Chapter 11 - Derita [Name]

"M, Mi, Mik ...."

"Y, Ya? K, Kita pernah bertemu sebelumnya?"

"K, Kau ... kenapa ...."

Mulut [Name] bergetar hebat untuk digunakan berbicara kali ini. Bola mata [Name] berputar, pertanda kerja otaknya saat ini tidak membuahkan hasil sama sekali. Wajah [Name] seketika itu juga berubah warna menjadi merah padam.

'Author somplak! Kau pasti sudah menjadi korban sinetron! Aku yakin saat mengetik naskah ini, si Author sialan itu menonton sinetron menjijikan itu di tv.'

Nampaknya, seorang gadis yang sedang melakukan yuka-don pada seorang pria saat ini sedang meliputi otaknya dengan pikiran negatif.

Padahal seorang Author disini tidak seburuk itu, malahan si Author dengan senang hati membantu [Name] untuk mendekatkan dirinya pada seseorang bermanik belang alias Kagehira Mika.

"Maafkan aku--"

Belum sempat [Name] berujar untuk meminta maaf dan segera bangkit dari posisinya, Kagehira Mika dengan santainya memutarbalikkan posisi mereka sekarang sehingga [Name] bisa berada di bawah Mika.

Wajah [Name] semakin memerah dibuatnya. Otaknya juga tak berfungsi dengan benar kali ini.

"Maaf. Tapi, bisakah kamu tunggu sebentar? Murid-murid disini semakin ramai untuk menuruni tangga. Kau akan terinjak nanti."

Makin memerahlah wajah [Name] mendengar Mika mengatakan hal tersebut untuk melindunginya dari rasa sakit. [Name] ingin menangis saja rasanya.

'Maaf, Mika. Kalau saja aku manusia normal, mungkin aku bisa memiliki rasa suka padamu.' [Name] membatin dalam hati kala kedua tangannya sudah menutup rapat mulutnya karena posisi yang semakin tidak wajar.

Bagaimana tidak? Lihat saja posisi mereka berdua. Terlihat Mika yang makin memeluk erat [Name] dalam dekapannya agar [Name] tidak merasakan rasa sakit saat terkena injakan.

Jika kalian tidak bisa membayangkannya, cukup bayangkan seseorang yang memeluk seekor kucing kecil dalam dekapannya. Begitulah apa yang sedang dilakukan Mika saat ini pada [Name].

Untuk itu, [Name] harus benar-benar menutup rapat mulutnya dengan kedua tangan. Bisa terjadi bencana besar nantinya kalau Mika sampai tidak sengaja mengambil ciuman pertama [Name].

Hukuman yang paling ringan, mungkin Mika akan dikeluarkan dari sekolah dengan alasan sudah merebut ciuman pertama dari adik ketua OSIS.

"M, Mi, Mi--"

Semua orang yang berlalu menuruni tangga sudah mulai berkurang, tapi [Name] masih saja terlihat sangat sulit untuk memanggil nama Mika lagi yang kedua kalinya.

"Benar juga. Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa tau namaku?" Mika bertanya saat ia melihat wajah [Name] yang memerah padam. Tentu saja Mika panik, takut jika [Name] terserang demam.

"T, Tunggu, kau tak apa?"

Bruk!

Terlambat sudah. [Name] pingsan di dalam dekapan Mika, membuat Mika semakin panik dan takut jika ia sudah membunuh orang akibat dekapan maut miliknya.

"Huwaaa!!! Tunggu, kau jangan mati! Oshii-san akan membunuhku kalau aku membunuh orang!"

Terdengar jelas di telinga [Name] saat Mika berteriak jangan mati di depan [Name] sebelum kesadarannya mulai menghilang. [Name] juga merasakan tubuhnya sedikit diguncang.

'Duh, rasanya mau ngerjain anak orang tapi ga bisa.'

###

[Name] terbangun, matanya sesekali mengerjap tanda ia sudah mulai sadar dengan keadaan sekitar.

"..., aku dimana?"

Mungkin tidak juga, untuk yang satu ini.

"[Name]-sama!"

[Name] merasakan telinganya menangkap suara seseorang yang sedang memanggilnya. Suara itu juga tak asing baginya. Ia tau betul, siapakah seseorang yang memiliki suara seindah butler pribadi yang sering berlalu di rumah besar milik keluarga Tenshouin.

"Ah, rupanya kau, Fushimi." [Name] mengelus beberapa kali dadanya sebelum bergumam, "Untung saja bukan kakakku yang datang."

"Maaf?"

"B, Bukan apa-apa!" [Name] terkekeh pelan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ngomong-ngomong, Mika dimana?"

"Saya menyuruhnya pulang setelah saya mengangkut anda ke ruang UKS."

'Me, Mengangkut? Jadi kau ga pake acara gendong ala tuan putri tapi gendong ala kantung beras?!'

[Name] terkejut bukan main mendengar perkataan Yuzuru. Dari bayangan [Name], Yuzuru sepertinya orang yang tidak normal juga seperti dirinya dan teman-teman kelas 2-B lainnya.

'Ternyata, kau ga beda jauh sama pecinta daging dari kelas sebelah.'

"Rupanya kau disini, [Name]."

Terdengar suara seseorang lagi dari balik pintu sebelum orang tersebut menampakkan dirinya dengan kacamata yang masih dengan setianya bertengger di batang hidungnya. [Name] dan Yuzuru juga pasti akan langsung tau siapakah orang tersebut tanpa harus melihat wajahnya.

"Wah, Babu Nii-san menghawatirkan aku?" Tanya [Name] dengan wajah yang berseri saat tau siapakah orang yang datang kali ini.

"Kau ini ... bukankah sudah ku bilang jangan memanggilku begitu?!" Keito kesal dengan perempatan imajiner yang sudah terpampang jelas di kepalanya.

Namun, bukan Tenshouin [Name] namanya jika sudah diberi death glare oleh teman masa kecil kakaknya sekaligus teman masa kecil [Name] juga langsung menciut seperti kelinci yang takut ingin diterkam.

Malahan, [Name] akan dengan senang hati menggoda seseorang yang bernama Hasumi Keito sampai urat kesabarannya putus.

[Name] memang ditakdirkan memiliki sifat yang sama dengan sang kakak rupanya, yaitu sama-sama menyusahkan Keito yang menjadi korban bully dari keluarga Tenshouin bersaudara.

"Kalau begitu, ku panggil 'Megane-niichan' aja dong~? Kan katanya nggak boleh manggil 'Babu Nii-san'~"

Begitulah keseharian dari seorang Hasumi Keito ketika dihadapkan dengan keluarga Tenshouin bersaudara.

Kesal? Tentu saja.

Kalau bisa, Keito ingin sekali menuliskan nama mereka berdua dalam buku kematian agar mereka bisa segera menuju ke alam mereka yang sesungguhnya.

Tentu saja Keito tak sejahat itu untuk mengirimkan mereka 'yang menyusahkan hidupnya' di dunia ini.

"Terserah kau saja. Aku harus kembali ke ruang OSIS karena harus melaporkan dirimu 'yang membuat masalah' ini pada kakakmu."

Keito pergi, ruang UKS pun seketika itu juga menjadi hening, tak ada suara sama sekali. Walau tak ada suara, sebenarnya dalam batin [Name] sudah mengatakan hal yang tak jelas bahwa dirinya tidak berbuat masalah seperti apa yang dipikirkan Keito.

"Oh, iya."

[Name] menghentikan niat mengumpat dalam hatinya lalu beralih untuk menatap Yuzuru yang masih senantiasa duduk di sebelah kanan [Name].

Terharu memang, ingin saja [Name] menangis, tapi bukan itu tujuan utama [Name] ketika beralih menatap Yuzuru.

"Kamu yang bawa aku kesini kan? Kalau gitu, kamu ga liat kejadian 'itu'?" Tanya [Name] berbisik dengan maksud agar tidak bisa didengar orang lain yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.

"Tidak."

"Beneran?!"

"Hanya sedikit."

Hilang sudah harapan [Name] ketika mendengar 'hanya sedikit'-nya Yuzuru. Sudah pasti 'hanya sedikit' yang Yuzuru maksud, Yuzuru sudah melihat keseluruhan adegan itu secara langsung.

Rasa penyesalan karena sudah berharap lebih agar Yuzuru tidak melihatnya sama sekali pun perlahan bangkit. Pantas saja para murid yang menuruni tangga tidak begitu ramai dengan cepat saat [Name] belum jatuh tepat di depan Mika.

Alasan semua murid yang memotong jalan untuk pergi ke tangga lainnya sudah pasti ulah Yuzuru.

Entah [Name] harus berterima kasih karena sudah tertolong atau tidak.

'Kau kejam skali, Yuzuru.'

"[Name]-chan!"

[Name] secara refleks berdecih kala mendengar suara panggilan yang tak asing ia dengar. Pagi, siang, sore, dan malam [Name] selalu mendengar suara tersebut. Tak heran bagi dirinya mengenal suara seseorang yang akan muncul kali ini.

"Tenshouin Eichi."

"Jahat sekali kau memanggil kakakmu sendiri dengan nama panjang~" Eichi menangis lebay dengan air mata buaya, tentu saja [Name] dengan cepat menyadari hal itu.

'Kok bisa aku dilahirin di keluarga yang sama sama dia? Sodaraan kan jadinya.'

"[Name]-chan." Eichi memanggil [Name] lagi untuk membuat [Name] menatap dirinya. "Aku dengar dari penjelasan Keito, apa kau berbuat masalah lagi?"

[Name] refleks berdecih saat Eichi bertanya. Ia tak habis pikir dengan pemikiran kakaknya. Segitu tidak percayanyakah Eichi pada adiknya sendiri?

[Name] juga berpikir, Keito sama saja dengan kakaknya. Sebelas dua belas istilahnya. Jika tidak, ia tidak akan mungkin mengadukan masalah ini pada Eichi.

'Dasar tukang ngadu.' [Name] mengumpat tak suka walau ia tidak tau bahwa Keito sebenarnya tidak mengerti dengan masalah yang [Name] hadapi saat ini.

Sebenarnya, yang tadi itu tidak bisa disebut masalah juga. Mengingat betapa polosnya Mika untuk melindungi [Name] yang akhirnya ditolong juga dengan Yuzuru saat [Name] tak sadarkan diri dengan pesona dan aura kesucian yang Mika miliki.

"Tidak, Kaicho-sama. [Name]-sama tidak pernah berbuat masalah," jelas Yuzuru dengan berpose ala butler pribadi [Name]. "Saat itu [Name]-sama mendapat masalah dari orang lain, maka dari itu saya menolongnya."

'Yuzuru~ kau emang cocok jadi butler pribadiku~' [Name] menangis bombay tanda terharu bahwa Yuzuru tidak seperti kebanyakan orang yang hanya bisa menyalahkan dirinya saja dari salah satu pihak.

Setelah membungkuk hormat, Yuzuru kembali berujar, "Selain itu, [Name]-sama juga sempat dipeluk oleh K--"

Belum selesai Yuzuru berujar, [Name] dengan cepat membekap mulut Yuzuru. [Name] sudah mengerti sangat jelas apa yang ingin dikatakan Yuzuru.

'Ku tarik kata-kataku kembali untuk menjadikanmu butlerku. Emangnya semua orang yang ada disini cuma bisa nyudutin aku ya?!' tanya [Name] kesal pada Yuzuru sekarang. [Name] sangat mengerti pemikiran Yuzuru untuk menjelaskan kejadian dirinya yang dipeluk Mika dalam posisi yuka-don.

Kalau saja [Name] tidak sigap menutup mulut laknat Yuzuru, sudah pasti nama Kagehira Mika akan dikenang satu sekolah setelah dikeluarkan karena sudah memeluk mahluk suci tak berdosa dari adik kaisar alias ketua OSIS. Padahal [Name] tak sesuci Kagehira Mika.

Tentu saja [Name] tidak ingin hal itu terjadi dan menyebabkan seseorang yang bernama Itsuki Shu mengamuk pada dirinya.

.

To be continue ....

60 vote ✨ = Next

1445 word

Resaseki12

Sabtu, 07 November 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top