Bab 2


"Anak mbok jadi datang hari ini?" tanya
Widuri pada Aminah, selaku ibunda dari Daniel Darmawan Johnson sekaligus Pemilik rumah besar yang sudah ibu Nawang tempati selama 8 tahun. Nyonyanya baik sekali namun juga seorang yang pemilih.

"Jadi buk. Saya tadi suruh Pak Karto buat jemput di terminal."

"Yakin dia bisa gantiin si Tuti?" Widuri merasa ragu. Pasalnya anak Aminah baru berusia 18 tahun. Anak jaman sekarang umur segitu mana bisa kerja yang berat-berat apalagi dengan status pembantu. Apa tidak malu?

"Bisa Buk. Walau masih muda. Nawang saya jamin bisa kerja, rajin dan cekatan."
Aminah meyakinkan dengan hati-hati. Nyonya besar ini orangnya agak gampang-gampang susah. Tak percaya orang asing karena sering ditipu. Dulu saja Aminah bisa kerja di sini karena menggantikan seorang pembantu yang kena kasus pencurian.

Pelayan di rumah Widuri hanya ada dua, dulu sih empat jumlahnya sama tukang kebun. Tapi pembantu yang satu ternyata jadi selingkuhan Almarhum Tuan besar. Widuri yang sakit hati mengusirnya pergi. Semenjak itu hanya Aminah dan Tuti yang bertahan, si tukang kebun masih bekerja namun datang seminggu dua kali.

"Ya sudah kalau begitu, Kalau anak kamu saya percaya." Aminah adalah pelayan yang paling setia. Sudah delapan tahun lebih perempuan berjilbab itu mengabdi. Pekerjaannya rapi, rajin dan juga cepat. Jarang membuat Widuri kecewa. Mereka hanya berdua di rumah besar ini. Sebab Daniel lebih memilih hidup di apartemen, katanya anak lelaki harus mandiri padahal Widuri ingin putra semata wayangnya pulang menemani dia yang sudah tua. "Anak kamu datangnya jam berapa?"

"Habis Ashar Buk."

"Ya sudah kamu bersihin bekas kamar Tuti." Aminah berlalu ke belakang. Sedang Widuri malah mengamati rumah besar yang sudah ia tempati lebih dari 30 tahun ini. Tak ada yang berubah banyak. Rumahnya terasa sepi, setelah suaminya meninggal. Rasanya rindu sekali melihat Daniel kecil berlari dan tertawa ceria sembari main. Widuri kangen kehadiran sosok anak balita yang riuh dengan ucapan cadel dan suara derap langkah ketika berlari. Kapan putra semata wayangnya itu menikah dan memberinya seorang cucu. Pumpung punggung dan bahu Widuri masih kuat untuk menggendong bayi.

🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱

Daniel merapikan pakaian lalu menyisir rambutnya supaya rapi. Tak lupa ia berkaca pada kaca spion mobilnya terlebih dulu. Tak terlihat nestapa kan atau kurang tidur. Si Ale-Ale minuman ringan mengajaknya makan siang. Ah Daniel sudah tahu, paling dirinya cuma akan di ledek. Maka dari itu ia memakai BB krim agar terlihat glowing. Membeli concelor juga pada bagian bawah mata untuk menutupi kantung pandanya. Semalam Daniel mengumpulkan barang pemberian Baby lalu membakarnya setelah menangisinya terlebih dulu. Tapi pada akhirnya barang itu hanya ia simpan di bawah kolong ranjang, tak jadi ia sulut api.

"Hai... bro!!" Ia lambaikan satu tangan begitu tampang Ale yang setengah Chinese terlihat.

"Lama nunggunya?"

"Lumayan lah, ada 10 menitan."

"Udah pesen makanan?"

"Udah, lo juga sekalian gue pesenin. Makanan favorit lo masih sama kan? Steak with blackpaper sauce dan juga jus mangga dengan madu?" Daniel tersenyum tipis. Dua menu favorit yang langsung mengingatkannya pada sosok Baby. Perempuan itu suka memasakannya, merawatnya ketika sakit. Pokoknya banyak yang mereka lalui bersama, saat suka ria juga saat nestapa melanda. Tanpa mempertimbangkan terlebih dulu Daniel harusnya sadar jika Baby perempuan yang tepat di jadikan pasangan hidup. Sesuatu terasa begitu berharga ternyata setelah kehilangan. "Kesukaan lo masih sama kan?"

"Masih tapi besok-besok ganti aja menunya." Niat Ale ingin mengejek, kini urung. Melihat wajah sahabatnya begitu nestapa, Ia kasihan. Kehilangan Baby mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk Daniel. Ale kira Daniel akan menikahi Baby tahun ini tapi takdir Tuhan berkat lain. Jodoh memang di tangan Tuhan tapi kita harus berusaha supaya tangan Tuhan mau terbuka dan melepas jodoh kita.

"Lo ntar ikut gak berangkat ke party nya Caesar?" tanya Ale ketika makanan sudah di hidangkan. Daniel berhenti mengiris daging, dia diingatkan harus segera move on. Akad Pernikahan Baby  diselenggarakan di Bali tapi resepsinya di Jakarta masih dua minggu lagi. Daniel merasa terhantam beton. Secepat ini Baby akan menyandang nama belakang Calmut.

"Jadilah! Daniel gak akan melewatkan party berisi cewek-cewek cantik dan seksi." Di pasangnya senyum lebar walau sebenarnya mulutnya kaku untuk berpura-pura bahagia. "Gue pasti datang ke sana." Tak ada yang tahu bagaimana perihnya hati Daniel sekarang. Lajang memang suatu kebanggaan tapi jika berlangsung lama, pada akhirnya kesepian.

"Mungkin Baby bukan jodoh lo tapi gue yakin jodoh lo udah di siapin Tuhan. Banyak-banyak berdoa aja dan juga usaha." Usaha sudah pasti. Malah Daniel sudah dekat dengan beberapa perempuan tapi bagaimana jika kriterianya selalu mentok ke sosok Baby. Wanita luar biasa yang multitalenta serta tahan uji.

"Apaan sih lo. Cewek masih banyak kali." Ale menyesal kenapa juga ia mesti ngomong manis. Udah tahu si Daniel tuh kampret tingkat jin. Manusia yang lebih bagsat dari pada Juna dan dia. Juna mending, kalau putus lalu cari baru. Ale jarang punya pacar, tapi kalau menjalin hubungan pasti serius tapi Daniel kasusnya lain. Dia punya satu pacar resmi tapi punya selingkuhan sekodi.

Daniel datang ke pesta Caesar karena tak mau dikatakan pengecut atau sengaja tak bertandang karena masih menyimpan rasa. Daniel akui nama Baby jelas terukir dalam tapi ia tak boleh terlihat nestapa dan butuh rasa iba. Datang sebagai mantan, yang mengakui kekalahan secara jantan. Hati memang sakit tapi raut muka janganlah terlihat minta dikasih sumbangan.

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Tapi sepertinya datang ke pesta lajang Caesar bukan keputusannya yang tepat. Banyak perempuan penghibur di sana, temannya sesama pria tak tertolong tingkat bajingannya banyak yang hadir. Daniel berusaha menikmati dengan menari bersama salah satu penghibur namun bukannya senang, ia malah  hampir dipatuk ular. Ternyata ada seorang penari belly dance yang membawa ular piton sanca kembang sebagai aksesoris ketika menunjukkan gerakan tarian perut khas negeri onta. Daniel ngeri apalagi kini kawan sejawatnya yang baru saja bertunangan terkapar teler karena habis menenggak lima botol alkohol. Juna itu mau bersenang-senang atau bunuh diri sih.

Si Juna menyusahkan. Ale malah sudah pulang lebih awal, katanya tak mau telat masuk kantor. Terpaksa kan dia yang bawa direktur Andalas itu pulang. Di tengah jalan Juna banyak meracaukan nama Galuh. Daniel jadi bingung kan? Tunangan Juna itu Roxane bukan gadis bernama Galuh. Tapi ketika ia mengantarkan sang sahabat ke rumah emak tirinya. Kekacauan otaknya terjawab sudah. Juna nasib percintaannya lebih miris, si lelaki direktur Andalas itu ternyata menyukai saudaranya sendiri. Malangnya nasib Juna tak tertolong. Di negara dan Agama di larang menikahi saudara. Masih untung Daniel masih bisa nunggu jandanya Baby.

Kelamaan menyelesaikan masalah Juna, ia pulang kemalaman. Jam rolexnya menunjukkan pukul 2.30. Sialan, hampir jam tiga pagi padahal perjalanan ke apartemennya memakan waktu 1 jam lebih. Apa sebaiknya Daniel pulang saja ke rumah ibunya yang satu kompleks dengan rumah istri kedua ayah Juna. Untungnya ia selalu menyimpan kunci cadangan rumah di jadikan satu dengan kunci mobil.

Daniel terpaksa turun membuka gerbang rumah sendiri. Maklum satpam di sini cuma satu, berjaga di gapura depan kompleks. Gerbangnya terasa seret layaknya anak perawan, mungkin lama tak di rawat atau sekedar di beri pelumas. Rumahnya masih sama bersih, rapi, di hiasi berbagai tanaman perdu dan rumput yang rajin di pangkas. Kebiasaan bundanya masih sama. Selalu mematikan seluruh lampu rumah, menyisakan satu lampu redup di dekat gerbang. Bundanya tetap memegang prinsip hemat listrik ternyata.

Jujur rumah orang tuanya terlalu besar jika hanya di tinggali sang bunda. Tapi kalau Daniel di suruh menetap, ia tak mau. Mana bebas membawa perempuan ke sini, bisa di cincang habis burung perkututnya.

Benar kan dugaannya, sang bunda  mematikan lampu ruangan depan. Ketika hendak menuju tangga, samar-samar ia melihat siluet bayangan putih berjalan pelan ke arah kursi tamu. Siluet apakah itu? Tinggi, putih dan juga berjalan tapi tak menginjak ubin. Apa arwah penunggu rumah ini sedang bergerilya, mencari makanan di kulkas atau arwah ayahnya bergentayangan karena ia tak pernah ziarah.

Seketika bulu kuduk Daniel berdiri merasakan ngeri. Seumur-umur ia belum pernah melihat hantu apalagi di takuti. Namun ia terjungkal ke belakang tatkala  saklar lampu ruang tamu sudah di nyalakan. "Aaa... Setan!! " teriaknya kaget sampai pantatnya terjatuh di atas lantai marmer. Tapi ketika diawasi baik-baik, yang berdiri di hadapannya bukan hantu melainkan seorang manusia yang memakai mukena terusan. "Siapa lo?"

Mata Nawang melebar menatap Daniel yang terjengkang. Ia ingat wajah lelaki di hadapannya ini sama dengan foto besar yang ada di ruang tamu. Nawang sadar jika yang ia temui sehabis shalat tahajud adalah anak majikan ibunya. "Maaf Tuan." Nawang maju mengulurkan tangan berniat mau membantu Daniel bangun. "Saya pelayan baru di rumah ini, nama saya Nawang. Saya bantu berdiri."

Daniel yang sebal karena merasa dikerjai dan tertangkap basah ketakutan. Dengan kasar menepis tangan Nawang. "Gue bisa bangun sendiri!!" ucapnya ketus. Dasar pembantu udik, jam segini bukannya tidur malah memakai mukena. Sholat apa tengah malam melakukan menjelang pagi?

"Astaga!! Daniel..." Masalah semakin bertambah ketika sang ratu rumah bangun. Disusul sang pelayan tersayang Aminah yang setengah berlari tergopoh-gopoh.

"Ngopo to, Nduk?" (Ada apa, Nak?) lalu pandangan perempuan yang hampir berusia 50 tahun itu mengarah ke majikan mudanya yang jarang pulang, satu angkatan dengan bang toyip.
"Mas Daniel?"

"Daniel, ngapain kamu malam-malam datang. Ini udah hampir jam tiga pagi!" Semprot bundanya galak. Sedang Daniel menatap sebal ke arah babu ingusan yang melihatnya takut, yang kini bersembunyi di balik tubuh gendut Aminah.

"Maaf Bun, Daniel habis nganterin Juna terus mampir." Widuri hanya menggeleng-gelengkan kepala serta menaikkan tangannya, bertengger di atas pinggang. Namun firasat seorang ibu selalu benar. Ia mencium bau alkohol pada nafas Daniel. Anak ini benar-benar minta di ambilkan gagang sapu.

"Kamu mabok?" tuduhnya sambil menajamkan indera penciuman. "Kamu minum alkohol terus malah balik ke rumah dan membuat keributan?"

"Bun, Daniel cuma minum sedikit. Aw..." Tapi telat, Widuri sudah mendaratkan jeweran sayang. Menyeret putranya dengan memegang kuping Daniel keras-keras. "Bun, sakit!!"

"Berani banget kamu pulang setelah habis minum!!" Widuri paling benci dengan laki-laki yang gemar minum alkohol, penjudi dan tukang selingkuh. Kenapa juga putra satu-satunya ini malah meniru tabiat buruk suaminya. Sedang Nawang dan Aminah hanya berdiri tanpa mau mengganggu interaksi kedua majikannya itu. Nawang sendiri jantungnya mau copot tadi. Saat mendengar orang asing membuka pintu pagar dan masuk ke rumah. Ia kira Daniel maling.

🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️🏵️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top