Chapter 31 - Masa Lalu (2)
"Baiklah, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nii-chan bisa ada di lantai?"
Belum semenit Eichi bernapas lega dan duduk santai, [Name] sudah memberikan beberapa pertanyaan untuknya. Mau tak mau Eichi hanya membalas dengan senyuman getir mendengar pertanyaan [Name] yang dirasa seperti menginterogasinya.
"Tidak ada. Aku hanya membantu Tsumugi sedikit tadi."
[Name] memincingkan matanya, menatap Eichi dengan penuh curiga.
"B-Benar, Eichi-kun hanya membantuku sebentar tadi ...."
Dari belakang [Name], Tsumugi berujar tak nyaman karena merasa tidak enak hati membuat [Name] khawatir.
[Name] menghela napas. Walau dirinya masih terengah akibat berlari, setidaknya dirinya tidak terlalu khawatir seperti tadi. Kedua tangannya yang tadinya bergetar karena takut terjadi sesuatu kepada sang kakak juga sudah kembali tenang.
"Tenanglah, aku tidak apa-apa sekarang."
"Ya, aku tau." [Name] berujar sambil memalingkan wajahnya. Entah kenapa Eichi terkekeh pelan melihat reaksi [Name]. Setidaknya ia sedikit terhibur.
"Nii-chan sudah selesai dengan urusan disini?"
"Sayangnya belum. Masih ada yang ingin ku bicarakan dengan Tsumugi. Kau bisa pulang duluan jika lelah--"
"Tidak, aku akan menunggu."
Baiklah, untuk kali ini Eichi tidak bisa menyuruh [Name] pulang lagi. Ia paham jika [Name] sudah bertekad ingin menunggu, niatnya tidak akan pernah bisa diubah.
Kembali lagi Eichi melaksanakan aktifitasnya yang tertunda, yaitu membahas rencana tentang membentuk Sankijin-- tidak, Gokijin demi era perubahan di sekolah Yumenosaki. Sekolah ini memang butuh motivasi untuk membangkitkan semangat ingin menjadi idol agar tidak kalah dengan sekolah rival.
Semua yang Eichi katakan pada Tsumugi tentang pemilihan kandidat Gokijin kelima sudah [Name] dengar semua. [Name] tidak berniat untuk menguping, namun sepertinya Eichi juga tidak punya niatan untuk menyembunyikan semua rencana itu dari sang adik. Mau tak mau [Name] hapal dan mengerti maksud dari rencana Eichi.
'Padahal aku merasa mereka salah besar jika berniat ingin membangkitkan semangat anak muda dengan mengalahkan beberapa kandidat. Bukannya itu sama saja seperti Nii-chan menyuruh semua murid Yumenosaki membully para kandidat itu?' batin [Name] saat pikirannya tidak sejalan dengan rencana Eichi.
Beberapa menit telah berlalu, dan akhirnya Eichi pulang lebih dulu menggunakan limousine yang diantar oleh Tsumugi dan [Name] menuju depan gerbang sekolah. [Name] tidak berniat ikut dengan Eichi karena merasa ada sesuatu yang ingin ia lakukan di sekolah. Dengan berat hati Eichi pulang duluan.
[Name] menghela napas lelah melihat kepergian mobil Eichi. Rasanya pusing sekali mengingat dirinya semakin ketinggalan pelajaran dari sekolah yang berbeda.
Padahal sudah diberi keringanan oleh para guru dari masing-masing sekolah karena Eichi yang meminta, tapi rasanya aneh saja jika harus memakai orang dalam. Yah, setidaknya ia ingin terlihat hebat. Untuk itu [Name] selalu menyisihkan waktunya di sekolah Yumenosaki entah ke kantin atau tempat peristirahatan lainnya hanya untuk belajar.
"Seperti biasa, [Name]-chan selalu rajin ya."
Tunggu, suara siapa itu?
Menoleh kesana-kemari, [Name] baru sadar jika ada seseorang yang berdiri tepat di belakangnya dan berbicara padanya.
"Ah, Rei-senpai jangan mengejutkanku seperti itu. Aku bisa kena serangan jantung."
"Hahaha! Maafkan aku, [Name]-chan."
[Name] hanya menatap datar sebagai respon saat dirinya menengadahkan kepalanya untuk melihat Rei yang berdiri di belakangnya. Karena masalah tinggi badan jugalah [Name] bisa dengan mudah melihat Rei yang sudah berada di belakangnya.
Sakit juga kalau berlama-lama menengadahkan kepala. Dengan cepat [Name] mengubah posisinya menjadi berbalik agar bisa saling berhadapan dengan Rei.
Yang tadi itu hanya candaan. Mana mungkin [Name] memiliki riwayat penyakit jantung seperti kakak tercinta. Rei pun juga tau akan hal itu namun masih saja ia meminta maaf pada [Name].
"Mau ku ajarkan cara belajar yang efektif lagi tidak?" Tanya Rei yang sudah tau [Name] akan pergi kemana setelah ini.
"Kalau tidak ada bayaran aku mau saja diajarkan olehmu, senpai."
Rei terkekeh. Dengan menggenggam salah satu tangan [Name], Rei menariknya dan membawa [Name] entah kemana. [Name] juga tidak tau dirinya ingin dibawa kemana, tapi yang jelas seperti biasa, Rei akan menjadi guru private nya dalam beberapa hari selama Rei masih berada di Jepang.
"Anu, Rei-senpai." [Name] memanggil Rei selagi mereka berjalan, Rei hanya berdeham sebagai jawaban tanpa menoleh.
"Rei-senpai belum pergi kemana-mana lagi kan?"
Kepala Rei hanya mengangguk beberapa kali sebagai jawaban sebelum berbicara, "Jika aku berangkat sekarang, aku tidak mungkin ada di hadapanmu sekarang."
"M-Maksudku, kapan Rei-senpai akan pergi lagi--"
"Rei-kun!!!"
Seruan dari seseorang di belakang mereka berhasil membuat Rei berhenti melangkah. Mereka berbalik, mendapati Aoba Tsumugi dengan berlari mengejar mereka berdua.
"Rei-senpai kenal dia?" Pertanyaan [Name] sukses menarik perhatian Rei sehingga Rei melirik dirinya.
"Bisa dibilang begitu," kata Rei. [Name] hanya mengangguk tanda paham sebelum Tsumugi berhasil berada tepat di hadapan mereka berdua dan terengah efek berlari.
"A-anu ... A-apa Rei-kun tau tentang beberapa buku khusus yang menghilang di perpustakaan?"
Ternyata masalah buku hilang yang sebelumnya pernah dibicarakan itu. Kalau tidak salah, [Name] ingat Eichi pernah mengatakan itu pada Tsumugi.
Disuruh cari sendiri malah meminta bantuan pada Rei. Apa Tsumugi memang tidak sepintar itu? Itulah yang [Name] pikirkan saat menatap Tsumugi dengan tatapan rumit.
Disisi lain Rei malah terlihat merogoh sakunya beberapa kali seperti ingin mencari sesuatu. Setelah menemukan apa yang dicari, langsung saja Rei melemparnya pada Tsumugi. Untungnya Tsumugi bisa menangkap benda itu.
"Eh? Kunci?" Tsumugi dan [Name] bertanya secara bersamaan setelah Tsumugi menunjukan benda yang berhasil ia tangkap.
"Ya, untuk lebih lanjut kau bisa mencarinya di sekitar ruangan perpustakaan."
Mendapat anggukan tanda paham, Tsumugi akhirnya menjadi dari mereka berdua.
"Kau berusaha mengusirnya secepat itu, Senpai?"
Mendengar celetukan tak bersahabat [Name], Rei hanya menanggapinya dengan tawaan.
"Tidak ku sangka seorang gadis lugu sepertimu pun bisa berkata sepedas ini dengan ketua OSIS. Aku sakit hati loh~"
"..., sudah kuduga Senpai tau kalau aku seorang gadis."
Bukannya memberi pembelaan dari celetukan Rei, [Name] malah menjawab sesuatu yang lain. Sesuatu yang selalu [Name] usahakan untuk merahasiakannya dari semua murid. Walau nama [Name] disini berbeda, tapi tetap saja [Name] harus hati-hati.
Bisa saja jika gendernya dengan nama yang berbeda ketahuan, [Name] akan mendapat skandal besar. Yah, mengingat dunia idol memang sangat kejam jika sudah terkenal di seluruh penjuru dunia.
"Aku memang tidak berniat merahasiakan hal ini dari Senpai, mengingat Senpai selalu membantuku belajar, dan aku cukup menyukai Senpai. Tapi tetap saja, tolong jangan beritahu--"
"Tenanglah, [Name]-chan. Aku tidak akan seceroboh itu untuk mengumbar masalah orang lain." Rei memberi tepukan pelan di kepala [Name] sambil tersenyum. "Kau seperti baru mengenalku sehari saja."
Wajah [Name] memerah. Ia malu seperti sudah dituduh karena tidak percaya dengan senior sendiri.
Dipikir-pikir benar juga sih. Bahkan saat pertama kali masuk ke sekolah ini, [Name] lebih dulu mengenal Rei. Bisa dibilang, [Name] juga ngefans dengan sifat Rei yang sulit ia tebak.
"Jujur saja, Rei-senpai termasuk salah satu orang yang tau genderku loh."
"Haruskah aku mentraktirmu sebagai bentuk kehormatan karena sudah mengetahui gender aslimu, [Name]-chan?"
"Boleh saja-- Tunggu, [Name]-chan? Berarti Senpai sudah tau gender asliku sejak awal?"
Kembali lagi Rei mengeluarkan kekehan khasnya saat [Name] bertanya. Padahal tidak ada yang lucu, kenapa Rei malah tertawa?
"Sedang apa kalian disana?"
Sial, pengganggu lainnya lagi. [Name] harus kembali ke masa sekarang karena Hasumi Keito dengan seenak jidat malah nimbrung dan membuat cerita [Name] buyar.
Sudut pandang [Name] kembali lagi ke masa dimana dirinya sedang duduk santai di salah satu gazebo bersama Tori yang masih memeluknya dan Tsukasa yang duduk di seberangnya. Mata [Name] memincing tidak suka saat menyadari Keito berdiri di sebelahnya.
"Kenapa Megane-niichan ada disini? Aku baru saja ingin menceritakan kisahmu yang memalukan pada mereka."
"Jangan aneh-aneh, aku tau kau belum mengisi energi di siang bolong begini. Ikut aku sekarang."
Siapa yang tidak kesal saat baru datang sudah main menyuruh seseorang untuk mengikuti dirinya? Tentu saja [Name] juga termasuk. Lihatlah salah satu tangannya yang sudah meremas kuat saat berada di bawah meja.
Rasa hati ingin melempar kepala Keito dengan meja, namun [Name] mencoba bersabar.
Ia urungkan niat tersebut lalu berdiri dari duduk sebelum akhirnya melangkah mendekati Keito.
"Eh, Onee-sama, aku ikut!"
"J-jangan tinggalkan aku juga, Nee-chan!"
Kedua anak yang tadinya sedang mendengarkan cerita seru dari [Name] mulai mengikuti kemana langkah [Name] membawanya mengikuti Keito.
Benar sih [Name] belum makan apapun sejak berada di ruang latihan tadi. Perutnya hanya diisi camilan dan manisan, belum lagi teh yang dibuatkan Hiyori saja.
[Name] sih akan menerima dengan senang hati jika Keito benar-benar berniat ingin memberinya makan atau minum disaat keadaan sedang panas-panasnya.
.
To be continue ....
30 vote = Next
1370 word
Senin, 8 April 2024
Resaseki12
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top