F I F T Y F O U R🔫
Matahari yang redup bergantung rendah ditutupi kumpulan awan putih. Kabut dingin mulai muncul mengelilingi matahari. Mereka baru saja menyelesaikan sarapan dalam diam. Perasaan Blace jauh lebih baik setelah ia memeluk Zenan. Ia merasa aman. Uap dingin muncul ketika Blace menghela napas pelan, walaupun rasa aman itu melindunginya, Zenan juga salah satu dari kakaknya yang melepaskan keberadaannya. Hanya saja sekarang Blace merasa lega karena ia tidak sendirian.
"Apa kau merasa lebih baik setelah mengetahui orang yang menolongmu adalah aku?"
"Tentu saja," Blace mengangguk. Zenan selalu paling tahu perasaannya. Kemampuan yang dimiliki Blace, Zenan juga mewarisi bakat itu, walau tidak sehebat milik Blace. Tetapi Zenan sangat peka terhadap perasaan orang lain. Prediksi tentang keberadaan orang juga sangat tepat. Blace lanjut bicara. "Apa yang kau lakukan di London? Terakhir kali menemuiku, kau mengatakan tidak akan menemuiku lagi."
Zenan satu-satunya di antara kakaknya yang menemuinya setelah Blace diasingkan jauh dari rumah. Zenan hanya mengunjunginya tiga bulan sekali, dan terakhir mereka bertemu, sekitar sepuluh tahun lalu, Zenan mengatakan ia tidak akan menemui Blace lagi karena ayah mereka mengetahui kunjungan Zenan.
Apa sekarang karena Jian dan Avel menceritakan mereka menemui Blace, Zenan juga berkeinginan menemuinya? Jika mereka dulunya membuang semua perhatian pada Blace, untuk apa lagi mereka mencari dan mengharapkan keberadaannya? Apakah semua kakaknya ingin Blace mengatakan bahwa ia sangat merindukan kasih sayang yang dulunya pernah diberikan padanya?
"Bukankah aku juga mengatakan jika aku akan menemuimu lagi pada waktu tepat? Oh, kau pasti sudah melupakannya." Zenan, kakak keduanya, walaupun selalu ramah dan baik pada Blace. Zenan dikenal bermulut tajam dan mengucapkan perkataan kejam tanpa berpikir. Zenan mungkin tidak membentaknya, tapi ekspresinya mengeras. Kilatan hijau matanya mengintimidasi Blace.
"Apa? Jangan menatapku seperti itu? Apa yang membuatmu marah?" Blace mengenggam erat tangannya yang mulai berkeringat di bawah meja. Orang yang paling sulit dibaca di antara kakak-kakaknya adalah Zenan. Zenan bukanlah orang yang selalu menunjukkan emosinya, dia pria paling pandai merahasiakan perasaannya. Namun ketika Zenan marah, emosi itu bisa Blace baca dengan mudah.
"Kau. Apa yang kau lakukan di tempat hina itu? Apa kau lupa jika tempat itu sangat bahaya untukmu? Aku tahu kau datang bersama Dimitry. Tapi sebagai kakakmu, pria itu sedang membahayakan nyawanya. Jadi, jauhi dia."
Seandainya Blace bisa menjauhi Havrelt dengan mudah, semudah diucapkan Zenan, Blace sudah pasti melakukannya. Mungkin berada jauh dari Havrelt memang membuatnya lebih tenang, tapi bahaya itu menyenangkan. Sekarang lihat kakak-kakaknya muncul, memberinya perhatian berlebihan, apalagi ayahnya yang akhirnya mengungkapkan bahwa dia juga menyayangi Blace. Bukankah hal itu sangat menyenangkan?
Bibir Blace tertarik, membentuk senyuman. Tetapi semua itu bukan tentang Blace akhirnya bisa merasa kebahagiaan lagi. Simpul tak kesat mata itu mencengkram jantungnya yang berdebar kencang. Semakin detak itu berpacu cepat, simpul itu menyakiti dan menghancurkannya. Mata eboni Blace menatap Zenan, angin mempermainkan rambut hitam Zenan yang seperti miliknya. Pecahan kaca mengaburkan pandangannya. Di bawah meja, tangan gemetar Blace mengenggam erat jemarinya.
"Aku sangat senang kau masih menaruh perhatianmu padaku," suara Blace bergetar dan lirih.
"Aku masih menyayangimu." Tangan Zenan mengusap pipinya yang basah. "Kami masih menyayangimu."
Senyum Blace melebar. Tapi tatapan pedih tidak menghilang dari wajahnya. Tetesan salju dibawa angin berkecepatan tinggi, meniupkan rambut Blace yang tak terikat. Butiran salju halus itu mulai menempel pada rambut dan pakaian Blace.
"Terima kasih."
Zenan membungkus tangan hangat ke pipi Blace yang memerah. "Sebaiknya kita masuk saja. Kau tidak terlihat baik di luar sini."
Blace menggeleng. "Aku ingin menghabiskan natal ini bersamamu." Blace menginginkan harapan yang dulu pernah diimpikannya. Matanya terasa panas lagi, dan ia memaksa bibirnya yang gemetar melanjutkan perkataannya. "Bersama kakakku yang lain."
Melihat Zenan yang terdiam cukup lama, Blace berkata lagi. "Sulit ya? Oh, lupakan saja. Aku meracau." Blace melepaskan kehangatan yang merambati pipinya.
Blace bangkit dari duduknya. "Aku ingin ke dalam sendiri."
Zenan ikut bangkit. Ekpsresinya sulit ditebak. Gerak tubuhnya ingin mengikuti Blace ke mana pun ia pergi.
"Tolong." Tatapan Blace terluka, ia memohon. "Aku ingin sendirian saja."
Blace memalingkan wajahnya, ia tidak sanggup melihat tatapan Zenan dan apa yang kakaknya pikir mengenai dirinya. Blace memutuskan melarikan diri ke kamar sebelumnya. Lalu menguncinya. Zenan pasti akan mengerti jika Blace butuh waktu untuk menyendiri.
***
Mata hijau itu menatap dingin pada senjata langka, terpajang indah di atas meja di hadapannya. Awal pengkhianatan ini, hanya mengawali kehancuran hubungannya dengan Havrelt. Benda ini juga amat tidak sebanding dengan nyawa Agnes. Yang paling sebanding dengan semua hal ini adalah nyawa Freya.
Nate memang menginginkan Freya tewas. Namun keinginan egois itu selalu terhalang saat Nate memikirkan bagaimana dulunya Havrelt sangat membantunya melawan rasa bersalah terbesar dalam hidupnya. Rasa bersalah pada keselamatan saudara kembarannya.
Tangan Nate tergepal erat. Rahangnya mengeras. Jika Nate mengingat perkelahiannya dengan Havrelt, dia masih belum puas menghajarnya. Memang benar, jika ketidakpedulian Havrelt harus disalahkan, tapi Havrelt juga tidak berusaha untuk mengubah dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Mengingat jika pria itu menyukai Blace Flannery, Nate sepertinya punya kesempatan untuk membuat pria itu putus asa. Akan Nate buat Havrelt akan menyesali sikapnya, melalui Blace.
Nate menyimpan benda milik Havrelt, dan menaruhnya dalam brankas bersandi. Dan beberapa waktu ke depan, akan ia pindahkan lagi barang itu ke tempat lebih aman.
Tiba-tiba Nate memikirkan malam di saat Nate dan Havrelt berkelahi, saat ia tiba di markas mereka. Eugene mendatanginya dan mengatakan dia perlu berbicara empat mata dengan Nate. Saat itu, Eugene mengatakan informasi rahasia tentang Blace.
"Apa kau memikirkan hal yang sama denganku?" Mereka berada di ruangan kerja Eugene. Eugene duduk santai seraya menyesap koktail yang tersaji di meja.
"Apa maksud ucapanmu?" Nate yang sudah membersihkan lukanya, membuka baju sobek penuh darah dan menggantikannya dengan pakaian bersih. Pakaian kotor itu dilemparkannya ke tempat sampah.
"Dimitry punya kelemahan baru," ucapan Eugene membuat Nate berpaling menatap Eugene, dan ia menunggu perkataan selanjutnya.
Eugene melanjutkan. "Sebenarnya ... walaupun tujuan dan target kita sama. Aku tahu keinginan kita sangat berbeda, Nate. Kau menginginkan Dimitry tersakiti, marah besar tapi kau tidak ingin membunuhnya. Sedangkan aku menginginkan pria itu mati menggenaskan."
"Iya. Aku mengakui jika kau benar." Nate duduk di hadapan Eugene, dan menuangkan botol koktail ke gelasnya.
"Apa rasa bersalah pada kembaranmu membuatmu lemah, Nate? Menyedihkan. Kau seharusnya tidak perlu ragu membunuh Dimitry. Dia memang sudah menyelamatkanmu. Tapi adiknya tersayang merenggut nyawa orang yang kau cintai. Dan bagi Dimitry, adiknya satu-satunya orang paling berharga baginya. Oh, atau mungkin sekarang sudah tidak. Ingat, wanita malang yang bersamanya tadi? Aku melihat tatapan Dimitry berbeda padanya. Sepertinya Dimitry memang sangat menyukai bahaya."
"Siapa wanita yang kau maksud itu?"
Eugene meraih dokumen di meja, nyaris tidak diperhatikan oleh Nate lalu membacakannya. "Blace Flannery. Peramal dari Skotlandia. Nama aslinya Ery Meilin Venedict, anak sah keluarga Venedict, keluarga Mafia dari Rusia. Satu-satunya keluarga yang disembunyikan oleh Venedict. Ketiga kakaknya meneruskan pekerjaan kotor ayahnya, dan menjadi pengaruh besar baik ilegal dan legal. Kakak keempat dan kelimanya menghilang setelah kecelakaan. Blace Flannery-"
Kejadian itu terjadi sangat cepat, bahkan sebelum Eugene menyadarinya. Tangan Nate menarik dokumen itu dan mencengkram kerah baju Eugene. Kilatan hijau itu mengancam mata Eugene yang menatapnya dengan alis terangkat. Nate berdesis. "Jangan libatkan dia dalam masalah ini!"
Eugene mengerjabkan matanya bingung.
"Jika kau berani, selesaikan saja denganku!"
"Oh, ternyata kau juga tertarik padanya." Seringai Eugene muncul. "Dia bukan hanya kelemahan Dimitry, tapi juga dirimu?"
Nate masih dalam posisi mengancam Eugene dan tidak berubah.
Tawa Eugene terdengar keras. "Menarik sekali. Aku juga tidak bisa menyangkal jika Blace memang wanita yang menarik dan manis. Tapi dia juga target berbahaya. Jika kau menginginkan dirinya, apalagi membunuhnya. Kau akan berurusan dengan obsesi kakak-kakaknya yang siap membunuh siapa saja yang menginginkannya."
Mata tajam Nate menikam Eugene, cengkraman sedikit mengendur. "Kau pernah menginginkannya?"
"Dulu. Aku pernah tertarik padanya saat memakai jasa ramalannya. Tiga kali aku nyaris mati oleh kakak-kakaknya yang posesif. Mereka mengancamku habis-habisan untuk menjauhi wanita itu, dan karena aku masih menyayangi nyawaku. Tentu saja, aku menurutinya."
Cengkraman Nate terlepas total. Seringai Eugene terlihat lagi. Pria itu menepuk bahu tegang Nate dua kali. "Mundur saja. Jangan tertarik pada wanita itu. Selamatkanlah nyawamu sebelum kematian menjadi kenyataan."
Nate terdiam tidak menjawab.
"Mungkin sebaiknya kita tidak mengusiknya. Masih ada Freya. Dimitry pasti tidak ingin kehilangan adiknya, atau mungkin sebaiknya kita libatkan juga ibunya?"
Ucapan Eugene memudar, informasi yang mengejutkan adalah Eugene mengetahui tentang Ery. Dan berarti Ery bisa saja dalam ancaman. Ternyata Blace Flannery memang seseorang yang dikenalnya. Lucu sekali ia melupakan bagaimana wanita itu bisa tumbuh dewasa dan terlihat sangat berbeda.
Pada detik sekarang, Nate ingin sekali menemui Blace. Dan dia harus mencari wanita itu di mana.
Saat tiba di tempat parkir, Cathernie yang baru saja keluar dari mobil, merentang tangannya yang mengenggam paperbag makan siang. Wanita itu berhasil menghentikan langkah Nate. "Kau mau ke mana? Aku baru saja membeli makan siang,"
Nate menyambar kunci di tangan Cathernie. "Ke suatu tempat. Jangan ikuti aku." Tubuhnya menghilang setelah pintu mobil tertutup.
Muka Cath beraut sinis dan berteriak. "Aku mengikutimu? Bermimpilah!"
Sepertinya Nate tidak mendengar suara Cath lagi, karena mobil itu mulai menjauh dengan kecepatan tinggi, melawan arus salju yang turun deras.
***
Blace tidak keluar dari kamar hingga malam telah tiba. Perutnya bergemuruh hebat, kepalanya terasa pening karena ia tidak makan dan minum selama berjam-jam. Zenan memang sangat menghormati privasinya, kakaknya itu tidak pernah memaksa dirinya jika ia sedang tidak ingin bertemu Zenan. Tapi Zenan terus-menerus menyuruh pelayannya mengantarkan makanan padanya, yang berakhir dengan penolakan dari Blace.
Sikap Blace terlalu berlebihan. Seharusnya ia tidak perlu membuat keadaan semakin rumit hanya karena keinginan sinting Blace tidak terpenuhi. Blace menepuk keningnya dua kali, sikap Blace memang bodoh. Jika mengingat yang sudah terjadi, saat bertemu ayahnya dan kakaknya yang lain ia selalu menangis. Dan sikapnya berubah seperti anak kecil.
Blace tidak terkejut, ada pelayan sebelumnya yang menunggunya di luar kamar. Pelayan itu menunduk hormat padanya saat menyapanya.
"Zenan, Tuanmu ada di mana?"
"Tuan muda sedang menyambut tamu spesial."
"Kapan tamu itu datang? Oh, maksudku kapan tamu itu pergi. Aku perlu bicara dengan kakakku. Apa aku bisa menemuinya sekarang?"
"Beliau berada di kantornya, Nona Muda tidak diizinkan bertemu dengan tamunya. Apa Nona merasa lapar? Saya akan mengantar anda ke ruang makan."
"Apa aku boleh makan tanpa Zenan? Itu sangat tidak sopan. Aku akan menunggunya saja."
"Tidak, Nona. Tuan muda meminta anda makan tanpa dirinya."
Blace tersenyum cerah pada pelayan itu. Sekelebat ide terlintas di kepalanya. Blace menganggap ide itu terdengar sangat cemerlang. "Antarkan aku ke kantornya."
Sepuluh menit kemudian, Blace berdiri di depan pintu kantor Zenan sendiri. Dua penjaga bertampang garang menahannya. Walaupun sepertinya mereka mengenali dirinya.
"Nona dilarang masuk ke ruangan ini."
"Sungguh?"
Seketika itu rasa kecewa menurunkan semangat Blace.
"Lebih baik Nona kembali ke kamar."
"Baiklah." Ketika Blace berbalik untuk kembali ke ruang makan sendiri. Pandangannya berubah hitam dan terbelah dua. Blace terhuyung jatuh. Sial, rasa lapar itu membuat Blace melemah. Perubahan sikap penjaga itu juga sangat mengejutkan.
Satu penjaga menangkap tubuhnya yang luruh. Satu penjaga lain, meneriakkan kata 'Nona Ery' dengan kencang.
Tak lama pintu kantor itu terhempas kencang, Zenan keluar dengan raut panik, sontak ia meraup Blace dalam pelukannya. Tatapan marah tertuju pada dua penjaga yang sekarang pucat pasi.
"Apa yang kalian lakukan padanya!?" suara Zenan menggemuruh di lantai atas itu. Blace tidak pernah melihat Zenan hilang kendali.
"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir," ucap Blace dengan berpegangan pada Zenan, Blace mencoba berdiri tegak. Warna merah padam terasa panas di pipinya. Demi Tuhan, dia merasa sangat malu. Hal ini tidak akan terjadi jika ia tidak menolak makan siang.
Sebuah tatapan terpaku padanya.
Blace merasa seseorang mengamati mereka, bukan, tetapi mengamati dirinya. Blace terlalu penasaran untuk menahan dirinya tidak berpaling, lalu ia melihat pria itu di sana. Kelipan mata hijau itu sama mempesonanya saat mereka pertama bertemu. Rambut pirang itu tersisir rapi dengan maskulin. Sekarang wajah tampannya ditutupi memar-memar kecil, sepertinya dia baru saja terlibat perkelahian. Kilatan mata itu terus menatapnya, seringai terbentuk di bibirnya, bersamaan satu tangannya terangkat seolah sengaja menyapanya.
Blace terhuyung lagi, Zenan menangkapnya dengan kuat. Jantung Blace berdetak kencang, hingga rasanya suara itu tepat berada di telinganya. Ketakutan itu muncul tanpa bisa dicegah. Tangan dan tali kegelapan ini mulai membisikkan tentang kematiannya. Blace gemetar hebat. Ya tuhan, apa yang Nate lakukan di sini?
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat untuk yang masih bertahan membaca sampai part ini.
Kalian sudah mulai bertemu dengan ketiga kakak Blace.
Tinggal dua orang lagi yang belum muncul.
Sayang banget, Havrelt tidak muncul di chptr ini.
Btw, jangan lupa tinggalkan jejak.
And, sory jika ada typo
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bonus 😍
Penampilan Nate di chptr ini
.
.
.
.
.
Sapaan Nate untuk Blace
.
.
.
Minggu, 9 Agustus 2020
(2057 kata)
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top