Lima

Angela berjalan ke tempat makanan cepat saji. Ada beberapa mie dan bubur instan berbaris rapi. Angela memilah dan memilih sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil mie instan dalam jumlah yang banyak. Leo yang melihat apa yang Angela lakukan langsung menghampiri gadis itu.

"Jangan banyak-banyak, kita bisa membelinya lagi jika persediaan habis," cegah Leo. Namun Angela malah tetap memasukkan banyak mie instan pada troli yang Leo dorong. Leo berusaha menaruh beberapa mie ke tempatnya kembali karena dirasa terlalu banyak namun Angela tetap bersikeras membeli banyak.

"Untuk apa kamu membeli sebanyak itu? Memangnya siapa yang akan membayar?"

"Pertanyaan bodoh. Seharusnya kamu tak boleh menjadi bodoh. Jangan membuatku malu, jadilah kekasih yang cerdas," ucap Angela tiba-tiba. Sungguh itu tidak membuat Leo menjadi marah. Tetapi berhasil membuat Leo kesal. Sangat kesal. Lancang sekali mengatakan hal seperti itu. Leo hanya diam menahan rasa kesal. Andai saja Angela adalah air dalam botol. Pasti sudah Leo tumpahkan sejak tadi. Leo bisa gila.

"Tentu saja ini untukmu," tambah Angela.

"Tapi aku rasa tak perlu sebanyak itu. Kamu pernah bilang bahwa mie instan bisa membuatmu sakit perut, 'kan?" Angela mengangguk, merespons pertanyaan Leo.

"Makanya jangan terlalu banyak," pinta Leo.

"Tamu adalah ratu. Kekasih harus dihormati. Dan aku adalah tamu sekaligus kekasihmu. Artinya, tamu sepertiku harus dihormati," ucap Angela sambil bergegas kemudian setelah beberapa langkah menjauh dari Leo akhirnya ia berhenti dan menatap Leo kembali. "Titik. Tidak pakai koma," tambah Angela.

Leo hanya bisa geleng-geleng kepala. Entah ia harus bagaimana menyingkirkan Angela dari rumahnya. Namun saat menatap Angela dan ingin marah rasanya mata itu membuat Leo terdiam. Lagi-lagi kemiripan Angela dengan Nadien membuat Leo merasa tak bisa berbuat apa-apa. Matanya, senyumnya. Ah, Leo mengutuk dirinya sendiri yang selalu mengingat Nadien. Bahkan Leo merasa aneh mengapa tak satu pun yang terlewat. Saat melihat gadis itu selalu terbayang wajahnya. Wajah cantik Nadien.

***

Leo menggendong Angela yang kini tidur nyenyak. Leo jadi teringat kejadian waktu itu saat dirinya bertemu Angela untuk pertama kalinya. Baru beberapa hari saja hidup dengan gadis itu, Leo hampir ikut menjadi gila apalagi jika menikah. Leo tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika itu semua terjadi. Mungkinkah akan berakhir di rumah sakit jiwa? Tidak, jangan sampai itu terjadi. Lagi pula, untuk apa ia memikirkan sampai jauh pada kata pernikahan? Fokus Leo yang tengah memperhatikan Angela mulai buyar saat ponselnya bergetar. Langsung saja ia menggeser layar hijau ke kanan.

"Iya, Luri?" jawab Leo. Rupanya yang menelepon adalah Luri.

"Begini Pak, saya ingin ... hm, saya ingin meminta izin kalau saya tidak masuk kerja."

Leo memindahkan ponsel dari telinga kanan ke telinga kiri. "Kenapa?"

"Ini ada hubungannya dengan acara pernikahan saya. Maaf, saya meminta izin lewat telepon. Tadi saat pulang kerja Bapak sudah tidak di ruangan."

"Oh, berapa hari? Jangan terlalu lama. Saya membutuhkanmu, sangat membutuhkanmu."

"Hanya dua hari, Pak."

"Baik saya izinkan, selamat malam."

Leo menutup ponselnya. Menerima telepon dari sekretaris kepercayaannya membuat Leo mulai berpikir siapa yang menggantikan Luri. Bahkan sampai saat ini Leo belum menuliskan pengumuman lowongan pekerjaan. Leo tak tahu apakah akan ada yang seperti Luri. Rasanya pasti akan sulit sekali menemukannya. Andai saja suami Luri mengizinkannya untuk bekerja nanti. Pasti Leo tak akan kesulitan mencari pengganti. Tiba-tiba terbesit pemikiran sebenarnya Angela lulusan apa. Bisakah ia bekerja? Ah, tapi bisa-bisa semuanya jadi gila jika gadis segila Angela menjadi sekretaris Leo. Jangan sampai itu terjadi.

Leo yang baru saja akan keluar dari kamar dikagetkan oleh Angela yang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Rupanya gadis itu sejak tadi mengendap-endap untuk membuat Leo terkejut.

"Untung saja aku tidak mempunyai riwayat penyakit jantung. Bukannya kamu tidur? Apa pura-pura tidur lagi hanya untuk dibopong olehku? Asal kamu tahu, kamu ini berat," ucap Leo sambil menstabilkan detak jantungnya.

"Aku memang tidur di mobil dan terbangun saat sudah sampai di kamar. Aku berat? Tapi kamu kuat," jawab Angela tanpa merasa berdosa. Tentu saja Leo merasa kesal.

"Siapa yang meneleponmu barusan?" tanya Angela secara tiba-tiba. Leo makin heran, rupanya Angela sedari tadi mendengarkan.

"Oh itu, Luri."

"Siapa Luri?" tanya Angela dengan nada yang terkesan mencurigai Leo.

"Sekretaris pribadiku. Memangnya kenapa?"

"Oh tidak apa-apa. Hanya saja ada sesuatu yang mengganjal."

"Mengganjal bagaimana?"

"Saya membutuhkanmu. Sangat sangat membutuhkanmu," ucap Angela yang menirukan gaya bicara Leo tadi tetapi dengan lebay version.

"Kurasa aku berbicara tidak se-lebay itu."

"Kekasihmu ini wajar 'kan kalau bertanya?"

"Dia sekretarisku, wajar saja kan aku membutuhkan Luri."

"Ah, tetap saja aku tak suka," rengek Angela.

Leo mendekat ke arah Angela. "Baiklah, maaf. Lalu sekarang apa maumu?"

"Ambilkan kertas dan pulpen, lalu kita duduk di ruang depan. Ada yang harus kita bicarakan."

Sebenarnya Leo merasa bingung mengapa permintaan Angela aneh sekali. Untuk apa dan mau apa? Beberapa saat kemudian Leo menghampiri Angela yang sudah duduk manis di ruang tamu. Leo memberikan kertas beserta pulpen kepada Angela. Dengan wajah serius Angela menulis pada kertas tersebut. Saat Leo berusaha melihat apa yang Angela tulis sontak gadis itu langsung menghindar.

"Jangan nyontek!" kata Angela kemudian.

Dengan wajah yang menahan kesal Leo sedikit mundur. "Ini bukan sedang ujian."

"Kamu bisa mengganggu konsentrasiku. Baca nanti saja!"

Sebenarnya ada rasa kesal bahkan saat dengan Angela Leo bagai sering merasa kesal. Sikap Angela memang aneh dan sulit ditebak.

"Selesai!" ucap Angela dengan girang. Lalu menyerahkan kertas itu pada Leo. Leo akhirnya membaca kertas tersebut.

"Tunggu, tunggu ada pesan sebelum kamu membaca," ucap Angela yang sontak membuat Leo batal membaca.

"Apa lagi?" tanya Leo kesal.

"Baca dengan suara lantang, ya. Aku juga ingin mendengar."

"Untuk apa kamu mendengar? Bukankah kamu yang membuatnya? Kamu sudah tahu isi tulisan di kertas ini."

"Tak usah banyak cincong! Baca yang lantang!" ucap Angela, lebih baik Leo mengalah. Tak ada gunanya berdebat dengan gadis aneh dan gila seperti Angela.

SURAT PERJANJIAN! ucap Leo dengan keras

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, berjanji : Perasaan Leo sudah mulai tak enak saat membaca bagian ini.

1. Akan selalu membenarkan apa pun yang diucapkan Angela. Leo mengernyit saat membaca poin nomor satu tersebut. Mana ada perjanjian segila ini, pikirnya.

2. Tidak akan membangkang, selalu menuruti apa yang Angela inginkan. Leo sedikit menggeleng, namun kemudian kembali melanjutkan membaca.

3. Akan membahagiakan Angela apa pun dan bagaimana pun caranya, tak peduli betapa sulit atau harus berkorban yang jelas Angela berhak dan wajib mendapat kebahagiaan.

4. Akan selalu ingat bahwa pasal satu Angela selalu benar, jika Angela berbuat salah harus ingat lagi pasal satu. Leo merasa akan semakin gila.

Tak lama kemudian Leo menatap Angela yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Cepat lanjutkan dan baca baik-baik," ucap Angela.

5. Bersedia mendapat hukuman yang setimpal jika berbuat sesuatu yang membuat Angela tak suka.

6. Tidak akan pernah mengusir Angela, dan selalu memperlakukan Angela bak Ratu (karena memang sebenarnya Angela adalah ratu). Membaca poin ini Leo ingin sekali merobek kertas ini.

7. Tidak peduli berapa uang yang harus dikeluarkan karena yang terpenting Angela senang atau ASAL ANGELA SENANG Disingkat AAS.

Leo menyerahkan kertas tersebut pada Angela. "Aku tidak mau tanda tangan, perjanjian macam apa ini?! Hanya menguntungkan sebelah pihak. Pokoknya aku tak mau dan sangat tidak setuju."

Alih-alih menjawab, Angela malah tersenyum. Lagi-lagi senyuman khas itu membuat Leo tak fokus.

"Eits, kamu belum selesai membaca kok malah dikembalikan?" ucap Angela sambil menyerahkan kertas itu kembali pada Leo.

Bagaimana mungkin belum selesai. Leo merasa nomor tujuh adalah poin terakhir.

"Baca belakangnya, masih ada tulisan!"

Leo akhirnya membalik kertas tersebut untuk membaca bagian belakangnya.

JIKA TAK SETUJU ATAU KEBERATAN DENGAN PERJANJIAN INI ANGELA BISA MENAWARKAN DAN MENULIS PERJANJIAN LAIN DENGAN POIN YANG LEBIH BANYAK.

Tanpa ragu Leo membalik kertas itu lagi dan segera menandatangani. Meski dengan ekspresi yang sangat kesal. Sungguh, Leo merasa cepat atau lambat statusnya akan berubah menjadi pasien tetap rumah sakit jiwa jika Angela terus membuatnya gila seperti ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top