Chapter 1
Bunyi suara alarm yang sedari tadi berdering tak bekerja baik untuk membangunkan sang pemilik kamar. Pemuda bertubuh kecil itu hanya menggeram jengkel dan sedetik berikutnya menutup kembali seluruh badannya menggunakan selimut –membloking suara alarm yang terus menjerit untuk membangunkannya.
Menyerah karena tidurnya yang terganggu, sang pemuda berwajah manis dan bertubuh mungil itu bangun dan mengambil jam bekernya yang ada di nakas dekat ranjangnya. Menggeram jengkel, dengan sekuat tenaga ia melemparkannya membentur dinding.
“Selesai.”
Menyeringai dengan penuh kemenangan, Hideki –nama pemuda itu –kembali menarik selimutnya untuk kembali tidur –itu sebelum sebuah tangan menghentikan niatnya untuk kembali tidur. Seorang gadis manis dengan rambut panjang sebahu yang masih acak-acakkan dengan piyama berwarna birunya memegang selimut Hideki dan melemparkannya di lantai.
“Iva! Aku masih ngantuk!”
“Oya? Coba saja kau tidur lagi. Dan ibu akan menarik telingamu sampai putus.”
Aku benci wajahnya yang sok mengancam –Hideki bergumam dalam hati. Oh great! Adiknya selalu saja membuatnya kalah dan harus mengalah dalam segala hal! Dan Hideki kadang tak mensyukuri menjadi anak pertama.
“Apa yang kau lihat? Dasar kakak bodoh! cepat bangun!”
Dan gadis remaja itu berlalu pergi dengan membanting pintu sang kakak cukup keras!
“Oh...sial! Aku benci hari senin. Dan aku benci game itu yang membuatku hanya tidur tiga jam!”
.
.
.
“Apa kau membangunkan kakakmu dengan benar Iva-chan?”
Gadis yang dipanggil Iva itu tak menjawab pertanyaan ibunya. Dasi yang belum terpasang dengan semburna ia biarkan dan melemparkan tasnya ke sofa ruang tengah.
“Iva-chan, Ibu bicara denganmu!”
“Oh...ayolah bu. Kau kan tau sendiri kalau si bodoh itu selalu terlambat saat berangkat.” Iva menarik kursi makannya dan segera meminum susu yang sudah disediakan.
PLAAK!
“Aduh! Ibu! Berhentilah memukul kepalaku!” Gadis itu mengusap-usap kepalanya seraya mengumpat lirih. “Ayah! Kau tak mau menolongku?”
Seorang pria paruh baya dengan setelan jas kantornya yang tengah membaca koran paginya itu hanya melirik anak gadisnya sebentar dan kembali membaca korannya “Kau harus menjaga mulutmu, Iva.”
Gadis itu berdiri kala ada suara ketukan pintu rumahnya.
“Hai, Iva. Bagaimana pagimu?”
Seorang pemuda tampan dan tinggi tengah tersenyum kearahnya. Seragam gakurannya yang rapi menambah kesan rajin pada pemuda itu.
“Buruk. Masuklah. Kau belum sarapan ‘kan?”
“Tepat.” Pemuda itu masuk. Sudah jelas sekali dari raut mukanya yang terkesan biasa saja tanpa ada rasa canggung –karena ia sering sekali mengunjungi rumah itu.
“Ah, Ryo-kun! Bibi sudah membuatkanmu susu. Duduklah!”
“Sudah sewajarnya ‘kan? Terimakasih. Uhm... Hide?”
Wanita paruh baya yang terlihat masih cantik itu terdiam dan kemudian mengedikkan bahu.
Mengerti maksud dari ibu dua anak itu, pemuda jangkung dengan tinggi 182cm itu berdiri dan menuju salah satu kamar yang telah ia hapal betul sedari ia masih bocah pemakai popok –kamar Fumio Hideki.
“Tidur di tengah ia memakai dasi lagi?”
Ah, memang itulah kebiasaan Hide sejak dulu. Ketika ia mengantuk, tak segan-segan ia tidur di tengah kegiatan yang ia lakukan –Ryo ingat betul dulu waktu masih SMP, Hide menghilang dari jam ketiga sampai pulang sekolah, yang ternyata tertidur di kamar mandi dengan keadaan duduk diatas closet. Sungguh mengerikan! Bagaimana kalau dia sedang menyetir dan tertidur?
“Putri tidur harus dibangunkan layaknya putri tidur yang ada di dongeng.” Gumamnya. Seringai seksinya ia pamerkan dengan langkah kakinya yang semakin mendekat pada pemuda manis yang tertidur cantik diatas ranjangnya. Dasi gakurannya masih setengah jalan dalam pemasangannya –Dasar!
“Hide-chan, kau akan menyesal telah tidur terlentang dihadapanku.”
(Hide’s POV)
Ada apa ini? Kenapa ini terasa kenyal dan lembut? Bibirku terasa telah bersentuhan dengan benda nyaman dengan tekstur yang lembut. Rasanya manis dan sedikit basah. Aku ingat, aku pernah merasakan ini sebelumnya. Seperti memakan cherry yang aku petik satu bulan lalu saat wisata sekolah di sebuah kebun. Tapi ini lebih manis –dan oh! Seperti ada yang mengusap-usap bibirku dengan pelan. Ini membuatku geli, seperti ada lidah yang ingin memaksaku membuka kedua belah bibirku. Hmmm... lidah? Bukankah cherry tak memiliki lidah? Sebuah suara kecipak yang sangat dekat di telingaku terdengar amat jelas. Apa aku lagi mimpi basah? Oh benarkah? Kenapa tidak ada wanita seksi yang sedang telanjang di depanku?
“Hide-chan... bibirmu lembut sekali seperti biasa.”
Suara ini, sepertinya aku kenal.
Ryota?
Oh! T-tunggu! Bibir?
Lembut seperti biasa?
Kenapa aku mendengar suara Ryo dalam mimpi basahku?!
J-jangan-jangan...
Segera kubuka kedua mataku dan hal yang pertama kulihat adalah rambut hitam legam yang sudah sangat kukenal. Dengan kepala yang menunduk dan tengah melumat bibirku.
Bibirku!
BIBIRKU?!
“KYAAAA! DASAR PERVERT!”
Seketika aku mendorong tubuhnya kuat-kuat. Sial! Pagi-pagi dia sudah berbuat hal tak senonoh padaku dan dia lakukan dengan gampangnya dikamarku!
“ A french kiss in the morning. Nice, Honey.”
Gue menggeram jengkel kala dia mengelap ujung bibirnya yang basah dan tak lupa ia menyeringai menang padaku. Apa itu? Air ludahku kah yang tertempel di bibirnya?Jangan bilang kalau aku tadi membalas ciumannya.
“Cuih! Sudah kubilang beberapa kali, hentikan kelakuan konyolmu itu padaku!”
“Apa salahnya mencium pacarku sendiri? Apa lagi itu cara termudah membuatmu bangun.”
Aku menggeram. Segera berdiri dan mengambil tas serta jas seragamku di meja belajar. Aku mendorong tubuhnya dan membuka pintu untuk segera keluar dar kamar.
“Bu, kan sudah kubilang jangan biarkan Ryo masuk ke kamarku. Ibu bagaimana sih?!”
Oke. Bukannya aku durhaka pada ibuku sendiri karena pagi-pagi aku sudah memarahinya. Tapi ... oh ya Tuhan! Aku sudah tidak kuat lagi dengan kelakuan Ryo –teman masa kecilku sekaligus tetangga dekatku. Rumahnya saja disebelahku. Jadi kalian tidak usah heran jika dia sudah menganggap rumahku adalah rumahnya. Bahkan kedua orang tuaku mungkin lebih sayang Ryo dari pada aku –anak kandungnya sendiri.
Aku duduk disebelah Iva –adik perempuanku yang tak pernah berperilaku manis –sangat bertolak belakang sekali dengan wajahnya.
Ryo turun dari kamarku dan menempatkan dirinya duduk di depanku. Tepatnya disebelah ayahku yang sedang membaca koran. Lihatlah senyum mesumnya itu.
“Apa kau lihat-lihat?!”
“Akhirnya, kau bangun juga, Hide-chan. Ryo-kun, kau selalu berhasil membangunkannya. Lain kali mungkin aku akan memanggilmu untuk membangunkan pemalas itu.” Ibu keluar dari dapur dan tersenyum manis ke arah Ryo.
“Dengan senang hati, bibi.”
Aku memberinya deathglare. Tentu saja dia akan melakukannya dengan senang hati. Dia selalu mencuri ciumanku untuk membuatku bangun. Oh... sial! Mengingat ciuman, first kissku telah diambil olehnya. Entah kenapa –Ryo yang sedari kecil terlihat normal dan banyak dipuja kaum hawa karena ketampanannya menjadi tidak normal dan berubah haluan menjadi gay. Dan sialnya, akulah target incarannya. Oke, aku memang tidak bisa menghindar darinya, tapi aku lelah. Sebagai cowok yang masih menyukai cewek, bagaimana bisa hidup tenang jika terus-terusan dikejar-kejar oleh seorang pemuda gay yang ternyata adalah temanmu. Dan keluargaku sama sekali tidak bisa membantuku. Mereka sudah terlanjur suka padanya. Dan tak mau mendengar penjelasanku yang telah mengalami pelecehan seksual darinya sejak kelas 1 SMA. Tepatnya saat dia menyatakan perasaannya padaku. oh... ayolah, sekarang mungkin dia hanya berani mencium dan menggodaku –tapi bagaimana dengan nanti? Aku tidak tahu kalau nanti Ryo memperkosaku! Oh great! Mom, bantu aku. Anakmu sebentar lagi bisa jadi korban pemerkosaan.
“Kak, kenapa kau meraba-raba pantatmu?”
Seketika aku tersadar dan menyingkirkan tanganku dari pantatku. Oh ini sungguh memalukan.
“Iva. Ayo berangkat. Kau tidak ingin terlambat ‘kan?”
Segera saja aku menarik adikku yang sedang menggigit rotinya.
“Hei...hei kak! Aku belum selesai sarapan! Kaakk!”
“Sarapan di kantin.”
Aku segera menyeretnya keluar dengan tas dan jas seragam adikku yang aku bawa di tanganku.
“Hide-chan! Kau menyakiti adikmu! Hei! Ryo kesini untuk mengajakmu berangkat sekolah bersama. Hide-chan! Berhenti disana!”
“Ibu, jika kau terus mendukung dia menempel padaku, aku, sebagai anakmu akan terancam hancur nantinya. Aku pergi!”aku memutar bola mataku bosan dan menghela napas. Hah... sabar.
“Kak, kau oke?”
“Tidak. Aku tidak oke. Bagaimana bisa aku menjalani hidup jika orang itu selalu menempel padaku?”
“Kak Ryo? Apa yang dia lakukan padamu?”
“Kau tak perlu tau.”
“French kiss?”
Seketika aku membulatkan kedua mata hazelku.
“Kau tau?”
Dia mengangguk mantap “Kak Ryo seperti pangeran saja. Dia menciummu dan kau bangun. Tenang kak, hubungan kalian aman. Tapi... mungkin ayah dan ibu setuju akan hubungan kalian.”
“Apa? Aku? Ryo? Kau bercanda? Aku normal asal kau tahu saja.”
Iva mengedikkan bahunya. “Siapa yang tahu? Mungkin nanti kau juga balik menyukainya.”
Mustahil.... bagaimana bisa adikku mendukungku untuk menuju jalan yang suram?
Tbc
A/N : ini adalah cerita yang kemaren aku omongin. Yah... aku agak ragu sebenernya bikin cerita ini. Jadi, kalo cerita ini banyak yang respon maka aku lanjutin. Kalo sepi terpaksa aku delete. So, Fan, Vote and comment for this story.
See you :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top