F O R T Y 🔫 (Flashback part 1)
A/N:
Chptr ini sambungan dari masa lalu Ery di bab T H I R T Y F I V E 🔫 di bagian akhir.
Happy Reading :)
~°°°°°~
.
.
***
Tokyo, Jepang.
Enam belas tahun yang lalu.
Pagi itu, sebenarnya Ery tidak ingin keluar kamar. Gara-gara menangis semalaman, matanya memerah dan membengkak. Dia bisa merasakan, jika kedua matanya seperti ditampal busa yang menebal, membuat Ery kesulitan membuka mata. Ery tahu, seharusnya dia tidak menangis. Apalagi jika Czavin tahu, Daddynya pasti akan semakin membencinya. Tapi dia selalu sedih tiap kali melihat perbedaan sikap saat Czavin bicara dengan Ery, dan saat bicara dengan saudara laki-laki yang lain.
Karena Ery masih kecil, usianya berumur enam tahun, tentunya Ery selalu iri dengan saudaranya. Tapi kadang ... ia merasa tidak boleh iri. Semua kakaknya menyayangi seperti seorang ayah. Mereka sering menghabiskan waktu bersama saat pulang sekolah. Mereka juga selalu memanjakannya. Ery hanya beruntung bisa mendapatkan kasih sayang dari kakaknya, karena Czavin tidak pernah melarang Ery berteman dengan saudaranya sendiri.
Ery ingat kejadian kemarin karena ia menangis karena Daddynya. Jian—kakak pertamanya—bilang jika gambarnya sangat indah. Ery menjadi senang dan tidak terlalu sedih lagi, apalagi mendengar Rachel, dan keempat saudaranya memuji gambarnya dengan kiasan yang berlebihan. Tetapi saat ia kembali ke kamar dan ingin tidur, Ery menjadi sedih lagi. Dan pada akhirnya memilih menghancurkan semua gambar dan semua peralatannya. Saat ia terbangun, kamarnya sudah dibereskan oleh para pelayan. Sebenarnya tiap malam ibunya akan berkunjung, walau hanya untuk bercerita dongeng sebelum tidur. Tapi semalam ibunya tidak datang karena dia sibuk dengan pekerjaan.
Bibir Ery merucut. "Ery terlihat seperti hantu," dia bicara sendiri saat melihat wajahnya di cermin.
Dia menghembuskan napas keras-keras. "Hari ini, semua kakak pergi ke sekolah. Dad dan Mom pergi kerja. Dan Ery ... hanya bersama Bibi Lyn," matanya melirik Lyn yang mengawasinya diam-diam. Lyn adalah pengasuhnya dari keluarga Shen.
"Bibi Lyn, bisakah Bibi mengambil es untuk mengompres mata Ery. Setelah itu Ery ingin main. Umm ... apa Rachel sudah pulang?"
"Belum. Nona Rachel sepertinya tidak keluar kamar seharian ini,"
"Kenapa?" mata Ery melebar polos. Ia mengoyangkan kakinya yang tergantung tinggi di ranjang. Ranjangnya memang lebih besar dari badannya.
"Katanya Little Pearl menghilang. Dan Nona Rachel jadi marah pada orang-orang."
Mulut Ery membulat membentuk lingkaran. Kepalanya mengangguk-angguk pelan.
Tak lama, setelah mengompres matanya. Ery berada di depan pintu berwarna putih. Memang sih, mereka memilih tinggal di Jepang karena sebagian bisnis Czavin berpusat di Negara ini dan Rusia. Czavin juga membuat rumah modern Jepang, tanpa penggunaan pintu gesek di setiap ruangan. Dengan warna putih yang dominan. Walaupun Ery masih kecil dan tidak sekolah di luar. Ery punya guru les bahasa yang akan mengajarkannya beberapa bahasa milik keluarganya, bahasa China, bahasa Jepang, dan bahasa Rusia.
Ery belum selancar kakaknya yang lain, yang bisa tiga bahasa sekaligus. Toh, dia baru saja belajar. Dan bersama Rachel, Ery sering berbicara bahasa Jepang, katanya ibunya dari jepang dan ayahnya dari Amerika.
Ada suara tangisan dari dalam kamar. Ery menoleh ke belakangnya tepat ada Bibi Lyn di sana.
"Kuncinya?" tangan mungil Ery terulur ke arah Lyn. Ery tahu dari beberapa pelayan, katanya pintu itu dikunci oleh Rachel. Dan mereka tidak tahu cara membuka pintu. Tentu saja, Bibi Lyn bisa membantu Ery membuka pintu karena mereka punya kunci cadangan setiap pintu.
Tangan mungil Ery memegang kunci, setelah Bibi Lyn memberikan padanya. Ery juga berkata jika ia akan masuk dan Bibi Lyn tidak usah ikut masuk dan menyuruh Lyn untuk menyiapkan mereka makanan yang disukai Rachel.
Senyum kecil itu hadir saat Ery berhasil membuka pintu dan melihat ada tubuh terungkup di atas ranjang. Dan suara tangisan terdengar sangat keras. Ery mengedar pandangannya, dan melihat kamar itu sangat berantakan.
"Rachel?"
Gadis kecil yang menangis itu tidak menjawab. Ia juga tidak berhenti menangis.
"Ery dengar..." Ery mendekati ranjang Rachel pelan, takut jika Rachel bisa saja memukulnya tanpa sadar. "Katanya Little Pearl menghilang ya,"
Bukannya berhenti menangis, Rachel malah histeris. Ery mengernyit, ia tidak mengatakan yang salah kan? Dengan ragu, ia menyentuh rambut pendek Rachel, mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut berwarna cokelat itu. Kakak-kakak selalu mengelus rambutnya ketika ia menangis keras seperti Rachel. Rachel juga sebenarnya satu tahun lebih tua darinya, dan entah kenapa Rachel diciptakan punya stok air mata yang sangat banyak. Kadang sih yang tidak Ery sukai dari Rachel karena dia terlalu sering menangis karena hal sepele.
Dan di musim semi ini, ia mendapat kunjungan dari Rachel karena ibunya ada pekerjaan dan menitipkan Rachel di keluarganya agar Ery juga punya teman.
"Mau tidak, Ery bantu carikan Little Pearl?"
Seketika itu, Rachel menghentikan tangisannya. Ia bangkit dari posisi terungkupnya, menatap Ery berkaca-kaca.
"Aku sudah mencarinya ke mana-mana, Ery," tangan mungil Rachel terangkat, menghapus air mata. "Aku selalu membawa Little Pearl setiap hari. Kamu tahu kan, Little Pearl adalah pemberian dari ayahku. Aku sudah berjanji tidak menghilangkan lagi, dan mencoba merawatnya dengan baik."
Ery tersenyum lebar. "Tenang saja, kita akan menjemput Little Pearl,"
Little Pearl adalah sebutan kesayangan Rachel pada boneka kucing yang memakai kalung mutiara asli paling mewah, dan selalu ia bawa ke mana-mana saat bepergian. Tidak heran, karena itu adalah pemberian dari ayah yang sangat menyayanginya. Dan katanya, ayah Rachel percaya jika dia tidak akan menghilangkan dan akan selalu menjaga Little Pearl. Karena boneka kucing dengan kulit bercorak seperti macan itu, sangat mahal harganya.
Sekarang, Ery jadi iri. Ery tidak pernah mendapatkan hadiah dari ayahnya. Hadiah ulang tahun pun tidak pernah. Hanya ibu dan kakak-kakaknya saja yang suka memberinya hadiah.
"Ery kenapa kita berada di sini?"
Ery mengenggam lengan Rachel dan terus menariknya hingga mereka tiba di ujung jembatan yang satunya, yang mengarah ke bagian hutan. Sejak umurnya lima tahun, Ery mengetahui jika dia bukan manusia biasa. Maksudnya dia tidak seperti yang lain. Ery bisa menemukan barang yang hilang di mana barang itu berada. Ia tahu beberapa hal yang tidak diketahui banyak orang. Juga bisa melihat sisi lain, walau pun sebenarnya dia tidak berada di sana.
Ery membungkuk di belakang pohon. Ia mengobrak-ambrik tumpukan daun kering dan ranting. Tak lama dia menemukan Little Pearl di sana. Dan terlihat agak kotor. Sebenarnya Ery tahu siapa pelakunya, Avel memang sangat suka menjahili Rachel. Mungkin Ery akan membujuknya supaya tidak menganggu Rachel lagi, apalagi yang digunakan sebagai subjek adalah Little Pearl.
Rachel langsung menyambar Little Pearl dan memeluknya erat. Ery tersenyum melihat hal itu.
"Terima kasih, Ery." Rachel juga memberinya pelukan.
Ini lah satu sisi Ery yang tidak diketahui orang lain kecuali Ibunya. Ia punya bakat, bakat yang menyenangkan. Dan bakat itu menurun dari ibunya padanya. Ia tahu, dia bisa mencari dan melihat apa pun hanya dengan menutup mata.
Lalu ia membalas pelukannya Rachel.
***
Beberapa bulan kemudian.
Saat musim panas tiba, umur Ery memasuki ke tujuh tahun. Selama itu dia mendapatkan waktu belajar di rumah. Lebih tepatnya, Homeschooling. Czavin sendiri yang mendatangkan guru pendamping setiap mata pelajaran. Sebenarnya Ery suka menghabiskan waktu dengan belajar, hanya saja jika setiap hari, di jam yang sama, ia bertemu guru-guru berbeda. Rasanya hal yang berjalan monoton itu akan menimbulkan rasa bosan sewaktu-waktu. Ery tidak tahu bagaimana punya teman seperti kakaknya yang lain. Kadang mereka membawa teman ke rumah, tapi tidak pernah mengizinkan Ery bertemu dengan para teman itu.
Ery tahu alasannya, dari kecil dia sudah tahu hal kecil saja bisa membuatnya terluka. Kakak-kakaknya hanya tidak ingin melihat Ery terluka, karena Czavin sendiri bahkan tidak menganggapnya dalam keluarga. Bisa dibilang, seolah Czavin hanya punya lima anak laki-laki. Tanpa anak perempuan seperti dirinya.
Beberapa bulan lalu, Ery sangat jarang melihat Czavin. Kadang ia bertanya pada ibunya—Mayleen, yang selalu dijawab Czavin sibuk dengan pekerjaannya. Tapi karena Ery punya penglihatan ketiga, ia sering mendapati Czavin berada di rumah dan hanya mengunjungi kakak-kakaknya. Dan bagaimana Ery tidak iri.
Ery juga tidak terlalu dekat dengan Mayleen, memang ibunya kadang-kadang mampir ke kamar saat ia ingin tidur dan menceritakan dongeng yang Ery yakini hanya sebuah hiburan untuk anak kecil. Sebenarnya Ery tidak terlalu suka dengan dongeng, tapi tiap kali Mayleen menceritakan dongeng gadungan itu, Ery merasa hidup normal seperti anak kecil lainnya. Anak kecil yang diberi kasih sayang. Karena ia tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya, kadang ia mengeluh tentang hidupnya. Mayleen dan Czavin punya pekerjaan yang berbeda, bahkan Ery tidak tahu apa pekerjaan orang tuanya.
Malam itu, Ery menunggu Mayleen di kamar, menantikan sebuah dongeng yang tidak disukainya. Kali ini, katanya Mayleen ingin bercerita tentang dongeng para tumbuhan yang bisa berbicara, yang mencoba bertahan hidup di suaka liar. Katanya, cerita itu sengaja dibuat untuknya. Dan malam ini Ery tidak sabar ingin mendengar.
Satu jam kemudian, Mayleen tidak datang. Ery menghela napas, Bibi Lyn juga sudah pergi dari kamar. Dan sepertinya juga sudah larut.
"Sepertinya Mom tidak datang hari ini." Ery memilin ujung rambut yang terkepang dengan sedih. "Tapi ... Mom sudah janji pada Ery."
Ery turun dari ranjang dan mendekat ke arah pintu. "Sepertinya tidak ada salahnya jika Ery menagih janji pada Mom." Ery melirik jam dinding di belakangnya. "Masih jam sepuluh. Pasti Daddy tidak ada di rumah."
Ery menyengir, mungkin saja Mayleen sedang menjahilinya dan sengaja membuat Ery menunggu. Dengan kemampuannya, ia mengetahui jika Mayleen ada di kamarnya. Saat Ery sampai di pintu ganda sebuah kamar, yang berada di ujung ruangan. Ery tahu ini adalah kamar kedua orang tuanya. Baru saja tangan mungil itu menarik gagang pintu yang setengah terbuka, Ery mendengarkan suara bentakan dari dalam sana.
"Dia masih anak-anak!"
Itu suara Mom. Ery mengintip di balik pintu yang terbuka. Di sana, Ery menemukan Mayleen sedang bersama Czavin. Ery melihat ada banyak aura menegangkan yang mengelilingi tubuh kedua orang dewasa itu. Ery bisa menyimpulkan, mereka sedang bertengkar.
"Kau berlebihan, Czavin!" Ery membeku di depan pintu, ia bisa merasakan ketegangannya, menyelinap dalam perasaan Ery.
"Aku tidak peduli dia anak-anak atau dewasa. Dia anak perempuan!"
"Aku diam bukan berarti aku tidak akan menperingatkanmu. Ery itu putri kecilku. Dia berbeda dari yang lain. Aku sangat peduli jika kau menyakitinya!"
Mereka membicarakan Ery. Gadis kecil itu mengepal tangan di atas debar jantungnya yang mulai berdetak kencang.
Suara bantingan barang-barang mulai terdengar. Ada suara pecah yang nyaring, seperti yang dijatuhkan adalah guci-guci mahal. Ery mulai menutup telinganya, ia tidak pernah melihat orang tuanya bertengkar. Apalagi juga karena dirinya.
Dari celah itu, Ery bisa melihat wajah ibunya yang marah. Mayleen itu ... persis seperti Ery. Lebih tepatnya Ery adalah versi kecilnya. Rambut panjang hitam dengan mata hitam tajam, dan ibunya cantik. Lebih cantik darinya. Ery menghela napas menyakitkan, Mayleen sedang membela Ery di depan suaminya. Sebuah tangan milik Mayleen menarik kerah Czavin dengan berani. Ia tampak sangat marah. Tanpa sadar air mata juga menurun ke pipinya.
"Kau sudah berjanji untuk menerimanya apa adanya. Saat dia lahir kau bilang kau akan mencintai Ery seperti kau mencintaiku," tangan Mayleen melemah dari tarikannya pada kerah Czavin. Ia menunduk, mengepal tangannya di atas dada Czavin.
"Aku tidak tahu apa yang membuatmu berubah pikiran. Aku ... bersumpah akan meninggalkanmu jika kau tidak bisa ... menerimanya. Aku sangat mencintaimu. Dan itu artinya caramu mencintainya juga harus seperti aku mencintaimu."
"Apa kau lupa, Leen. Dia itu hanya bencana! Musuhku mengunakannya untuk menjatuhkanku. Mereka pernah menculiknya saat dia berumur 4 tahun. Kau tahu apa yang aku pertaruh itu menyelamatkannya?" mata Czavin membara. "Itu adalah nyawaku sendiri! Seharusnya dia bisa menerima semua perlakuanku padanya. Aku akan mengasingkan saat dia berumur dua belas tahun, dan akan mencoret namanya dari daftar keluarga. Dia tidak boleh ada di lingkungan keluarga kita!"
Lalu tak lama terdengar sebuah tamparan keras. Ery terhuyung ke belakang seolah ada orang yang baru saja mendorongnya. Ia sama sekali tidak menyangka akan mendengar langsung dari mulut Czavin tentangnya.
Ery menyentuh dadanya yang sesak. Dia bencana? Matanya tiba-tiba menyengat dan panas. Seharusnya Ery tahu, kehadirannya di sini hanya menjadi sebuah bencana. Tetapi ia juga tidak menyangka, dia pernah diculik? Dan Czavin yang menyelamatkannya?
Ery membekap mulutnya menahan isakan. Kenapa saat itu Czavin tidak membiarkannya mati saja di tangan penculik? Akan lebih baik jika ia tidak hidup di dunia ini.
"Kau keterlaluan!" terdengar isakan Mayleen. "Aku tidak akan memaafkanmu."
Semakin ia berdiri di depan pintu menyaksikan orang tuanya bertengkar, semakin hatinya akan terluka. Sekarang, ia akan menjauh dari segalanya, ia akan menjauh dari Czavin. Tapi ia tidak menyesal baru saja mendengar kebenaran ini di hidupnya.
Ery berlari di koridor, ia hanya anak kecil yang membawa bencana.
***
Ery tahu harus ke mana setiap kali ia menangis. Ia akan pergi ke kakak keempat, Leonel Zach Venedict. Sebenarnya ia paling dekat dengan Leon, setiap pulang sekolah Leon yang paling sering bermain dengannya. Kadang mengajarinya hal-hal yang tidak Ery ketahui.
Ery membuka pintu kamar Leon, tanpa mengetuk pintu. Ery langsung menemukan Leon bersama Lucas Sach Venedict—kembaran sekaligus kakak kelima Ery.
"Ery?" Leon mendekati Ery, ia tampak terkejut melihat Ery menangis. "Ada apa? Ada yang menyakitimu?"
Ery berusaha menghentikan tangisannya, tapi ia terlalu sedih dengan perkataan Czavin. Kata-kata itu sudah sangat menyakitinya. Itu sebabnya Czavin sangat membencinya. Dia adalah bencana untuk keluarga Venedict.
Ery tidak bisa menghentikan dirinya berlari ke arah Leon dan memeluk anak laki-laki berumur tiga belas tahun itu dan menangis keras di sana.
"Apa terjadi sesuatu pada Ery, Leon?" Lucas mendekati mereka. "Apa perlu aku panggil Dad kemari?"
"Ti-tidak," Ery memaksa dirinya berbicara. Ia mencoba menenangkan dirinya, dan wajahnya semakin tenggelam di dada Leon. "Jangan bilang pada siapa pun ... jika Ery ada di sini."
"Lalu kenapa Ery menangis?" tangan Lucas terulur mengelus rambut hitam Ery.
"Ery..." gadis kecil itu menghapus air matanya. Ia mencoba mendongak menatap dua wajah yang sama persis. Leon dan Lucas memang kembar identik. Karena sebenarnya Mayleen juga punya kembaran. Keturunannya menurun secara genetika.
Mereka punya wajah yang sama, ciri-ciri yang sama. Rambut coklat dengan mata hijau seperti Czavin. Tetapi mereka punya tatapan yang berbeda. Leon punya tatapan teduh yang menghanyutkan. Sedangkan Lucas punya tatapan yang cerah saat ia senang.
Gadis kecil menunduk, ia kembali menempatkan wajah ke pelukan Leon. "Ery hanya sedikit sedih," suara terendam dalam pelukan.
"Apa Ery mau menceritakan apa yang membuat Ery sedih?" Lucas bertanya lembut.
Ery mengangkat wajahnya. Dan menatap dua pasang mata yang sangat mirip milik Czavin. "Apakah kalian menyayangi Ery?"
Seketika itu Leon dan Lucas berpandangan. Lalu setelahnya tertawa kecil. Lucas meraih Ery dalam pelukannya, nyaris membuat Leon melotot jengkel.
"Oh sayang. Katakan siapa yaang tidak menyayangi Ery. Kami semua ... Jian, Zenan, Avel, Leon dan aku ... sangat menyayangi Ery. Ery itu satu-satunya yang membuat kami bahagia." Lucas berkata saat Ery sepenuhnya dalam pelukannya. Dan ucapan itu menumbuhkan sebuah harapan di hatinya.
"Katakan..." Ery menoleh pada Leon. "Katakan siapa yang tidak menyayangi Ery?"
Ery terdiam. Ia tidak akan menjawab pertanyaan itu. Cukup dia saja yang tahu. Semuanya terdengar menyakitkan.
Czavin. Karena Daddynya sangat membencinya.
***
"Maafkan aku." Czavin memeluk Mayleen yang masih terisak. "Aku ... aku tidak tahu apa yang kukatakan. Dia ada di sini, Leen. Dan dia mendengar semuanya."
"Ya Tuhan," Mayleen mengusap air matanya. "Apakah dia itu ... Ery?"
Czavin mengangguk pelan. Ia memeluk Mayleen erat dan mencium keningnya. "Maafkan aku."
"Kau menyakitinya." Mayleen menahan air mata yang mulai mengalir. "Aku benar-benar tidak bisa memaafkanmu."
*Bersambung*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top