Chapter 3
Y/n: Your Name
Akan di tambahkan sesuai berjalannya cerita!
Reader's POV
"Tapi, kalau boleh, apakah aku bisa meminta sesuatu?"
"Apa itu mas?"
"Tolong berhenti panggil aku 'mas'. Aku jijik mendengarnya."
DUARR!!!!!!
Bagaikan tersambar oleh petir, rasanya ada sengatan-sengatan unik yang bisa ku rasakan di tubuhku --atau lebih tepatnya hatiku.
Sakitnya ditolak cih! DITOLAK DONG CUI, SAKITNYA HATI INI!
"Jadi aku harus manggil apa dong? Sayang? Baby? Darling? My love? My husband?"
"Panggil saja Enkidu, jangan panggilan yang lain," jawabnya cetus.
Benar-benar ni cowo ya, dari kemarin loh aku sikapnya baik ke dia tapi kok dia dingin dan jutek amet sih. Kayanya bener deh hubungan suami istri ini ga baik.
"Tapi kan aku mau lebih akrab sama kamu."
"......"
Dia tidak menjawabku. Enkidu memberikan piring berisikan roti panggang, telur mata sapi dan bacon sapi masakannya. Kemudian, dia berjalan keluar dari dapur.
Lagi-lagi membiarkanku makan sendiri? Gitu amat sih!
Aku beranjak dari tempat dudukku lalu mengejarnya. Dia masih berada tak jauh dari area dapur.
Ketika aku menarik tangannya, dengan refleks dia menghempaskan tangannya agar aku tidak lagi menyentuhnya. Enkidu menggenggam tangannya dan dia terlihat terkejut dengan perilakunya barusan.
"M-maafkan aku ... Ada apa? Bukankah aku sudah menyiapkan sarapanmu?" tanyanya.
"Kamu ... belum makan. Ayo makan sama-sama."
Enkidu menolak tentu saja tapi aku terus merengek dan memaksanya. Mau tak mau diapun menemaniku sarapan. Oh tentu, aku memintanya untuk membuatkan menu sarapan yang sama untuknya sendiri.
Tapi dia memilih menyeduh bubur gandum instan. Katanya, dia malas memakai peralatan masak yang baru saja dicuci. Yah setidaknya bubur gandum itu enak juga kan?
Sama seperti kemarin, pada saat makan tak ada seorangpun dari kami yang memulai pembicaraan. Sebenarnya aku sedang mencari-cari topik pembicaraan yang tepat agar suasananya tidak sedingin dan secanggung ini.
"Enkidu pintar masak ya. Masakanmu enak loh! Aku suka!"
"Jika seorang laki-laki tidak bisa memasak maka dia bukanlah seorang laki-laki sejati."
"Loh? Bukannya kebalik ya? Seharusnya perempuan kan yang harus bisa masak?"
"Bukannya kamu yang kebalik? Di dunia ini jarang sekali ada perempuan yang bisa masak. Laki-laki di besarkan agar bisa menjadi suami yang baik untuk istrinya serta ayah yang baik untuk anak-anaknya. Tugas istri hanya bekerja untuk menghidupi anak dan suaminya."
Oke, ini aneh. Maksud apa? Dunia ini tuh dunia terbalik ya? Aku tak menjawab apa-apa, terhanyut dalam pemikiran sendiri. Sebuah dunia dimana laki-laki dibesarkan untuk menjadi suami yang baik. Disini, 'suami yang baik' memiliki arti yang berbeda di duniaku.
Suami yang baik di duniaku adalah seorang suami yang bisa menafkahi anak istrinya dan bertanggung jawab. Sedangkan di dunia ini, suamilah yang harus mengurus rumah dan anak. Mereka harus memasak, membersihkan rumah, juga merawat anak.
"(Y/n) ... apa sebenarnya yang kamu rencanain?"
"R-rencanain? Iya juga ya, aku tidak tahu menahu tentang dunia ini karena aku 'lupa ingatan' secara mendadak dan mungkin ke depannya--"
"Berhenti."
Eh?
"Berhenti bersandiwara, (Y/n). Jika kamu ingin menghancurkanku lagi, aku mohon, hentikan."
"M-menghancurkanmu? Maksudnya apa? Aku tulus loh ini bersikap seperti ini ke kamu!"
"Bohong ... Aku ... sudah tidak bisa mempercayaimu lagi. Sudah cukup," setelah mengucapkan itu, Enkidu beranjak dari tempatnya dan mulai mencuci mangkuk yang tadi dia gunakan.
Apa maksud perkataannya? Sebenarnya, seburuk apa sih hubungan suami istri ini? Enkidu sampai berkata sesuatu yang aneh seperti ini, benar-benar aneh. Apa harus ku tanyakan saja?
Aku membereskan piring dan peralatan makan yang tadi ku pakai, berjalan ke tempat cuci piring untuk membersihkan piring kotor ini.
Enkidu tidak menyadari kalau aku berada di sampingnya, dia sepertinya hanyut di dalam pemikirannya sendiri. Hal itu dibuktikan dengan dia yang melihat ke satu arah saja dan tangannya tidak bergerak padahal dia sedang menggenggam sponge.
"Enkidu?"
Dia tidak mengekspresikan apa-apa di wajahnya tapi dia tidak bisa menyembunyikan sorot matanya. Sorot mata yang sedih dan juga terluka? Apa yang dilakukan oleh 'aku' di dunia ini hingga membuat bambang cantik ini berperilaku seperti ini.
Aku merebut sponge dari tangannya, juga mangkuk yang tadi dia gunakan. Tentu, kalian pasti tahu kan reaksinya seperti apa? Dia terkejut tapi reaksi yang dibuatnya terlalu berlebihan.
Maksudku, dia terkejut sampai terjatuh. Lalu dia bersikap seperti melindungi diri. Dia memeluk tubuhnya dan tak berani menyentuhku.
Aku tentu kaget dong dengan sikapnya ini. Dengan cepat aku membersihkan tanganku lalu menghampirinya.
Dia gemetar. Enkidu tidak mengatakan apa-apa, dia hanya gemetar dan memeluk dirinya. Sebuah reaksi yang berlebihan karena aku membuatnya terkejut.
"E-Enkidu? Kamu gapapa?"
"Jangan sentuh!"
Dia menepis tanganku ketika aku hendak memegang bahunya. Apa yang ... sebenarnya terjadi? Aku kepo loh beneran.
-----
Setelah kejadian tadi, ku putuskan untuk tidak berdekatan dengan Enkidu. Dia sepertinya trauma dengan 'aku'. Tapi kemarin dia menyentuh tangan dan menciumku kok! Apakah reaksi yang dia tunjukkan ini berlaku untuk beberapa keadaan saja?
Kami sedang berada di taxi. Tak ada seorangpun yang berbicara. Enkidu hanya memeluk tas yang dibawanya sedangkan aku --yang merasa canggung-- hanya bisa melihat ke luar jendela.
Keadaan kota yang lebih maju daripada desaku (iya, aku hidup di desa dan dibesarkan disana) terlihat sangat indah. Aku sudah melihat berita tentang kota di tv tapi tak ku sangka kalau melihatnya secara langsung akan terlihat lebih indah.
Kami sedang menuju ke rumah sakit dan setelah 45 menit perjalanan, akhirnya kami sampai. Memakan waktu yang lumayan lama eh? Tapi sepertinya tempat yang kami tinggali seharusnya adalah sebuah tempat yang strategis?
"Ada yang bisa saya bantu, tuan Enkidu?" ucap sang suster yang sedang berjaga di tempat resepsionis.
"Aku sudah membuat janji dengan Dokter Romani Archaman kemarin," jawab Enkidu cepat.
"Baik, tunggu sebentar tuan."
Sang suster menelpon seseorang yang kelihatannya adalah sang dokter itu sendiri. Setelah beberapa menit, sang suster menutup teleponnya dan tersenyum lembut kepada kami. Dia mempersilahkan kami untuk ke lantai dua dimana sang dokter itu berada.
Dengan menaiki lift, kami akhirnya sampai di lantai dua. Seperti layaknya rumah sakit pada umumnya, banyak yang berlalu lalang disini.
Yang ku herankan yaitu ... kenapa setiap pekerja disini memberikan hormat dan salam kepada Enkidu??????
Apakah ... dia ... adalah orang penting di rumah sakit ini?????
Tok! Tok!
Enkidu membuka pintu tanpa menunggu jawaban dari orang yang berada di ruangan ini.
Sebuah ruangan yang minimalis dan sederhana tapi tampak indah. Biasanya, ruangan dokter adalah sebuah ruangan yang biasa-biasa saja tapi tidak dengan ruangan dokter yang satu ini.
"Enkidu, aku sudah menunggumu!"
Seorang pria yang berpakaian layaknya dokter berjalan mendekat lalu memeluk Enkidu. Mereka sepertinya akrab?
"Jadi ... Nona (Y/n) mengalami 'lupa ingatan'?" tanya sang dokter kepada Enkidu setelah mereka melepaskan pelukan mereka.
"Seperti itulah. Tolong periksa dia."
"Tentu! Ayo nona, sudah lama kita tidak berjumpa!"
Sudah lama kepala lu! Ini baru yang pertama kali tauk!
End of Reader's POV
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top