F O R T Y N I N E🔫
"Blace," Havrelt menepuk pipi Blace lalu menguncang bahunya, gerakannya terlihat lembut tetapi tidak sabaran. Wanita itu tiba-tiba tidak sadarkan diri saat James sedang bercerita tentang kesalahan Freya padanya.
"Bangun," Havrelt yang pertama menyadari ketika wanita itu mengalami perubahan aneh selama perjalanan ke mansion. Dia terus bersikap sangat gelisah, tidak nyaman dan melakukan gerakan gugup yang tidak bisa Havrelt abaikan.
Benar, sebenarnya Havrelt sedang berusaha mengabaikan keberadaan Blace di dekatnya, menatap apa pun selain wanita itu, dan berusaha tidak mengajaknya bicara. Havrelt mengerti ekpsresi kebingungan saat Blace mengajaknya bicara di bandara dan dia malah bersikap menjauh dan mengacaukannya. Havrelt tahu jika yang ia lakukan adalah hal yang benar.
Namun, sikap menjauhnya malah membuat Havrelt melakukan hal-hal aneh. Ia mulai mencuri-curi melirik Blace. Dia mulai tidak bisa mengingat apa pun yang ia pikirankan, awalnya ia sedang mengingat Freya dan merindukan adiknya. Dan pada saat ia melirik Blace, pikirannya mulai kosong. Di detik berikutnya Havrelt memikirkan Blace, pikiran yang memicu rasa keinginan untuk menyentuh, untuk mengenal lebih dalam, untuk memiliki dan untuk melindungi. Rasanya ... semua yang ia inginkan mulai tidak rasional.
"Blace," Havrelt berhenti mengoyangkan bahu wanita itu. Ia menghela napas, Havrelt menyukai nama yang baru saja terucap. Sejenak ia melupakan bagaimana caranya memanggil wanita itu. Sebutan Witch yang sangat cocok dengan pengaruh Blace terhadapnya.
Tangan Havrelt bergerak menyentuh rambut panjang Blace yang berantakan, menempatkan jemarinya diantara helaian, dan mengenggamnya. Blace terbaring di dekat Havrelt, kepala wanita itu berada di pahanya. Havrelt membiarkan wanita itu berada terlalu dekat dengannya, bahkan dia sendiri yang menginginkan agar Blace terbaring di pangkuannya, saat James bertanya apa yang akan mereka lakukan untuk menunggu Blace sadarkan diri.
Rona pucat terlihat di wajah Blace di antara kegelapan malam, keringat dingin mulai muncul di keningnya, tetapi di antara semua itu, pernapasannya berderu stabil. Wanita itu hanya tidak sadarkan diri.
Havrelt menyadari tentang sesuatu yang ia kira mungkin dia akan kebingungan selama hidupnya, karena tidak bisa memahami diri sendiri. Tetapi dia jawabannya, dia tahu jika dirinya lah yang telah mengikat sebuah ikatan tanpa sadar dengan Blace, dirinya lah yang begitu tertarik pada wanita itu, dirinya lah yang terlalu menginginkan untuk melindungi Blace. Havrelt tidak berusaha menyangkal jika keinginan itu semakin mengubah dirinya sendiri.
Havrelt mengernyit, ia tidak suka melihat Blace dalam keadaan seperti ini. Tidak sadarkan diri, terlihat lemah dan tidak berdaya. Ia tidak ingin melihat wanita itu seperti ini lagi.
Mereka telah tiba di mansion sejak lima menit berlalu. Dan James sendiri berada di luar mobil, meninggalkan Havrelt bersama Blace. Havrelt menyuruh James untuk memastikan keberadaan Freya di mansion, jika Freya ada dan melihat dirinya bersama Blace dalam kedekatan ini, hal itu akan memicu kegilaan Freya dan membuat wanita itu kehilangan kewarasannya.
"Freya tidak ada di rumah," James muncul, membuka pintu mobil dan langsung berkata tanpa ditanya, ia melanjutkan, "Apa kau ingin aku mengendongnya? Dan membawanya masuk?"
Havrelt terdiam, tatapan tidak berpaling dari Blace. "Aku akan mengurus wanita ini sendiri." Dengan mudah Havrelt menempatkan Blace berada dalam pelukannya, dan mengendong Blace ke mansion.
"Kau tidak khawatir jika Freya tahu kau mengendong seorang wanita?" James menutup pintu mobil dan mengikuti Havrelt yang berada beberapa langkah di depannya.
Ekspresi Havrelt berubah keras. "Pastikan kau menutup mulut semua yang melihat, pastikan juga Freya tidak tahu."
"Apa kau sedang berusaha memberi pekerjaan merepotkan itu untukku?" James menghembus napasnya, lalu kembali berkata, "Tahu tidak? Kau tidak pernah peduli pada perempuan selain Freya, dan sikapmu yang terlihat peduli itu, sangat mengangguku,"
Havrelt tidak menghiraukan James yang bersungut-sungut, ia tetap melanjutkan langkahnya. Bahkan dirinya menaiki tangga dengan mudahnya. Havrelt mengacuhkan ucapan James sebelumnya, dan memilih berkata, "Jangan lupa katakan padaku jika Freya pulang,"
James menghela napas, menghentikan langkahnya yang mengikuti Havrelt. Ia memandang punggung pria itu dari kejauhan. Lalu bergumam, "Aku bersumpah tidak akan memberitahumu jika Freya pulang."
***
Blace masih bisa merasakan kegelisahan ketika ia terjaga. Butuh waktu beberapa detik saat Blace menyakinkan dirinya jika ia berada di tempat yang aman. Sebuah kamar yang ia kenal, dengan cahaya lampu yang hanya berasal dari atas nakas hingga ruangan itu terlihat remang-remang. Walaupun begitu Blace mengenali ruangan itu. Dia berada dalam kamar di mansion Havrelt.
Pasti sudah malam, pikirnya. Blace terdiam sejenak, dirinya tidak berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Pikirannya kembali pada kondisi dirinya yang tiba-tiba pingsan dalam mobil. Ini buruk, alam bawah sadarnya terlalu mengancam akal sehatnya bahwa mungkin malam ini atau besok akan terjadi sesuatu peristiwa. Tetapi peristiwa apa?
Blace sangat jarang pingsan saat mendapat firasat buruk, berarti jika hal ini terjadi padanya, kegelisahannya adalah peringatan. Kali ini dirinya berada dalam masalah.
Blace tersentak, merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. Refleks dirinya memekik, lalu berhenti saat ia mengenali bayangan Havrelt yang duduk begitu dekat dengannya, yang baru saja disadarinya.
"Kau mengagetkanku," napas Blace tersengal, ia mencoba bangkit dan menyadarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Blace merasa Havrelt mengamatinya dengan sangat lekat, ia berusaha tidak menatap pria itu. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Tangan Havrelt yang berada di pundaknya terasa mengencang. Sentuhan itu mengirim sinyal aneh pada Blace. Dia menggigil dan seketika detak jantungnya memukul rongga dadanya dengan keras. Baiklah, ini tidak baik.
"Kau baik-baik saja?" suara Havrelt terdengar datar, ekpsresinya juga kaku. Bahkan jika Blace melihat ekspresinya, dia tidak yakin jika pria itu khawatir padanya. Pada detik itu, Blace ingin tahu tentang berapa lama dirinya pingsan dan berapa lama Havrelt sudah berada di ruangan yang sama dengannya. Apakah mungkin selama ia pingsan, Havrelt menatapnya seperti yang ia lakukan sekarang. Tatapan yang tidak bisa Blace artikan.
"Kupikir sepertinya kau sudah baikan," suara datar itu kembali terdengar. Havrelt menarik tangan dari pundak Blace. "Karena kau sudah bangun, aku akan pergi."
"Tunggu," Blace meraih lengan berotot Havrelt, Blace tidak mengerti mengapa dia menahan Havrelt pergi. Tetapi sekarang dia hanya tidak ingin sendirian. "Apa ... apa kau bisa menemaniku keluar mencari udara segar?"
"Sayangnya aku tidak mengizinkanmu keluar dari ruangan ini. Jadi lupakan apa yang kau inginkan,"
Blace meringis. Dia melupakan jika Havrelt masih suka tidak mendengarkan pendapat orang lain. Blace hanya ingin keluar sebentar, itu artinya dia harus membujuk Havrelt agar pria itu mengizinkan keluar. Ya Tuhan, kenapa juga sih Blace harus minta izin pada pria itu. Dengan gelisah Blace menautkan jemarinya di antara jemari Havrelt.
Suara Blace terdengar gemetar dan pelan, "Hanya sebentar saja,"
"Tidak,"
Kehangatan yang ia rasakan dari tautan tangan itu tidak membuat Blace tenang, dia terus bergerak gelisah. Napasnya tersenggal lagi, dan jantungnya berdetak lebih kencang. Dia tahu jika ini bukan tentang keberadaan Havrelt yang terlalu dekatnya, tetapi ini karena sisi sensitif yang membuat dirinya kacau. Matanya mulai panas. "Ku-kumohon ... hanya sebentar saja." Demi Tuhan, sekarang entah kenapa Blace tidak ingin berada di kamar ini.
Sepasang mata kelabu itu menatap Blace lekat, lalu menurun ke tautan tangan antara mereka. Tangan Havrelt yang satu lagi, yang bebas, terulur ke arah Blace, menempatkan jemarinya ke sisi pipi Blace. Terkejut, Blace tidak tahu jika Havrelt akan menyentuhnya. Lalu ia mendengar Havrelt berkata, "Kau yakin baik-baik saja?"
Jelas, di antara yang Blace rasakan. Ini buruk, jauh lebih buruk dari sebelumnya. Sentuhan ibu jari Havrelt yang mengusap pipinya sama sekali tidak membawa ketenangan. Blace hanya merasa ... kacau dan rumit. Blace menghindari tatapan Havrelt, entah sejak kapan matanya mulai terasa panas dan menyengat. "Aku ... baik. Keadaanku baik,"
"Bicara padaku," Havrelt mendekatinya, pria itu hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Dan juga kali ini tatapannya melembut, "apa yang membuatmu menjadi seperti ini?"
Blace masih merasa kegelisahan yang sama. Tangannya terangkat menyentuh tangan Havrelt di pipinya, bermaksud memindahkannya. Blace harus menyadari satu hal, dirinya dan Havrelt hanya sebatas pelanggan dan peramal. Blace harus tahu batas-batas tertentu agar dirinya tidak melanggar aturan yang ada. Blace berhasil menurunkan tangan Havrelt dari pipinya, lalu seketika Blace merasa sesak napas. Ia terhuyung ke arah Havrelt, keningnya terbentur dagu pria itu. Blace mendengar ringisan tertahan dari Havrelt, ternyata hantamannya cukup kuat. Blace memejamkan mata, dia sama sekali tidak merasa rasa sakit itu karena sisi sensitifnya sudah mengambil alih. Akan terjadi sesuatu. Tetapi sesuatu apa?
Blace mengerjabkan mata dua kali, seolah ia baru saja sadar. Ia mendongak dan menatap Havrelt. "Maaf, aku—"
Mendadak pintu kamar yang tidak terkunci, terhempas keras oleh seseorang. Detak jantung Blace mulai menggila, apa sesuatu itu adalah yang akan terjadi sekarang?
Havrelt menjauhinya, ia mengusap dagunya pelan. "Lupakan saja," katanya sebelum akhirnya ia menoleh ke arah pintu.
Blace merasa hantaman keras dalam dadanya saat mendengar Havrelt berkata 'lupakan saja' seakan-akan tidak ada yang terjadi di antara mereka. Tetapi rasanya memang benar, tadi itu tidak terjadi apa-apa. Sama sekali bukan hal penting yang perlu dipikirkan. Sekarang saja, Blace hanya sedang kacau.
"Shit, pintu ini menghalangi jalanku." Blace menegang mendengar suara kasar dari perempuan yang mendobrak pintu. Mata Blace melirik Havrelt yang memasang tatapan terkejut. Tidak perlu menoleh pun, Blace tahu siapa perempuan itu, yang tidak lain adalah Freya Slenna Dimitry, adik Havrelt.
Ketika Blace menatap Freya, tatapan tidak suka langsung dilayangkan kepadanya. Freya langsung emosi. "Blace Flannery, betapa tidak malunya kau menahan kakakku berada di ruang yang sama denganmu!? Dasar jalang, mau apa kau dengan kakakku! Apa kau ingin mengambilnya dari sisiku?!"
"Apa yang kau lakukan di sini, Frey?" Havrelt bangkit dari duduknya dan menjauh dari sisi Blace. Langkahnya terlihat tergesa menghampiri Freya.
Tatapan Freya berpaling pada Havrelt. Freya kembali marah-marah. "Kau bertanya kenapa aku berada di sini? Aku ingin melihatmu!"
Havrelt mengernyit, dan ia mencium bau alkohol dan asap rokok dari tubuh Freya saat ia tiba di samping adiknya. Tatapan tidak suka terlukis jelas di wajahnya. "Kau pergi ke club?"
"Tetapi sepertinya kau sedang bersenang-senang dengan penyihir itu, ya? Seolah keberadaanku di sini sudah menganggu waktumu. Apa menurutmu, aku sudah tidak ada artinya lagi?"
"Kau mabuk," Havrelt merangkul bahu Freya, bermaksud membawanya keluar. "Kita keluar dulu, dan bicara saat kau sudah sepenuhnya sadar."
"Aku sangat sadar!" Freya berteriak dengan marah, ia menepis lengan Havrelt di bahunya. "Walaupun aku sedikit mabuk, aku melihat dengan jelas, kalau kau baru saja mencium si penyihir itu!"
Havrelt mengernyit lalu mengusap rambutnya ke belakang dengan gerakan frustrasi. "Kau bilang apa?"
"Kau baru saja menciumnya!"
Blace menyentuh dadanya, inilah sebab kenapa dirinya merasa kacau. Freya adalah pemicunya. Freya adalah ledakannya. Dan Blace hanya wilayah yang akan dihancurkan. Blace merasa napasnya tersenggal-senggal lagi, ada ikatan yang tidak terlihat mengikat paru-paru dan semakin mengencang tiap ia menarik napas. Bahkan pandangan Blace hanya terlihat keburaman. Ia hanya mendengar suara Havrelt dan Freya yang sedang bertengkar.
"Sialan, Freya. Aku hanya sedang memeriksa kesehatannya. Dia sedang sakit, dan aku selalu membutuhkannya untuk selalu sehat dan selalu ada di saat aku butuh." Havrelt melihat Freya berjalan ke arah Blace, tentu saja dia langsung menyusul.
Freya mendengus, ia telah tiba di samping ranjang Blace. "James bilang kau menunggunya hingga ia sadar, dan ini sudah tiga jam kau tidak keluar dari kamar ini. Lihat betapa kau sangat peduli padanya, kau bahkan tidak bertanya tentang keberadaanku, kau mungkin ..." Freya melempar tatapan sakit hati seolah dirinya yang sangat terluka begitu dalam. "Kau mungkin tidak pernah peduli padaku lagi,"
"Jangan berkata seperti itu," Havrelt yang terlalu menyayangi Freya.
"James bilang kau merindukan aku dan itu sebabnya kau membawakanku oleh-oleh. Tetapi sekarang, lupakan saja. Aku tidak butuh pemberianmu!" dan Freya yang terlalu egois, hingga hanya dirinya seorang yang bisa memiliki kasih sayang Havrelt, hanya untuknya.
Blace memejamkan mata sejenak, dalam keadaan penglihatan yang mulai pulih dan bisa melihat dengan jelas, Blace bangkit dari duduknya. Ia akan pergi ke mana pun, daripada terjebak di antara pertengkaran kakak adik ini.
"Freya, kuharap kau berhenti bicara sekarang," suara Havrelt terdengar frustrasi.
"Aku akan kembali ke LA, selamanya kita tidak perlu bertemu lagi," Freya menetes air mata. Perubahan suasana hatinya berubah cepat, karena dirinya masih mabuk. "Kau sudah menggantikan aku dengan yang baru. Kau tidak pernah membutuhkanku lagi untuk berbagi. Semenjak kehadiran si penyihir itu, segalanya tidak sama lagi. Kau berubah dan aku masih pribadi yang sama. Aku sangat menyayangimu, tapi kau tidak lagi."
"Berhenti bicara, Freya!"
"Karena kau tidak lagi menyayangiku, jadi untuk apa lagi aku hidup. Aku ..." Freya mencengkram dadanya, perasaan ingin mati mulai mengikatnya sangat kuat, air mata semakin mengalir di pipinya. "Aku tidak berguna, aku hanya bebanmu dan aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Aku benci—"
Havrelt memeluk Freya, membungkam bibir adiknya dengan tangannya. Blace masih terjebak di antara pertengkaran itu, seharusnya dia tidak berada di sini. Seharusnya dia tidak melihat semua yang terjadi. Tatapan Blace meredup saat mendengar Havrelt berkata, "Jangan bicara apa pun lagi, kau segalanya untukku. Aku tidak sanggup kehilanganmu, aku tidak ingin kau meninggalkanku,"
Untuk sekarang, Blace tidak tahu apa yang benar-benar ia rasakan. Terjebak pertengkaran antara Havrelt dan Freya hanya menambah rasa kacau untuk akal sehatnya. Blace berpaling, sudah seharusnya ia pergi dari sini.
"Aku masih bawa oleh-oleh untukmu," suara Havrelt membuat Blace kembali menatap dua orang itu, sepertinya entah sejak kapan Freya juga sudah tenang. Di antara cahaya yang jelas, Havrelt melepaskan pelukannya dan mengambil sesuatu dari saku celananya. Kepalan tangan yang menyembunyikan hadiah itu terulur ke depan wajah Freya, lalu sebuah kalung berliontin cincin muncul saat Havrelt melepaskan kepalannya dan menangkap ujung rantai kalung, hingga terlihat kilauan indah dari cincin yang dijadikan liontin.
Seketika itu Blace membeku, dunia di sekitarnya seolah-olah hanya hamparan es runcing yang bisa menyakiti siapa pun yang menyentuhnya. Blace kehilangan detak jantungnya, deru napasnya juga ikut menghilang. Seluruh hidupnya rasanya menghilang dan tidak meninggalkan kenangan sedikit pun.
Tangan Blace terangkat menyentuh lehernya, kalung miliknya tidak ada di sana.
Blace mendengar suara tawa Freya, melihat pelukan Freya untuk Havrelt. Rasanya jantungnya baru saja dirobek dan ia kehilangan dunianya.
Ketika Havrelt meliriknya saat pria itu masih memeluk Freya, Blace melarikan diri dalam kamar mandi. Tidak peduli jika dirinya tidak bisa menyembunyikan kelemahan, ia tetap memaksa dirinya berlari. Begitu ia tiba dalam kamar mandi, Blace merasa dunianya runtuh, hancur berkeping-keping, tubuhnya merosot ke lantai pualam dingin. Tidak ada lagi yang tersisa untuk hidupnya, tidak ada lagi kenangan berharga. Semuanya tidak ada artinya lagi. Blace telah kehilangan jati dirinya.
Mata Blace menyengat panas, tangannya mencengkram dadanya yang sesak. Ia tidak pernah menyangka Havrelt akan mencuri barang itu darinya. Demi Tuhan, mungkin inilah yang sebenarnya firasat buruknya. Firasat buruk yang memperingati akan rasa sakit yang akan ia alami. Blace menyekat air matanya, ia tidak tahu kapan ia sudah menangis tanpa suara. Dan rasanya ia tidak bisa menghentikannya. Blace terluka sangat dalam karena Havrelt.
Oleh-oleh yang diberikan untuk Freya adalah kalung berliontin cincin, Blace tidak pernah salah melihat benda itu. Itu adalah milik Ery, benda itu juga miliknya. Pemberian satu-satunya dari ibunya.
***
.
.
.
.
Bonus pict
Ada yang kangen cerita ini gak?
Semoga bab ini terbalas rasa kangennya..
Btw, ku ingin bicara lebih banyak, tapi nanti di bab khusus aja, biar isi cerita gak jadi isi curhatan aku.. Jadi tunggu,
bab "Little letter MWG" ya..
Di sana aku mau bahas beberapa hal dan little-little curhat 😗
Jangan lupa tinggalkan jejak, secuil jejak mean a lot~~
Follow Instagram @risennea
(2465 kata)
(Jumat, 3 Mei 2019)
Risennea
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top