Enam
Leo mengintip Angela yang sedang memasak mie instan di dapur. Bukan tak ada tujuan lelaki itu memperhatikan Angela. Melainkan ada sesuatu yang membuatnya penasaran sekaligus curiga. Bagaimana tidak, setiap Angela memasakkan mie untuk Leo pasti rasanya sangat aneh. Itu yang membuat Leo ingin tahu.
Di samping lemari, Leo terus memperhatikan gadis yang menurutnya gila itu. Terlihat dengan sangat jelas Angela sedang menuangkan sesuatu pada mangkuk. Itu seperti garam. Ya, Leo sadar itu adalah garam karena lelaki itu sengaja membedakan warna toples untuk wadah apa pun di dapurnya. Leo mulai bisa menangkap alasan mie itu terasa aneh. Garam itu yang membuat rasa aneh.
Akhirnya Leo merasa sudah tak ingin bersembunyi lagi akhirnya ia menghampiri Angela. Angela yang menyadari kehadiran Leo sejenak menoleh kemudian fokus kembali pada masakannya.
"Kenapa ke sini? Aku tahu masakanku sangat menggugah selera, kamu tak harus ke sini jika benar-benar menginginkan mie ini lebih cepat," ucap gadis itu tiba-tiba.
"Kenapa kamu memberi garam sebagai bumbu tambahan? rasanya sangat aneh. Pantas saja setiap mie yang kamu buat akan terasa tak sedap."
Angela gugup bagai telah dipergoki saat melakukan kesalahan namun ia segera menstabilkan diri. "Memangnya kenapa? Ada yang salah?" tanyanya angkuh. Leo ingin marah, tapi ia teringat pada perjanjian gila yang sudah ditandatangani kemarin.
"Angela, tidak ada yang salah kok. Tapi izinkan aku untuk bertanya. Sekali lagi aku tekankan, tak ada yang salah. Aku hanya sekadar ingin tahu alasan kenapa kamu menaruh garam itu di mangkuk untuk mie."
Alih-alih menjawab Angela kemudian mematikan kompor, rupanya mie itu sudah matang. Langsung saja ia taruh pada mangkuk yang sudah diberi garam tadi. Apa yang baru saja Angela lakukan membuat Leo menatapnya seperti orang bodoh saja.
"Silakan dimakan," ucap Angela sambil menyodorkan mangkuk yang sudah bisa dipastikan mie di dalamnya akan terasa sangat aneh seperti yang biasa Angela masak.
Leo menerima mangkuk itu, kemudian memegangnya dengan tangan kiri. Sementara tangan yang kanan menyentuh jemari gadis itu dengan lembut. Menuntunnya agar mengikuti Leo. Sungguh, baru kali ini tak ada protes dari gadis itu. Angela menurut saja mengikuti Leo. Sampai pada akhirnya mereka duduk di ruang makan.
"Kenapa kamu memberi garam pada mie instan ini? Lalu, kemana bumbu yang seharusnya?" Leo akhirnya memberanikan diri angkat bicara. Nadanya terdengar lembut, ini bertujuan agar gadis itu tak langsung mengeluarkan tanduk.
"Bukankah kamu ingat perjanjian kita?" jawab Angela, bahkan Leo merasa gadis ini sulit sekali diajak bicara baik-baik.
"Tunggu, jangan salah paham dulu, Sayang," kata Leo. Shit, kenapa kata sayang itu lolos begitu saja? Terlebih menatap mata gadis itu, sungguh hal yang membuatku tak fokus lagi. Matanya, senyumnya, sangat mirip.
Angela terdiam, ia tak menyangka Leo bisa berkata 'sayang' seperti itu. Ini merupakan kali pertama Leo menyebutnya dengan sebutan 'sayang'.
"Memangnya kenapa dengan mie yang aku buat? Apa jangan-jangan, kamu tak suka?"
"Aku tak mengatakan kalau aku tak suka, Angela. Aku sekadar bertanya kenapa bumbu yang seharusnya kamu ubah menjadi garam saja?"
"Ya agar mie tersebut ada rasanya, kalau aku tidak memberinya garam akan terasa aneh," jawab Angela.
"Kenapa tidak bumbu yang ada saja? Jadi tidak perlu diberi garam."
Sungguh, Leo merasa sangat kesal. Bagaimana bisa ia selama ini makan mie yang dicampur garam saja? Pantas selama ini mie yang gadis itu buat rasanya sangat aneh. Namun lagi-lagi Leo tak bisa berbuat apa-apa. Angela benar-benar gadis gila! Semua tindakannya di luar tindakan manusia pada umumnya. Sementara Angela terenyum dan lagi-lagi senyuman itu membuat Leo teralihkan.
"Aku adalah tipe orang yang menyukai sedapnya bumbu pada mie instan, setiap aku memasaknya. Aku dengan mudah langsung menghabiskan semua bumbunya kecuali saus. Pasti akan kubuang. Dan kamu tahu, bawang gorengnya yang membuatku makin semangat. Aku sangat menyukai itu," jelas Angela.
Leo terperanjat. "Lalu kamu menghabiskan bumbunya dan mengganti dengan garam saja?"
Angela mengangguk. "Tentu saja rasanya tetap enak, kan?"
Leo terdiam, bagaimana bisa ia mengatakan rasanya enak. Bahkan rasanya sangat aneh. Marahkah gadis itu jika Leo mengatakan tak enak? Sungguh Leo tak habis pikir tentang bagaimana sikap Angela. Benar-benar di luar nalar. Makhluk seperti Angela memang benar-benar sulit dimengerti.
Sebenarnya Angela makhluk apa? Leo berharap pagi ini adalah terakhir gadis itu memasak mie untuknya. Dengan sangat terpaksa akhirnya Leo memakan mie aneh tersebut. Angela tersenyum penuh kemenangan.
Setelah selesai, Leo bersiap untuk berangkat ke kantor.
"Tunggu," ucap Angela saat Leo sudah berdiri.
"Ada apa?"
"Biar aku benarkan letak dasimu." Angela kemudian menghampiri Leo.
"Tidak usah, biar aku saja. Aku bisa sendiri."
"Aku tak suka ditolak, kamu ingat perjanjian, kan?"
Leo mengangguk, akhirnya ia pasrah saat tangan Angela menyentuh dasinya. Lelaki itu menjadi salah tingah saat Angela merapatkan tubuhnya. Sungguh, Leo kini bergerak mundur.
Selangkah, dua langkah, tiga langkah. Sampai pada akhirnya punggung Leo menabrak tembok.
"Apa ... apa yang akan kamu lakukan, Angela?" tanya Leo gugup.
Gadis itu sedikit berjinjit untuk menyejajarkan wajahnya dengan Leo hingga kini mereka berhadapan. Keduanya bisa merasakan embusan napas masing-masing.
"Aku ingin memperkosamu," ucap Angela dengan ekspresi nakalnya.
"Ja ... jangan." Leo semakin gugup. Lama-lama seperti ini nafsunya pasti akan kian bangkit. Terlebih penampilan Angela selalu seksi.
Angela terkekeh. "Ternyata orang polos ada versi laki-lakinya juga, tenanglah, aku tak akan memperkosamu." Angela terus fokus membenarkan letak dasi Leo. Sementara Leo masih dalam kondisi salah tingkahnya.
"Sudahlah, aku bisa terlambat," ucap Leo sambil menghindar, sontak Angela mundur menjauhi lelaki itu.
"Kamu boleh berangkat, cari uang yang banyak untukmu, dan untukku juga, untuk hidup kita. Tapi ingat, nanti malam aku ingin pergi ke bioskop. Sudah lama aku tidak nonton."
Peduli setan Angela sudah lama tak nonton atau tidak. Memangnya penting sekali?
"Kenapa diam saja? Jangan bilang kamu tak bisa!" Angela sedikit mengancam.
"Aku, aku usahakan semoga pekerjaanku cepat selesai.."
"HARUS CEPAT SELESAI. PASTINYA SELESAI TIDAK SELESAI SECEPATNYA KAMU PULANG DAN MENJEMPUTKU!" teriak Angela.
"Iya aku usahakan, Angela," jawab Leo, meski Angela membentak dan berteriak Leo tak pernah menghilangkan sikap ramahnya.
"Aku tidak mau mendengar kata usahakan, aku ingin kamu menjawab pasti bisa."
"Ya, aku pasti bisa. Tapi kumohon mundurlah."
Angela tersenyum puas penuh kemenangan. Kini Angela mundur, memberikan jalan untuk Leo berangkat. Lagi-lagi gadis itu tersenyum puas, sungguh tak akan ada keinginan yang tak bisa terwujud bagi Angela.
"Hati-hati di jalan, Kekasihku," ucap Angela saat Leo sudah di ambang pintu yang sontak membuat Leo kembali menoleh pada gadis itu.
"Terima kasih," jawab Leo. Sungguh, ia tak mungkin bisa berkutik lagi. Leo kini merasa menjadi lelaki terbodoh yang mau saja diperalat. Bagaimana cara terlepas dari belenggu Angela?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top