Chapter 3
Menjijikan!
Sungguh!
ARGHHHH!!!!
Berkali-kali Hide, pemuda yang memiliki wajah manis itu menggosok-gosokkan bibirnya di depan wastafel dengan menggunakan sabun antiseptik yang paling ampuh menghilangkan kuman dan mencegah wabah penyakit. Bahkan saat bibir tipisnya kini mulai memerah dan kedua matanya berair akibat menahan perih karena gosokkannya terlalu keras, Hide masih juga tak berhenti.
"Ouh -sial!" dan kini ia merasakan bau anyir menyengat yang keluar dari bibirnya.
Takut jika bibirnya nanti sobek -itu pemikiran Hide -ia akhirnya berhenti dan menghela napas seraya memandangi bibirnya yang merah dan sedikit luka melalui cermin.
"Sudah aku bilang kan? Belajar bersamanya akan menambah daftar dosaku karena dalam 24 jam dia akan memikirkan hal mesum denganku."
"Aku mencintaimu, Fumio Hideki"
Kata-kata yang Ryou katakan sebelum ia pergi -atau bisa dibilang kabur -saat belajar tadi kembali terdengar di telinganya. Ia juga masih sangat ingat tatapan intens yang Ryou berikan padanya.
Hide menghela napas, kemudian ia memandangi pantulan dirinya yang ada di dalam cermin dengan serius.
"Sebenarnya apa yang Ryou suka dariku hingga ia jatuh cinta padaku?"
Ia memutar-putarkan tubuhnya di depan cermin, mencari tahu dimana titik yang mungkin membuat Ryou bisa menyukainya.
"Wajah? -oke, aku akui aku punya wajah yang cukup manis dengan kulit putih."
Dengan percaya dirinya, ia memuji dirinya sendiri di depan cermin kemudian ia terkekeh setelah sadar ia memuji dirinya dengan begitu bangga. Masih mengamati wajahnya, ia mengetuk-ngetukkan
telunjuknya di pipi seraya berpikir " -hmm... memang benar-benar manis wajahku ini. Bahkan aku memiliki kulit yang mulus."
Oh!
Ternyata dia masih mengagumi dirinya sendiri. Baiklah.
Hide memang mengakui dirinya terlalu manis untuk ukuran pemuda seumurannya. Bahkan kadang ada yang salah mengira kalau dirinya adalah seorang gadis -ugh! Memikirkannya, Hide kembali menciut dan kehilangan kepercayaan dirinya. Bagaimana bisa ia, yang seorang laki-laki memiliki wajah manis seperti ini?
"Apa dulu ibu menginginkan anak perempuan saat mengandungku? Bisa saja."
Dan ia segera keluar dari kamar mandi untuk menanyakan pada ibunya perihal waktu mengandung dirinya, ibunya sebenarnya menginginkan anak perempuan atau tidak.
*****
Pagi harinya, seperti biasanya, Ryou datang ke rumah keluarga Fumio untuk mengajak Hide berangkat bersama ke sekolah. Namun, ia terkejut saat sang ibu dari keluarga Fumio berkata,
"Ah, Hide-chan sudah berangkat pag-pagi sekali tadi."
Ryou mengedipkan kedua matanya terkejut, pasalnya Hide adalah tipe pemuda malas untuk bangun pagi, tetapi hari ini ia bahkan sudah berangkat tanpa Ryou menghetahuinya.
"Benarkah?"
Ibu Fumio itu mengangguk "Bibi juga bingung, dia bahkan tidak sarapan. Katanya sih ada sesuatu yang harus dia lakukan. Jadi dia harus berangkat pagi-pagi sekali."
Ryou hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian ia menyeringai -entah apa yang sedang ia pikirkan.
"Kalau begitu, saya pamit berangkat, bi." Ryou membungkukkan sedikit badannya dan kemudian berbalik pergi.
Ia tahu, kenapa Hide sudah berangkat terlebih dahulu
"Hmm... kau kira kau bisa pergi dariku begitu saja?" gumam Ryou, tak lupa, seringai seksinya masih terpampang di wajah tampannya.
****
(Hide's POV)
Ada apa denganku?
Arghhh! Kenapa aku harus menghindari Ryou dengan berangkat pagi-pagi seperti ini?
Oh mungkin aku sudah mulai gila. Kutelusuri isi kelas dengan kedua mataku. Masih kosong. Hanya ada aku seorang, ya tentu lah! Ini masih pukul 6 pagi dan kelas dimulai pukul delapan.
Great! Aku terlalu rajin. Padahal masih ada waktu satu jam untukku tidur.
Kuletakkan kepalaku di atas meja.
Oh.... ini semua salah Ryou! Kalau saja anak itu tidak terlalu agresif, pasti aku tidak bingung seperti ini. Ingin sekali aku terhindar darinya satu hariiii saja. Satu hari, tanpa adanya Ryou yang mengejar-ngerjar diriku dan satu hari tanpa adanya ciuman yang menempel pada pipi dan bibirku.
Oh ayolah, ini masa depanku, loh!
Bayangkan! Aku. Fumio Hideki, bergender laki-laki, berumur tujuh belas tahun dan telah berciuman berkali-kali di bibir dengan seorang laki-laki!
Bahkan aku tidak bisa membayangkan nanti masa depanku seperti apa.
Dengan kepala berat dengan isi pikiran yang sungguh banyak, aku mencoba untuk tidur sampai kelas dimulai nanti -ah! Mungkin jangan, takut nanti Ryou masuk ke kelasku dan menyeretku dengan paksa.
Oh yeah, mungkin ada satu yang aku harus syukuri. Ryou tak sekelas denganku. Yah... meski kadang saat jam istirahat dia selalu mencariku, toh di dalam kelas saat jam pelajaran aku bisa bernapas lega. Dan tanpa terasa, mataku terasa berat dan aku jatuh tertidur.
Author's POV
" -Kak?"
"Hide -astaga anak ini kerbau banget sih?"
"Kak woii bangun!"
Suara-suara yang tiba-tiba tertangkap alat pendengaran Hide yang sedang terlelap tidur. Dengan sangat luar biasa sulit, Hide mencoba membuka kedua matanya. Dan selanjutnya bayangan seperti perempuan dan laki-laki tertangkap retina matanya.
TUNGGU!
Laki-laki?! Jangan-jangan....
Hide dalam sekejap membuka matanya lebar-lebar, hingga ia melihat kedua orang itu dengan jelas sekarang, "Haruto? Iva?" -dan Hide bernapas lega saat mengetahui laki-laki yang kini ada di depannya bukanlah Ryou. Dan saat Hide melihat sekeliling, sudah banyak siswa yang berdatangan.
"Kau tidur kak? Berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah hanya untuk tidur?"
Merapikan rambutnya yang berantakan, Hide menjawab dengan malas, "Ada alasan lain -dan jangan tanya alasan itu."
Adik dari Hideki itu hanya memutar kedua bola matanya bosan, lalu ia meletakkan kotak yang terbungkus kain biru di atas meja kakaknya.
"Apa ini?"
"Bekal. Ibu menyuruhku untuk membawakanmu ini. Kau belum sarapan kan?"
Hide tersenyum, langsung saja ia mengambil kotak bekalnya dan memasukannya ke dalam laci meja. "Duh, Iva-chan, adik kakak yang manis emang pengertian. Makasih~"
Mulai lagi! -Iva membatin. Terkadang kakaknya memang sangat hiperbolis jika dirinya sedang baik pada kakaknya itu.
"Aku pergi dulu."
Tanpa memandang lagi kakaknya -yang membuatnya ilfeel karena tingkah berlebihannya, Iva melangkahkan kakinya untuk keluar dari kelas kakaknya.
"Apa?" Tanya Hide ketika melihat Haruto -teman sebangkunya menyeringai tak jelas padanya.
"Nanti... aku minta ya bekalmu?"
"Apa?! -dalam mimpimu. Kau tidak tahu kalau aku dari semalam tidak makan? Tidak bisa! Kau beli saja di kantin."
Pemuda yang lebih tinggi dari Hide itupun menyerngit sebal "Dasar pelit!"
"Siapa peduli?!" dengan wajah candanya, Hide memeletkan lidahnya.
*****
"Gila! Tugas kok setiap harinya ada sih? Mana ada waktu buat main game?" siang itu, ketika jam istirahat, Hide berkeluh kesah tentang betapa banyak tugas yang di berikan sang guru seraya memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
"Sabar lah. Ini kan bukan Cuma kau saja yang dapet tugas, tapi seluruh kelas."
Haruto yang sebenarnya sudah panas telinganya mendengar rengekan Hideki menanggapi dengan malas.
"Ck. Entahlah. Pusing kalau terus memikirkannya" lalu Hide mengambil bekal dari laci mejanya. "Aku mau ke atap dulu. Biasa, mau makan, habis itu tidur. Kalau bel masuk berbunyi, jangan lupa telepon aku."
Seperti biasa, Haruto hanya memutar kedua bola matanya bosan seakan-akan ia tak akan mau menuruti permintaan Hide. Tapi toh, nyatanya Haruto akan tetap melakukan apa yang diucapkan teman sebangkunya tadi.
Hide berjalan dengan bersiul-siul kecil. Tangan kanannya memegang kotak bekalnya sedangkan tangan satunya ia masukkan kedalam saku celananya.
"WADUH!" saat sudah sampai daun pintu, Hide kembali mundur saat melihat orang yang sangat di kenalnya tengah berbicara dengan salah satu siswa seratus meter dari kelasnya.
"Bukankah kelas Ryou sedikit jauh ya dari kelasku? Kenapa sudah cepat sekali sampai disini? -dan siapa laki-laki yang sedang bersamanya?"
Hide menggaruk kepalanya bingung, ia ingin segera keluar kelas, tapi ia juga tak ingin bertemu dengan Ryou -apalagi diganggu? Big no untuk saat ini.
"Guys, pintu ini bukan hanya untukmu. Bisa kau keluar? Atau masuk saja biar kita disini bisa keluar." Sebuah tepukan yang cukup mantap menghenyakkan Hide ke alam sadarnya begitu ia tengok, ternyata teman kelasnya.
"Eh? Hehehe maaf -ASTAGA!" hampir saja Hide menjatuhkan kotak bekalnya saat melihat di belakang pemuda yang menepuknya tadi berbaris siswa dan siswi dengan muka kesal karena terhalang aksesnya untuk keluar. Dengan pelan, Hide menggeser tubuhnya. Dan saat semua temannya kini mulai keluar, Hide terpaksa membungkukkan badannya seraya berucap kata 'maaf' berulang kali.
Hide mendengus, ia mengintip dari jendela, Ryou kini sedang berjalan -MENJAUHI KELASNYA?! Sungguh! Ohh great! Mungkin hari ini, adalah hari kebebasannya.
"Woohooo~" ia melompat dengan tangannya terkepal meninju ke udara, dengan langkah ringan ia segera berlari menuju atap sekolah. Yah... harus segera cepat ia sampai sana, sebelum Ryou melihatnya lalu menangkapnya seperti tempo lalu.
"Ouh -Hei Hide! Tak boleh berlari di koridor sekolah -HEI!"
Karena saking cepatnya ia berlari, ia menabrak salah satu siswa yang sedang berjalan di koridor. Kurosaki -siswa seangkatannya yang menjabat sebagai kapten baseball sekolahnya.
"Ah, sori! Nanti kutraktir kau jus tomat. Oke!" jempolnya terangkat ke arah sang kapten football dengan kakinya yang terus berlari.
"Dasar sinting!"
******
"Hari ini kau sepertinya sedang gembira -lebih tepatnya sejak jam istirahat pertama."
Haruto menaikkan sebelah alisnya heran, pasalnya tadi pagi dia melihat sahabatnya itu terlihat sangat suntuk dan kacau, tapi ketika bel istirahat pertama berbunyi dan ia kembali dari atap gedung sekolah, Haruto melihat Hide sangat bergembira,
"Bekalmu ada cumi gorengnya hingga kau sesenang itu?"
Hide menggeleng, "Lebih dari itu, Haru -lebih!"
Haruto mengedikkan kedua bahunya -entahlah, temannya yang satu ini memang unik sekaligus aneh.
Haruto membuka pintu lokernya dan mengeluarkan sepatunya untuk kemudian memasukkan kembali sepatu identitas sekolahnya itu. Hide yang sedari tadi sudah mengenakan kembali sepatu ketsnya, kini sedang memasang earphone ke telinganya.
"Hei, Haru. Kau tahu Shojo Jidai? Mereka ada single baru loh~"
"Apa? Aku bukan penggemar idol semacam itu. Kukira kau seorang otaku dan mencintai wanita 2D?"
Oke, Hide sedang senang sekarang, jadi dia harus pergi dengan segera dan menjauh dari Haruto sebelum dirinya marah.
"Aku pergi."
Mendengarkan musik dari tokoh idolanya, Hide berjalan sambil bersenandung mengikuti lagu yang sedang ia dengarkan. Sesekali ia mengangkat sebelah tangannya untuk membalas sapaan siswa lain yang menyapanya. Yeah... Hide memang anak yang supel dan mudah bergaul, jadi jangan heran banyak siswa dari kelas lain yang mengenalnya.
"CATCH ME IF YOU CAN~ ah~ nanana.... -EKHHHHH!" tiba-tiba lehernya serasa tercekik kala kerah baju seragamnya di tarik seseorang dari belakang. Saat Hide meliriknya, ia tahu, bahwa kebahagiannya hari ini sudah berakhir.
"Ryou -"
"I Catch you, Hide-chan~"
Bisakah saat ini Hide berkata 'selamat datang penderitaan.?
Tbc
A/N : udah berapa abad ya ni cerita gak di terusin? Errrr~~
Maaf banget~ maaaf~ sekalinya update malah hasilnya gini TAT *nangis bareng Hide*
Yasudahlah, mungkin dengan Vote dan komentar dari para pembaca akan menambah semangatku menulis.
Yosh~ kasih voment ya...
Hargai penulis~ ingat ;)
Arigatchu~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top