2.2 Berhati - hatilah (2)

"Shane, perkenalkan ini adalah sahabatku Maggie. Maggie, inilah pria keberuntunganku, Shane." Wanda memperkenalkan dua orang itu.

Maggie mengulurkan tangannya dan berkata, "Halo, Shane. Senang berkenalan denganmu."

Shane menoleh ke arah Maggi lalu membalas uluran tangan Maggie. "Aku juga senang berkenalan denganmu, Maggie."

"Wow. Di mana kau bisa menemukan pria tampan ini, Wanda?" Maggie mengerlingkan matanya menggoda sahabatnya.

"Rahasia. Aku tidak akan memberitahumu." Wanda bergelayut manja di lengan Shane.

Maggie tertawa melihat sikap Wanda yang tidak ingin Shane direbut oleh siapapun. "Dasar pelit. Tapi tidak masalah. Aku akan mencari tahu sendiri."

"Maggie. Jangan kau lakukan apa yang kita pikirkan bersama." Wanda melotot ke arah Maggie. Dia tak percaya Maggie akan mencari pria lain demi membalas Frank.

"Kau mengenalku dengan sangat baik, Wanda. Mana mungkin aku melakukannya. Baiklah. Aku akan menikmati pesta ini. Jangan biarkan aku menghalangi kalian menyapa tamu lainnya. Sekali lagi aku senang kau bisa bersanding dengan pria yang kau cintai, Wanda. Dan untukmu Shane. Tolong jaga Wanda. Dia wanita yang baik."

Wanita yang baik? Aku tidak yakin akan hal itu. Ucap Shane dalam hati.

Namun pria itu tetap menyunggingkan senyuman sembari menganggukkan kepalanya. "Tentu saja aku akan melakukannya. Terimakasih saranmu, Maggie."

"Nikmati pestanya, Maggie. Jangan terlalu mabuk." Wanda memperingatkan sahabatnya.

"Aku akan berusaha mengingatnya." Kedua sahabat itu tertawa bersama.

Akhirnya Maggie melambaikan tangan kemudian melenggang pergi. Setelah Maggie pergi, Wanda mengalihkan perhatiannya pada suaminya. Wanita itu mengalungkan kedua lengannya di leher pria itu. Tatapannya penuh cinta hanya ditujukan untuk Shane.

"Jadi, mengapa kau begitu lama perginya? Apakah kau mendapatkan masalah?" Wanda berpikir mungkin saja Shane dicegat oleh ibu-ibu yang ingin mengagumi ketampanan suaminya.

Shane tersenyum kemudian mengulurkan tangannya dan mengelus pipi wanita itu. "Jika dihalangi oleh para ibu-ibu adalah masalah, kupikir aku mendapatkan masalah besar."

Wanda tak bisa menahan tawanya. Dia tidak bisa membayangkan suaminya kewalahan menghadapi para ibu-ibu yang mengagumi pria itu. Wanda tidak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun suaminya memang sangat menawan. Tampan, kaya, dan yang membuat para ibu-ibu itu meneteskan air liurnya adalah tubuh atletis Shane.

"Kau bisa saja memanggilku untuk membantumu. Aku pasti akan membantumu lepas dari ibu-ibu yang penasaran dengan suamiku." Wanda meyakinkan suaminya.

"Kau pasti bercanda bukan, Wanda? Mana mungkin pria meminta bantuan wanita." Ucap Shane tidak percaya.

Wanda tersenyum dan mencium sekilas bibir suaminya. "Harus aku apakan egomu yang terlalu tinggi ini, Mr. Cordello?"

"Mungkin kau bisa memeluknya, Mrs Cordello. Bukankah sebuah pelukan sangatlah nyaman?" binar jahil muncul di mata pria itu.

Bibir Wanda menyunggingkan senyuman untuk kesekian kalinya. "Permintaanmu akan dikabulkan Mr. Cordello."

Wanda memeluk pria itu. Menyandarkan kepalanya di dada pria itu. Saat itulah tatapan Shane tertuju pada Angie yang duduk di salah satu kursi tamu. Wanita itu berusaha untuk tetap kuat, menahan dirinya untuk tidak menangis, meskipun hatinya begitu sedih membiarkan kakaknya memeluk pria yang dicintainya.

* * * * *

Wanda membersihkan riasan di wajahnya. Setelah melewati pernikahan yang indah, akhirnya malam pun tiba. Artinya malam pertama akan segera terjadi. Wanda tak bisa menahan senyumannya karena terlalu bahagia. Bahkan pikirannya sudah berfantasi liar membayangkan Shane akan menciumnya, menyentuhnya dan mencumbunya. Kedua pipi Wanda berubah panas karena bayangan liar dirinya berada di bawah tubuh Shane.

Setelah selesai membersihkan riasaan di wajahnya, Wanda segera melepaskan gaun pengantinnya. Dia bergegas mandi dan mengenakan pakaian tidur sexy yang dibelinya beberapa hari yang lalu. Wanita itu tidak sabar melihat tatapan penuh kekaguman di wajah suaminya. Wanda bahkan menggunakan parfum untuk membuat tubuhnya wangi. Agar lebih memuaskan suami yang baru saja dinikahinya.

Saat Wanda menyisir rambutnya, dia teringat pembicaraannya dengan Maggie. Dia benar-benar sedih sahabatnya harus mengalami hal buruk itu. Pengkhianatan adalah hal paling menyakitkan bagi siapapun. Karena itu Wanda berharap dia tidak mengalaminya. Dia berharap hubungannya dengan suaminya berjalan dengan baik tanpa kehadiran orang ketiga.

Akhirnya setelah selesai mengenakan gaun tidur sutra berwarna pink lembut dan menyisir rambutnya dengan rapi, Wanda bergegas keluar. Namun baru beberapa langkah keluar dari pintu, dia melihat suaminya sudah berbaring di atas tempat tidur. Pria itu sudah melepaskan tuxedonya dan hanya mengenakan kemeja putihnya. Mata Shane tampak terpejam membuat Wanda menghela nafas berat. Sepertinya mereka harus menunda malam pertama mereka. Suaminya pasti sangat lelah. Apalagi harus menghadapi ibu-ibu yang terus menghadang pria itu.

Wanita itu akhirnya naik ke atas ranjang dan memeluk suaminya dari belakang. Shane tampak menggeliat sejenak sebelum akhirnya kembali tenang. Wanda tersenyum merasakan hangatnya punggung Shane menyentuh kulitnya. Kemudian wanita itu menyusul Shane dalam dunia mimpi.

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top