Chapter 5 -flashback; Confession

Musim panas di bulan juli, tepat saat liburan musim panas. Puncak dimana para siswa untuk melepaskan penat dari seluruh kerumitan yang berhubungan dengan sekolah. Dimana para siswa menghabiskan liburannya untuk berwisata atau hanya bermalas-malasan di rumah sampai kau melupakan jam dan hari hanya karena sibuk dalam dunianya sendiri.

"HUAAA~ panasnya~" seorang pemuda bertubuh kecil berkulit putih yang hanya mengenakan kaos tanpa lengannya terlihat sangat frustasi dengan sebelah tangannya memegang kipas untuk ia kipaskan pada dirinya. Peluh mengucur deras keluar dari pori-porinya yang sepertinya tak akan berhenti mengeluarkan cairan sampai nanti AC di rumahnya menyala.

"Astaga! Kenapa di jaman modern seperti ini, masih tidak menggunakan AC padahal alat itu sekarang sudah ada di depanku." Hideki –pemuda manis itu langsung mengerucutkan bibirnya sebal. Kedua mata bulatnya ia fokuskan pada objek yang berbentuk persegi panjang berwarna putih yang bisa mengeluarkan hawa sejuk dari dalam yang menempel di atas dinding yang mencapai langit-langit.

Mengetahui ia tak akan bisa menghidupkan alat bernama AC itu, Hideki semakin mempercepat kibasan kipasnya seraya menggerutu –untuk kesekian kalinya, "Dasar tuan rumah pelit –"

"Siapa yang pelit?!"

Suara seseorang yang sedari tadi ia gerutukan, masuk ke dalam ruangan setelah ia keluar entah darimana –Hide sendiri malas untuk menanyakannya.

Dengan wajah masih dengan status kesal, Hide melirik pemuda jangkung yang sebaya dengannya, "Kau! Kau yang pelit, Satoru Ryouta!"

Satoru Ryouta –atau biasa dipanggil Ryou itu mengernyit heran. Dengan pelan, ia dudukkan pantatnya disamping Hide sang sahabat yang masih memandanginya dengan aura penuh dendam, "Loh? Kok aku? Apa salahku, coba? Baru saja aku keluar dan kembali dengan sambutanmu yang asam seperti ini. Ada apa, huh?"

"Kenapa kau tak mengijinkan aku menghidupkan ACnya? Aku hampir mati kepanasan tahu?! Sekarang, mana remote-nya?"

Hide berdiri, kedua matanya bergulir dari sudut ke sudut lain yang ada di ruangan itu, untuk menemukan remote yang dimaksudkannya.

"Ryou~ mana remote nya?"

Mulai lagi.

Ryou berdecak, sahabatnya ini memang jika sudah ada maunya, ia tak akan berhenti merajuk sampai ia mendapatkan apa yang dia mau.

Selalu.

Dan Ryou sudah mengalaminya sejak ia masih kecil.

Lalu ia berdiri, menghampiri sahabat manisnya itu yang makin mengeruvutkan bibirnya seraya pandangan menusuk padanya. Oke. Ryou paling beci jika Hide sudah seperti ini, tapi dalam satu waktu sekaligus, ia juga merasa senang –yeah senang karena melihat muka Hide yang semakin imut karena ekspresi marahnya.

"Ini."

"Apa?"

"Cola."

Hide menaikkan sebelah alisnya. Sejenak, ia hanya memandangi kaleng Cola berwarna merah itu yang ada di tangan Ryou, namun kemudian ia mengambilnya dan menempelkannya pada kedua pipinya.

"Ahh~ segarnyaa~"

Tanpa Hide lihat, Ryou menyunggingkan senyum tulus melihat ekspresi senang yang keluar dari muka sahabatnya.

"Tadi aku keluar untuk membeli ini. Kau berisik sekali kalau sudah kepanasan."

"Itu karena kau tak mengijinkanku untuk menghidupkan AC!" belanya pada diri sendiri, kemudian Hide melanjutkan kembali menempelkan kaleng sodanya pada seluruh mukanya.

"Aku sedang menanak nasi karena di suruh ibu. Dan jika ACnya dinyalakan, nanti listriknya mati karena daya nya yang tidak kuat."

Hide berhenti dari kegiatannya –mengelus-elus kaleng cola yang dingin –dan langsung memandangi Ryou.

"Benarkah? –ah! Aku lupa kalau dari dulu rumahmu seperti itu." lalu Hide tertawa –menertawakan kebodohannya karena lupa dengan apa apa saja yang terjadi di rumah sahabatnya, padahal Hide dari kecil sudah sering bermain di rumah Ryou sampai sekarang ini. "Thanks, bro"

Ryou tersenyum, "Anytime."

Dan keheningan menyelimuti sampai suara rice cooker yang menandakan matangnya nasi berbunyi dengan nyaringnya hingga terdengar dari ruang tengah.

 

Nasi sudah matang! Selamat makan~

 

Begitulah bunyi alarm penanda nasi sudah matang yang ada di rice cooker yang ibu Ryou beli satu minggu yang lalu. Dengan suara laki-laki yang berkata sangat riang saat nasi sudah matang. Awalnya Ryou ingin segera membanting rice cooker itu setelah mendengar suara yang menurutnya aneh. Tapi dengan wajah marahnya, sang ibu melarang dan sempat memukul lengannya. Katanya di rumah terlalu sepi karena Ryou dan ayahnya adalah tipe pria pendiam, ibunya ingin mempunyai anak se-aktif Hide, namun karena hal itu tak mungkin, sebagai gantinya ibunya membeli rice cooker yang bisa berbicara.

Aneh memang.

Tapi itulah alasan sebenarnya.

Hide tertawa setelah mendengarnya, bahkan ia sekarang berjongkok saking tak kuatnya menahan ketawa.

"Astaga~ di musim panas yang sangat panas ini, ternyata masih ada saja yang ceria karena nasi panas sudah matang."

Ryou sedikit menyesal karena memasak nasi di saat Hide sedang berada di rumahnya.

"Berhentilah tertawa!"

Namun Hide tak mendengarkan ancaman Ryou, dia malah semakin keras tertawanya saat menemukan Ryou yang memasang wajah ingin membunuhnya.

"O-oke aku berhenti tertawa –tapi....astaga –pfftt~"

Ryou memutar kedua bola matanya. Baiklah. Sepertinya nanti saat kedua orang tuanya pulang ke rumah, penanak nasi itu sudah hancur karena telah mempermalukannya di depan Hide.

Menghela napas lelah, Ryou berjalan dan mendudukkan dirinya di lantai. Tepat di depan pintu geser kaca yang menghadap pada halaman belakangnya.

Kedua mata onyxnya menerawang ke atas seakan-akan ada sesuatu yang ia pikirkan dengan serius.

Melihat sang sahabat bermuka suram seperti itu, Hide mencoba menetralkan diri untuk berhenti tertawa. Lalu ia memicingkan sebelah matanya –masa sih Ryou marah hanya karena itu? Pikir Hide heran.

Mengedikkan bahunya, ia pun ikut duduk tepat di sebelah Ryou. Dengan menekuk lututnya, ia memandang sebelah wajah Ryou yang terlihat tak bersemangat secara tiba-tiba.

Meminum colanya lagi, Hide tak ingin menanyakan alasan kenapa mood sahabatnya tiba-tiba berubah, Hide mengikuti kegiatan yang di lakukan Ryou sekarang –memandang ke atas langit seraya menghirup oksigen dalam-dalam.

"Hah~ liburan seperti ini memang enaknya piknik ke gunung dengan kekasih, atau pergi ke pantai –dengan kekasih pula." Lalu Hide menghela napas dan tangannya menggaruk kepalanya secara kasar, "tapi sayang, aku tidak punya kekasih."

Ryou mendengus dengan mimik mengejek, tapi tak mengucapkan sepatah katapun untuk menanggapi ucapan Hide.

Hide menggerakkan kepalanya kesamping, memandang Ryou yang hanya mendengus mendengar ucapannya, "Kau harusnya bersyukur, Ryou. Banyak sekali gadis di sekolah yang naksir padamu, tapi kenapa kau tak memilih salah satu diantara mereka?"

"Memang harus?"

"Ya harus lah! Ini kesempatan emas, tahu! Kapan lagi coba dapat kesempatan dikerubungi gadis-gadis cantik seperti dirimu? Arghh –kalau aku jadi kau, tiap hari aku bisa mengencani 2 gadis sekaligus."

Ryou mendengus, lalu ia menyentil jidat Hide dengan keras hingga memerah.

"Ouch! Sakit tahu!" mengerucutkan bibirnya sebal, Hide mengusap-usap jidatnya yang terkena sentilan Ryou dengan sebelah tangannya yang tidak memegang kaleng cola.

"Aku bukan kau dan fantasi anehmu itu."

Masih memasang wajah cemberut, Hide melontarkan ucapannya dengan ketus "Apa kau sudah ada seseorang yang kau sukai? –yeah, kau kan sering menolak pernyataan cinta dari beberapa fangirls mu itu."

Ryou mengarahkan kepalanya ke arah Hide tapat saat Hide juga sedang memandanginya. Dengan senyum lembut –yang bahkan Hide sendiri heran dengan senyum yang Ryou sunggingkan itu –Ryou memandang Hide tepat pada kedua bola matanya dengan intens, dan sekali lagi, Hide menaikkan sebelah alisnya dengan heran.

"Ya. Aku sudah menyukai seseorang. Bahkan sudah lama mengenalnya."

Tunggu!

Kok Hide, sebagai sahabatnya, tidak pernah tahu kalau sahabatnya ini punya taksiran. Dan tadi bahkan Hide bilang, ia sudah lama mengenalnya.

Kira-kira siapa gadis itu? Hide sangat penasaran, karena setahunya Ryou tak pernah dekat dengan seorang gadis dari dulu kecuali Iva –adiknya.

Hm. Penasaran. Sangat!

"Hm? Siapa dia? Apa aku mengenalnya?"

Ryou mengangguk dengan masih memandang Hide dengan tatapan mata yang belum pernah Hide liat sebelumnya.

Oke. Hide sekarang mulai risih karena tatapan itu. Ngomong-ngomong, siapa gadis itu? Argghhh~ Ryou sedang berusaha membuatku mati penasaran.

"Siapa sih?! Yang aku tahu, kau belum pernah dekat dengan gadis manapun kecuali Iva yang bahkan sudah kau anggap adikmu!"

Hide terjikat kaget saat ia merasakan jari telunjuk Ryou berada tepat di dadanya. Membuat Hide menengadah melihat wajah Ryou dengan pandangan heran, "Apa?"

"Kau."

"Aku?"

Ryou mengangguk, "Kau. Orang yang kusukai dari dulu, adalah kau. Fumio Hideki."

Dengan cepat, Hide menepis tangan Ryou menjauh dari tubuhnya. Memandang terkejut padanya dan malah dibalas senyum paling manis yang pernah Hide lihat dari Ryou.

Astaga!

ASTAGA!!!

Ja-jadi, sahabatku adalah seorang....GAY?! batin Hide menjerit.

Jari telunjuk Hide terulur lalu digerak-gerakkan ke kanan dan kiri dengan cepat di depan wajah Ryou.

"Tidak. Tidak. Tidak Ryou. Kau pasti sedang bercanda kan?"

"Apa kau melihat kebohongan di mataku?"

Hide mengamati wajah Ryou terutama matanya dengan lebih teliti. Dan seakan-akan oksigen dalam paru-parunya habis, Hide berhenti bernapas saat mengetahui tak ada binar kebohongan disana.

"Mustahil..." desah Hide.

Ryou mendengus, "Inilah kebenerannya. Aku selalu menolak semua gadis yang menyatakan cinta padaku itu karena aku, menyukaimu?"

"Ha –ha ha hahaha... mungkin perasaanmu hanya suka antara sahabat. Iya mungkin itu!" Hide bahkan tertawa dengan kaku, takut kebenaran yang sedang di dengarnya bukanlah mimpi.

Namun, Hide benar-benar tahu ini bukan sekedar mimpi saat sebuah benda kenyal menempel pada bibirnya dan lama kelamaan menekannya hingga tubuhnya terhimpit antara pintu dan tubuh Ryou yang semakin lama hampir menempel pada tubuhnya.

"Apa ini disebut suka antara sahabat?" ucap Ryou setelah melepaskan ciumannya pada bibir Hide yang kini memandanginya dengan wajah terkejut dan pucat pasi.

"Kau..."

"Aku mencintaimu, Hide."

"Kau gila. GILA! Aku laki-laki, Ryou! Apa kau tak sadar?"

"Aku tahu."

"Kau gay?" tanyanya dengan hati-hati.

Ryou menghela napas untuk kesekian kalinya, lalu mengangguk. "Dan itu karenamu."

Hide mendecih, dengan keras, ia letakkan kaleng cola ke lantai dengan keras hingga isinya yang masih seperempat muncrat keluar. Hide berdiri hendak berlari untuk keluar dari rumah Ryou. Tapi sebuah tangan kekar menghentikan langkahnya.

"Hide, maafkan aku. Aku tahu ini salah. Namun aku tak bisa melawan perasaan ini."

Hide menengok kebelakang, ada sedikit air yang terlihat disudut matanya. Bahkan hidungnya sudah mulai memerah, "kau..." sengaja Hide menggantung kalimatnya, dengan susah payah, ia menelan salivanya sendiri dengan susah paya "Kau menjijikan, Ryou."

Dan tepat saat itu, genggaman tangan Hide terlepas. Ryou memandang nanar dengan kepergian sang sahabat yang berlari meninggalkannya. Kini separuh jiwanya sudah mati saat pandangan Hide, orang yang ia cintai memandangnya menjijikan.

Dan tak terasa, seluruh badannya lemas seakan tak bertulang, "Maafkan aku, Hide..."

****

Sejak kejadian itu, hubungan antara Hide dan Ryou mulai merenggang. Bahkan Ryou yang setiap harinya numpang sarapan di rumah keluarga Fumio karena orang tuanya yang jarang pulang rumah, kini tak pernah lagi untuk datang. Bahkan di sekolah pun, Hide jarang sekali melihat Ryou. Memang mereka beda kelas, tapi dulu Hide sering bertemu Ryou bahkan ke cafetaria sekolah bersama-sama atau tidur di atap sekolah bersama.

Ryou seakan-akan hilang tertelan bumi. Rumahnya pun setiap harinya sepi saat Hide melihatnya dari jendela kamarnya. Perlu kalian ketahui, kamar Hide dan Ryou itu berhadapan karena saking dekatnya rumah mereka. Jadi dari dulu mereka bisa saling melihat satu sama lain lewat jendela kamarnya. Tapi kini, jangankan melihat Ryou, lampu kamarnya pun selalu mati, seperti kamar tak berpenghuni.

"Huh... apa ucapanku waktu itu terlalu kejam?" Hide menghela napas, kembali menutup gorden kamarnya setelah melihat kamar Ryou masih gelap seminggu ini.

Hide mengedikkan bahu, "Peduli apa aku? Dia itu memang harus aku hindari sebelum aku ikut ke jalur salah bersamanya." Lalu Hide berjalan ke ranjangnya. Menidurkan tubuh lelahnya dan menutupinya dengan selimut. Tanpa memerlukan waktu lama, Hide sudah jatuh tertidur.

(Hide's POV)

Lembut...

Sapuan napas yang hangat.

Dan bau mint yang sangat menenangkan ini....

Kenapa aku merasa semua rasa ini begitu nyata? Ini seperti bukan mimpi.

Bahkan bibirku bisa merasakan sesuatu yang lembut menekan permukaan bibir ini.

Aneh. Mengapa ini begitu menenangkan. Ini sangat nyata!

Aku sungguh penasaran, dengan perlahan, kubuka kedua mataku.

Dan yang pertama kulihat adalah seorang pemuda yang errr.... harus kuakui senyumnya amat menawan dan dia terlihat tampan.

Tunggu. Wait!

"Ryou..." aku tidak tahu, aku berucap dengan refleks.

"Morning my princess."

"RYOU?!"

Sial!

Apa tadi dia habis menciumku? Dengan segera aku tersadar dan dengan gerakkan cepat, aku menggosok-gosokkan tanganku ke bibir. Cuih! Cuih! Ini kedua kalinya bibirku telah ternodai olehnya sebelum seorang gadis yang menciumku. SIAAALLL!

Dia menyeringai. Seringaian yang membuatku sebal.

"Aku tahu kau merindukanku seminggu ini."

"Hah! Jangan harap! Sedang apa kau disini?"

"Menjemput pacarku untuk sekolah." Ucapnya enteng.

Pacar? Huwekkk!

"Enak saja! Pacar apa, huh?!"

Bukannya ia marah atau pergi dari kamarku, ia malah mendekat padaku, refleks aku mundur dan menutup bibirku dengan kedua tanganku. Namun, ia malah mengarah pada telinga kananku dan berbisik,

"Aku tak akan menyerah sampai kau menyadari, bahwa kau juga mencintaiku."

SIAAALL!!!

Pokoknya! Catat nih! Aku. Fumio Hideki. Tak akan jatuh cinta pada Ryou! Catat itu!

Tbc

a/n : maaf ya update lama... thanks for Chorong_97, heeliezelfpetalz dan dewibabo yang beri komentar di chapter kemarin. Meski sedikit peminat yang baca cerita ini, saya tetap usahain untuk lanjutin. Terutama bagi yang udah niat dari pertama sama cerita ini kayak dewibabo. Wkwk thanks yo~

dan sebenarnya saya lagi kena penyakit malas ngetik, jadi ini mungkin agak aneh karena saya ngetik dengan setengah jiwa (halah) yosh! Kasih voment setelah baca.

 

Arigatchu ~ :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top