1. Cattleya


Happy baca ❤️
Semoga suka.
Bantu koreksi kalau ada typo atau saltik, yo.
.
.
.

Di bawah koloni awan putih--berpadu terik matahari gadis yang mengenakan terusan overall bunga-bunga dipadu pasmina cokelat polos itu tengah asyik menghitung pot-pot yang berjejer rapi di atas mobil bak terbuka. Tubuh mungilnya bergerak lincah memindahkan tanaman hias dari atas rak pajangan menuju pickup-yang akan membawa deretan bunga dalam berbagai model pot dan vas untuk diantar pada instansi pemesan jasa rental tanaman hias kepunyaannya.

Di sudut jalan Arjuna-kota Surabaya bangunan berlantai dua bekas gudang percetakan itu elah beralih-fungsi menjadi Florist and Nursery.
Dikelolah dua gadis sebaya. Aisyah dan Pratiwi. Duo sahabat yang memutuskan mendirikan usaha bisnis jual-beli tanaman hias. Awal usaha berdiri, banyak ragam tanaman dijual di florist ini, termasuk tabulampot (tanaman buah dalam pot) tetapi efek pandemi yang sempat merajam negeri ini, bisnis jual-beli tanaman hias sempat sepi peminat. Aisyah dan Pratiwi mengubah haluan, dari yang awalnya menyediakan banyak pilihan bunga, menjadi fokus pada satu varian tanaman hias; anggrek.

Dari yang awalnya hanya menjual, lambat laun sampai berkembang menjadi rental tanaman anggrek. Klien yang menyewa kebanyakan datang dari instansi perkantoran, hotel, atau saat sedang ada event pameran. Seperti siang ini, Aisyah sedang berkutat menyiapkan pesanan rental salah satu hotel di Surabaya.

"Standar table plant 25 pot, Medium indoor plant 40 pot, Exclucive table plant 25 pot."

"Syah, udah sih, pulang sana. Katanya mau siap-siap, ntar aku yang diomeli Tante Tari, lho!" Interupsi Pratiwi hanya mendapat tolehan singkat Aisyah.

Gadis itu tengah sibuk mengetik jumlah pesanan yang akan diprint sebagai invoice saat pengiriman barang nanti itu sama sekali tak menggubris kalimat si sahabat.

"Flight jam berapa Syah? Awas aja kalau nanti telat boarding terus gagal terbang, jangan nyalahin aku lho. Udah disuruh libur masih aja nekat ke sini."

Aisyah menoleh lagi-kali ini disertai dengan ringisan memamerkan deretan gigi putihnya pada Tiwi sebelum menjawab tanya temannya itu, "Iyo, bentaran lagi kelar, jangan bawel, ah, Wi." Memungut kertas yang jatuh dari mesin printer, lalu menghampiri Pratiwi yang sedang sibuk menyemprot pot-pot berisi baby anggrek dengan super hati-hati.

"Nih, tinggal nganter doang, pesanan hotel Pesona udah siap." Aisyah mengangsurkan kertas invoice pada Tiwi. Ronanya mendadak berubah sendu. "Aku bakal kangen banget ..."

"Heleh, lebay kamu, Syah, kayak mau pergi lama aja. Tapi makasih udah mau kangen sama aku--"

"Sama anggrek-anggrek di sini. Ge-er sih, Wi." Tawa Aisyah mengudara. Puas sekali berhasil menjaili karibnya tersebut. Bibir Tiwi mencebik sebal. "Jangan marah, guyon, Wi. Pasti bakal kangen sama kamu juga."

"Wes ndang berangkat sana, hati-hati. Jangan lupa oleh-oleh spesial buat aku nanti."

Barter pelukan hangat sebagai salam perpisahan sementara sebelum Aisyah melengang meninggalkan pelataran ruko Florist. Wajahnya membias semringah, mengingat sebentar lagi akan bertemu keluarga besar, terutama mama-papa.

"Jakarta i'm cooming ...."

___

Aisyah mematut diri di depan cermin. Sejak tadi kedua maniknya tak luput mengawasi kembaran diri pada pantulan kaca yang membias. Kadang, bibir tipis berwarna pink kemerahan alami miliknya melengkung membentuk senyum, sesekali juga digigitnya bibir bagian bawah saat memindai penampilan yang tak biasa. Bukan ingin narsis atau sok kepedean, tapi wajahnya yang cantik alami- jarang sekali bersinggungan dengan set alat make up, merasa penampilan hari ini sangat luar biasa.

Tiba-tiba kelebat kalimat ibu merangsek memenuhi otaknya.

"Kamu itu kayak anggrek bulan. Cantik, terjaga. Puspa Pesona, bisa narik perhatian siapa pun."

Kayaknya kalimat ibu yang selalu terngiang di telinga Aisyah agak sedikit berlebihan. Ah, ibu selalu bisa membuatnya merapal syukur atas semua yang dimiliki.

"Kalau cantik, Kak Diandra lebih segalanya, Bu. Model terkenal lagi. Aisyah enggak ada apa-apanya."

"Hidup bukan perlombaan, Syah. Kalian cantik dengan versi masing-masing. Prefensinya juga masing-masing. Bagi Ibu, Diajeng Aisyah Puspa Kirani tetaplah Puspa pesona di hati Ibu dan ayah."

Lagi. Kedua sudut bibir gadis yang sedang mengenakan kebaya modern itu melengkung sempurna.

"Alamak, die senyum-senyum sendiri. Pasti lagi mengangumi hasil goresan tangan Eike, kan, Cyin." Salah satu dari perias yang disewa sang mama untuk merias sedang sibuk memoles pipi kliennya berkomentar saat gadis yang tengah dimake-up kedapatan tersenyum sendiri. Perias berkelamin laki-laki tapi tingkah lakunya kemayu tengah menyapukan sentuhan akhir di wajah Aisyah menggunakan blush on berwarna baby pink. Tinggal memulas sade di tulang pipi serta dagu gadis itu. Selanjutnya menata gaya hijab yang dikenakan gadis bermata hazel itu.
Selesai.

"Perfect, cucok sekali Mbak," ucap asisten make up artis bergender laki-laki, tapi dengan sikap dan tampilan melambai. "Mbak-nya malah kelihatan kayak pengantinnya. Syantik sekali." Sambungnya lagi mengomentari tampilan Aisyah.
Si gadis yang dipuji membalas kalimat perias itu dengan ulasan senyum serta rapalan terima kasih.

Hari ini adalah pernikahan Diandra-kakak kembar Aisyah. Akad akan dilakukan bakda shalat Jumat nanti.
Aisyah dan beberapa sepupu didapuk menjadi pendamping pengantin perempuan atau Bridesmaids.

Aisyah dan Diandra adalah kembar, tapi memang tinggal terpisah sejak bayi. Diandra kecil badannya terlalu ringkih. Dokter memvonis ada radang paru-paru saat dia bayi, akibat terlalu banyak menenggak cairan ketuban. Diandra itu lahir tiga menit lebih dulu dari Aisyah.
Sejak bayi, Diandra sering sakit-sakitan, makanya Oma Dahlia-nenek mereka, menyatakan jika kedua adik-kakak kembar itu harus dipisahkan untuk sementara waktu.
Setelah rembukan keluarga, akhirnya diputuskan Diandra tetap tinggal di Jakarta bersama orangtua mereka, mengingat keadaannya yang cenderung payah dan harus menjalani berbagai terapi pengobatan.

Sedangkan Aisyah diboyong ke Surabaya untuk tinggal bersama Budhe Tari dan Pakde Tyo - yang sampai saat ini dipanggil ibu dan ayah oleh gadis itu. Kebetulan Budhe dan Pakdhe waktu itu sudah menikah selama sepuluh tahun tapi belum dikaruniai anak. Mereka dengan senang hati turut mengasuh keponakan sendiri layaknya anak kandung. Memberi cinta, kasih sayang dan mencurahkan segenap perhatian pada Aisyah sejak bayi. Meski tinggal terpisah dari mama papa kandungnya, tapi gadis dengan tinggi 160 senti itu tak kekurangan semuanya.

Aisyah telah selesai dirias, gadis itu pamit keluar. Tempat yang ingin dituju adalah kamar Kakak Kembarnya-Diandra. Tadi sebelum mulai bersolek, Diandra memberi pesan jika Aisyah sudah selesai, harap menghampiri ke kamarnya. Kembarannya itu bilang ingin ditemani karena merasa sangat gugup.

Menekan handel pintu-yang kebetulan tidak dikunci, kakinya langsung melengang masuk, hampiri Diandra yang tengah duduk di kursi putar sembari di-make up.

"Kak Diandra, cantik banget!" Pujian terlontar dari bibir Aisyah melihat Diandra hampir selesai juga riasannya.

Memposisikan tubuh berdiri tepat di sebelah kursi Diandra, mata Aisyah tak lekang mengabsen tiap jengkal penampilan si kakak kembar. Wajah saudaranya yang memang sudah cantik alami, jadi semakin menakjubkan setelah mendapat sentuhan make up. Sungguh, Aisyah yang perempuan saja maniknya membias takjub pada sosok Diandra. Pasti calon suaminya juga akan bersikap sama.

Kalau diibaratkan bunga, mungkin Diandra itu seperti Cattleya. Spesies paling cantik di antara genus anggrek lainnya. Secantik nama dan rupanya.
Cattleya adalah salah satu genus dari 42 spesies anggrek dari Kosta Rika sampai bagian Tropis Amerika Selatan dan merupakan salah satu marga anggrek epifit.

Anggrek jenis ini hidup di bawah lindungan pada pohon-pohon kayu besar, sehingga mereka terlindung dari paparan sinar matahari langsung dan memperoleh kelembaban yang sangat mereka butuhkan.

Diandra juga begitu, sejak kecil butuh perlindungan dan perhatian lebih, sampai akhirnya bayi kecil yang ibarat kuncup itu tumbuh dan mekar dengan indahnya.

Pandangan Aisyah beralih pada manekin persis di sebelah Diandra. Hazelnya mengamati gaun pengantin berwarna putih tulang yang masih melekat di patung pajang tersebut. Itu pasti gaun yang akan dikenakan Diandra saat akad sebentar lagi.

"Masya Allah, baju pengantinnya bagus banget, Mbak." Decakan kagum seolah enggan tandas melihat keindahan gaun pengantin berhias payet serta kristal swarovski tersebut. Apalagi saat ditimpa cahaya lampu, gaun itu memancarkan sorot kilaunya.

"Lo mau nyobain enggak?" cetus Diandra tiba-tiba. Matanya melirik sang kembaran saat berbicara.

Aisyah melongo beberapa saat. Otaknya masih mencerna kalimat Diandra yang terdengar seperti tawaran. Apa kupingnya tidak salah dengar. Biasanya calon pengantin itu, kan, maunya jadi satu-satunya yang memakai pakaian pernikahannya. Lah, ini Diandra malah memberi tawaran agar Aisyah mencoba gaun pengantin-nya.

"Lha, enggak usah, Kak. Kan, mau dipakai Kak Diandra habis ini. Iya kan," sahut Aisyah dengan logat medok khas orang Jawa Timur. Dua puluh empat tahun tinggal di Surabaya, Diajeng Aisyah Puspa Kirani sudah terbiasa menggunakan bahasa campuran saat berbicara. Kadang bahasa Indonesia, kadang juga bahasa Jawa Suroboyoan.

"Nggak papa kali. Lo coba aja, ya, daripada penasaran." Diandra beranjak dari kursi, sampai perias yang sedang memoles wajahnya kaget dengan polah gadis tersebut.

"Mbak belum kelar make-upnya. Mau ke mana? Alemong dah ini." Si perias memegang kepalanya dengan gaya seperti orang pusing melihat aksi spontan Diandra.

"Berisik Lo. Gue cuma mau bantu Aisyah buat nyoba gaun pengantin itu." Diandra menatap tajam pada make up artis berjenis kelamin laki-laki, tapi berpenampilan kemayu tersebut.

"Kak, enggak usah. Kak Diandra lanjutin aja dandannya," sergah Aisyah melerai niat kakak kembarnya.

"Banci, Lo keluar gih dari kamar gue!" Perintah Diandra pada make up artis tersebut. Matanya memutar ke arah pintu, isyaratkan agar si perias keluar dari kamarnya.

"Tapi Mbak--"

"Udah buruan, masa Lo mau di sini, gue mau ganti baju." Tangan gadis itu mendorong perias dengan kekuatan penuh sampai si perias melewati daun pintu yang terbuka separuh. Bergegas Diandra mengunci pintu dari dalam. Sementara Aisyah dibuat bingung menyaksikan polah kakak kembarnya tanpa bisa mencegah.

Dari cerita Mama mereka, Diandra memang memiliki watak keras. Apa yang jadi maunya tidak bisa dicegah orang lain. Kecuali satu sih : dijodohkan Oma dengan Abyasa Rahagi Prasetya.

"Aisyah, lo pakai ya gaun ini sekarang!" perintah Diandra, matanya menatap penuh mohon si kembaran, sedangkan kedua tangannya sibuk melepas gaun dari manekin agar secepatnya dipakai Aisyah.

"Lho, jangan Kak. Nanti lecek gimana? Dimarahi Oma sama Mama nanti," tolak Aisyah sopan.

Diandra bergeming. Rona wajahnya berubah sendu seketika dengan tatapan membias kaca saat memandang Aisyah.

"Syah, kalau gue punya satu permintaan, apa lo mau kabulin?" rengek Diandra dengan suara bergetar.

"Kak Diandra ini ngomong apa sih? Aku beneran enggak paham." Aisyah jadi serba salah.

"Ya, anggap saja kalau permintaan gue ini sebagai kado dari lo. Gimana?"

Salah satu alis Aisyah terangkat menanggapi permintaan Diandra.
"Memangnya Kak Diandra minta apa? Kayaknya Kakak enggak butuh apa-apa lagi. Semua udah punya, kan?" Rona polos Aisyah mencuat saat balik bertanya.

Memang betul, sepertinya tidak ada yang dibutuhkan lagi oleh saudari kembarnya itu. Diandra punya segalanya. Dua puluh empat tahun hidup menjadi 'putri tunggal' di rumah megah, serta dapatkan semua kasih sayang, cinta dan perhatian dari kedua orangtua mereka, termasuk Oma. Perempuan paling disegani di rumah ini. Cantik dan berprestasi.

Diadra itu perfect. Punya paras cantik, badannya langsing semampai. Tingginya kira-kira 168 sentimeter. Kulitnya serupa pualam. Apalagi karirnya sebagai model dan selebgram sedang moncer. Ditambah sebentar lagi akan menjadi nyonya Abyasa. Cucu tunggal Pengusaha kaya-raya.

"Gue serius, Syah!"

"Ya-ya udah. Memangnya permintaan Kak Diandra itu apa?" Aisyah hanya bisa pasrah akhirnya. Dia pikir, mungkin inilah saatnya bisa memberikan sesuatu pada si Kakak kembar, setelah sekian lama mereka baru berkumpul kembali. Tidak masalah, hitung-hitung sebagai kado pernikahan Diandra.

"Tapi lo harus janji dulu, kalau lo bakal memenuhi permintaan gue."

"Insya Allah, Kak, aku janji."

"Sumpah dulu dong!"

"Ya Allah, Kak Diandra ini. Sumpah itu enggak boleh diucapkan sembarang lho."

"Gue ga peduli. Sekarang terserah lo, mau ingkar atau penuhi janji lo barusan." Pandangan sendu Diandra berubah mengintimidasi Aisyah.

"Iya, Wallahi Kak, aku bakal ngabulin permintaannya Kak Diandra, tapi jangan yang susah-susah," sahut Aisyah dengan senyum polosnya.

"Oke good. Sekarang cepet lo pakai gaun pengantin ini. Setelah itu ...." Jeda kalimat Diandra, mata cokelat terang itu mengamati wajah polos saudari kembarnya dengan perasaan campur aduk. Mau bagaimana lagi. Diandra merasa belum siap untuk menyandang gelar baru sebagai seorang istri. Jiwa kebebasannya memberontak. Apalagi menjadi istrinya Abyasa, laki-laki yang dikenalkan dari hasil perjodohan dua keluarga besar. Diandra merasa di luar sana bisa dapatkan laki-laki yang lebih baik dan segalanya daripada Abyasa.

"Setelah itu apa, Kak?" Aisyah mulai tak tenang. Dipeluk cemas kalau-kalau Diandra akan berbuat hal aneh.

"Setelah itu lo harus gantiin gue. Nikah sama Abyasa. Itu permintaan gue yang harus lo penuhi!"

Aisyah bergeming. Otaknya sibuk mencerna kalimat tak masuk akal yang baru saja dilontarkan kembarannya tersebut. Gila. Bagaimana mungkin Diandra bisa berpikir sejauh itu.

"Kak Diandra ini, jangan becanda." Aisyah malah menguarkan tawa. Menganggap kalimat Diandra candaan belaka. Meski garing dan tidak lucu sama sekali, dia paksakan tertawa untuk menyamarkan buncah khawatir yang menginvansi.

"Gue ga lagi becanda, Aisyah!" Tatapan Diandra penuh sorot keseriusan. "Gue mohon, gue ga cinta sama Abyasa. Pernikahan ini cuma kemauan Oma, dan mama-papa, gue udah punya pacar. Lebih baik gue mati aja daripada harus nikah sama cowo yang gue ga cinta sama sekali!" Intonasi Diandra berubah penuh sentimentil. Detik berikutnya dia mulai terisak kecil. Aisyah yang menyaksikan kakak kembarnya menangis hanya bisa diam terpaku. Lidahnya mendadak kelu, tidak tahu harus menjawab apa.

"Tapi Kak ...."

"Gue pergi dulu. Please kali ini lo harus tolongin gue, ya." Tanpa menunggu jawaban Aisyah, Diandra membuka jendela kamar lebar-lebar, gadis itu memeluk Aisyah sejenak sembari ucapkan terima kasih, sebelum akhirnya nekat melompat dari atas jendela meninggalkan Aisyah dan segala rencana akad nikah siang ini. Sementara gadis yang telah mengenakan gaun pengantin milik Diandra itu masih syok, terpaku di tempat. Tidak tahu harus berbuat apa setelah ini.

Menikah dengan Abyasa?
Aisyah bahkan tidak kenal dengan laki-laki itu.
Oh Allah, Aisyah harus gimana?

⚜️⚜️⚜️

Yaaah, buat jemuran lagi. Yang lain aja masih digantung.
Ahahaaa, monmaap ya.
Cerita ini Kachan ikutkan dalam rangka event Flower-series di penerbit Karos bersama beberapa penulis keren lainnya.

Gi-gimana bab 1-nya?

01-01-2021
2100 (hanya isi)

Tabik
Chan


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top