About Us

This is a song fiction by Heaira Tetsuya

Inspired: Hikaru Nara (Ost. Shigatsu wa Kimi no Uso) – Goose House

Seluruh tokoh dan alur sepenuhnya milik saya.

Warning: Typo(s), absurd, bahasa planet, dan uncomfortable things lainnya.

*

Kimi da yo kimi nanda yo oshietekureta

(Dirimu, dirimulah! Orang yang 'buatku menyadari)

Kurayami mo hikaru nara hoshizora ni naru

(Andai kita bisa menyinari kegelapan, langit akan menjadi berbintang)

Kanashimi mo egao ni mou kakusanaide

(Kesedihan 'kan berubah jadi senyuman, jadi jangan disembunyikan lagi)

Kirameku donna hoshi mo kimi o terasu kara

(Setiap bintang-bintang yang berkelap-kelip ini 'kan menyinarimu)

.

.

.

Tangannya bergetar seiring dengan denting pisau yang menjatuhi lantai. Bercak demi bercak berwarna merah kehitaman turut menggenang di bawah sana. Buat dirinya segera terduduk, seolah menyadari apa yang sudah ia lakukan.

"Aku pulang—"

Dirinya menoleh ke arah suara riang itu datang. Sedetik kemudian ia segera membelakangi sosok yang membeku sempurna di ambang pintu. Berusaha sebisa mungkin untuk menyembunyikan gurat berdarah di lengan kirinya.

Sementara itu, sosok yang semula membatu segera mengerjap dan mengatur napas. Setelah meletakkan kantung belanjaan di sebelah kaki, dengan perlahan ia mendekat. Hal yang ia lakukan pertama kali adalah menendang pisau di antara mereka sejauh mungkin, sebelum berjongkok dan memeluk sosok dengan tubuh gemetar di depannya.

"Tenanglah, Wa. Ini aku," ucapnya lembut seraya mengelus pelan bagian belakang kepala bersurai hitam tersebut, "sekarang kita obati dulu lukamu ya?"

Tanpa persetujuan, ia dengan mudah mengangkat tubuh itu dalam gendongannya. Memindahkannya menuju kamar mereka di mana kotak P3K berada. Tak lupa juga ia mencari baju baru setelah meletakkan bawaannya di kasur.

"Ainawa, kali ini apa lagi?" ucap sosok itu, Kugori, seraya membongkar kotak obat di sampingnya. Diambilnya lengan Ainawa yang masih mengucurkan darah segar, lalu segera membersihkannya. Di samping itu, ia masih menunggu jawaban perempuan berparas pucat tersebut.

"Apa kau tengah melamun sehingga mengira tanganmu adalah sayur lantas mengirisnya?"

Mendengar sindiran halus itu membuat Ainawa menggigit bibir. Ia yakin sekali bahwa Kugori mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin karena terlalu sering mendapati kejadian yang serupa sehingga lelaki itu memilih bersikap kooperatif.

"Maaf ..." Hanya itu yang Ainawa dapat katakan melihat Kugori yang membaluti lukanya dengan kain kasa.

"Untuk apa?"

Pertanyaan itu mempertemukan tatap mereka. Iris ruby itu menatap hangat sekaligus tajam pada netra cokelat di depannya. Alhasil, Ainawa segera melengos, sembunyikan wajahnya yang mendadak hangat.

"Karena aku yang sering ceroboh seperti ini." Memilih mengikuti alur yang Kugori mainkan, Ainawa segera menarik tangannya yang sudah selesai diobati dan segera mendekapnya. Dapat ia rasakan bahwa kini lelaki bermarga Aruka itu tengah tersenyum tipis.

"Ya, tentu saja kumaafkan. Asal kau berjanji untuk tidak ceroboh lagi. Yang aku takutkan adalah jika kau melamun kembali, terutama di dapur, alih-alih memotong daging, yang ada kau malah memotong lehermu sendiri."

Ainawa segera mundur perlahan melihat Kugori yang menatapnya intens, memberi kesan terbalik dengan maksud sindiran yang ia ucapkan sebelumnya. Wanita itu memejamkan mata kala merasakan kecupan singkat di dahinya.

"Istirahatlah. Hari ini giliranku yang mengurus dapur. Akan kubangunkan ketika makanannya sudah siap." Kugori segera beranjak dari tempatnya setelah menepuk pelan pucuk kepala Ainawa. Sayangnya langkahnya tertahan kala ujung bajunya ditarik dari belakang.

"Ada apa? Kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya. Ainawa menggeleng. "Lalu apa?" sambung Kugori.

"Aku kembali mempertanyakan mengapa kau mau terikat dengan wanita sepertiku."

Kugori terdiam kala Ainawa menatapnya. Tatapannya terlalu kosong dan ia tahu bahwa itu bukanlah Ainawa yang sering bersamanya. Wanitanya sudah tertidur lelap dan meminta digantikan oleh dirinya yang lain.

"Apakah janji yang kuucapkan di depan kedua kakakmu dan pendeta itu masih kurang sebagai petunjuk untukmu?" Kugori berbalik dan segera memposisikan diri di depan Ainawa setelah diberikan gelengan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya.

"Aku mencintaimu," ujar Kugori dengan nada rendah seraya mendongak demi menatap Ainawa.

"Itu tidak cukup." Ainawa menyanggah perkataan lelaki di depannya, tetapi diam kala Kugori menangkup sebelah pipinya.

"Apanya yang tidak cukup? Kau yang mengajari lelaki keras kepala ini untuk mengenal sebuah rasa dan kini kau sendiri yang menyangkalnya."

"Seharusnya kau bisa mendapatkan seseorang yang lebih dariku. Kau tahu benar bahwa aku sangatlah kurang."

"Justru aku memilihmu karena sosokmu lah yang paling aku ketahui. Aku mengetahui bagaimana sisi dirimu yang lain. Juga perjuangan yang kau lewati untuk bebas dari masa lalumu. Dan semakin aku mengetahui dirimu, semakin juga aku berusaha untuk melengkapimu. Kau yang mengajariku itulah makna dari mencintai seseorang. Menerima, memperbaiki, lalu melengkapi satu sama lain."

"..."

"..."

Kugori tersenyum kala merasakan jemarinya basah oleh hangatnya air mata yang keluar dari manik cokelat itu. Ia segera bangun dan merengkuh Ainawa kala tangisannya semakin membesar.

"Maaf ... maaf karena aku telah meragukanmu." Kalimat itu berulang kali Ainawa bisikkan di sela tangisnya yang sesengukan. "Juga terima kasih untuk segalanya," lanjutnya.

"Sudahlah. Sekarang kau harus benar-benar beristirahat. Apa harus kutemani agar kau mau ti—akh!"

Kugori mengaduh kala merasakan cubitan di bagian punggungnya. Sedikit meringis, ia menatap Ainawa yang masih menyembunyikan wajahnya di dadanya.

"Bilang seperti itu lagi, maka kau akan tidur di luar malam ini, Baka!"

Segera ringisan itu berubah menjadi kekehan pelan kala mendengarkan bisikan bernada ancaman dari Ainawa. Ia pun lantas mengelus-elus kepala wanita itu sebagai permintaan maaf, lalu membantunya untuk berbaring.

"Selamat tidur, Ai."

.

Pancor, 20 Mei 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top