Chapter 34 - Pernyataan Cinta (5)
'Mati aku.'
Begitulah apa yang dikatakan [Name] dalam hatinya ketika menyadari sudah cukup banyak orang yang menatapnya aneh.
Dengan posisi kedua tangan [Name] yang digenggam erat oleh Kaoru dengan mata berbinarnya, belum lagi kedua tangan Tsukasa yang masih melindungi kepala [Name] dari terik matahari -yang terlihat seperti berpelukan saja ketika dilihat dari jauh-. Sudah pasti [Name] mendapat tatapan aneh. Pikiran liar semua orang sudah pasti akan bekerja.
Giliran begini saja mereka berpikiran liar. Apa mereka tidak berpikir kasihan sekali Rei yang masih terduduk sambil bersandar pada tiang bangunan? Wajah Rei saja sudah terlihat sangat memprihatinkan sekali loh.
"Tenang saja, kali ini aku bisa membedakanmu dengan Anzu-chan. Jadi, kita jadian kan?"
"S-senpai, tapi aku--"
"Mau ya? Ya? Masa sih dengan senior tampan sepertiku, kau tidak mau?"
"A-ahaha ...."
Terlihat sekali saat tertawa, sudut bibir [Name] bergetar tanda ia sedang memaksakan tawanya.
'Ini gimana cara ngasih taunya kalo aku ga bakal jawab?' Batin [Name] bertanya sambil mundur beberapa langkah yang pada akhirnya malah membuat [Name] bersandar pada Tsukasa.
Terlihat semakin intens saja orang-orang menatap [Name]. Mereka berpikir bahwa [Name] sedang diperebutkan dua orang saat ini.
Sejujurnya tidak salah juga sih melihat dari ekspresi ngambek Tsukasa saat melihat [Name] dan Kaoru secara bergantian.
Entah kenapa Tsukasa merasa tidak nyaman jika [Name] harus menerima Kaoru-- tidak, lebih tepatnya menerima salah satu dari mereka yang sudah menembak [Name]. Kalau tidak salah, total semua orang yang sudah menembak [Name] ada 4 orang.
Yuzuru, Jun, Keito, dan Kaoru. Ya, sepertinya Tsukasa sudah melihat semua orang yang sudah menembak [Name] hari ini.
Jika kalian bertanya kenapa Ritsu tidak termasuk, tentu saja karena Ritsu menembak [Name] di malam hari, hari dimana semua orang sudah pulang, dan hari dimana Tsukasa tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri lokasi kejadian Ritsu menembak [Name].
Lalu setelah Kaoru, siapa lagi yang akan menembak [Name] kali ini?
Tanpa sadar Tsukasa menggelengkan kepalanya kuat-kuat karena ingin menyingkirkan pikiran liarnya itu jika semua murid Yumenosaki tertarik dan menembak [Name] secara bersamaan. Tsukasa tidak ingin hal itu terjadi.
"Kaoru-kun, kau membuat Jou-chan tidak nyaman."
Suara Rei berhasil menginterupsi Kaoru lalu dengan sigap ia melepas kedua tangan [Name] yang terlihat sedikit memerah.
Sebenarnya seberapa kuat Kaoru menggenggam tangan [Name] sampai kedua tangannya berhasil dibuat memerah.
"M-Maaf, aku sedikit antusias." Kaoru terkekeh canggung lalu sedikit mundur dari lokasi [Name] berdiri.
"Aku tau kau sudah mendapat ajakan pacaran 4x dan kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Karena jujur saja, aku serius jika tentang perasaan."
Sial, kata-kata Kaoru semakin membuat [Name] malu saja untuk menunjukan wajah di depan umum. Pasti gosip dirinya yang ditembak banyak murid lelaki Yumenosaki semakin besar dan semakin bocor kemana-mana.
Menghela napas, [Name] geleng-geleng kepala karena lelah. Dirinya tidak menyangka bahwa murid Yumenosaki ternyata seagresif itu. Apa jadinya nasib mereka nanti jika [Name] benar-benar melaporkan kejadian ini pada sang kakak bengekan tercinta?
"Kalau begitu aku akan pergi sekarang karena masih ada urusan." Tangan Kaoru bergerak untuk menepuk pelan dan mengelus kepala [Name]. Senyuman manisnya juga masih tidak pudar. "Nikmati waktumu~"
Setelah melakukan itu semua, tanpa disuruh Kaoru pergi meninggalkan [Name] bersama dengan Rei dan Tsukasa. Mendadak kaki [Name] melemas menyadari Kaoru sudah jauh dari pandangan.
"Eh, Onee-sama kenapa?!" Sudah jelas yang terlihat sangat panik disini adalah Tsukasa.
"Nggak, gapapa. Aku cuma, hah ...."
Kembali lagi ia menghela napas lelah dan memegang kepalanya karena dirasa pening tujuh keliling. Bagaimana [Name] harus menjelaskan semua kejadian ini pada Eichi? Yang ada sebelum bercerita, Eichi pastikan akan memesan banyak bom nuklir untuk ditembakan ke rumah mereka yang sudah menembak [Name].
Ya, [Name] mengangguk samar seperti menyetujui pernyataannya barusan.
"Khu khu khu, indahnya percintaan anak muda~"
"..., Rei-senpai kan juga masih muda."
Rei semakin dibuat terkekeh layaknya kakek buyut asli saat mendengar celetukan [Name] yang masih menatapnya sweetdrop.
"Ngomong-ngomong, kalian berdua jangan ada yang menembakku ya? Aku sudah lelah dengan ujaran pernyataan cinta hari ini." [Name] menatap tajam Rei dan Tsukasa secara bergantian.
Kalau Rei sih, seperti biasa, dia hanya menanggapi dengan kekehan khas kakek-kakek. Tsukasa lah yang lebih terlihat panik disini. Dia bahkan sampai gelagapan dan hampir terjungkal ke belakang sangking kagetnya mendengar celetukan [Name].
"Yah, kalau Wagahai sih aman. Biarkan Ritsu saja yang mengambil start Wagahai."
"Loh, eh? LOH?! KOK SENPAI BISA TAU?!"
"Hah? Tau apa, Onee-sama?"
Dasar kakek buyut. Mengatakan hal seperti tadi secara disengaja sambil menampilkan senyum menyebalkan (menurut [Name]), tangan [Name] sudah gatal ingin menabok mulut sialan yang tidak bisa dijaga itu. Belum lagi Tsukasa dan banyaknya orang yang ada disini masih menatap mereka berdua.
Sial, wajah [Name] semakin memerah karena malu yang tidak bisa ditahan lagi. Habislah sudah. Padahal ia ingin sedikit merahasiakan tentang Ritsu yang menembak dirinya. Mulut laknatnya pun juga tidak bisa diajak kerja sama.
Padahal bisa saja [Name] tinggal bilang 'oh begitu?' dan semua akan selesai. Kenapa pula mulutnya malah kelepasan mengatakan 'kok bisa tau?' yang semakin membuat semua orang curiga.
"Jadi sekarang bukan 4, tapi 5?"
"Gila, pesona keluarga Tenshouin memang tidak bisa diragukan."
"Kalau aku juga ikutan nembak, hasilnya jadi 6 dong? Banyak juga."
"Ku doakan semoga semua orang yang sudah menyatakan perasaan pada [Name] bisa diterima di sisinya."
Tuh kan? Baru juga 5 orang tapi semua orang sudah berlebihan seperti tadi. Bagaimana jika ada lagi yang mendengar dan merasa tidak mau kalah dan malah menyatakan perasaan lagi pada [Name]?
Sudah cukup. [Name] tidak ingin membayangkan jauh sampai sana. Ia harus berpikir untuk yang saat ini terlebih dulu.
Berpindah sudut pandang dimana Tsukasa berada, terlihat Tsukasa nge-blank dan bingung dengan apa yang barusan ia dengar. Sesekali ia bahkan mengorek kupingnya sendiri hanya untuk menyingkirkan kotoran menggunakan jari kelingking. Ia sedikit berharap dirinya salah dengar saat ini.
Namun Dewa maupun Dewi di atas sana sepertinya tidak mengabulkan harapan Tsukasa. Mendengar sekali lagi murid-murid yang bergosip benar-benar membuat Tsukasa yakin bahwa apa yang ia dengar adalah nyata.
"Ah, sudahlah. Aku lelah. Aku harus kembali ke--"
"Tunggu sebentar, Jou-chan. Sepertinya ada surat untukmu."
[Name] mengerutkan kening lalu kembali ia terduduk di lantai hanya untuk melihat apa benar ada surat yang didapat Rei? Namun melihat salah satu tangan Rei yang sudah melambai dengan secarik kertas, sepertinya memang benar itu surat yang dimaksud. Padahal awalnya tidak ada apapun disana.
"Surat? Surat dari siapa itu?"
"Entahlah, tapi di surat ini tertulis memang untukmu. Mau Wagahai bacakan?"
"Ya, ya~ silahkan Rei-senpai aja yang baca~"
Rei mengangguk paham lalu memusatkan penglihatannya pada secarik kertas tersebut sebelum membacanya dengan suara yang cukup lantang.
"'Yo, Koneko-CHAN~ ini aku, Sakasaki NatsuME. Kudengar kau mendapat pernyataan cinta dari kelima murid laki-laki, buKAN? Jangan tanya aku tau darimaNA. Inilah yang disebut sihir, kau taU? Jika kau merasa kelima orang itu kurang bagimu, biarkan aku juga menyatakan perasaan padamu agar bisa genap menjadi eNAM--'"
Bhuak!!!
Tidak ada angin, tidak ada hujan. Tangan kanan [Name] secara refleks langsung memukul tiang bangunan dengan sekali tinju. Terlihat sekali bekas retakan yang cukup dalam. Rei sampai berkeringat dingin karena hampir saja kepalanya yang berakhir seperti itu.
Jarak tinju [Name] dan kepala Rei pun bisa dibilang cukup dekat. Tidak heran Rei sampai susah payah menelan ludahnya sendiri sangking takut.
"J-Jou-chan, padahal Wagahai belum selesai membacanya sampai habis--"
"BUANG ITU! KALAU PERLU, BAKAR! APA-APAAN-- DIA JUGA IKUTAN?!"
[Name] kembali geram dengan mode PMS nya lalu bangkit dan pergi dengan cepat. Tak lupa saat dirinya pergi, tanpa sengaja Tsukasa dan Rei melihat wajah [Name] yang memerah padam.
Iya juga sih. Siapa juga yang mau mendapat pernyataan cinta dalam sehari secara berturut-turut? Sudah pasti [Name] akan marah karena merasa perasaannya seperti dipermainkan saja.
Berbeda dengan apa yang dipikirkan orang-orang yang mengira dirinya marah, justru wajah [Name] memerah karena merasa malu. Ya, kalian tidak salah baca. Tokoh utama kita yang cukup barbar ini ternyata bisa merasa malu hanya karena ditembak banyak lelaki dan menjadi pusat perhatian.
Sambil berlari, kedua tangannya ia gerakan untuk menutup wajahnya agar tidak terlihat jika wajahnya sudah memerah padam. Entah wajahnya memerah karena malu atau karena kepanasan.
.
To be continued ....
Aku mau curhat dulu sebentar. Skip aja gapapa.
Entah kenapa, aku kadang kalo mau up 'my sister' tuh kayak serba salah banget.
Udah vote semakin berkurang, aku nggak sengaja menemukan sesuatu yang menarik disini.
Walau emang hanya ff, tapi aku agak sedih aja kalau beberapa cerita orang yang ku baca bisa banget ada beberapa bagian yang (kayaknya) copas disini.
Mungkin untuk satu chapter gapapa ya, tapi ini sampai judul, tokoh utama, permasalahan cerita, bahkan cerita yang mau dibawakan per chapter mirip banget sama punyaku.
Aku tau kalian pasti terinspirasi disaat awal banget ingin menulis, tapi bisakah kalau memang terinspirasi, aku minta credit?
Kalau memang copas sih aku gatau lagi ya, padahal aku ngetik ini cuma karena iseng dan emang punya OC yang jadi adek Eichi. Aku juga gatau kalau nih cerita bisa sampai banyak vote :")
Udah, itu aja kayaknya. Have a nice day all 💗
Dan terima kasih juga bagi semua orang yang sampai saat ini masih mau vote, aku menghargai banget usaha kalian dengan sering-sering update biar kalian nggak bosen sama buku ini. Tanpa kalian, aku gaakan bisa sampai di chapter ini 💕
1516 word
Resaseki12
Kamis, 6 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top