[1/10]

Aku tak pernah menyuruhnya ...

—————

Sungguh baru kali ini Gempa lupa caranya menghentikan senyumnya. Lengkungan pada bibirnya senantiasa terangkat. Tak lain karena ulah seorang gadis *uhuk* pacar *uhuk* di belakangnya.

Pasalnya sang gadis selalu membuntutinya dari belakang, ia tak berani berjalan berdampingan dengan Gempa.

Sudah mirip anak ayam.

Bila didekati akan menjauh beberapa langkah. Mungkin karena belum terbiasa berdekatan dengan lawan jenis.

Terus kenapa pacaran, Neng, kalo malu deketan sama Aa. //halah

Yah... siapa sih yang bisa menolak senyuman kalem (kadang seram) milik Gempa, 'kan? (Name) sudah keburu pingsan di tempat saat ditembak.

"Kenapa jalannya jauhan gitu?" tanya Gempa dengan lembut lalu menggapai tangan (Name) dan menggandengnya. "Sini, aku nggak gigit, kok."

(Name) hanya menunduk dalam, tak berani melihat langsung paras rupawan remaja putra itu.

Gempa melihat arlojinya. "Ah, sebaiknya kita agak cepetan. Gerbangnya sudah mau ditutup," katanya seraya tersenyum.

Mereka berdua bergegas agar tak terlambat. Namun karena terburu-buru, tak sadar tali sepatu (Name) terlepas dan membuatnya terjatuh. Lutut sang gadis lecet.

"Sa-sakit," cicitnya pelan. Gempa jadi merasa bersalah.

"Maaf, ya, jadi jatuh." Gempa merendahkan tubuhnya, punggungnya menghadap ke (Name). "Ayo naik. Aku gendong supaya cepat."

"... nggak apa-apa, nih?" tanya (Name) ragu. Gempa balas dengan anggukan.

Untungnya gerbang belum tertutup. Gempa memutuskan untuk mengantar (Name) ke UKS dulu, mengobati luka pada lutut sang gadis.

Sepanjang langkah ke UKS banyak sepasang mata yang melirik keduanya. (Name) menenggelamkan kepalanya di bahu Gempa, malu karena diperhatikan terus.

Sesampainya di UKS, Gempa menurunkan gadisnya perlahan lalu mengobati luka tersebut agar tidak infeksi.

"Nah, sudah."

"Maaf ngerepotin. Masih agak perih sih, tapi makasih loh ..."




"... umm ... Papa."

Kumaha?

.
.

Bonus

"err ... tadi itu apa?"

"Ma-maaf refleks panggil kamu gitu... L-la-lagian kamu udah kayak seorang papa."

"... begitu."

"Ma-maaf! Maafkan aku yang berdosa ini! Kesalahanku memang tak termaafkan. Lebih baik aku tak usah hidup. Aku-"

"Eh, tak apa. Aku nggak kesinggung kok. Mungkin diambil dari suku kata terakhir, Gem-pa. Jadi kepanggilnya cuma Pa."

"Aku tau kau marah. Kau sungguh baik hati!! Aku salah ... Aku salah ..."

"Sudah, (Name) ..."

—————

... memanggilku dengan unik. Tapi emang, sih, dia mirip anak kecil, hehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top