Chapter 33 - Pernyataan Cinta (4)
Terkejut terheran-heran? Oh sudah pasti. Siapa yang tidak terkejut jika dirinya tiba-tiba ditembak di tempat umum, apalagi cafeteria yang menjadi tempat murid-murid untuk makan?
Jangan ditanya seberapa syoknya [Name] saat ini. Bahkan dirinya semakin bingung harus bereaksi seperti apa mengingat dirinya sudah ditembak oleh keempat orang di hari yang sama.
"S-sebentar, kalian kok barengan gini nembaknya?!" [Name] bertanya dengan wajah memerah. Malu juga jika mengingat posisi mereka yang masih menjadi pusat perhatian orang-orang.
"Aku tak punya pilihan lain. Jika bukan sekarang, kapan lagi aku harus menembakmu?"
"Tapi jangan hari yang sama disaat orang-orang nembak aku juga dong, aku kan jadi mikir kalian main-main sama perasaan kalian!!!"
Keito terlihat semakin menunduk dalam dengan perasaan sedih. Tunggu, apa [Name] terlalu berlebihan tadi?
"U-uhmm, m-maafkan aku, oke? A-aku cuma ... belum siap." [Name] menggaruk pipinya dengan matanya masih melirik ke arah lain, masih merasa canggung.
Baiklah, apa yang harus [Name] lakukan terhadap situasi ini? Dirinya semakin bingung dan frustasi sendiri dalam batin jika dirinya mengingat apa saja yang baru dikatakan beberapa orang di cafeteria tentang [Name].
"Wah, kau lihat apa yang ku lihat itu?"
"Keren sekali, adik Tenshouin bisa mendapatkan pernyataan cinta dua kali dalam sehari!"
"Tidak heran sih, dia saja cukup cantik."
Oke, cukup. [Name] tidak mau mendengar gosip lain tentang dirinya lagi. Walau yang bergosip kebanyakan para murid laki-laki -mengingat sekolah ini memang khusus laki-laki-, tetap saja [Name] malu. Belum lagi jika dirinya sudah diketahui memiliki marga Tenshouin di satu sekolah. Lihat saja wajahnya yang semakin memerah seiring berjalannya waktu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Jangan ditutup begitu," ujar Keito pelan sambil menyingkirkan tangan [Name] dari wajah.
"Aku malu, kau tau?!"
"Memangnya kau pikir aku tidak malu juga?"
Yah, memang benar sih. Disaat [Name] memberanikan diri untuk menatap mata Keito pun wajah Keito sama memerahnya dengan [Name].
[Name] semakin membuang muka dan mendapati dirinya tak sengaja bersitatap dengan Tsukasa yang ternyata masih duduk di meja tempat semua makanan banyak [Name] sebagian besar masih belum tersentuh.
Benar juga, [Name] melupakan makanannya. Tapi dalam situasi begini bagaimana ia harus melanjutkan makan tanpa merasa canggung? Yah, mubazir dong?
Kembali lagi dirinya melirik dimana Tsukasa berada. Ia terkejut ketika mendapati wajah Tsukasa pun memerah melihat adegan mereka berdua lalu tiba-tiba saja Tsukasa menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.
Mau ketawa sih, tapi bukan saatnya [Name] melakukan itu.
"I-iya baiklah, aku paham. Jadi bisakah Megane-nii-cha--"
"Tidak, ini belum berakhir. Apa jawabanmu?"
Sial, kenapa harus ditanya jawaban sih? Apa Keito sudah kehilangan rasa malu? Lihat saja [Name] sudah berdecih disaat dirinya memalingkan wajah.
Ia benar-benar tidak bisa kabur seperti melakukannya dengan tiga kandidat yang lain.
"T-tunggu sebentar, jangan mendadak begini!!"
"Aku cuma butuh jawabanmu, apanya yang mendadak?"
'Nih anak urat malunya udah putus atau gimana sih?!' [Name] membatin frustasi.
Namun disaat dirinya masih bergelut dengan Keito, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik salah satu tangan [Name] dari belakang sehingga Keito terlihat sudah melepaskan kedua bahu [Name] dari genggaman eratnya.
"Hasumi-kun, jangan terlalu kasar padanya~"
"S-Sakuma ...,"
Seperti yang sudah disebut oleh Keito sendiri, pelaku yang sudah meloloskan [Name] adalah oknum Sakuma, lebih tepatnya Sakuma Rei.
Awalnya ia memang berada di cafeteria karena lemah letih lesu mengingat dirinya tidak memiliki peti mati yang lain disaat peti mati yang sering ia gunakan rusak. Ia hanya ingin mencari udara segar, tidak lebih. Tapi disaat dirinya ingin tidur di sofa cafeteria yang empuk dirinya malah mendengar sesuatu yang menurutnya sangat tidak menyenangkan.
Yah, untuk Rei sih tidak menyenangkan. Tapi ia yakin [Name] pun pasti merasa tidak senang ketika dirinya menjadi pusat perhatian hanya karena ulah Keito.
"Ekhem, m-maafkan aku. Aku sudah kelepasan." Keito memperbaiki sifatnya dengan membenarkan letak kacamatanya.
Merasa sudah aman, [Name] menghela napas lega. Dirinya sudah mengelus dada beberapa kali sampai tak sadar bahwa punggungnya ternyata masih bersandar pada dada Rei.
Setidaknya untung saja ada Rei disini.
"Kalau begitu, Wagahai pinjam Jou-chan sebentar~"
Ditariklah tangan [Name] sehingga terlihat seperti sedang menyeret. Tsukasa yang melihat itu tidak tinggal diam langsung menghampiri Rei yang membawa [Name] pergi.
Sedangkan Keito hanya bisa melihat mereka dari kejauhan. Niat hati ingin memanggil namun dirinya takut sang pujaan hati akan semakin menjauhi dirinya. Begitulah apa yang dipikirkan Keito saat ini sehingga lebih baik ia mengurungkan niatnya.
Beralih dimana [Name] dan Rei -maunpun Tsukasa yang tanpa diajak- sukses keluar dari situasi canggung, Rei melepas tangan [Name] lalu tanpa sengaja langsung lemas dengan jatuh terduduk di lantai.
"Eh, Rei-senpai kenapa?!" Tanya [Name] yang melihat kejadian itu. Tentu saja ia panik.
Orang yang dikhawatirkan dan mendapat pertanyaan dari [Name] malah terkekeh. Apanya yang lucu coba?
"Jangan terlalu khawatir begitu, Jou-chan. Wagahai hanya merasa tenaga Wagahai terkuras habis ketika keluar dari cafeteria."
Mendengar penjelasan Rei, secara refleks [Name] menoleh ke arah dimana matahari hari ini memancarkan sinarnya.
Benar juga sih, hari ini sangat terik. Melihat pemandangan Yumenosaki saja mata [Name] sampai menyipit sangking silaunya.
"Jangan langsung melihat mataharinya, Onee-sama. Nanti mata Onee-sama bisa sakit," ujar Tsukasa disaat dirinya berhasil menyusul mereka berdua dan dengan sigap melindungi wajah -terutama mata- [Name] dengan kedua tangan.
Perhatian sekali adik kecil Knights satu ini, Rei yang melihatnya pun bahkan sampai dibuat terkekeh lagi padahal tidak ada yang lucu.
'Indahnya masa-masa muda~' batin Rei geleng-geleng kepala sendiri.
"[Name]-chan!!!"
Mendengar panggilan yang tertuju hanya untuk [Name], seketika [Name] menoleh. Tsukasa dan Rei pun juga ikut menoleh biarpun nama mereka tidak dipanggil. Mereka hanya takut kalau Keito menyusul mereka dan memaksa [Name] untuk menjawab, padahal [Name] sendiri merasa enggan dan tidak nyaman.
"Oh, Kaoru-senpai."
Dari kejauhan, pelaku pemanggilan yang dikenal bernama Kaoru itu pun hanya cengar-cengir sebelum dirinya berhasil berada tepat di depan [Name].
Biarpun sudah ada seorang senpai lainnya yang ingin mengajak ngobrol [Name], apalagi saat mereka sudah saling berhadapan, kedua tangan Tsukasa masih tidak menyingkir dari atas kepala [Name].
Terlihat dari kejauhan sih Tsukasa seperti memeluk [Name] dari belakang, padahal Tsukasa hanya tidak ingin [Name] kepanasan. Lihat saja wajah [Name] yang sudah memerah.
"Kau tau? Mencium baumu dari kejauhan sudah membuatku mengenal dirimu loh~ Bagaimana? Hebat bukan?"
"...."
Ketiga orang yang ada disana -Tsukasa, [Name], dan Rei- melirik Kaoru secara bersamaan.
'Anak anjing kah?' Batin mereka bertiga secara bersamaan pula disaat melihat binar mata Kairi.
"Astaga, sangat langka sekali melihat Kaoru-kun menunjukan sifatnya yang seperti ini~"
Mendadak Kaoru menoleh mendapati Rei yang masih terduduk lemas sambil bersandar pada tiang bangunan. Kaoru semakin menatap Rei prihatin.
"Aku tadi bertemu Kanata-kun di air mancur loh. Kenapa kau tidak menyusul dia saja dan menumpang mandi?"
"Wagahai malah tidak suka basah disaat cuaca sedang panas, tau~"
Kaoru menghela napas lalu menggelengkan kepalanya lelah. Prihatin sih, tapi kalau sarannya tidak didengar ya buat apa? Akhirnya ia memutuskan untuk kembali terfokus pada [Name] yang masih menatapnya datar.
"Kau tau, aku sudah bisa membedakan baumu dengan bau Anzu-chan. Jadi kau tidak perlu merasa sedih lagi karena aku tidak akan salah mengira dirimu sebagai Anzu-chan~"
'Sadar diri juga dia sudah salah mengira diriku sebagai Anzu selama ini.'
Disaat [Name] masih terdiam karena sibuk dengan batinnya saat ini, tiba-tiba tangan Kaoru bergerak untuk menggenggam kedua tangan [Name] dengan wajah sumringah. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu saja.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau menjadi pacarku?"
"...."
Terdiam sejenak seperti ingin memproses, [Name], Tsukasa, dan Rei saling tatap satu sama lain sebelum terkejut.
"HAH?!"
Tentu saja jeritan keterkejutan mereka sukses membuat beberapa orang yang berada di depan cafeteria menoleh.
Kembalilah [Name] menjadi pusat perhatian part 2.
.
To be continued ....
Di vote dong ges kalo suka sama ceritanya :(
1261 word
Resaseki12
Kamis, 6 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top