Bab 54
***
Misi penyelamatan Firman tertunda sehari sebab Lexi punya kesibukan yang tak bisa ditinggalkan. Mengenai hal itu, mereka jadi tidak ada pilihan lain. Tentunya Lexi harus memenuhi urusan tersebut dan berjanji akan menyelamatkan Firman bila urusannya selesai. Jangan lupakan Lexi yang juga meminta beberapa anak buah yang bertugas untuk tetap mengecek situasi terkini di tempat itu.
Lexi pun menepati janjinya. Esok hari, tepatnya sore menjelang malam, Mira dan Lexi memulai perjalanan menuju lokasi pertarungan. Mereka mengikuti petunjuk yang telah diberikan oleh anak buah Lexi, walau perjalanan dari pusat perkotaan menuju tempat tersebut membutuhkan waktu hampir 3 jam.
Mengenai kondisi Firman, barusan Lexi mendapatkan pembaruan terbaru. Pada jam 7 malam, dia menerima kabar bahwa Firman mengalami luka serius, terutama di bagian wajah yang dipenuhi luka dan darah segar yang terus mengalir. Selain itu, dia juga tahu bahwa anak buah Yudi memukuli Firman beberapa kali hingga lengan dan kakinya terluka parah.
Namun kabar tersebut sengaja Lexi tidak beri tahu pada Mira. Dia mau Mira tidak terlalu syok, terlebih dia tahu keadaan Mira bakal terguncang bila menerima kabar Firman yang berdarah-darah. Kini Lexi fokus pada kemudi seraya memandangi peta di ponsel miliknya.
"Ini sudah hampir malam, Lex. Kita sudah jauh dari kota," keluh Mira. "Berapa lama lagi kita akan sampai?"
Lexi menjawab pertanyaan Mira sambil terus mengecek peta. "Kita masih butuh waktu lebih dari satu jam. Ini rute tercepat yang bisa kita ambil, jadi semoga saja kita cepat sampai."
Lexi menjawab dengan tenang, harapnya Mira dapat memaklumi.
"Dasar Yudi. Dia sungguh menyusuri pedesaan ini untuk melakukan rencananya tanpa terdeteksi," geram Lexi mendecak. "Aku nggak habis pikir sama dia, yang tidak pernah menyerah dengan ambisinya."
Alih-alih menanggapi, Mira justru mengungkapkan kekhawatirannya. "Aku cuma berharap Firman baik-baik saja di sana. Meskipun Yudi berusaha menyakitinya, aku nggak mau dia mengalami luka yang sangat serius."
Lexi hanya tersenyum ringan sebagai upaya untuk memberi semangat kepada sahabatnya, meskipun dia tahu bahwa situasinya sangat serius.
"Oh iya, gimana dengan anak buah yang sebagian kamu kerahkan ke sana?" tanya Mira, memecah keheningan perjalanan. "Mereka mengawasinya hampir dua hari bukan?"
"Sebagian dari mereka udah pulang. Itu tuh mereka yang kutugaskan buat memantau Yudi sebelum pertarungan. Aku sih terkejut ya, Yudi dan kecerdikannya benar-benar diacungi jempol. Anak buahku nyaris kesasar gara-gara Yudi serta anak buahnya suka berpindah-pindah tempat. Termasuk lokasi pertarungan itu sendiri." Lexi berucap tidak menyangka, sambil menggelengkan kepalanya lalu melanjutkan ucapannya setelah itu.
"Tapi untungnya, ada satu anak buahku yang punya inisiatif tinggi untuk mengikuti langkah Yudi dan anak buahnya. Tentu saja, ini memudahkan kita buat melacak keberadaan Firman. Dan beruntung juga, Yudi nggak tahu anak buahku mengikutinya."
Hembusan napas lega terdengar dari mulut Mira. "Hebat juga ya anak buah kamu, Lexi. Dia mengikuti Yudi diam-diam tanpa ketahuan."
Pujian Mira membuat Lexi tersenyum bangga. "Mereka melakukan itu atas dasar perintahku, Mir. Ya karena Yudi pasti kenal betul aku, secara punya sahabat yang kemampuannya setara."
Beruntunglah dalam pertemanan Mira, dia masih punya Lexi. Yang bisa dia andalkan. Terlebih di saat situasi rumit pun, Lexi tetap ada untuknya.
"Terima kasih ya, Lex," kata Mira tiba-tiba, mengungkapkan rasa syukurnya. Tak lupa dia mematri senyuman hangat.
"Terima kasih buat apa?" tanya Lexi, masih fokus menatap ke depan.
"Terima kasih karena kamu rela menyisihkan waktumu buat mencari Firman. Aku tidak tahu apa-apa tentang pertarungan itu jika bukan karena bantuanmu."
Lexi menghela napas pelan lalu ikut tersenyum. "Yang penting kan aku ikhlas bantu kamu. Firman pun kuanggap sahabat kok. Meski kami belum ketemu secara langsung, tapi dia itu sahabatku juga."
Mira mengangguk membenarkan lalu mereka kehabisan topik obrolan dan memilih menatap pandangan ke depan. Mobil yang ditumpanginya terasa hening, hanya deru mesin mobil yang terdengar. Mira memilih menoleh ke jendela. Kini mereka memasuki jalanan yang mengelilingi pepohonan di seberang kiri dan kanan.
Lexi menghela napas sejenak, kemudian tetap memutar kemudi sambil menatap bergantian layar ponselnya. Jarak menuju lokasi tinggal kurang dari sejam. Lexi spontan menaikkan kecepatan mobil dan berbelok sesuai arahan dari peta.
Lexi sengaja tidak menyalakan pemutar musik di mobilnya karena situasi sedang sangat serius dan bukan waktunya untuk bersenang-senang. Apalagi dia sangat khawatir dengan kondisi Firman.
Setelah melewati perjalanan panjang yang melelahkan serta jalanan berkelok-kelok, dan dengan peta yang menunjukkan hanya lima menit menuju lokasi, Lexi merenggangkan lehernya terlebih dulu. Kaki kanannya menginjak gas perlahan untuk meningkatkan kecepatan sekali lagi. Sambil berkendara, Lexi memasang headset bluetooth di telinga kanan dan menghubungkan teleponnya dengan salah satu anak buah yang ditugaskan memantau lokasi.
"Halo, gimana situasi di sana? Apa ada penjagaan dari anak buahnya Yudi di pintu rumah itu?" tanya Lexi dengan suaranya yang tegang.
Suara Lexi yang sedang berbicara dengan anak buahnya membuat Mira tiba-tiba terbangun dari tidurnya di kursi mobil. Dia memperhatikan ekspresi panik di wajah Lexi. Sepertinya situasi di sana sedang genting, dan Lexi sedang berusaha memahami apa yang terjadi agar misi mereka tidak terhambat. Mira berusaha ikut mengetahui apa yang sedang terjadi di lokasi tersebut.
"Oh, baguslah kalau tidak ada yang menjaga. Tapi kalian tidak ketahuan, kan? Kalian memantau rumah itu diam-diam, kan?" tanya Lexi terdengar semakin khawatir.
Mira masih menatap Lexi, menyimak percakapan sahabatnya dengan sang anak buah.
"Baiklah, aku hampir sampai. Aku ke sana buat mastiin situasi dan memutar otak gimana caranya kita menyelamatkannya" kata Lexi sambil berusaha menjaga ketenangan, lalu terus memutar kemudi mobilnya. "Baik, baik. Ini sudah mau sampai, kok."
Lexi memutar kendaraannya ke kanan, mengarah ke lokasi yang dia gambarkan dalam percakapannya. Mira juga melihat sekeliling dengan cermat. Ada beberapa rumah petak di sebelah kiri jalan, dan di sebelah kanan terdapat gubuk. Di tengah-tengah, ada sebuah rumah bercat kuning dengan teras yang sangat luas.
Interaksi Lexi masih tetap pada anak buahnya yang tersambung telepon. "Iya, iya. Ini mau markirin mobil. Aku lihat ada beberapa rumah petak di sebalah kiri dan kanan jalan. Terus satu rumah warna kuning dengan teras luas di tengah."
"Ini benar nggak lokasinya?" tanya Mira khawatir.
Lexi menyela dengan membenarkan pertanyaan Mira. "Petanya sudah tepat kok."
Lalu mobil milik Lexi berbelok ke kanan ketika mereka sampai ke pertigaan. Lexi mencoba mengamati sekitar dan tersadar bahwa kendaraannya memasuki sebuah desa yang tampak sepi, dengan rumah-rumah yang cukup jauh dari rumah berwarna kuning. Benar, Lexi melihat mobil Firman terparkir di depan rumah itu.
"Kita mau ke sana?" Mira memastikan ketika sadar mobil Lexi tengah menepi di dekat rumah tersebut.
"Nggak, di sebelah kanan rumah yang jaraknya 12 meter, ada gubuk dan satu rumah milik keluarganya anak buahku," jawab Lexi jelas kemudian memutar persneling dan menaikkan rem tangan agar mobilnya dapat terpakir dengan tepat.
"Ayo turun," pinta Lexi seraya membuka sabuk pengaman.
Mira ikut turun dan mobil Lexi pun terkunci dengan alarm yang dipegang sang sahabat. Mira mengikuti langkah Lexi menuju gubuk dan rumah yang barusan disebutkan Lexi.
Mira menunjuk ke arah mobil yang berderet. "Itu mobil anak buahmu semua, Lex?"
Lexi hanya mengangguk sebagai jawaban. Dua mobil jeep terparkir di sebelah kiri, masing-masing dengan salah satu anak buah Lexi di dalamnya.
"Untuk sekarang, kita perlu siapkan obat bius sebagai senjata terhadap Yudi dan anak buahnya," kata Lexi berinteraksi dengan Mira meski mereka sedang berjalan menuju tempat berkumpul anak buahnya. "Kita tahu gimana menghadapinya, kan? Kita juga harus ikut masuk dan melepaskan Firman dari Yudi."
Mira mengangguk sebagai persetujuan. Dia mengambil napas dalam-dalam dalam upaya untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun situasi yang mengerikan, Mira tahu bahwa Lexi tetaplah bisa dia andalkan.
"Halo, Gus?" Lexi menggunakan headset bluetooth untuk berkomunikasi dengan salah satu anak buahnya. "Gimana situasi? Kamu masih sembunyi di dekat rumah itu, kan?"
"Kami sudah berhasil memasang alat pelacak di dalam rumah itu. Namun yang kami dengar selama beberapa waktu adalah suara benturan yang cukup keras, teriakan yang tak terhenti juga eluhan kencang. Kami khawatir Firman sedang dalam kondisi kritis karena pukulan yang kuat." Gus memberi laporan kepada Lexi.
Lexi merasa terkejut mendengar berita tersebut. Dia memandang ke arah Mira, yang kini fokus melangkah lurus ke depan. Lexi sadar bahwa kabar yang diterimanya ini tidak boleh tersebar melalui mulutnya, dia harus jaga agar Mira tetap tenang dan tak tahu seberapa buruk keadaan Firman.
"Teruskan mantau situasinya, Gus." Lexi memberikan instruksi. "Kamu tetap harus berada jauh di belakang rumah itu. Oh dan satu lagi, panggil beberapa anak buah dari markas. Persiapkan obat bius dan peralatan tembak. Kita harus masuk ke rumah itu dan menyelamatkan Firman."
"Baik, Bu Lexi. Kami akan segera melakukannya." Gus menjawab dan menutup komunikasi.
Wanita berjaket hitam itu tiba-tiba melepaskan headset-nya dan menghela napas berat. Mira, yang tetap di sebelahnya, segera memperhatikan tindakan Lexi.
"Ada apa, Lex?" tanya Mira penasaran, ketika melihat Lexi yang berekspresi masam. "Kok kamu ... kayak gelisah gitu?"
Lexi mengusap wajahnya dan menghela napas agar tidak membuat situasi tegang. "Nggak kok, Mir. Nggak apa-apa."
Namun, Mira merasa ada yang disembunyikan oleh Lexi. Dia meraih tangan Lexi, meminta penjelasan yang jujur.
"Kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bukan?" Mira bertanya dengan lembut, mendesak Lexi untuk berbicara.
Lexi terdiam sejenak, berusaha untuk menemukan kata-kata yang tepat. Dia tahu bahwa harusnya dia lebih berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu. Tapi, melihat Mira yang sangat ingin tahu kondisi, perlukah untuk terbuka?
"Duduklah. Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," kata Lexi mempersilakan begitu tahu ada dua kursi yang tersedia di depan rumah.
"Ngomong sesuatu apa?" tanya Mira penasaran, lalu duduk di samping Lexi.
Lexi sempat meragu untuk berucap kata-kata selanjutnya. Namun helaan napas seolah menjadi pendorong agar dia mampu membicarakan hal yang memantik kesedihan Mira.
"Aku tahu, kamu pasti nggak bakal sanggup lihat Firman yang berdarah-darah. Tapi cuma ini satu-satunya pilihan. Kita harus selamatkan dia, ini demi Firman dan demi kamu juga."
Lexi mulai memegang kedua tangan Mira. Sementara Mira tampak mengangguk, berusaha agar meredakan kekhawatiran dalam diri.
Tentu Mira tahu bahwa di situasi yang sangat rumit, dia tetap perlu bersikap kuat untuk menghadapi Firman yang terluka parah. Dia harus menyelamatkan orang yang sangat dia cintai.
Atensi Mira teralihkan begitu mendengar suara langkah dari seseorang yang bisa dia tebak adalah anak buah Lexi. Benar saja, seorang pria bersetelan hitam putih membawa kursi lipat dan berniat istirahat di depan rumah tersebut.
"Gimana anak-anak?" Lexi bertanya begitu sadar salah seorang anak buahnya tepat berada di hadapan.
"Anak-anak lain sedang menjaga, Bos," kata pria berperawakan tinggi, memberikan laporan pada Lexi.
"Gus gimana? Dia masih ada di sekitar rumah itu, kan ?" tanya Lexi, memastikan seseorang yang dia panggil dengan nama itu tetap di posisinya, sambil mengeluarkan ponselnya dari jaket kulit.
"Iya, dia masih memantau keadaan di dalam rumah kuning itu."
Mobil lain tiba-tiba muncul, dan Lexi mengangkat tangan untuk memberi isyarat tempatnya berada. Mobil jeep besar tersebut membawa tujuh pria berpostur kekar yang turun dari kendaraan tersebut. Lexi mendekati mereka, sementara Mira mengikutinya dari belakang.
"Gimana dengan alat yang aku suruh itu? Sudah siap semua?" tanya Lexi kepada anak buahnya yang baru saja tiba di lokasi.
"Siap semua, bos," jawab salah satu anak buah Lexi yang berada di tengah-tengah mereka. "Kita hanya perlu mencari cara untuk masuk ke dalam rumah itu. Mumpung anak buahnya Yudi ada di dalam rumah, jadi kita bisa mudah mencongkelnya."
Lexi mengangguk kemudian mengangkat jarinya, berniat mengumpulkan anak buahnya yang hadir di tempat tersebut. Mereka membentuk lingkaran dengan Lexi berada di tengah, siap untuk menjelaskan rencana. Mira dibiarkan sendirian di depan rumah, memberinya waktu untuk meredakan diri.
"Aku yakin pertengkaran tidak akan terhindarkan. Jadi, pastikan kalian dalam kondisi fisik yang siap jika kita harus berhadapan dengan anak buah Yudi," instruksi Lexi. "Bagi yang bertugas membawa senjata, tetap berada di posisi belakang dan siapkan senjata kalian sebagai ancaman."
"Siap, bos!" Semua anak buahnya berseru setuju.
"Untuk tugas anak-anak lain yang berjaga di sekitar rumah belakang, mereka bakal mendobrak rumah itu dari depan," tambah Lexi memberitahu pada anak buah yang barusan datang itu.
Lexi melanjutkan dengan menjelaskan rencana penyelamatan Firman, termasuk persiapan mobil dan tindakan pertolongan pertama yang sudah dia perintahkan sebelumnya.
Setelah briefing singkat, mereka tersebar untuk menjalankan tugas masing-masing. Lexi kemudian mendekati Mira yang duduk sambil menopang dagunya dengan satu tangan.
"Mir, kamu masih kuat?" Lexi bertanya sambil duduk di samping Mira. "Atau kamu masih ... mikirin Firman?"
Mira hanya menghela napas sebagai jawaban, tanpa mengucapkan kata apa pun.
Lexi meraih tangan Mira lembut, menggenggam punggung tangannya dengan penuh kehangatan. Dia mencoba memberikan penenangan.
"Ingatlah ini, Mir," ucap Lexi perlahan, mata mereka bertatapan. "Firman dalam keadaan baik. Dia kuat dan tidak akan mati. Kita akan bawa Firman keluar dari tempat itu dan mengalahkan Yudi. Kamu harus tetap tenang. Jangan biarkan rasa khawatirmu merusak semangatmu. Kita harus kuat demi Firman, dia akan butuh kita."
Mira terdiam, merenungkan kata-kata Lexi. Tangannya meraih wajahnya, mengusap air mata yang perlahan mengering di pipinya.
"Ya, Lex. Aku tahu itu," jawab Mira singkat. Suaranya masih terdengar serak.
Di dalam hati, Mira terkoyak oleh rahasia besar yang selama ini dia sembunyikan. Apa yang akan terjadi jika Firman tahu rahasia tersebut sebelum waktunya? Kekhawatirannya adalah bahwa Yudi bisa menggunakan rahasia itu sebagai ancaman untuk memaksa Mira berpisah dari Firman. Mira tidak ingin hal itu benar-benar terjadi.
"Aku bakal buat kamu tenang dulu." Lexi kemudian merangkul lengan Mira dan tak lupa menyapukan bagian tersebut agar Mira tidak kelepasan menumpahkan kesedihan.
Lexi tetap pada posisinya dan melakukannya lebih erat, mencoba memberikan dukungan dan ketenangan. Sementara MIra, kekhawatiran tetaplah dia rasakan karena rahasia besar masih tertutup rapat-rapat. Mira tahu Yudi memegang rahasianya dan takut saja apabila Yudi mengungkapkannya pada Firman.
Mira hanya bisa menghela napas sambil memejamkan mata dalam rangkulan Lexi, dia harus terus tenang daripada membuatnya makin tertekan. Mira perlu memprioritaskan Firman kini, harap saja tidak ada yang menghambat misi mereka.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top