Thanks

This is a song fiction by Heaira Tetsuya

Inspired: Sayonara, I Love You - Cliff EdgE

Seluruh tokoh dan alur sepenuhnya milik saya

Warning: Typo(s), absurd, bahasa planet, dan uncomfortable things lainnya.

.

Sayonara, I love you

(Selamat tinggal, aku mencintaimu)

....

I'll love again

(Aku akan jatuh cinta lagi)

Anata e ima todoku ni

(Pada dirimu yang sekarang bisa kujangkau)

Yurushita kokoro to karada ga oboeteru

(Maaf, hati dan tubuh ini masih mengingatnya)

Arigatō ippai no yasashisa kurete

(Terima kasih banyak atas semua kebaikan yang kau berikan padaku)

Anata to deaete yokatta kitto...

(Aku bersyukur bisa bertemu denganmu, pasti ...)

.

.

.

.

Aku mengenalnya sebagai sosok dingin di depan perempuan pada awal pertemuan kami di Laboratorium Biologi. Namun, pribadi itu akan luluh begitu berada di ruang bebas. Tawanya akan terdengar sesekali kala menukar canda dengan temannya.

Lantas di hari itu, aku tak sengaja berbalik dan terpaku. Ya. Tatapan hangat nan tajam dari manik bening sewarna tanah itu sukses menghunjam dalam ingatanku.

Hei, siapa namamu?

*

Pertemuan di laboratorium hanya bertahan dua bulan sebelum kami kembali ke sekolah masing-masing. Sayangnya, tatapan itu senantiasa menghantuiku. Membayang kala lamunan merajai pikiran. Ciptakan gema beriak halus pada perasaan.

Kurasa, aku jatuh cinta padanya.

*

Takdir suka bermain dan aku melupakan itu. Hingga tak ayal membuatku gugup ketika bertemu dengan dirinya lagi pada Kelas Matematika. Dirinya lebih terbuka; tentunya pada kawannya. Bukan kepadaku yang hanya bisa menatap dari kejauhan.

Itu di dunia nyata. Jika di dunia maya, aku berhasil menyapanya. Berawal sapa yang bertumbuh menjadi canda dalam virtual. Tak apa. Aku menikmati setiap waktu yang kuhabiskan walau harus menjadi pewawancara di depannya. Setidaknya, aku sudah bisa mengetahui beberapa lembar kehidupannya berjalan.

*

Siapa sangka jika ternyata kami berada di SMA yang sama? Berikan euforia singkat setiap aku melewati kelasnya atau sekadar berpapasan ketika pulang. Sungguh. Detak jantungku seolah hilang kendali jika itu terjadi.

Namun, kisah kami hanya berjalan di tempat, lantas berhenti begitu saja. Waktu seolah berhenti kala aku melihat dirinya memiliki kekasih, sementara aku di sini masih setia dengan bayangnya. Bibir mengucap "tak apa", tetapi hati dan mata tak dapat berdusta.

Aku ... kecewa.

*

Semua ini salahku. Aku tahu itu. Memendam rasa kepada seseorang yang tak dapat kumiliki rasanya sakit. Sakit yang kunikmati seiring waktu berjalan. Menggiring kami hingga akhir masa SMA.

Walau demikian, tiada sesal yang kurasa walau perasaanku bertepuk sebelah tangan. Aku sudah cukup dengan berpuluh puisi dan cerita yang menggambarkan dirinya. Aku pun sudah puas walau hanya bisa menyimpan beberapa lembar fotonya yang kuambil secara ilegal dari dunia maya.

Seharusnya aku senang. Nyatanya, perasaanku justru mengiba. Berharap dapat disampaikan walau hasilnya nanti tidak sesuai harapan.

*

Cerah mentari harus tertutupi arakan mega. Langit sepertinya mengerti bahwa upacara hari ini akan jauh lebih panjang dari biasanya. Upacara terakhir sebelum penuntasan masa-masa putih abu yang kami jalani.

Berjalan lambat nan khidmat, aku coba untuk mengenyahkan bayangannya yang akan berakhir sebentar lagi. Sayangnya itu pupus seiring dengan akhir upacara yang ditutup menggunakan jabat tangan seangkatan.

Segera kuhapus jejak air mata; sisa haru kala menyalami para pahlawan tiada bintang yang sudah memberiku ilmu. Kuteguhkan hati kala memasuki barisan kelasnya. Perlahan, detak jantungku meningkat. Semakin tak karuan kala akhirnya tangan kami bertaut sementara.

"Terima kasih."

Hanya itu yang bisa kuucapkan dengan nada sedikit nyaring. Ia tersenyum singkat. Sebuah senyum terakhir yang menjadi penutup 4 tahun kisah kami dalam kebisuan.

Terima kasih karena telah memberikan warna dalam lembaranku, walau aku hanyalah warna abu dalam milikmu.

.

Pancor, 18 Maret 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top