[5/10]

Mungkin aku memang tidak menunjukkannya...

___________________

SURAI hitam pria dengan helaian putih terlihat gagah. Dia memakai kemeja putih dengan dasi hitam yang terpasang rapi. Kembali merapikan rambut, dia kini menuju ruang dapur. Di mana dua piring nasi goreng dengan telor mata sapi hadir.

"Makasih, [Name]." Gempa memeluk istrinya dari belakang yang kini tengah mencuci piring di wastafel. Kecupan lembut mendarat di bibirnya. Perlahan senyum hadir dari bibir [Name]. "Apaan sih? Sana makan. Keburu dingin tahu."

Gempa mengangguk, segera duduk di kursi lantas disusul [Name]. Keduanya makan sembari berbincang ringan. "Makanan buatan kamu selalu enak, ya." [Name] mendengus memakan nasi goreng menunduk. "Biasa aja. Kamu aja yang lebay."

Tidak ada yang berubah dari [Name]. Wanita itu selalu ketus dan dingin, walau sebenarnya dia hanya malu dipuji. Gempa amat tahu kelemahan itu, karenanya dia tidak pernah sakit hati walau perkataan [Name] terkadang memang tajam. Bukan terkadang, bahkan selalu.

"Ngomong-ngomong aku bakal pulang telat. Ada lembur di kantor."

"Jam berapa kamu pulang?"

"Kira-kira hampir tengah malem. Pokoknya jangan tungguin aku, aku juga gak tahu bakal pulang atau nggak. Ada proyek baru soalnya."

"Owh."

[Name] mengangguk, melanjutkan makannya. Setelah selesai [Name] salim pada Gempa yang kembali mengecup dahinya. "Aku pergi dulu ya, hati-hati di rumah." [Name] lagi-lagi mengangguk, lantas melambaikan tangan pada pintu tertutup.

.

.

.

"Aduh." Gempa memijat kepalanya pusing, lagi-lagi mereka sudah terlampau lelah untuk berpikir jernih. Proyek ini adalah tugas yang besar, bahkan Halilintar selaku pemimpin perusahaan kesulitan, apalagi Gempa.

"Kamu gak pulang?" Gempa melirik sumber suara. Sudah pukul 8 malam. Ah, dia lupa mengabari [Name]. Dengan cepat dia malah sibuk mengirim pesan sebelum membalas percakapan.

"Ya, Kakak liat aja. Aku sibuk banget."

"Kamu kan udah punya istri."

Gempa mengangguk cemas. "Karena itu, harusnya aku udah bilang ke Kakak. Kalau bisa jangan sampai aku pulang malam. Kasian, [Name]."

Gempa melirik Kakaknya yang terdiam sebentar, terlihat berpikir sebelum akhirnya kembali menatapnya. "Ini proyek yang gak bisa dihindari. Apalagi kamu kan kompeten. Kalau ada kamu, pasti semua proyek selesai. Yang lain kan gak guna."

Halilintar berbicara blak-blakan dengan kesal. Membuat Gempa teringat dengan tabiat sang istri. Sikap keduanya kadang kali kerap sama. "Iya, sih. Kakak bener."

Walau mengatakan hal itu, Halilintar menghela napas. "Buat sekarang kamu pulang aja dulu, besok kita lanjut lagi. Masih ada waktu juga buat ngerjainnya."

"Oke, aku duluan." Walau terkejut kaknpa basa-basi, mendengar persetujuan sang Kakak, Gempa segera pergi, meleos begitu saja. Membuat Halilintar geleng-geleng kepala. "Pasangan itu benar-benar."

.

.

.

"Assalamualaikum."

Gempa membuka pintu, [Name] ada di depan pintu. Walau mukanya datar, dia bisa melihat sorot senang dari binar sang istri. "Katanya pulang larut?" Pria itu menggeleng, memeluk istrinya kuat. "Besok lagi dilanjutin. Aku capek kerja."

[Name] terdiam, lantas membantu suaminya berganti pakaian. Mungkin bukan [Name] tidak tahu, sebelum menikah, pria itu adalah seorang yang workaholic. Dia itu sangat suka bekerja. Baru setelah menikah dia lebih suka menghabiskan waktu dengannya di rumah. Bahkan terkadang terlalu berlebihan membuat waktu luang untuk bisa bersantai bersama.

"Wah. Kamu udah masak?"

"Iya."

[Name] tersenyum tipis. Melihat suaminya langsung duduk menyantap masakannya lantas memuji enak. Dia tahu betul, padahal masakannya biasa saja. Tapi, suaminya itu selalu memuji dirinya. Itu selalu.

Sungguh. Walau dia tidak menampakkan bahwa dirinya mencintai Gempa. Dia tahu betul, seberapa dalam dia merasa beruntung memiliki pria itu ada di sampingnya.

Sebut saja dia egois. Dia memang penuh kekurangan. Tapi, [Name] tidak mau melewatkan untuk menjadikan Gempa sebagai miliknya seorang. Hanya menjadi miliknya sendiri.

"Gempa. Makasih."

Ya, walau terkadang dia berlebihan mencintai suaminya. Terkadang.

___________________

Bonus

___________________

Adik Ipar_

Halilintar. Jangan buat dia lembur. Aku akan membuatmu kesulitan jika tidak membiarkan Gempa pulang.

Halilintar mengernyitkan dahi, adik iparnya ini kadang-kadang menyebalkan. Tidak. Sangat sering menyebalkan. Apalagi jika dia memberikan Gempa tugas lembur. Wanita itu selalu menerornya.

Halilintar_

Kamu pikir kamu siapa? Tidak ada alasan aku harus mengikuti perkataanmu.

Halilintar tersenyum tipis. Pasti wanita itu tidak akan mengganggunya lagi. Karena dia biasanya mengabaikan pesan-pesan itu. Memang. Wanita peneror handal sampai dia membalas seperti ini. Atau mungkin saja karena sifat mereka mirip? Tidak tahu.

Adik Ipar_

Aku akan membuat Gempa resign dari perusahaanmu. Gempa selalu mendengarkanku.

Halilintar_

...

Halilintar berdecak melempar gawainya menghampiri meja kerja Gempa. Dia tidak bisa membiarkan anak buah sekompeten adiknya keluar karena wanita itu. Benar-benar menyebalkan!

Adik Ipar_

Terima kasih 🙏

Halilintar memutar bola mata malas. Kini dirinya yang malah sibuk lembur sendirian. Ya, lebih baik begini daripada adiknya keluar dari perusahaan.

Halilintar_

Sama-sama

.

.

.

______________

...tapi aku sungguh mencintaimu.

30 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top