Part 6

Tidak ada yang membuka mulutnya sama sekali. Mereka berdua didalam mobil sedang melakukan perang membisu satu sama lain. Hanya Regan yang sesekali menoleh ke arah Yona yang sedari tadi diam tak bersuara. Bahkan wanita itu memalingkan wajahnya ke arah jendela. 

Hening, hanya suara mobil dan motor di sekitar mereka yang kini terdengar. Sedangkan kedua manusia didalam mobil itu hanya diam membisu. Keduanya, baik Regan maupun Yona sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Regan menghela napasnya, meskipun wanita yang duduk disampingnya sering mengganggunya dengan celotehan-celotehan yang tidak berguna sama sekali. Tapi kebisuan wanita itu justru semakin membuat Regan merasa terganggu.

Kemana Yona si cerewet yang masih dia temui beberapa jam yang lalu. Kenapa Yona berubah secepat itu tanpa Regan tahu apa masalah dan penyebab perubahannya.

Regan menatap Yona sekali lagi, menghembuskan napasnya secara kasar.

“Jangan sampai ada berita kecelakaan terbaru karena kamu terlalu sering menatapku,“ ucap Yona sinis.

Meskipun berkata demikian, Yona tidak menoleh ke arah Regan ataupun meliriknya. Yona memalingkan wajahnya ke luar jendela.

“Kamu tidak seperti biasanya, apa aku membuat kesalahan? Membuatmu kesal mungkin?” tanya Regan.

Yona mendengus, selama beberapa menit perjalanan kenapa lelaki itu baru menanyakannnya sekarang?

Wah, lelaki memang tidak pernah merasa bersalah sama sekali. Dia menganggap kemarahan wanita itu suatu kekonyolan tanpa menyadari kesalahan apa yang sudah dia perbuat.

Menatap kagum wanita lain didepan wanita yang dijodohkan dengannya, apa menurut Regan itu hal yang wajar? Jika memang seperti itu, mengapa Regan memperkenalkan dirinya kepada teman-temannya?

Harusnya Regan tidak usah membawa Yona kesana. Setidaknya Yona tidak akan merasa seburuk ini karena lelaki yang mengajaknya datang kesana justru memandang kagum wanita lain, bukan dirinya.

Catat, bukan dirinya!

“Tidak ada,“ jawab Yona malas, tanpa menatap Regan.

“Ahh sial!“ umpat Regan kepada dirinya sendiri yang merasa frustasi dengan tingkah Yona yang tiba-tiba saja berubah sedingin es. 

Apakah semua wanita jika marah akan semengerikan itu? Tidak bisakah mereka katakan apa yang menjadi permasalahannya agar para lelaki mengerti kesalahan mereka?

Wanita itu bahkan terlihat menyeramkan dengan ekspresi wajahnya yang terasa ingin memakan Regan hidup-hidup. Suasana dalam mobil itu terasa semakin mencekam, Regan menaikkan suhu AC mobilnya hingga paling dingin. 

Yona melirik Regan dari sudut matanya. Biarkan saja Regan melakukan apa yang lelaki itu mau. Yona tidak peduli dengan lelaki itu.

Tidak ada yang bisa Regan lakukan, lelaki itu bahkan tidak mengerti apa kesalahannya hingga membuat Yona sekesal itu dengannya.

“Kita batalkan saja perjodohan kita,“ ucap Yona tiba-tiba membuat Regan mengerem mobilnya mendadak.

Untung saja jalanan itu sangat lengang, sehingga tidak ada mobil di belakang mereka saat ini.

“Apa katamu?” tanya Regan memastikan kembali apa yang baru saja Yona katakan kepadanya.

Yona menoleh menatap Regan, wanita itu menatapnya serius. Regan bisa melihat keseriusan itu dari tatapan Yona yang tertuju padanya.

“Kita akhiri saja Re, kita tahu benar kita tidak saling suka, ataupun tertarik satu sama lain,“ jawab Yona, menghela napasnya panjang.

Bohong, mereka telah tertarik satu sama lain. Sayangnya, mereka terlalu malu mengakui perasaan yang timbul sejalan seiring berjalannya waktu. Mereka menganggap perasaan mereka bukanlah perasaan cinta, hanya saling terbawa suasana sesaat.

“Dengar Yona, orang tua kita-“

“Aku dan kamu yang menentukan perjodohan ini bisa berlanjut atau tidak, orang tua kita tidak bisa memaksakannya Regan,“ sela Yona memotong ucapan Regan.

“Kenapa?” tanya Regan penasaran.

“Apa jadinya hubungan ini jika salah satu dari kita menyukai orang lain?” tanya Yona seakan menohok perasaan Regan.

Apakah Yona tahu perasaan yang telah dia kubur untuk Nadia?

Regan terdiam, dia merasa bersalah dalam kejadian kali ini. Tapi bagaimana Yona tahu tentang dia dan Nadia. Bahkan Regan tidak menyapa Nadia dengan sepatah katapun tadi ketika Yona ada di sana. Lalu apa masalahnya?

“Aku akan bicara dengan orang tuaku,“ ucap Yona keluar dari mobil Regan tanpa menunggu jawaban dari Regan.

Regan keluar dari mobil menyusul Yona, kebetulan taxi berhenti saat itu juga.

“Yona kita harus bicara,“ ucap Regan mencekal tangan Yona ketika wanita itu hendak memasuki taxi.

“Tidak ada yang perlu dibicarakan, kita sudah selesai,“ ucap Yona melepaskan cekalan tangan Regan, meninggalkan lelaki itu di sana.

Regan menatap kepergian Yona dengan frustasi, ada perasaan tidak rela dan juga kecewa mendengar keputusan dari wanita itu. Apa yang harus Regan lakukan saat ini? Apakah orang tuanya akan menerima keputusan Yona?

Membayangkan kekecewaan diwajah orang tuanya saja membuat Regan tidak bisa berfikir jernih, yang bisa dia lakukan hanya mencari cara untuk membujuk Yona. Meminta wanita itu memikirkan kembali hubungan mereka yang sudah orang tua mereka idamkan.

Entah mengapa, perasaan Yona kini terasa sangat kacau. Dia tidak tahu, apakah keputusannya yang dia ambil sudah benar ataukah salah. Yona harus menghadapi kemarahan daddynya, dan siap menerima hukuman apa yang akan dia terima nantinya.

Air mata Yona tiba-tiba saja menetes, rasa perih di.hatinya ketika melihat Regan menatap Nadia dengan damba membuatnya tidak bisa mengontrol emosi. Tapi lebih baik dia tahu kenyataannya sekarang daripada nanti saat perasaannya sudah lebih dalam kepada Regan.

Yona melangkahkan kakinya memasuki rumah keluarganya.

“Yona, kamu sudah pulang?” tanya Shinta.

“Hmm,” jawab Yona dengan dehaman, sedang malas berbicara.

“Di mana Nak Regan?” tanya Shinta celingukan mencari Regan, berpikir siapa tahu lelaki itu muncul dari belakang Yona.

“Yona pulang naik taxi,“ jawab Yona berlalu meninggalkan Shinta dengan penasaran.

Yona belum siap mengatakan apa yang terjadi antara dirinya dan Regan. Yona butuh waktu, waktu untuk memikirkan keputusan yang dia ambil. 

Beberapa panggilan masuk dari Regan membuat Yona mendesah, ditekannya tombol ‘off’ pada ponselnya. Yona benar-benar tidak ingin diganggu saat ini, apalagi dengan lelaki yang sudah merusak moodnya hari ini.

Baru saja Yona ingin memejamkan matanya, suara gedoran di pintu kamarnya membuat Yona terpaksa bangun.

Daddynya menatap Yona dengan tatapan mata dingin, mungkinkah Regan mengadukan dirinya kepada Hendra?

Mampus aku, batin Yona meringis.

“Regan menelepon Daddy, katanya dia tidak bisa menghubungimu,“ ucap Hendra menjawab kekhawatiran Yona.

“Hanya itu saja Dad?” tanya Yona lagi.

“Ya mau apa lagi? Kamu mau dilamar sekarang?” tanya Hendra menjawab pertanyaan putrinya yang terdengar sangat konyol ditelinganya.

“Kalian sedang bertengkar?” tanya Hendra penasaran.

Wanita memang seperti itu, selalu saja sok-sokan menghilang biar dicari lelaki, itulah pemikiran Hendra sat ini ketika membayangkan apa yang dulu dia alami ketika menjalin hubungan dengan istrinya.

Menangkap kebisuan dari mulut Yona, Hendra mendapatkan jawabannya. Mereka memang tengah bertengkar hingga Yona pulang dengan taxi dan menonaktifkan ponsel miliknya.

“Yona, kalian kan sudah besar. Dan, keluarga kita sepakat menjodohkan kalian berdua.“

“Kami memutuskan menolaknya,“ ucap Yona.

Mata Hendra membulat sempurna mendengar pernyataan dari putrinya, mereka akan meutuskan perjodohannya?

“Aku tidak mengiyakan permintaanmu, Yona.“

Yona dan Hendra menoleh, di sana berdiri Regan dengan wajah frustasinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top