Chapter 10
vote vote vote dan komen komen komen XD
.
.
.
"Yups! Selesai!"
"Wahh... lihatlah! Siapa yang kini mulai pintar disini?"
Hide melirik tajam ke arah pemuda tampan yang sedang menatapnya dengan seringai jahilnya. Hide mendesis jengkel padanya.
"Aku sebenarnya sudah pandai dari dulu, asal kau tahu saja!"
"Benarkah?"
"Hei Ryou! Bisakah kita damai semenit saja? Aku sedang bahagia karena bisa menyelesaikan soal fisika!"
Pemuda tampan yang di panggil Ryou itupun terkekeh. Seperti reflex, Ryou mengangkat sebelah tangannya untuk ia gunakan mengacak-acak rambut Hide dengan gemas. Membuat sang pemilik rambut lembut itu kembali mendelik jengkel.
"Baiklah. Kau memang pandai Hide." Ucap Ryou tulus, tetapi tentu saja ada nada sedikit menggoda disitu.
"Terus?" tuntut Hide pada Ryou dengan masih melihat deretan jawaban yang ia tulis untuk ia teliti kembali.
"Hmm... " Ryou tampak berpikir dengan menerawangkan kedua matanya ke atas langit-langit kamarnya. " -sepertinya tadi aku salah bicara. Kau tidak pandai. Kau baru bisa hitung menghitung itu setelah belajar denganku."
"Dasar sombong!"
"Aku sombong agar kau terkesan denganku, Hide."
"Iyakah? Aku tidak terkesan tuh -Ouch! Hei!"
"Apa?" Ryou menyeringai melihat Hide yang menatapnya marah setelah ia melempar sebuah bantal ke kepala Hide.
Kedua mata Hide teralih, wajahnya yang semula marah menegang, kini perlahan mengendur dan Hide menghembuskan napasnya pelan, "Hahhh... sabar Hide. Tinggal sepuluh menit lagi jam sepuluh malam, dan aku bisa pulang dari tempat neraka ini."
Bukannya Ryou tersindir, ia malah tertawa hingga jatuh terlentang di atas karpet kamarnya.
"Ketawa saja terus. Bila perlu sampai kotak ketawamu rusak seperti Squidward!"
Ryou tidak berhenti tertawa. Ia malah semakin menambah volume tertawanya setelah mendengar kata 'kotak tertawa' yang di ucapkan oleh Hide.
Hide kesal. Ia membereskan buku-bukunya dan menumpukannya menjadi satu untuk ia dekap di dadanya dan berdiri dengan dagu terangkat tinggi.
"Mau kemana? Kau belum menghitung soal fisika tentang kecepatan kelapa yang jatuh dari pohonnya!"
"Hah! Demi puluhan lalat yang di makan oleh kodok bernama Sawney! Soal fisika macam apa yang menghitung berapa detik kelapa itu jatuh dan berapa gelindingan kelapa itu setelah jatuh ke tanah!"
Ryou berdiri, dengan cepat ia memukul kepala belakang Hide hingga ia mengaduh kesakitan dengan buku-bukunya berjatuhan ke lantai.
"Gila! Kau lagi gila ya? Sakit nih!"
"Aku hanya ingin membuat otakmu sedikit lebih normal. Jika kau marah-marah dengan soal itu, sana protes dengan penemu gaya gravitasi!"
Seketika itu pula, Hide terdiam dengan tangannya masih mengelus kepala belakangnya yang terkena pukulan tadi.
"Tapi kan ini sakit!" ucap Hide jengkel.
Ryou menghela napas, dengan pelan, ia arahkan lengannya pada pusat rasa sakit yang ada di kepala Hide.
Hide terkejut kala tangan Ryou ikut mengelus kepalanya dengan lembut. Wajah tampannya juga berekspresi sedikit khawatir. Membuat perasaan Hide sedikit lebih... errr -hangat?
"Apa sangat sakit?"
Hide terdiam, ia masih menatap wajah Ryou yang semakin di tatap semakin -
"Aku tahu, kalau aku tampan. Kau mau ciuman dariku?"
Seketika Hide berjalan mundur secara reflex dan mengambil jarak sejauh mungkin dari Ryou yang kini tengah tersenyum miring padanya.
"Tuh kan! Kau mulai lagi mesumnya!"
Hide melihat ke arah jam dinding di kamar Ryou.
"Pantes! Ini sudah jam sepuluh malam. Kau akan menjadi mesum jika sudah jam segitu. Aku pulang!"
Ryou terkekeh mendengar penuturan polos dari Hide. Sebenarnya ia akan mesum setiap detik jika ia sudah berdekatan dengan Hide.
"Yakin nih mau pulang sekarang?"
"Yakin lah! Masa nanti-nanti. Bisa-bisa aku di perkosa kau!"
Ryou kembali tertawa, apalagi saat dia melihat Hide yang dengan gugup memungut buku-bukunya yang masih berceceran di lantai.
"Aku pulang."
"Tunggu."
Gerakan tangan Hide yang akan memutar knop pintu terhenti saat Ryou menghentikannya dengan ucapan. Dengan malas, Hide berbalik dan menatap kesal pada sahabat sekaligus tetangganya itu.
"Apa lagi sih?!"
"Bisa tidak kau tidak lagi berdekatan dengan pria itu?"
Sebelah alis Hide terangkat, "Siapa yang kau maksud dengan 'pria itu' ?"
"Kimisawa."
Hide menghela napas, "Dengar Ryou. Kurasa kecurigaanmu terhadap kak Kimisawa sedikit berlebihan. Asal kau tahu saja, dia itu orang baik."
"Dia itu bermuka dua. Aku takut jika dia ada niat lain dibalik kedekatan kalian akhir-akhir ini."
"Ini... bukan karena kau cemburu pada dia kan?"
"Iya! Aku memang cemburu! Tapi aku juga curiga terhadapnya."
Hide memutar kedua bola matanya bosan. "Sudahlah! Aku tidak mau denger omonganmu lagi. Sudah malam. Aku mau tidur."
Blam!
Dan Hide dalam sekejap menghilang di balik pintu kamarnya. Meninggalkan Ryou yang kini diam mematung dengan perasaan yang berkecamuk.
.
.
.
"Ibu ngapain sih seret-seret aku ke dapur?"
Hide menggerutu kala ibunya menyeretnya ke dapur setelah ia meminum segelas susu hingga habis.
"Stt... jangan keras-keras!"
Hide mencoba mengabaikannya, ia malah bersandar pada rak piring yang terbuat dari kayu itu dengan kedua tangannya bersedekap.
"Ini. Bawalah."
Alis Hide terangkat saat ia melihat sekotak bento yang ibunya angsurkan di depannya.
"Aku kan sudah bawa satu bu di tas. Iva juga. Ngapain ibu buat lagi?"
"Ini buat Ryou-kun!"
"Ryou?"
Ibu keluarga Fumio itu mengangguk, "Sejak nak Kimisawa sering dating dan sarapan pagi disini, Ryou-kun sudah jarang untuk sarapan disini. Jadi ibu buatkan bento untuknya. Kasih ke dia ya?"
"Apa?! Tidak -AWW!!!" Hide mendesis keras saat ibunya mencubit perutnya keras-keras.
"Dasar kau anak yang tidak tahu balas budi. Ibu tahu kau ujian kemarin dapat B+ pada pelajaran Matematika! Itu berkat siapa? Ryou kan?"
Hide mendengus, jika ibunya sudah membahas tentang balas budi memang sedikit freak jadi daripada ia berdebat pagi-pagi seperti ini, mending ia menurut dan menerima kotak bento itu meskipun dengan masih memasang wajah cemberutnya.
"Nah, gitu baru anak ibu. Jangan lupa untuk dihabiskan semuanya."
"Iya... iya..."
"Nanti jangan mau diajak pergi sama nak Kimisawa ya?"
Hide yang hendak melangkahkan kakinya untuk keluar dari dapur pun terhenti dan berbalik melihat ibunya, "Memang kenapa?"
"Kau harus belajar dengan Ryou-kun jam enam sore nanti. Oke?"
Hide mendengus keras, "I know that, mom!"
.
.
.
"Aku baru tahu kau sering kea tap sekolah."
Ryou tersentak kaget saat mendengar suara Hide yang berasal dari pintu atap sekolah. Setelah melihat pemuda bertubuh mungil itu berjalan ke arahnya, Ryou mendengus. Sedikit ada rasa senang saat melihat kehadiran orang yang ia sayangi.
"Aku juga baru tahu kau bisa menemukanku tanpa teriak-teriak lewat telepon terlebih dulu.":
Hide mendengus geli, lalu ia tempatkan dirinya untuk duduk tepat di sebelah Ryou.
"Tadi kau berangkat dengan si Kimisawa?"
Hide mengangguk, lalu mengangsurkan sebuah bungkusan ke Ryou.
"Ini."
"Apa ini?"
Ryou memandang bungkusan kotak berwarna merah jambu itu yang Hide sodorkan ke hadapannya.
"Bento dari ibuku."
"Serius?"
"Duarius! Jujur aku malas mengantarkan ini padamu jika ibuku tidak terus-terusan berceloteh tentang arti balas budi."
Ryou terkekeh. Membayangkan pagi hari yang damai diributkan dengan nasehat ibunya yang sangat Hide benci karena selalu dikait-kaitkan dengannya. Dengan semangat, Ryou membuka bungkusan bento tersebut.
"Wah... ada cumi gorengnya!"
Kedua mata Hide membulat. "Serius?!"
"Duarius!" ucap Ryou dan disusul dengan kekehan karena melihat Hide yang sedang memandang tak percaya pada kotak bentonya. Ryou tahu apa yang ada dipikiran Hide. Pemuda itu memang sangat suka cumi goreng yang berlapis tepung yang renyah seperti yang ada di kotak bento nya ini.
"Wahh... ibu tega banget ya. Tadi aku hanya sarapan dengan sereal dan isi bentoku hanya sosis goreng dan telur gulung. Sedangkan kau..." Hide meneguk ludahnya hanya dengan melihat cumi goreng yang ada di kotak bento.
Ryou tertawa renyah, "Iya.. ini aku kasih untukmu. Tenang saja."
"Serius?!"
"Duarius!"
Hide gemas, lalu ia memukul bahu Ryou dengan cukup keras hingga membuat pemuda tampan itu mengaduh kesakitan.
"Hei! Kenapa kau memukulku?!"
"Itu karena daritadi kau meniru kata-kataku!"
"Kata yang mana?"
"Itu, yang 'duarius'!"
Ryou terkekeh. Sungguh, ia memang tidak salah telah jatuh terperangkap pada pesona seorang Fumio Hideki. Ia sungguh pria polos meskipun umurnya sudah tujuh belas tahun. Ia bahkan yakin, Hide baru satu-dua kali melihat porn film diusia nya kini.
"Ini cumi gorengnya!"
Hide memandang curiga pada Ryou balih-alih menerima cumi goreng itu yang kini telah berlumus saos manis diatasnya.
"Kenapa diam? Ini ambil!"
"Kau... tidak memintaku untuk menciumu kan dengan sogokkan cumi goreng?"
"Ya tidak lah! Kau kira isi otakku hanya ciuman denganmu apa?!"
"Iya memang!"
"Apa? -heh jika kau tidak mau ini, ya sudah. Aku makan sendiri -"
"EHHHH JANGAN!" Hide segera menahan tangan Ryou yang hendak memasukkan cumi goreng itu ke dalam mulutnya.
"Ya sudah. Cepat makan!"
Hide akan mengambil cumi goreng yang terjepit dengan sumpit itu dengan tangan, tiba-tiba Ryou kembali memundurkan makanan itu.
"Loh?"
"Kau mau memakannya dengan tangan penuh kuman itu?"
"Memang kenapa? Toh, aku yang makan, bukan kau."
"Jorok! Nih!"
Secara mendadak, dan sedikit kaget, Hide dengan cepat membuka mulutnya saat Ryou dengan tak berperasaan menjejalkan cumi goreng itu sekaligus ke dalam mulut Hide. Jika Hide tidak siap beraksi, pasti ia tadi tersedak. Dan Hide langsung saja memberi Ryou tatapan tajam, tapi memang nyatanya Ryou makhluk yang sudah kebal dengan tatapan Hide, maka ia hanya tertawa senang melihat Hide memakan cumi itu dengan kedua pipinya yang mengembung.
"Bagaimana? Enak?"
Dengan susah, Hide menelan makanannya, "Tentu lah. Ini kan ibuku yang memasak."
"Aku akan memberikan cumi gorengku yang kedua padamu. Tapi ini ada syaratnya."
"Nah kan! Katanya otakmu tidak terisi dengan ciuman denganku. Tapi nyatanya ini -"
"Memang aku bilang syaratnya ciuman? Percaya diri sekali kau!"
"Lalu?"
Ryou menghela napas, ia menyumpit cumi goreng itu dan melumurinya dengan saos manis. Lalu dengan pelan, ia suapkan makanan itu ke dalam mulut Hide. Berbeda dengan tadi, kini Ryou menyuapinya dengan lembut dan penuh perasaan.
"Aku memintamu untuk menjauhi Kimisawa. Percaya padaku. Dia bukanlah orang baik-baik."
Hide mengedip-ngedipkan kedua matanya saat memandang Ryou. Sementara mulutnya masih sibuk mengunyah.
"Kau mengerti kan, Fumio Hideki?"
Setelah makanannya habis tertelan, Hide mulai bersuara, "Tapi -"
"Tidak ada tapi-tapian!"
"Hei! Kau belum mempunyai bukti jika kak Kimisawa itu ada niat jahat terhadapku."
"tak perlu bukti. Waktu yang nanti akan membuktikannya."
Hide terdiam. Ia tersentak kaget saat tangan Ryou terulur ke wajahnya. Ia sedikit memundurkan tubuhnya, namun tangan Ryou yang panjang sudah mencapai wajahnya. Jari-jari panjang Ryou terhenti tepat di bawah bibir Hide. Seketika Hide menahan napasnya saat Ryou mengusap bawah bibirnya.
"Ada saos di bawah bibirmu."
Hide menghela napas lega saat Ryou melepaskan tangannya dari bawah bibirnya. Namun ia kembali menegang sekaligus malu saat sisa saos yang tadi Ryou seka, di jilat oleh Ryou tanpa rasa jijik.
"Kau -kau! Ih! Itu kan bekas di bibirku! Masa kau jilat sih?!"
Ryou terkekeh melihat Hide yang kini berdiri sambil berjalan mundur.
"Kenapa mesti jijik? Ini kan sisa saos dari bibir orang yang aku cintai."
Seketika wajah Hide memerah. Dan karena tak kuat dengan rasa malunya, Hide berbalik dan berlari pergi dari sana dengan sebuah teriakan yang membuat Ryou tertawa.
"DASAR MESUMMM!!!"
Ryou hanya tertawa sampai Hide hilang di balik pintu atap sekolah yang sudah kusam itu.
"Aku berjanji akan menjauhkanmu dari pria itu, Hide."
.
.
.
Tbc
A/N : sudah berapa lama ya cerita ini gak di terusin? Hahaha 2 bulan mungkin ya?
Wahh... satu hari saya update 2 cerita nih XD bisa jadi tanda-tanda bakal update lama banget nantinya hahaha....
Yang kemaren pada nagih-nagih cerita ini, silahkan menikmati. Jangan lupa vote dan kasih komentar yang banyaaaaakkk biar saya niat nerusin ceritanya.
Dan readers, tolong ya jangan neror saya lewat sms. Cukup lewat fb aja di Hikari Atsuko. Kalian bisa add dan interaksi dengan saya di fb.
Oke, akhir kata, Arigatchu~ jangan lupa vote vote vote dan komen komen komen XD
See yaa~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top