Bab 7
Daniel tak mau lagi bersikap lunak ke Nawang karena perubahannya malah membuat babunya itu ketakutan. Ia balik lagi menjadi Daniel yang menyebalkan, suka memerintah, bermulut pedas dan bawel. Cuma bedanya Daniel mulai mengajak Nawang bicara agar tahu kemana arah gadis itu berpikir. Ia kini duduk sambil memandangi Nawang yang memegang setlika.
"Yang rapi... tuh masih ngelipet." perintahnya tegas. Kemejanya yang bewarna biru laut kusut karena sengaja laki-laki itu remas sehabis mandi tadi. Daniel kan cari alasan supaya memberi pekerjaan untuk si babu.
"Celananya juga mau di setlika juga mas?"
"Emang lo mau lihat gue telanjang?" tanyanya jahil
"Eh enggak!!" jawab Nawang lantang. Biji matanya hampir keluar tatkala melihat sang majikan pria ingin melepas kancing celana kainnya. Daniel tersenyum culas, bagaimana kalau anak ingusan itu melihat burung perkutut di balik celana hitamnya, bisa sawan atau malah terkena ayan si Nawang.
"Kemarin lo ama Mamad ngapain?" Sesi tanya jawab pun di mulai. Nawang tak menaruh curiga, karena mungkin karena keasyikan ngobrol dengan tukang pengangkut sampah. Tuannya marah karena menunggu lama saat minta di bukakan pintu.
"Cuma ngasih minum sama cemilan yang ibu suruh," jelasnya dengan tangan yang sibuk menyeletika serta menekan-nekan bagian tengah meja yang di hias kancing bening.
"Oh..." mulut Daniel mengerucut ke depan membentuk bulatan. "Gue kira lo pacaran sama Mamad. Kalian kelihatannya cocok banget."
"Begitu ya mas? Sayangnya nggak."
"Nggak karena Mamad belum nembak aja." Nawang cuma menanggapinya dengan tersenyum simpul tanpa menatap majikannya yang kini memandanginya dengan mata menyipit. Daniel memalingkan muka, sebab tiba-tiba kesal karena salah menafsirkan senyuman milik Nawang. "Tapi kamu naksir dia kan?" Tebaknya langsung. Dua pasangan kampung, terlihat malu-malu kucing. Padahal si laki-laki kucing garong.
"Naksir itu kek gimana mas? Saya suka ngobrol sama Mas Mamad, soalnya orangnya lucu." Mamad yang bertubuh tambun itu memang mirip ikan buntal apalagi saat lemak di perutnya bergoyang-goyang. Tinggal di pasangi hidung bulat, terus mangkal di ancol.
Daniel memijat pangkal hidung, pusing juga bertanya pada anak sepolos dan selugu Nawang. "Naksir kayak jatuh cinta dan pingin jadi pacarnya?" Harusnya Nawang mengerti, bahasanya sudah di perjelas dan permudah.
"Saya gak berani pacaran, ibu gak ngijinin." Daniel memutar bola matanya, mendengar jawaban ambigu Nawang. Capek ternyata ngomong sama orang yang iq-nya di bawah rata-rata. Dia ingin tahu bagaimana perasaan Nawang ke Mamad. Namun begitu melihat kemejanya terlipat rapi dan Nawang mencabut colokan. Daniel panik sendiri, karena belum mendapatkan jawaban yang ia mau.
"Udah selesai mas."
"Semir sepatu gue, sampai mengkilat." perintahnya angkuh. Sepatunya sudah Daniel pakai, jadi terpaksa Nawang berjongkok merendahkan diri setelah mengambil semir sepatu dan sikat terlebih dulu. Tapi keputusan Daniel menyuruh si Nawang mengelap sepatunya berbuah petaka. Daniel secara tak sengaja melihat payudara Nawang yang terpampang nyata karena kerah kaos usang gadis muda itu yang turun apalagi dia gunung kembar itu bergerak-gerak tatkala tangan si babu bergerak menyemir sepatu dengan menggosokkan pelan dengan sikat. Maunya bilang berhenti, tapi Daniel malah menikmati.
Wajah Daniel merah dan panas dari telinga sampai ke pipi. Hanya karena melihat dada Nawang yang bisa di bilang kecil, rata dan baru akan tumbuh, birahinya timbul. Ia meneguk ludah lalu menggeleng keras beberapa kali ketika pikiran kotor mulai menguasai. Daniel meneteskan air liur hanya melihat nipel sebesar kacang kedelai? Sepertinya ini efek Daniel tak lama mengunjungi Club malam dan berburu wanita cantik sehingga mulai menjadi pedofil.
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Sampai di kantor pekerjaan menumpuk, banyak laporan yang belum sempat ia baca. Ada juga beberapa pengajuan dana yang Daniel belum sempat bubui tanda tangan. Beberapa investor menambah investasi atau ada yang menarik dana karena merasa progres keuntungan kurang cepat. Daniel sudah biasa berkutat dengan hal seperti itu. Antara lelah, mood yang buruk dan juga memikul tanggung jawab yang besar, Daniel harus tegak berdiri. Walau gayanya seakan tengil dan main-main tapi percayalah ia selalu serius soal pekerjaan.
Ia senderkan sejenak bahunya di kursi kebesarannya. Daniel bermaksud rehat sebentar tapi bayangan nipel sebesar kacang kedelai, dan dada serata jalan tol malah melintas di pikirannya. Payudara itu begitu kecil berbeda dengan payudara sekretarisnya yang sebesar bola basket tapi kan dada kecil milik Nawang asli, kalau punya Brenda pentilnya di lepas pasti kempes.
Daniel sampai memukul kepalanya agak keras supaya sadar dari khayalan gilanya. Belum puas hanya dengan memukul, ia bergegas ke kamar mandi karyawan yang berada di lantai 1
Lalu di celupkan kepalanya beberapa kali ke dalam bak mandi kantor sehingga menyebabkan kerah kemejanya basah.
Setelah beberapa menit, Daniel sepertinya butuh beberapa butir aspirin, mencelupkan kepala ke air ternyata menimbulkan efek sakit kepala. Ia menyuruh Brenda melalui sambungan interkom untuk membatalkan beberapa rapat pentingnya hari ini dan memilih merebahkan diri di atas ranjang besar yang ada di dalam ruangan pribadinya. Jangan sampai sehabis ini Daniel malah terserang mimpi basah, karena membayangkan menyentuh payudara si babu yang terlihat kecil itu.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Karena agak sedikit lelah dan tak enak badan, Daniel memutuskan pulang lebih awal. Bermaksud mengistirahatkan diri, walau jujur pusingnya sudah reda tapi ia perlu hibernasi agar kembali waras dan tak mengkhayalkan dada si Nawang. Namun ibunya, Nyonya Widuri tak mengerti kondisi. Tahu anak semata wayang kesehatannya menurun, malah di suruh belanja.
"Bun, Daniel mau tidur capek!!"
"Jangan alesan. Ini juga belanjaan request kamu. Nasi hitam, wholegrain, shirataki, oat, buah import dan juga sayuran yang cuma ada di supermarket."
Permintaan Widuri tak bisa di tawar, ia kesulitan menemukan bahan-bahan yang putranya minta di pasar tradisional.
"Tapi Daniel kan cowok, masak suruh belanja di supermarket?"
"Nanti kamu di temani Nawang."
Daniel terpekik, dia akan jalan dengan si babu yang seharian menganggu pikiran dan melekat erat di otaknya yang minta di sikat.
"Oke... oke... Daniel bakal belanja di supermarket tapi jangan sama si udik!!"
"Terus sama siapa? Aminah bunda suruh masak. Soalnya bunda kebagian jatah makanan buat pengajian di Masjid." Daniel merosot ke sofa, mukanya di tekuk kusut lalu menutup wajahnya dengan bantal kecil. Ia sehabis pulang cepat saja langsung masuk kamar agar tak ketemu Nawang. Malah bundanya yang menyodorkan gadis itu agar pergi belanja dengannya. Namun kelemasan Daniel dan muka cemberutnya, membuat Widuri salah tafsir. Ia kira putranya malas berbelanja dengan Nawang karena penampilan anak Aminah itu yang tak modis.
Tapi tanpa siapapun sangka, Widuri sedikit merubah penampilan Nawang ketika hendak pergi. Gadis remaja itu ia pakaikan sweeter turtleneck bewarna krem dengan rok jeans biru dongker selutut. Daniel sendiri sempat kehilangan nafas beberapa detik saat menunggu si udik sambil bersandar pada kap mobil. Pakaian Nawang membuat sepasang payudaranya terlihat berisi penuh, membentuk pulatan yang terlihat kencang dan kenyal jika di pegang. Mampus
Apa gadis remaja itu menyumpalnya dengan kain hingga terlihat besar atau Nawang sebenarnya memakai bra yang penuh dengan busa.
Mereka berada di dalam mobil berdua. Perjalanan ke supermarket yang memakan waktu hanya setengah jam itu diisi suara lagu dari berbagai band rock luar negeri yang Daniel suka tapi tak Nawang pahami.
"Menurut mas, penampilan saya aneh gak? Ada yang salah?" tanya Nawang jujur. Sedang Daniel memilih mendorong troli dan mengisinya dengan berbagai keperluannya. Tak mau menengok ke belakang, melihat sosok Nawang yang dapat mengundang sahwat setan.
"Enggak, emang kenapa?"
"Tadi di suruh ibu pakai baju ini, kan saya agak risih. Selain bukan baju saya, baju ini terlalu ketat." ungkapnya yang sejak tadi masuk mobil selalu menarik rok jeansnya. Padahal panjang rok itu selutut, tidak kependekan sama sekali.
"Bagus kok bajunya." Saking bagusnya, iman Daniel yang setipis keripik, melempem. Salahnya dia yang jarang beribadah atau bahkan tak pernah menginjak masjid hampir 15 tahunan lebih.
Walau di bilang bagus, jawaban majikannya juga tak membuat sakit hati atau melukai perasaan tapi kenapa sikap Daniel mengatakan lain. Pria itu kelihatan tak nyaman. Mungkin terlalu malu membawa Nawang pergi ke supermarket. Sampai menjaga jarak dengannya, lebih suka jalan duluan dan tak berbicara satu patah kata pun waktu di dalam mobil tadi. Nawang kadang sedih jika Daniel malah tak protes atau memberikan komentar pedas. Kata-kata menyakitkan hati justru lebih baik dari pada kebisuan pria itu. Nawang juga heran dengan hatinya sendiri, harusnya ia membenci Daniel yang suka semena-mena. Namun ia mengaduh keras saat menabrak punggung keras Daniel yang berhenti mendadak. Gadis berusia 18 tahun itu sampai mengelus-elus jidatnya yang sakit karena berhantaman tulang punggung Daniel. "Mas, kenapa berenti gak bilang-bilang?"
"Diem bentar!!"
Nawang menengok penasaran, apa gerangan yang membuat sang majikan menghentikan acara belanja mereka. Ia melihat di balik tuhu besar Daniel, ada sepasang sejoli yang membawa troli belanjaan yang hampir penuh. Mata Nawang membulat karena takjub, melihat sepasang anak manusia yang begitu sempurna muka dan perawakannya. Sedang Daniel terpaku karena merasakan debaran bahagia sekaligus nyeri di hatinya. Melihat perempuan yang dulu selama empat tahun ia peluk kini berjalan beriringan dengan pria lain.
"Daniel?"
"Hai... Ba... by.." panggil Daniel terbata, ia terlalu grogi jika Haris bertemu dengan mantan kembali apalagi sudah terlabel sebagai istri orang.
Nawang mendongak, menatap majikannya. Ada banyak ekspresi yang ia tak mengerti, Daniel seperti menarik nafas pelan sembari bahunya merosot turun. Sepertinya perempuan yang bernama Baby itu ada sesuatu dengan majikannya.
"Kamu belanja?"
"Iya."
Sedang Caesar yang berada di samping Baby, meraih pinggang istrinya dari samping diiringi senyum mengejek. "Seorang Daniel ke supermarket?"
Baby heran, Daniel yang biasanya mudah berkonfrontasi kini memilih bungkam, tersenyum dan hanya menjawab iya. Sudut hatinya tersentil ketika melihat seorang perempuan yang ada di samping Daniel. Selama 4 tahun menjalin hubungan dengannya, Daniel tak pernah mau di ajak belanja ke supermarket. Tapi ketika Baby melihat wajah perempuan di hadapannya dengan seksama. Perempuan ini nampak familiar seperti mirip seseorang.
"Ini perempuan siapa?" celakalah mulut lancang Baby kelepasan karena terlalu penasaran. Daniel mau jalan dengan siapa pun bukan urusannya lagi.
Daniel di serang ambigu. Mengakui Nawang sebagai pasangan tentu mudah namun tidak dengan pakaian serta sneakers anak itu. Di sangka ia memelihara cabe-cabean atau jadi sugar Daddy. Nawang itu terlalu muda untuknya. Namun logika mengalahkan gengsi. Di cap pedofil lebih baik dari pada di beri label galon (gagal move on).
"Ini pacar aku." Nawang yang tak tahu menahu dengan skenario yang Daniel buat, hanya bisa melongo, mendadak jadi manekin. "Kenalin namanya Nawang."
"Mas..." Nawang hendak protes tapi Daniel malah menatapnya seperti anak anjing yang minta di pungut.
"Baby," Dengan terpaksa, serta berat hati. Nawang menerima uluran tangan Baby dan Caesar.
"Kita duluan, Nil ." Pamit Caesar, sambil mendorong troli padahal mata istrinya masih fokus menatap Nawang. Sedang Daniel sendiri malah tak menjawab, lalu langsung pergi ke kasir padahal belanjaannya masih banyak yang belum di beli. Nawang bingung tapi tak berani protes. Wajah Daniel begitu nelangsa, pelit senyuman serta bersorot mata redup. Beberapa kali majikannya itu juga menghembuskan nafas berat, seperti sedang menarik kuat pasokan udara ke paru-paru.
Ketika mereka pulang, hujan sangatlah lebat mengguyur jalan. Keadaan keduanya masih sama seperti tadi waktu berangkat. Hanya diisi kebisuan tapi bedanya dari yang tadi Daniel lebih banyak fokus menatap jalanan. Tapi entah kenapa sorot mata Daniel yang begitu dingin membuat Nawang merinding. Dinginnya mata itu sampai menusuk tulang. Daniel seperti berkutat dengan dunia kesakitannya sendiri. Ia mengambil semua barang belanjaan di jok belakang tanpa peduli hujan deras mengguyur tubuhnya yang di dera sakit hati padahal Nawang sudah berbaik hati menawarkan payung.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Mau di tambahin tapi mata udah ngantuk. Selamat membaca dan juga jangan lupa votenya.
Nawang pokoknya tamat di tanggal 25.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top