E I G H T🔫
WARNING! BLOOD EVERYWHERE! WARNING!!
BLOOD EVERYWHERE!
[diparterakhir(:]
*****
"Kami sudah menyelidiki mayat mereka, juga beberapa barang yang mereka bawa di dalam mobil. Tapi, kami tidak menemukan satu pun petunjuk tentang siapa dalang dibalik kejadian semalam. Mereka melakukan pekerjaan bersih, dan begitu setia hingga mereka tidak memikirkan jika nyawa menjadi taruhannya. Kami sudah mencari tahu identitas asli mereka, tapi tidak ada. Mereka melakukannya dengan matang. Menurut kesimpulan, mungkin pemicu kejadian semalam adalah dendam kepada anda, Tuan."
Mendengar semua laporan yang dikatakan oleh bawahannya, di ruang kerjanya, membuat Havrelt tidak bisa menahan emosinya. Pikirannya tidak bisa berpikir jernih. Ia harus membalas perbuatan mereka kepadanya. Rahangnya bergemeletuk, matanya mulai menajam. Havrelt yakin kejadian semalam, dilakukan untuk membunuhnya. Jika ia tahu siapa dalangnya, Havrelt tidak akan pernah melepaskannya begitu saja. Havrelt masih punya waktu untuk mencari tahu. Dalam semalam, orang-orangnya sudah mengumpulkan informasi yang cukup. Mereka bisa mencari tahu lebih dalam lagi. Karena siapa pun dia, siapa pun orang brengsek yang menyerangnya. Maka ia harus mati. Jika perlu keluarganya juga merasakan apa itu yang namanya 'kematian'. Havrelt tidak mudah dikalahkan. Apalagi mengingat jika penyihir itu nyaris terancam diculik. Havrelt tidak bisa membiarkan hal itu terulang lagi.
Mata Havrelt semakin menajam, aura dalam ruangan itu berubah mengerikan. Tak ada yang berani bersuara jika tidak ada perintah yang keluar dari mulut Havrelt. Ia menatap Archer Reese Vinleonard-bawahannya yang terpercaya. Walaupun mereka bukan teman. Tetapi Havrelt tidak meragukan kesetiaan Archer yang selalu menuruti apa yang ia perintahkan, yang selalu berhasil melakukan misi-misi yang Havrelt berikan. Kesetiaannya selalu kokoh dan tak terbantahkan.
Biasanya memang James yang mengurus masalah seperti ini, tapi karena pria itu sedang mengurus beberapa berkas perusahaan besar Wine dan parfum milik Havrelt. Demi kelangsungan kedua perusahaan itu, James tidak bisa berada di sisi Havrelt selama seharian. Well, dia juga tidak bekerja sendirian. Ada beberapa orang kepercayaannya Havrelt yang juga turun tangan mengurusnya. Jadilah Archer menggantikan posisi James selaku bawahan paling terpercaya setelah James.
"Lanjutkan," perintah itu keluar dengan nada dingin.
"Siapa pun yang melakukan serangan tadi malam. Dapat kita pastikan dalangnya adalah orang yang profesional. Ditilik dari beberapa wajah mayat, bisa kita pastikan dua di antara mereka adalah orang berwajah Asia, lainnya campuran Italia dan Rusia. Itu hanya petunjuk paling kecil yang bisa kami kumpulkan." Lelaki berkulit pucat itu melanjutkan perkataannya. Dengan rambut merah dan mata hijau ia terlihat berbeda dari James. Namun, sebenarnya ia sama cekatan saat menggunakan senjata dan berkelahi.
"Ada yang lain?"
"Saya baru mendapat kabar jika adik anda berkunjung kemari dan dia sedang makan siang bersama Nona Blace di ruang makan."
Sontak, Havrelt memandang Archer dengan pandangan terkejut. Wajahnya merah padam. Ia mengerbak mejanya. "Kenapa kau baru mengatakannya!"
Mulut Archer membuka ingin menjawab. Namun, Havrelt sudah keluar dari ruangan kerja dan tidak mau mendengar ucapan Archer.
Detik itu juga, Havrelt mengumpat keras. "Damn it!"
Ia harus cepat tiba ke ruang makan jika tidak ingin sesuatu terjadi. Havrelt memang punya satu adik perempuan, namanya Freya Slenna Dimitry. Ia sedikit khawatir jika Freya melakukan hal yang tak bisa ia cegah. Karena itu, Havrelt harus tiba di ruang makan secepatnya.
*****
Blace duduk dengan gelisah. Tubuhnya menegang merasakan aura tidak enak berasal dari wanita yang sudah menatapnya lebih dari 15 menit yang lalu. Mereka memang tidak bicara lagi, setelah Blace mengatakan ia hanya seorang peramal. Blace sadar, ekspresi Freya sama sekali tidak menunjukkan jika ia percaya apa yang dikatakan Blace. Jadilah, mereka terjebak dalam suasana membeku yang sama sekali tidak menyenangkan.
Blace mengabaikan Freya, melihat banyak makanan yang sudah dihidangkan oleh pelayan. Perutnya berbunyi, namun tidak keras. Blace rasa hanya dia yang dapat mendengar suara itu. Brenda mempersilahkan agar mereka segera menikmati makanannya. Blace menyedok Lancashire Hotpod mengangkat ingin memakannya namun sesuatu menghentikannya. Lancashire Hotpod adalah hidangan khas dari kota industri Lancashire dari barat laut Inggris. Dan Blace melupakan jika komposisi yang digunakan terdapat daging sapi, bawang merah dan kentang yang kemudian di panggang. Blace melupakan sesuatu, jika ia adalah vegetarian. Ia tidak suka daging.
Dengan perasaan kecewa ia meletakkan sendok di tangannya. Lalu meraih sepiring Lasagna, ia memeriksa isiannya yang ternyata hanya mengunakan isian sayuran, keju mozzarella, dan saus spesial yang mengiurkan. Blace langsung melahapnya, memejamkan matanya saat ia merasakan rasa lezat tak tertahankan. Sangat lezat.
Blace mengabaikan Freya yang juga mulai memakan Beef Steak yang sengaja menatapnya tajam dan memotong daging lembut itu dengan penuh emosi.
Ngomong-ngomong Blace tahu nama Freya dari Brenda saat pelayan itu mengatakan jika Freya ternyata adalah adik perempuan Havrelt satu-satunya. Dan usia mereka, bisa dikatakan jika mereka sebaya. Hanya saja gaya penampilan Freya yang dewasa menepis pendapat jika ia berumur 22 tahun. Wanita itu tampak seperti wanita muda yang berumur 25 keatas. Perbedaan mereka berdua sangat kontras. Blace berkulit putih susu sedangkan Freya memiliki kulit eksotis yang patut dibanggakan. Blace jauh lebih pendek dari Freya yang memiliki tinggi badan ideal.
Pintu ruang makan terhempas begitu keras, nyaris Blace tersedak jika ia tidak meraih gelas dan meneguknya dengan cepat. Havrelt berada di sana, bernapas lega saat melihat Freya yang sibuk dengan makanannya. Namun tetap menatap ke arah Blace walau hanya sebentar.
"Freya? Mengapa kau tidak mengatakan akan berkunjung?"
Mendengar suara Havrelt yang akrab dengan telinganya, Freya menoleh. Dan detik itu, ia langsung berhamburan ke pelukan sang kakak. Mengatakan sederet kata yang tak bisa Blace tanggap.
Blace berusaha mengabaikan keberadaan mereka. Bukan karena ia tidak sopan. Tetapi mulutnya baru saja disuapi makanan lezat yang tak bisa ia lupakan.
"Dia siapa?"
Havrelt duduk di kepala meja, dan Freya menyusul duduk di samping kiri kakaknya. Para pelayan dengan cekatan menyiapkan makan siang untuk Havrelt. Beef Steak yang sama dengan Freya. Blace tidak mengerti mengapa ada makanan restoran dalam rumah. Apa Havrelt menyewa koki terkenal? Apa memang Havrelt sudah menyewa koki terkenal?
Ugh, Blace kesal karena ia memikirkan hal yang tidak penting. Otaknya seperti telah diracuni oleh makanan lezat dalam mulutnya yang menyadarkan dirinya jika rumah yang ia kunjungi sebesar istana. Tidak menutup kemungkinan jika Havrelt memang menyewa koki terkenal di rumahnya. Apalagi Blace rasa Havrelt memang orang yang kaya.
Freya menggeserkan kursinya mendekat ke arah Havrelt. Merangkul lengan kakak lelakinya dan bersandar di sana. "Siapa dia?"
Blace bersumpah dan sangat yakin jika ia mendengar suara penuh kecemburan dari Freya. Dan hal itu terdengar sangat geli bagi Blace bahkan ia harus menahan diri untuk tidak terkikik di sini.
"Kita makan dulu, Freya. Setelah itu kita bicarakan lagi,"
Freya yang pintar, ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia mendesak Havrelt agar lelaki itu menurutinya. "Dia bukan kekasihmu, kan?"
Sekilas Havrelt melirik ke arah Blace, sebelum menjawab. "Dia hanya peramal sewaan."
"Peramal? Bualan apa yang sedang kau katakan, Kak?" tatapan mencemooh terpaku pada Blace. Dengan seringai kecil, Freya melanjutkan, "Dia tidak terlihat seperti peramal."
Blace diam di sana, tidak mengatakan pembelaan diri atas hinaan Freya yang terang-terangan. Ia mencoba fokus pada Salad yang baru ia ambil setelah Lasagna yang sudah habis. Ia mengunyah dengan pelan. Lebih baik Blace tenang, dan menerima bualan yang dikatakan oleh Freya. Wanita yang sangat menyebalkan.
Blace tahu, ia mengerti kekhawatiran Freya akan Havrelt, takut jika kakaknya direbut orang lain. Blace juga mengerti jika Freya terlihat sangat tidak suka dengan Blace. Mungkin wanita itu juga telah membencinya. Saat ini tatapan tajam Freya sungguh tak ada bedanya tatapan Havrelt yang menatapnya, terpaku pada dirinya yang menyibukkan untuk makan dengan tenang.
"Jangan terlalu jahat padanya, Frey." Havrelt memutuskan tatapannya dari Blace, melanjutkannya dengan memasukkan daging lembut itu ke dalam mulutnya.
Archer memang sudah lama berada di dalam ruangan makan. Tetapi ia hanya berdiri cukup jauh dari Havrelt, dan deringan di ponsel Havrelt membuatnya menghampiri Tuannya. Pria berambut merah itu menyerahkan ponsel pada Havrelt yang langsung diraih saat melihat nama James ada di sana. Havrelt bangkit dari kursinya menjauh dari sana, untuk mengangkat telepon.
Archer menjauh dari meja makan. Ia menunggu Havrelt sampai selesai menjawab telepon. Saat Blace dan Freya tinggal berdua. Tatapan marah terlihat di wajah Freya ditujukan kepada Blace. Freya langsung bangkit dari kursinya, melangkah ke samping Blace dan mendorong bahu wanita itu hingga Blace merasakan punggungnya terhempas ke sandaran kursi. Blace mengernyit saat merasakan kuku-kuku Freya tertanam di bahunya. Jelas, wanita itu memang sangat ingin memangsanya.
"Kau. Jangan sampai berencana mendekati kakakku. Jangan pernah melangkah terlalu dalam." Freya mengeratkan cengkramannya. Lalu setelah itu melepaskan dan keluar dari ruang makan.
Blace sibuk dengan pikirannya. Masih tidak mengerti jika ternyata Freya jauh lebih bahaya dari pertama ia lihat. Saat pertama kali melihat Freya, Blace tidak pernah salah. Aura misterius dan gelap terlalu kuat membungkus tubuh Freya. Dan mungkin karena Freya bersikap begitu. Ia hanya ingin menjaga kakaknya.
Saat Havrelt selesai dengan ponselnya, ia melewati Blace begitu saja. Blace menarik kesimpulan jika ia akan pergi entah ke mana. Apa kunjungannya ke mansion ini di sia-siakan? Seharusnya ia sudah meramalkan keberadaan benda itu. Dan kembali pada profesinya menjadi Peramal yang tak bisa disewakan.
"Seperti apa rupa orang yang menculik barangmu?" Blace tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia sengaja mengucapkan kata itu dengan keras, membuat Havrelt menghentikan langkahnya.
Pria itu menoleh, tapi tidak sepenuhnya menatap Blace. "Kita bicarakan nanti."
Blace menghela napas berat ketika pria itu menghilang dan seseorang yang menyerahkan ponsel pada Havrelt juga pergi dari sana. Meninggalkan Blace yang belum menghabiskan makanannya.
Blace menghela napas sekali lagi seakan semua yang terjadi memang sudah menyerap energinya terlalu banyak. Ia tidak tahu alasan kenapa Havrelt memutuskan untuk menunda pencariannya. Bukankah semakin cepat mereka menemukan barang itu, maka hidup Blace akan kembali normal dan seperti peramal yang seharusnya?
Theresa. Bagaimana keadaan teman Blace sekarang? Blace penasaran. Ia tidak mungkin meminjam ponsel pada siapa pun. Karena memang tidak ada orang yang bisa meminjamkan ponsel.
Ya Tuhan! Semua ini gara-gara dia.
Iya, sudah sepatutnya Blace menyalahkan Havrelt. Apalagi Blace butuh kekuatan tambahan untuk menghadapi wanita bernama Freya Slenna Dimitry.
*****
Venesia, Italia.
Kediaman Havrelt.
"Pria itu tidak mau membuka mulut."
Havrelt baru saja di Italia setelah ia menempuh perjalanan selama dua jam lebih. Ia mendapat kabar dari James jika orang kepercayaannya di Italia -Dante Praeg, telah berhasil melacak pelaku yang menyerang mansion di Italia. Dan baru saja salah satu anak buahnya memberitahukan jika pelaku itu tidak ingin membuka mulutnya.
"Di mana dia?"
"Dalam ruangan hitam, Tuan."
Havrelt tidak dapat menyembunyikan seringainya. Ruangan hitam adalah sebutan mereka untuk ruang penuh siksaan. Siapa pun yang telah masuk ke dalam sana. Tandanya akan keluar dengan keadaan mati, menjadi mayat yang tak bernyawa pada keesokan harinya. Dan juga karena ruangan hitam memang ruang yang di desain dengan warna hitam yang menyesatkan.
Dalam ruangan itu Havrelt akan mengambil peran sebagai malaikat pencabut nyawa untuk mereka yang berdosa. Berdosa karena mereka begitu berani mengusik hidup seorang Havrelt Ryder Dimitry, dan tentu Havrelt bukan orang yang baik hati jika hanya diam saat hidupnya merasa terganggu. Havrelt akan memberitahu dan mengajarkan mereka bahwa mengusik hidupnya sama saja dengan mempercepat kematian. Mereka berhak mendapat balasan dari Havrelt.
Havrelt semakin tidak sabar ingin cepat-cepat masuk ke dalam ruangan hitam. Ia ingin menyiksa orang itu dengan perlahan. Ia bahkan ingin mengingat bagaimana tubuh yang ia lukai mencipratkan darah ke wajahnya. Juga lautan darah yang mengenang kental yang sangat mengodanya untuk melukai lebih banyak nyawa. Havrelt bukan seorang psychopath yang haus darah. Hanya dengan membunuh, keadilan berada di tangannya.
Pintu terbuka dengan pelan. Havrelt masuk dalam ruangan itu. Archer, Dante dan para pengawal lainnya menunggu di luar. Karena sudah menjadi peraturan jika saat Havrelt memasuki ruang hitam. Maka tidak ada seorang pun yang boleh masuk ke dalam ruangan tersebut.
Mata abu-abu yang tajam itu menatap mangsanya dengan tatapan mematikan, mencoba membius agar suasana menjadi ketegangan yang mengental. Bibir itu tertarik membentuk sebuah seringai iblis yang akan membuat semua orang ingat jika akan melewati harinya dengan siksaan yang tak bisa ia lupakan dalam hidupnya.
Langkah kaki itu, mendekat dan semakin mendekat. Pelaku itu di rantai di kedua tangan maupun kakinya. Wajahnya sudah babak belur, dipukul oleh bawahannya. Havrelt semakin mendekat. Tidak ada kata, saat Havrelt menarik pisau kesukaannya dalam sakunya. Hanya ada ketakutan, ketakutan yang bisa membuatmu merasa tulangmu berbunyi, merasakan bagaimana reaksi tubuhmu yang merinding, merasakan banyak keringat dingin yang keluar dari tubuhmu. Dan kata-kata yang tak bisa bisa terucap dengan benar saat kau tahu kegelapan akan melahapmu. Kematian telah berada dalam lingkaran keamananmu.
Seperti itu lah yang selalu dirasakan para korban Havrelt yang tidak bisa menghindari kematiannya. Mereka merasakan aura gelap yang siap mencekik mereka hingga mati.
"Freddie Hodson Zachary." Suara yang dalam terucap, membuat siapa pun percaya jika suara itu terdengar seperti bisikan iblis.
Langkah kaki Havrelt berhenti di hadapan Freddie, dan sedetik kemudian tangannya mencengkram rahang Freddie dengan kuat. Aura membunuh menyebar ke seluruh ruangan. Dan mampu membuat tubuh ringkih itu mengigil ketakutan.
Dalam cahaya yang remang-remang itu. Havrelt bisa melihat pria itu ketakutan hebat hanya dengan tatapannya. Tangan Havrelt mendorong rahang itu hingga menyentuh dinding yang dingin dan kumuh. Lalu menghantamnya dengan keras.
Retakan bunyi terdengar sangat kuat. Ia yakin pria itu pasti mengalami geger otak ringan.
Bibir Havrelt menyeringai mengerikan saat merasakan darah merembes dari dahi pria itu. Aroma darah mulai tercium, dan mulai menyebar ke seluruh ruangan. Aroma besi berkarat yang memuakkan. Ringisan dari pria membuat Havrelt menginginkan sesuatu yang lebih.
Siksaan. Ia ingin menyiksa pria itu dengan sadis.
"Kau seharusnya mati lebih cepat jika kau ingin buka mulutmu padaku. Tapi karena kau tidak juga membuka mulutmu. Maka, artinya kau siap dengan permainan yang dibuat oleh pisauku." Tangan Havrelt memutarkan pisau di tangan dengan lihai. Berkali-kali, tapi tidak melukainya.
"Jika kau ingin aku sedikit meringankan siksaanmu, beritahu aku. Siapa bosmu dan apa motif kalian menyerang mansionku." Kali ini Havrelt menodongkan pisaunya ke leher pria itu.
Darah keluar dari sana, berhasil melukai Freddie, hingga semakin membuat pria itu ketakutan. Namun, karena kesetiaan berdiri di atas keberanian. Dengan berani Freddie meludahi wajah Havrelt dan mengumpat.
Havrelt terkekeh, merasakan jika tikus kecil yang ketakutan dalam genggamannya, mulai melancarkan aksinya. Emosi itu tidak bisa ia tahan, ia murka. Pria itu langsung menghapus ludah Freddie, dan menghamtamkan kepala si brengsek itu berkali-kali ke dinding. Tak perduli teriakan Freddie yang berujar untuk menghentikan. Hantaman demi hantaman. Tulang yang terus saja terantuk dinding batu dan darah yang tak henti-hentinya keluar.
Mungkin Havrelt pernah mengatakan jika ia sendirian, ia insecure, ia berkomitmen pada keluarga dan yang terakhir ia masih punya rasa kemanusiaan. Hati nurani. Iya, Havrelt masih memiliki hati nurani sebagai manusia. Ia bisa merasakan perasaan kasih sayang dari keluarganya. Ia juga masih bisa membalas kasih sayang itu dengan sesuatu yang tak bisa dilupakan seseorang. Tetapi, di antara kasih sayang dan hati nurani Havrelt juga memiliki perasaan gelap, menyakiti orang-orang yang membuatnya berubah menjadi orang lain, mengubahnya menjadi monster yang haus darah.
Lalu lihat si brengsek ini, seseorang yang ingin melukainya. Tentu, si brengsek yang mengubahnya seperti sekarang, yang haus akan darah, yang haus menginginkan seseorang terluka. Dan siapa arti pria itu bagi Havrelt? Jawabannya, TIDAK ADA! Dia hanya musuh. Dan siapa pun yang menjadi musuhnya, yang coba menganggu hidupnya. Maka ia layak menerima siksaan.
Teriakkan itu semakin mengeras, saat Havrelt menekan pisau itu ke leher Freddie seakan tak sabar ingin memasukkan pisau itu ke tenggorokan pria itu.
Saat tubuh pria itu mulai melemah, Havrelt belum merasa puas. Ia tidak berhenti di sana. Ia menginginkan sesuatu yang lebih sadis dari ini. Havrelt bangkit, kakinya menendang perut itu dengan keras, hingga darah bermuncratan dari mulut pria itu, membuat siksaan itu nyaris seperti neraka.
Ketika ia menyejajarkan tubuhnya dengan musuhnya, ia meraih telinga dan memotongnya saat itu juga. Walaupun pria itu sudah sangat lemah. Havrelt bisa mendengar dalam ruangan yang remang-remang itu. Teriakkan yang sama. Kesakitan yang sama. Persis seperti siksaannya yang dulu. Pria itu merangkak ketakutan, menjauh dari Havrelt.
"TELINGAKU! TELINGAKUU!"
Tawa dalam ruangan itu mengema. Tawa yang terdengar jahat seperti iblis. Siksaan demi siksaan tidak akan pernah mengembalikan sosoknya yang gagal menghentikan siksaan yang dulu, pernah ia rasakan.
Havrelt menjauh dari pria itu, mengambil kapak di sudut ruangan yang menempel di dinding. Dengan mengerikan ia melangkah ke arah Freddie.
"Masih tidak ingin memberitahukan siapa bosmu?" suara yang mengerikan itu terdengar menghantui jiwa-jiwa yang hidup.
"BUNUH SAJA AKU!" Freddie berteriak sebisanya, ia terus merangkak, merasakan darah terus saja keluar dari telinga dan mulutnya. Gelenyar-gelenyar mengerikan mengirimkan rasa mual yang siap dimuntahkan dari perut.
"Ternyata masih keras kepala,"
Havrelt melemparkan pisaunya, melesat mengenai sasaran. Tertancap di bahu Freddie yang langsung berdarah, pisau itu tertancap terlalu kuat hingga hanya tersisa pangkalnya. Bersamaan teriakkan kesakitan berjerit keras dalam ruangan kedap suara itu.
Saat tubuh Freddie rubuh di lantai dingin itu. Havrelt menginjak lengan bawah Freddie menginjak dengan keras.
"KATAKAN SIAPA YANG MENYURUHMU!" untuk detik ini Havrelt tidak bisa menahan amarahnya. Ia sangat murka. Ia tahu jika Freddie terlalu banyak menghabiskan waktunya. Walaupun menyiksa orang menyenangkan. Tapi tidak akan menyenangkan lagi karena ia sering melakukan hal itu.
Saat Freddie masih memilih untuk menutupi mulutnya. Havrelt mengajunkan kapak ke tangan Freddie. Freddie melawan dan memberontak. Havrelt semakin menginjakkan kaki ke lengan Freddie. Saat tangan itu berhasil terpotong. Freddie berteriak. Kali ini lebih kencang.
"TIDAK! TANGANKU! TANGANKUU!"
Havrelt menyekat darah yang muncrat di pipinya dengan kasar. Ia beralih ke tangan sebelahnya. Tangan kiri.
Ia menginjakkan kakinya kuat. Persis seperti sebelumnya.
"Apa kau masih tidak ingin mengatakan siapa bosmu?"
"Jangan lakukan lagi. Aku mohon. Biarkan aku hidup!"
"Siapa bosmu?!"
Saat Freddie kembali diam. Havrelt kembali mengajunkan kapak ke lengan si brengsek itu, saat sedikit lagi tangan itu terputus. Ia menghentikan aksinya. Ia mendengar suara Freddie.
"Eugene ReyAgler! Dia bosku!"
Secara itu Havrelt menurunkan kapak dari tangannya. Ia ingat siapa itu Eugene ReyAgler. Musuh lamanya. Yang tak akan ia lupakan. Mafia dari Rusia.
"Sekarang bebaskan aku!"
Havrelt menyeringai mengerikan. "Membebaskanmu? Kau sudah tidak berguna!"
Saat itu Havrelt kembali memutuskan kepala itu hingga berpisah dari badan. Dan kematian telah merenggut hidup Freddie. Deru napas terdengar sangat keras, Havrelt membuang kapak di tangannya, menatap ke arah mayat yang mati dengan sadis. Tatapannya tidak bisa ditebak.
Ia melangkah keluar dari ruangan itu. Sinar dari luar memperlihatkan banyak cipratan darah yang menempel pada baju dan kulit Havrelt. Tapi ia tidak peduli. Pandangannya menajam, ekspresinya membeku. Archer, Dante dan beberapa pengawal berada di sana.
"Archer, bersihkan ruang hitam. Kalau perlu berikan saja mayatnya ke anjing ganas peliharaan kita." Titah Havrelt, lalu beralih pada Dante yang berdiri di samping Archer. "Cari tahu keluarganya, bantai mereka hingga mati. Buat rencana pembunuhan ini seperti kecelakaan."
Havrelt pergi dari sana diikuti beberapa pengawal yang menjaganya dari belakang. Archer langsung masuk ke ruang hitam bersama dua pengawal lainnya. Sedangkan Dante, menyuruh anak buah untuk mencari tahu tentang keluarga Freddie.
Begitu lah cara Havrelt menyiksa seseorang, keluarga yang tak bersalah milik musuhnya juga harus merasakan bagaimana malaikat kematian datang dan merenggut nyawa mereka dengan sekejap. Merasakan jiwa-jiwa mereka mengambang di ambang pintu neraka. Tidak peduli jika disiksa adalah anak kecil maupun orang tua. Karena semua tidak ada bedanya di mata Havrelt.
Tidak ada yang tahu, apa yang tengah Havrelt pikirkan. Pria berdarah dingin itu terlalu tenggelam dalam peran yang ia ambil.
****
(Kamis, 13 September 2018)
[FOLLOW IG: risennea]
PART ini menyebalkan ya? Banyak gambarnya 😂
Ternyata part ini panjang juga. 3000+ untuk part ini. Membutuhkan waktu yang cukup lama juga.
Semoga suka dan masih betah dengan adegan berdarah tadi.
Salam hangat
P A H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top