak tahu apa-apa. Anak buahku yang lain, melaporkan hasil kerjamu yang bejat. Apa kau suka, hah? Apa anak kecil membuatmu puas? Kupikir tiap malam kita menghabiskan waktu bersama sepertinya tidak ada artinya untukmu!"
Awalnya tidak ada sahutan. Kecuali teriakan tidak berdaya milik Owen dan Agatha yang merintih. Lalu disusul dengan suara aneh-aneh lagi. Sekonyong-konyong Ery merasa mual yang hebat, kakinya lemas, bergetar ketakutan. Ia sepertinya harus pergi dari sini.
"Kalau bukan karena Ery, kau tidak akan dalam posisi sekarang!" Merlin berteriak murka. Dan mendengar namanya disebut, Ery ingin mendengar lebih banyak apa yang dikatakan oleh mereka.
"Apa kau kau pikir aku tidak tahu, hah? Ery hanya menatapmu sebagai ayah. Tapi kau menatap anakmu sebagai wanita! Matamu bergairah saat tiap kali ia tersenyum. Kau kira aku akan membiarkanmu begitu saja?! Tidak ada seorang pun, yang boleh menyentuh Ery tanpa seizinku! Tidak ada seorang pun yang boleh melihatnya sebagai wanita. Dia akan selalu menjadi anak-anak. Dia anakku!"
Menghening lagi, ada tarikan napas tajam yang membelah udara. Merlin berbicara lagi.
"Bagaimana sekarang? Kau tidak bisa bicara, mulut diikat, tubuhmu terikat di ranjang tapi digoda oleh dua anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Well, setidaknya Owen tahu cara menggoda pria sepertimu, terlebih dia anak seorang pelacur."
Terdengar suara langkah pelan, lalu tamparan yang sangat kuat. Ery menutup matanya, ia ingin melihat banyak hal. Dalam penglihatannya, Ery melihat Merlin turun dari ranjang. Selimut menutupi tubuh telanjangnya. Dengan tiga orang yang masih melakukan Dosa Iblis. Tangan Merlin menarik kain yang terikat di mulut Joe.
"Kurang ajar kau, Jalang! Kenapa kau memberiku banyak obat? Kenapa rasanya sangat menyiksa?!" Joe langsung memuntahkan apa yang ingin ia katakan.
Merlin menyeringai dan terkikik. "Kau akan merasakan rasa menyiksa yang sebenarnya, Joe. Aku memang menyukaimu. Tapi Ery, anak kecil yang manis. Aku sangat mencintainya melebihi siapa pun. Dan untuk mencegahmu merusaknya. Aku harus melakukan sesuatu yang menyiksa padamu!"
"Kau tidak bisa membohongi dirimu, Merlin." Joe mengerang, ia bergerak tidak nyaman. "Dia bukan anakmu! Kau tidak pernah melahirkannya! Kau tahu kenapa? KARENA KAU TIDAK BISA MELAHIRKAN ANAK!"
Merlin sontak murka. Ia menampar Joe berkali-kali hingga ia puas. Dia juga mendorong Owen dan Agatha hingga mereka terjatuh ke lantai dengan keadaan setengah sadar yang telanjang.
"Ery adalah anakku. Selamanya. Dia sangat mirip denganku. Wajahnya menurun dariku. Senyum manisnya menurun dariku! AKU YANG MELAHIRKAN DIA!"
Joe membuka matanya sebelah, darah keluar dari hidung dan mulutnya. Dia berbisik. "Dia bukan anakmu. Dia anak Mayleen. Darah dalam tubuhnya tidak akan berubah."
"TIDAK!" Merlin mengamuk. "Sudah cukup aku membiarkanmu berhenti bicara!" Lalu dengan gila Merlin mencekik Joe.
Ery membuka matanya, tersenggal-senggal dan semakin ketakutan. Keringat dingin menusuk-nusuk rambutnya yang mulai menempel basah ditekuknya. Dia tidak bisa berdiri lebih lama lagi di sini.
Dengan jantung yang berdegup. Ery melarikan diri ke kamarnya, berusaha tidak menimbulkan suara. Begitu tiba di kamarnya, Ery merosot bersandar ke pintu yang tertutup di belakangnya. Ia sudah mengunci pintu itu. Sepertinya ia tidak bisa hidup dalam ketakutan ini terus.
Mati.
Ia terlalu banyak melihat dosa, ia mungkin ... tidak pantas untuk hidup lagi. Terlalu banyak pembunuhan yang ia lihat, dan Ery sama sekali tidak bisa menolong mereka.
Kau juga akan mati seperti kami Ery.
Ery tersentak, ia mengangkat wajahnya dari lutut. Tangannya menyekat air mata yang mengalir tanpa sadar. Tidak, tadi Ery seperti mendengar suara bisikan aneh. Sontak tubuhnya mengigil, ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Dan sesuatu mencekik pernapasannya. Jantungnya berdegup kencang seolah sudah akan keluar dari tenggorokan.
Mati. Kau juga akan mati.
Ery berpaling ke sudut ruangan, sudut yang berseberangan dengan ranjang. Ia merasa ada yang mengawasinya. Awalnya Ery tidak melihat apa-apa, sampai ... boneka Ally dan Leah ada di sana, terjahit dan terbelalak mengerikan padanya. Darah keluar dari rongga mata, hidung dan mulut. Kau akan mati seperti kami!
Ery memejamkan mata dan mulai menangis ketakutan. Ia memeluk tubuhnya. Sebelum akhirnya melihat ke sudut ruangan, dan ternyata tidak ada Boneka Ally dan Leah di sana. Semuanya hanya ilusinya. Di kamar itu, hanya ada Ery dan bayangan kematian yang mengerikan.
***
Malam ini, Merlin akan membunuh lagi. Sepertinya kematian Joe tidak pernah membuatnya puas. Sorenya, ia melihat Merlin menyeret mayat Joe dan membawanya keluar dari rumah. Saat itu, Ery juga menyadari, ia sudah lama tidak melihat lagi sembilan pengawal—tidak termasuk Joe—yang berpatroli di sekeliling rumah. Mereka seolah lenyap ditelan bumi.
Merlin mengatakan rencana-rencananya pada Ery. Ia pergi ke kamar Ery dengan keadaan berdarah. Saat itu kejadiannya, setelah Merlin membuang mayat Joe. Ia memeluk Ery mengatakan betapa ia sangat mencintai Ery dan tidak bisa hidup tanpanya. Dan seperti anak kecil pada umumnya, ia ketakutan setengah mati. Ia menangis dalam pelukan Merlin yang berdarah. Rasa mual dari perutnya mengencang dan membuatnya ingin muntah. Karena darah ikut menempel pada Ery, Merlin mengajaknya mandi bersama dan Ery menurutinya.
Terlalu banyak keanehan dengan Merlin. Ia hanya pernah menampar Ery dua kali, sekali karena ia menolak memakan daging teman. Satu kali lagi karena ia pernah bilang ia tidak ingin tidur di kamar Merlin. Merlin memang tidak menyakitinya seperti anak perempuan yang lain. Ia sangat dimanja dan diberikan kasih sayang. Rasa cinta yang ia inginkan dari Czavin. Ery membeku. Dia tidak bisa hidup bersama pembunuh. Dia tidak bisa terkurung dalam rumah kematian dan harus menjadi anak-anak selamanya. Umurnya akan bertambah. Dia akan merasakan jatuh cinta pada lain jenis. Merlin akan menyadari jika Ery bukan anak yang sama lagi. Lalu ia akan membunuh Ery saat itu juga.
Ery mengingat rencana yang dikatakan Merlin. Malam ini ia akan membunuh Naomi, esoknya Agatha lalu Owen. Mungkin berikutnya adalah Ery. Ery tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.
Ery duduk dengan gelisah di ranjang. Merlin sedang berada di ruang putih. Ery merasakan tangannya berkeringat. Ia bergidik, di ranjang yang ia duduki ini adalah tempat Merlin melakukan Dosa Iblis dengan Joe, tempat Joe melakukan Dosa Iblis antara anak-anak dan dewasa. Juga tempat kematian Joe yang berdarah.
Ranjang itu berseprei linen putih. Wangi lavender di ruangan itu sangat kuat. Tapi tidak bisa membuat Ery tenang.
Merlin keluar dari ruang putih menyeret rambut Naomi ke arah ranjang yang Ery duduki, ranjang di sudut ruangan. Rantai di kedua kaki Naomi bergemerincing dengan nada mengerikan. Besi beradu dengan besi. Gadis malang itu tidak sadarkan diri karena diberi obat bius. Naomi berpakaian gaun putih seperti Ery. Bajunya sangat mirip dengannya. Tubuh Ery bergetar. Ia tidak bisa menutupi ketakutannya. Bagaimana jika Naomi mati, ia juga akan berada dalam posisi itu.
Kilatan perak bercahaya saat ia sadar Merlin memegang pisau. Ia selalu mengunakan pisau untuk membunuh anak-anak. Merlin selalu membuat kematian menjadi paling mengerikan. Ery tidak sekali pun melihat ada pistol di rumah.
"Ery Sayang, sudah siap untuk melihat ini semua?" nada suaranya riang. "Mulai sekarang Ery hanya perlu melihat saja. Ery tidak perlu menyentuh darah dan jantung mereka. Ibu tidak akan membuat Ery kotor karena darah mereka. Ibu sangat suka melihat Ery dalam balutan gaun putih. Wajah Ery sangat mirip seperti ibu. Seperti malaikat."
Merlin melepaskan cengkalan dari rambut pirang Naomi, ia mendekati Ery. Tiba-tiba pisau dingin itu menempel di pipi Ery. Ery menegang ketakutan. Merlin mencium kening Ery. "Ibu sangat mencintai Ery."
Tubuh Ery bergetar lagi. Jantungnya ingin keluar dari rongga. Ia menelan salivanya. "Ibu?"
"Iya?"
"Bolehkah hari ini Ery tidak melihat apa yang ibu lakukan lagi?" air mata menetes dari pipi Ery. Pisau di pipinya semakin dingin. Ia tidak berani menatap Merlin. Ia takut, ia yang akan dibunuh lebih awal.
Saat pisau itu tidak ada lagi di pipinya. Pisau itu di taruh di ranjang. Merlin memeluknya erat dan seolah tidak ingin melepaskan lagi. Tindakan Merlin membuat Ery semakin ketakutan. Merlin gila. Dia sinting! Dia pembunuh!
"Sstt ... Ery takut pada ibu ya?"
Ery tidak berani mengangguk.
"Jangan takut, Ery. Ibu tidak akan menyakitimu. Kau adalah anak ibu satu-satunya. Dan ibu sangat mencintaimu. Ibu akan memberitahu sebuah rahasia. Mengapa anak kecil seperti mereka pantas dibunuh. Ery ingin tahu?"
Dalam ketakutannya. Ery memeluk Merlin dan mengangguk.
"Dulu, saat ibu sekecil mereka, ibu disakiti karena ibu cantik. Dulu ibu sepertimu, Ery. Cantik, rapuh, butuh kasih sayang. Tapi tidak ada yang merangkul ibu keluar dari masalah itu. Ibu bahkan harus menjalani operasi plastik untuk wajah ibu yang mengerikan. Dan sekarang ibu akan balas dendam pada anak kecil seperti mereka,"
"Ta-tapi ... Ery juga anak kecil?"
"Sstt ... kau bukan anak kecil, Sayang. Kau anak ibu. Ibu berjanji tidak akan menyakitimu seperti mereka. Tapi..." Ada aura mengancam mengerikan. Merlin memeluk Ery terlalu erat seolah berusaha meremukkan tulang-tulangnya. Suaranya penuh tekanan. "Jika Ery tidak melihat apa yang ibu lakukan pada mereka. Berarti Ery bukan anak ibu lagi. Dan berarti ... Ery juga sama seperti mereka. Lalu ibu akan membunuh Ery seperti mereka."
Kau akan mati seperti kami! Kalimat itu menggema dalam kepalanya.
"Tidak!" Ery meraung ketakutan. "Ery sayang Ibu. Ery akan melihat apa yang ibu lakukan!"
Lalu seperti tidak terjadi apa-apa. Merlin melepaskannya. Ia mencium kening Ery lagi. Dan mengambil pisaunya. Wanita itu tertawa dan menyeringai dengan kejam.
"Nah, sekarang. Ini akan menjadi pertunjukan yang tidak bisa Ery lupakan."
***
Keesokan malamnya. Ery berada di kamar Merlin lagi. Tubuhnya terpaku di tempat. Ia duduk di atas ranjang dengan gemetar. Di tempat yang sama setiap kali ia berada di sini. Ia akan melihat kematian sebentar lagi. Ia akan melihat dosa. Ia akan melihat lumuran darah yang membuat ia mual.
Sebuah tangan mengelus rambut panjangnya dengan lembut, lalu perlahan terdengar suara nyanyian. Sebuah nyanyian bernada rendah penuh kesedihan. Sebuah nyanyian yang seperti lagu kematian. Ery tidak tahu apa maknanya, tapi ia semakin ketakutan saat Merlin menyanyikannya.
"Sayang," Merlin bersuara. "Apa kau mau melihat apa yang ingin Ibu tunjukkan padamu?"
"I-ibu," Ery gemetar dan ketakutan menyebut kata yang ia ucap. Ia memaksa dirinya bertanya tentang pertanyaan yang selalu menganggunya. "Apa boleh ... Ibu tidak melakukannya lagi?"
"Sayang," Merlin yang mengelus rambutnya, mencengkram rambut itu dan menariknya dengan kuat. Ery mendongak, tak berani menatap Merlin. Lalu berucap dengan nada mengerikan. "Apa kau ingin menolak pemberian Ibu?"
"Tidak!" Ery bersuara dengan ketakutan. "Aku akan menerima apa yang Ibu berikan."
Merlin tersenyum, lalu ia tertawa keras. "Maafkan Ibu telah menyakitimu," Dia melepaskan cengkramannya. "Ibu hanya ingin, kau melihat apa yang Ibu lakukan."
Merlin bangkit dari ranjang. Ia berjalan ke arah meja yang tak jauh dari ranjang, meraih belati tajam dan mengenggam erat di tangannya. Tak lama, ia berjalan ke arah sudut ruangan. Tangannya menarik rambut Agatha, menyeret rambutnya kejam di hadapan Ery.
"Sayang, kau harus melihat ini." Merlin menghempaskan Agatha di hadapan Ery. Agatha persis sama seperti Naomi, ia tidak sadarkan diri karena dibius.
Tidak! Hentikan! Ery bergetar hebat, ia membungkam mulutnya agar tidak menjerit.
Merlin menyeringai kejam, tak perlu menunggu lagi. Dia melakukan pembunuhan yang kejam, darah ada di mana-mana. Organnya keluar dari tempat yang seharusnya. Bola mata tercabut dari tempatnya dan bergelinding ke lantai. Wajahnya menjadi bagian paling buruk. Kematian Agatha persis seperti Ally.
Ery sesengukan di tempat. Suaranya tidak keluar, karena ia tahu ibunya tidak suka jika ia menjerit. Ia hanya berteriak dalam hati.
HENTIKAN! HENTIKAN!!!
***
Ery merasa ia tidak pantas untuk hidup lagi. Ia telah melihat banyak kematian. Ia merasa dihantui oleh arwah-arwah korban. Ery menginginkan kebebasan, ia tidak bisa bersikap terus bertahan di sisi Merlin. Wanita yang mengaku sebagai ibunya, tidak seperti manusia lain. Ery terbangun dalam bayang-bayang mengerikan, tentang kematian Agatha. Tentang kematian anak-anak perempuan yang menjadi korban pembunuhan Merlin. Motifnya karena didasari dendam masa kecil.
Dan Ery terjebak dalam lingkaran yang Merlin ciptakan. Setiap hari, Ery mendengar kata mati. Mungkin para arwah ingin memperingatinya jika kematiannya sudah terlalu dekat. Tapi Ery masih tidak percaya, ia tidak percaya adanya dunia lain. Ery hanya menganggap bisikan itu berasal dari kepalanya. Ery tahu Merlin memberinya makan dengan baik, bersih, sehat dan tidak berdarah. Tapi ia tidak nafsu makan pagi tadi. Tubuhnya jauh lebih kurus dari yang bisa ia ingat. Malam ini, setelah kejadian kematian Agatha dua hari lalu, Merlin akan membunuh Owen. Katanya ia ingin membuat Owen mati tersiksa lebih dari yang lain. Owen dikurung dalam ruangan putih, tidak dibius dibiarkan kelaparan sebelum akhirnya Merlin membunuh gadis malang itu.
Pertunjukan kematian yang dibuat oleh Merlin seolah dia adalah malaikat pencabut nyawa, kembali terulang di kepalanya. Ia sudah bertahan, dan menuruti apa yang Merlin katakan. Ery merindukan keluarga yang sebenarnya. Ia merindukan rumahnya. Ia tidak ingin terus tinggal dalam rumah kematian milik Merlin. Mungkin ... jika ada kesempatan. Ery akan menelepon keluarganya dan ia akan pulang. Ia harus pulang.
Semakin keinginan pergi terucap kuat, semakin kuat juga Ery ingin mewujudkannya. Ery menjadi tidak sabar. Seharian ini ia juga sudah menghabiskan harinya dengan menangis. Sekarang matanya sembab dan memerah dan ia semakin menunjukkan diri jika ia tidak bisa berbohong lagi ia sungguh ketakutan. Bahwa ia tidak bisa hidup dalam lingkaran kematian. Ia kembali dan selalu bermimpi tentang kematian, darah, kematian dan darah. Berulang dalam fase yang mengerikan. Barangkali tiap bangun, ia bersyukur setidaknya ia masih bernapas dan hidup.
"Hari ini Ery harus memakai ini ya," ucapan lembut itu membuat Ery tidak berdaya. Ia merasa badannya mengigil menyadari ia terlalu banyak berpikir saat Merlin masuk ke ruangan putih. Dan keluar dengan rantai di tangannya.
"I-ibu, tapi—"
"Sstt, jangan membantah." Rantai itu melingkar sempurna di leher Ery. Rantai yang seperti dipakai oleh anjing, tapi terbuat dari besi. "Ery tidak perlu takut. Ini masih baru."
Saat Merlin kembali ke ruangan putih untuk mengambil Owen, Ery melihat sebuah kesempatan. Ada sebuah ponsel diletakkan persis di sampingnya di atas ranjang. Ponsel itu berwarna hitam dengan merek mahal yang Ery kenali. Ia memeriksa ponsel itu, ternyata tidak dikunci sandi atau sebagainya.
"Ery sayang, Jangan lupa untuk melihat pertunjukan malam ini."
Segera sebelum Merlin menyadari, Ery menyembunyikan di belakangnya punggungnya. Ruangan remang-remang itu pasti membuat Merlin tidak sadar jika ponsel itu sudah beralih ke tangannya.
"Sudah siap melihat pertunjukannya?"
"I-iya," suara Ery bergetar ketakutan.
Merlin tertawa keras saat berhasil menyeret Owen yang tidak berdaya. Gadis kecil itu tidak memakai baju yang layak. Ia masih memakai gaun pertama kali dia ke rumah ini. Sepertinya Merlin punya masalah pribadi dengan Owen. Owen setengah sadar, wajahnya lembab dan berdarah. Sepertinya ia tampar berkali-kali oleh Merlin. Dari jauh pun, Ery bisa mencium Owen berbau busuk. Dia mengenakan kalung rantai seperti Ery. Dia lemas dan tidak berdaya.
"Ery?" suara lirih Owen terdengar seperti korban-korban yang sadarkan diri saat dibunuh Merlin. Ery menegang, tubuhnya mengigil. Jantungnya berdetak kencang. "Tolong aku,"
Ery bisa mendengar suara lirih itu. Tapi ia tidak bisa menolongnya siapa pun. Mata Ery tersengat ingin menangis, tapi ia tidak boleh melakukannya. Ada yang lebih penting, dia harus menyelamatkan dirinya sendiri. Merlin mulai tertawa keras dan gila, dan mengintari mangsanya. Ia mulai menusuk Owen dan teriakan itu terdengar.
Saat Merlin mulai terfokus pada Owen. Ery tidak menyia-nyiakan menekan nomor yang ia hafal dalam kepalanya dan menekan icon hubungi. Saat ada suara yang akan mengangkatnya. Tiba-tiba ponsel itu direbut.
"ERY!"
Ery tidak terlalu tahu apa yang terjadi, datang-datang Merlin sudah menamparnya lalu mencekik lehernya. Ery bisa merasakan telinganya berdenging nyaring, pipinya perih dan panas. Air mata mulai mengabur penglihatannya. Dan seluruh pernapasannya seolah dicabut dan dihentikan.
"Sekarang Ery ingin berbuat nakal!" Merlin melirik ke layar ponsel, lalu mematikan panggilan dan melempar ponsel itu ke ranjang. Beruntung ponsel itu tidak dibanting ke lantai. Wanita itu terlihat murka setelah mengetahui siapa yang Ery hubungi. "Jadi sekarang, Ery ingin meninggalkanku! Padahal kita melakukan banyak hal bersama!"
"Le-pas!" Ery tidak bisa bernapas.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sini! Aku tidak akan membiarkan mereka tahu kau ada di sini!"
Seketika itu Merlin melepaskan Ery. Ery langsung menghirup napas sebanyak-banyaknya, tidak peduli jika udara segar bercampur dengan bau busuk. Ery mencengkram lehernya, terbatuk-batuk dengan keras. Ia melihat Merlin berjalan ke arah Owen mencabut pisau dari wajahnya. Owen sudah tergeletak tak berdaya di sana dengan kubangan darah yang berasal dari tubuhnya. Owen pasti sudah mati. Lalu Merlin berjalan ke arah Ery dengan lumuran darah di tangannya. Ery tidak menduga, begitu Merlin di depannya, wanita itu menusuk Ery.
Kau akan mati seperti kami!
Ery meraung kesakitan, ia merasa pisau itu diputar dan ditusuk lebih dalam. Merlin gila! Dia sinting!
Ery terjatuh ke ranjang, dan tidak bergerak. Rasanya tulang-tulang remuk, seketika ia menjadi lemas. Mungkinkah hari ini adalah hari kematiannya? Ery tidak sanggup berpikir lagi, ia meneteskan air matanya. Darah terus keluar dari perutnya. Ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ketika matanya melirik Merlin, wanita itu tampak sangat terguncang.
"Ya Tuhan, Ery?" Merlin ketakutan, ia menarik tangannya dari gagang pisau ditusukkan perut Ery. "Apa yang sudah ibu lakukan padamu, nak?"
Ery terisak, ia sangat ingin bertemu dengan keluarganya. Ia ingin memeluk mereka mengatakan pada semuanya ia sangat mencintai dan menyayangi mereka. Dan ketika ia melihat Merlin panik, tidak seperti ia membunuh yang lain. Ery menyadari jika Merlin memang sangat mencintainya. Mungkin jika Merlin normal dan waras, Ery akan senang ada yang menangis karena kematiannya. Tapi Merlin yang sekarang terlihat panik dan menangis adalah seorang pembunuh. Dan Ery tidak pernah mensyukuri hal itu.
"Kau tidak boleh mati!" Merlin meraih kain dan mencoba menghentikan darah Ery yang merembes. "Aku tidak akan sanggup jika kau mati, aku sangat mencintaimu, Ery."
Di tengah kesadaran yang masih tersisa. Ery menggeleng, ia terisak lagi. "Kau tidak pernah mencintaiku,"
"Jangan katakan itu, Sayang. Aku sangat mencintaimu! Aku akan bunuh diri jika kau mati."
Sungguh, Ery ingin tertawa keras. Walaupun sebenarnya tahu jika luka di perutnya tidak mengenai bagian vital, jangan tanya bagaimana Ery tahu, ia masih mengingat apa yang diajarkan oleh Lucas dan Leon padanya. Ia tahu posisi organ vital dan tidak. Ery juga tahu caranya menghentikan denyut jantungnya sendiri, membuat dirinya seolah sudah mati. Ia pernah berhasil melakukan apa yang diajarkan kakaknya, dan sekarang melihat Merlin mulai menyesali perbuatannya untuk Ery ia ingin mencobanya lagi.
Ery meraup napasnya sebisa mungkin. Lalu ia berhenti bernapas, mencoba mengingat teknik menghentikan denyut jantung. Pandangan Ery mengabur lalu ia tidak bergerak.
"Ery!?" Merlin menguncang Ery, tangannya menyentuh denyut nadi Ery. Tidak ada denyut. Ia mencobanya lagi di denyut leher, tapi hasilnya tetap sama. Air mata mengabur penglihatannya. Ia menangis, ia menyesal. "Tidak! Kau harus hidup!"
Merlin bangkit dari sana, meraih ponsel di atas ranjang lalu mendial sebuah nomor. Nomor kembarannya. Ia sudah kehilangan akalnya. Ia ingin Ery hidup.
"Halo?"
"Selamatkan Ery! Dia tidak berdetak! Tolong selamatkan Ery, Leen. Dia bersamaku!"
Setelah mengatakan hal itu, Merlin menjatuhkan ponselnya lalu berpaling pada Ery lagi. Tangannya mengusap rambut hitam eboni itu dengan lembut. Ia meraih sebuah senjata di laci nakas. Lalu berbaring di ranjang bersama Ery, dengan darah yang melumuri mereka. Merlin berusaha memeriksa denyut kehidupan itu lagi, tetapi tidak menemukannya.
Merlin mengangkat pistol ke samping kepalanya. Air mata membuat buram untuk melihat Ery. "Kau sudah mati, Ery. Ibu sangat mencintaimu, seperti yang ibu katakan, ibu akan bunuh diri jika kau mati. Maaf, jika ibu belum menjadi Ibu yang sempurna untukmu."
DOR!
***
Ini Flashback terakhir. Sebenarnya masih ada kelanjutannya, tapi takutnya kalian mulai males nunggunya. Next, cerita asli kembali dimulai 😂
(5957 kata)
(Rabu, 13 Maret 2019)
Salam P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top