Chapter 22 - Saudara
"APA-APAAN-- GA ADIL INI GA ADIL!!!" [Name] berteriak mencak-mencak tak terima sambil menunjuk-nunjuk salah satu unit, yaitu fine, yang ada di atas panggung.
Tenang, [Name] mencak-mencaknya sudah dijagain sama Ritsu. Seperti biasa, Ritsu selalu ada di samping [Name].
Ciee, baper ga nih dijagain sama doi?
Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa [Name] bisa sampai mencak-mencak begitu sambil mengeluarkan suara toa penolakan untuk unit fine? Jawabannya adalah, karena unit fine menang dari unit Valkyrie.
[Name] sudah menduga kalau fine pasti akan menang dari Valkyrie. Tapi masalahnya, kenapa unit fine yang notabenenya menggunakan koreografi sederhana banget bisa mengalahkan Valkyrie dengan tampilan yang paling bagus dan menawan?
"Sabar [Name]-chan, sabar." Ritsu masih saja senantiasa menggenggam erat tangan [Name] agar [Name] tidak sampai lepas dan membunuh kakaknya sendiri di depan panggung.
Bisa jadi pembicaraan hangat atau berita yang sangat hot [Name] nanti. Masih untuk kalau dimasukin penjara, ntar kalau dihukum mati di usia muda makin berabe urusannya.
Bukan itu saja, [Name] bisa saja dicoret dari nama KK keluarga Tenshouin dan mengakibatkan dirinya gelandangan seumur hidup.
Baiklah, kita kembali ke flashback saja sebelum ini terjadi, dimana [Name] masih senantiasa berkutat di depan layar HP-nya untuk sekedar mengecek grup chat yang diundang kakaknya.
"Cih, padahal aku udah dapet lokasinya Megane-niichan." [Name] menggenggam erat ponselnya tak terima dengan apa yang Eichi katakan di dalam grup chat untuk mendukungnya.
Mau tak mau [Name] turuti saja kemauman Eichi datang ke panggung. Mana tau kalau dirinya menolak, [Name] bisa saja babak belur berkat bodyguard Eichi yang paling setia melayaninya.
"Aku mau makan dulu, enaknya makan apa ya?"
Sambil melirik sekeliling, matanya berfokus pada satu hal. Akhirnya, [Name] tau apa yang harus dia beli untuk melanjutkan menonton beberapa unit dari bangku penonton sambil memakan camilan.
"Ritsu, aku datang!!!"
"Akhirnya kamu datang, [Name]-chan. Tapi, apa-apaan ini?" Sambil bertanya, mata Ritsu sudah melirik tumpukan makanan yang ada di tangan [Name] dengan tatapan horor.
"Gapapa, ini camilan untuk nonton nanti."
"Apanya yang camilan-- semua makanan itu bahkan nggak sesuai kalau disebut camilan."
"Kalau aku mampu ngabisin, berarti penyebutan 'camilan' jadi sesuai dong?"
Dahlah, tepuk jidat aja adiknya Sakuma melirik si doi makan yang disebut 'camilan' tadi dengan lahapnya.
Membeli 20 tusuk cilok dengan 2 kentang goreng ukuran jumbo ditambah burger dan hotdog yang besarnya tak main-main sambil membawa segalon soda coca-cola, darimananya bisa disebut 'camilan'?
Pertandingan selanjutnya dari unit Trickstar dan Ryuseitai akan dimulai dalam 10 menit lagi dari sekarang. Sambil emosi mengingat betapa tak berperikevalkyrieannya beberapa orang yang ikut voting membuat [Name] jadi malas menonton. Bahkan saat menghabiskan 10 tusuk cilok pun [Name] menghabiskannya dengan penuh emosi.
Kadang Ritsu makin was-was dengan [Name], apa benar yang sedang bersamanya ini [Name] yang asli bukan setan yang merasuki raga tak berakhlak?
Sesekali, [Name] emang perlu di ruqyah biar nggak kayak kakaknya yang udah jadi perwujudan iblis manusia.
"Terkadang aku masih belum biasa dengan porsi makan besarmu ini, padahal kau sering menunjukkannya di ruang latihan." Ritsu menghela napas dan mengacak rambut sedikit frustasi.
Tit!
[Name] dan Ritsu sontak menoleh ke arah sumber suara.
Suaranya emang sebentar, tapi cukup untuk mengagetkan mereka berdua.
"Suara apa itu?" Tanya Ritsu penasaran.
Tit!
Suara itu kembali terdengar lagi, membuat mata keduanya menoleh pada lengan kiri [Name] secara bersamaan.
Ah, rupanya itu alat pengukur [Name].
'Ya elah, baru makan banyak berapa porsi aja udah bunyi aja nih alat?! Sialan emang! Pengen tak rusakin jadinya.'
Ya, suara yang berbunyi dan mengganggu waktu kencan mereka berdua berasal dari alat yang bisa mengukur rasa sakit. Hampir mirip dengan cara kerja alat pengukurnya Eichi, tapi bedanya alat pengukur Eichi hanya untuk mengukur bengeknya doang sedangkan alat pengukur [Name] akan mengukur rasa sakit yang tak bisa dirasakan [Name] sekecil apapun sakitnya.
Mau itu luka gores, kejepit, bahkan pusing dan migrain sekalipun alat [Name] bakal berbunyi beberapa kali.
"Alat apa itu [Name]-chan?"
"Pengukur usia cepet matiku."
"Hah?"
Nggak salah kan [Name] ngomong gini? Entahlah, asalkan jangan diaminin aja. Ntar tamat nih cerita.
"Gapapa, intinya gitu deh. Aku harus nyusul kakakku. Males banget mau lanjut nonton. Kalo lagi bunyi gini pasti dia khawatir."
"Oh, kalau gitu hati-hati. Awas kesandung."
"Siap! Aku nitip ini deh! Aku ga mampu ngabisin. Ntar tuh setan ngeluh kenapa aku bisa bengek cuma karena minum soda kebanyakan."
Lha terus kenapa kau beri satu galon coca-cola ke Ritsu, [Name] sayang? Kau pikir vampir bisa ngabisin coca-cola?
Ngabisin darahmu aja aku mampu, masa ngabisin cola pemberianmu aja aku ga mampu? -Ritsu bi laik.
Berlari kecil mengitari sekeliling sambil terus bertanya dimana Eichi berada, akhirnya [Name] bisa pergi ke rooftop dan menemukan Eichi dengan mudah berkat bantuan dari duyung yang ada di air mancur.
Sebenernya, Itsuki Shu, salah seorang leader dari Valkyrie juga ada di sana, tapi [Name] lagi tidak ingin mengajak ribut dan membiarkan Shu tenang dulu sejenak bersama dengan duyung.
Salahnya dia juga nggak bisa membuat pandangan semua penonton jadi tak berpihak banyak pada unit Valkyrie. Kalau aja [Name] bisa mengerahkan seluruh kemampuannya dan tak diganggu oleh iblis laknat, mungkin aja [Name] bisa membuat pandangan para penonton bisa berpindah pada Valkyrie.
"Dasar, kenapa harus di tempat yang susah ditemukan sih?" [Name] mengeluh melihat kakaknya yang sudah bersandar membelakangi dirinya yang tak jauh dari tepatnya berdiri.
Dia yakin sekali saat ini kakaknya sedang melamunkan sesuatu melihat betapa Eichi tak sadar ada suara seorang Tenshouin [Name] tepat di belakangnya. Kalau diri Eichi yang biasanya, pasti telinganya akan lebih konek ketika mendengar suara [Name] biarpun berjarak 50 meter.
Ngeri juga overprotektif kakak yang satu ini. Mungkin beginilah apa yang dirasakan Ritsu disaat dirinya tidak senang kakaknya memata-matainya selama 24 jam dengan bantuan orang lain.
Disaat [Name] ingin melangkah lebih jauh lagi, disaat itu jugalah ia secara refleks menghentikan langkah kakinya ketika mendengar ada seseorang datang kemari.
"Ah, disini kau rupanya, Eichi."
"T-ternyata Hibiki-senpai."
[Name] mulai menetralisir napasnya ketika sadar ternyata yang datang adalah orang yang dia kenal. Niat hati ingin kabur juga ia urungkan.
Wataru tampaknya juga terlihat terkejut adanya [Name] di belakang mereka, namun ia urungkan niat ingin menyapanya dan lebih memilih mengobrol bersama Eichi.
"Kau seharusnya jangan berkeliaran seperti ini. Aku tau kau pasti merasa gugup karena Valkyrie."
"Wataru."
"Ya?"
"Yang sebelumnya itu ... benar-benar membuatku berdebar!"
Mata [Name] dan Wataru melebar bersamaan, menunjukkan bahwa mereka sama-sama terkejut dengan kata-kata Eichi.
Dikira mereka Eichi mau marah sama Valkyrie, tapi melihat wajah bersemangat dan nada antusiasnya itu sudah menunjukkan pada mereka bahwa sekarang Eichi sedang memuji mereka.
"Kau tau, Wataru?! Bahkan gerakan tubuh dari jari-jari mereka bagus sekali! Aku tak pernah membayangkan bisa melihat tempo yang serumit itu!"
Kali ini mata Eichi mulai melirik dimana teman satu unitnya berada.
"Wataru, bagaimana menurutmu dengan [Name]?"
"..., kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?"
Seseorang yang menjadi objek pembicaraan hanya dapat diam mendengarkan apa yang akan Eichi katakan di belakang dirinya.
Masnya ternyata kebiasaan ngeghibah adik sendiri toh.
"Aku yakin sekali disaat Valkyrie bisa sehebat itu karena [Name] yang melatih mereka."
'Nggak-nggak, itu hanya omong kosong. Jangan percaya. Waktuku selama ini kan cuma dihabiskan untuk dia seorang di cafetaria.' [Name] mengibaskan tangannya beberapa kali berusaha untuk menolak pada dirinya sendiri.
"Aku tak tau kalau sifatmu se-overprotektif itu pada adikmu sendiri."
"Haha, maaf."
"Tak apa. Lagipula, angin disini mulai dingin. Kau harus masuk ke dalam sebelum masuk angin."
"Ah, benar juga--"
Baru saja Eichi ingin berdiri, tiba-tiba kakinya tidak merasa kuat menahan beban tubuh dan mengakibatkannya libung. Secara refleks [Name] juga ingin menggapai Eichi dan menolongnya, namun ia urungkan niat tersebut kala melihat Wataru yang sudah bertindak lebih dulu untuk menahan beban Eichi.
"Tuh, kan. Sudah ku bilang kau akan sakit." Wataru menyelimuti Eichi yang sebelumnya sempat ia bawa.
Duduk di salah satu bangku di samping Eichi, kepala Eichi mulai bersandar pada pundak Wataru.
Mengoceh sebentar tentang bagaimana dirinya iri dengan kemampuan Valkyrie dan juga adiknya sendiri pada Wataru. Eichi juga kagum pada kemampuan mereka, apalagi adik sematawayangnya sebelum akhirnya dirinya tertidur pulas.
"Bagus sekali, bahkan aku baru melihat sisimu yang seperti ini jika sudah menyangkut tentang adikmu. Kau sudah mendengarnya bukan, [Name]?"
"Eh?"
Terkejut, [Name] menoleh pada Wataru yang sudah meliriknya daritadi.
"Aku tak begitu yakin bagaimana permasalahanmu sampai kau bisa sebenci itu pada kakakmu sendiri. Persaudaraan kalian mengingatkanku pada seseorang."
"A-ah, yang Hibiki-senpai maksud pasti Rei-senpai." [Name] tertawa hambar sambil menggaruk pipinya pelan.
"Yah, pokoknya begitu. Sebelum aku lulus, aku akan membantu Eichi agar membuatmu akur dengan kakakmu sendiri. Sepertinya menyakitkan juga jika berada di posisi Eichi dan Rei."
"Tapi aku nggak mau akur tuh."
"Harus mau dong."
"Nggak akan."
"Hahaha, sepertinya tugasku akan sulit untuk meyakinkanmu."
Wataru memiringkan kepalanya, berusaha mengalihkan pandangan matanya dari yang sebelumnya bertatapan dengan [Name].
"Aku yakin, kau pasti akan menyesal kalau tidak akur sebelum hari kelulusan."
[Name] hanya terdiam. Dirinya benar-benar tak berniat untuk membalas perkataan Wataru. Tekat [Name] yang mengatakan agar tidak akur dengan sang kakak sudah bulat setelah mengetahui suatu kebenaran yang memang sepantasnya tidak dilakukan oleh sang kakak.
"Asal Hibiki-senpai tau aja, aku nggak ada niatan sama sekali untuk akur sama Eichi-nii."
"Haha, kau akan menyesal, [Name]."
Mereka hanya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya [Name] menengadahkan kepalanya dan mengatakan sesuatu.
"Bulannya indah ya?"
"UHUK!"
Wataru tersedak air liurnya sendiri mendengar kata-kata [Name]. Jelas [Name] ikut terkejut dan panik melihat Wataru yang beberapa kali terbatuk.
"Hi-Hibiki-senpai nggak papa?!"
"Nggak, aku nggak papa ... uhuk!"
"Minum dulu atuh! Nih minum!" [Name] menyodorkan botol minum di tangannya.
"Nggak perlu. Bisa-bisa aku dibunuh kakakmu kalau aku meminumnya--"
"APA HUBUNGANNYA OY?! SITU MAU MATI LOH!"
"Jahatnya, padahal aku hanya tersedak."
Setelah keadaan sudah terkendali, Wataru melirik dimana [Name] berada.
"[Name]."
"Ya?"
"Coba kau katakan kata-kata tadi pada kakakmu. Aku yakin kakakmu akan senang mendengarnya."
"..., hah? Senpai mau Eichi-nii mati tersedak?"
"Bukan begitu maksudku, [Name]."
Menunggu beberapa saat, akhirnya bodyguard Eichi yang memang sudah dipanggil [Name] daritadi datang juga. Sambil mengangkut Eichi ke mobil, [Name] juga ikut masuk ke dalam mobil untuk membantu Eichi yang terbangun dari tidurnya.
"Alatmu berbunyi sebelumnya?"
"Jangan dipedulikan. Sekarang ini yang diprioritaskan tuh keadaan Eichi-nii, tau!"
"Ahaha, maaf merepotkanmu lagi."
"Udah tau ngerepotin masih aja penyakitan." [Name] bergumam yang dibalas dengan tawa kikuk Eichi, menumpukan salah satu tangannya di gagang pintu mobil sambil memandangi pemandangan di luar kaca setelah mobil dijalankan.
Melirik adanya bulan purnama yang indah di penglihatannya, [Name] jadi teringat dengan kata-kata Wataru sebelumnya.
'Haruskah ku katakan? Tapi kalau nanti bengek gimana? Ah, coba aja dulu lah ya.'
"Eichi-nii."
"Ya, [Name]-chan?"
"Bulannya indah banget."
"UHUK!"
Benar saja apa yang dibayangkan, Eichi tersedak mendengar [Name] mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah dikatakan seorang Tenshouin [Name]. Pacaran aja nggak pernah, kok bisa dia ngomong begitu?
"Tuan muda! Anda tidak apa?!"
"Apa ada yang sakit?!"
"Haruskah kita ke rumah sakit?!"
Berbagai pertanyaan dari masing-masing bodyguard diluncurkan. [Name] jadi yakin akan satu hal, kalau ngomong kata-kata sakral barusan bisa membuat orang lain hampir mati tersedak.
"Aku tidak apa, aku baik-baik saja," balas Eichi untuk mengusir kekhawatiran dari masing-masing bodyguard.
"Ngomong-ngomong, kau belajar kata-kata itu dari siapa?"
"Nggak ada, aku ngomong sendiri."
"Wah, berarti kau sudah mengakuiku sepenuhnya?! Tak disangka, ternyata ungkapan rasa sayang dan cintamu pada kakakmu ini akan datang juga!"
"OGAH BANGET AING SAYANG SAMA KAKAK PERWUJUDAN IBLIS MACAM KAU!!!"
Bergidik ngeri, [Name] menepuk kursi yang ada di depannya dan mengatakan pada sang pengemudi bahwa ia akan berhenti dan berjalan sendiri saja.
"Tunggu, [Name]-chan! Kamu ngapain--"
"Aku ga mau satu mobil sama orang yang penyakit buchinnya kambuh! Apalagi sama adik sendiri!"
Brak!
"W-wah, dia benar-benar marah."
.
To be continue ....
Balik lagi sama nih buk. Maap lama banget up nya, mau rewatch aja harus bergelud dulu sama jaringan dan mood makanya ga selesai.
Btw, aku mau nanya sesuatu dulu sebelum lanjut. Kira-kira, kalian enaknya baca dengan bahasa baku atau non baku?
Kalau non baku, mulai chapter depan aku bakal ngetik pakai bahasa yang mudah dimengerti aja kayak gini. Kalau mau contoh, baca buk ff ku yang Little Nightmares.
Tapi kalau baku, yaudah, aku bakal pake bahasa yang kaku. Kemungkinan besar ga akan ada komedi juga sih karna penggunaan bahasa yang kek gitu akhir-akhir ini emang susah mnurutku.
Yaudah itu aja, semoga kalian masih mau menikmati cerita ini~
Plis lah vote kek nih cerita kalo kalian baca. Akhir-akhir ini aku jadi males mau up nih buk.
2059 word
Resaseki12
Sabtu, 31 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top