[Jiwa yang bersedih]
Selama ini kau hebat ,
Hanya kau tak didengar.
-jiwa yang bersedih.
---
Warning !
-OOC
- not canon.
- mohon jangan ditiru !
---
Enjoy~
---
[Kelas , 08.13]
Ga mungkin-!?
Nilai matematika ku 75 ?!
Ini pertama kalinya aku mendapat nilai rata-rata!
Ini tidak adil ! Semua orang bahagia atas nilai-nilai nya yang tinggi. Mengapa nilai ku rendah ?
"Hey , ubi. Boleh ku lihat kertas mu ?"
"Tunggu- jangan !"
Seseorang menarik paksa kertasku. Membuat nilai merah ku terlihat oleh seluruh kelas.
"Oh lihat~ ubi yang sok sibuk ternyata mendapat nilai jelek~ huuu !!!"
Semua kelas mengikuti perkataan orang ini. Semua teriakan mengejek itu membuatku ingin menumbuk wajah mereka di mesin penggiling. Yang tak berani hanyalah anggota - anggota geng ku.
Gempita dan Maji (mantan anggota) berusaha menghentikan kejadian ini.
"Oi ! Berhenti lu semua !," teriak Maji. "Wakil OSIS ga usah ikut campur !," balas mereka.
"Maji benar , kalian harus berhenti !," gempita meninggikan suaranya.
"Halah , kamu tuh cuman ketua OSIS ! Bukan kepala sekolah ! Diam aja ya !," ujar salah satu dari mereka.
Aku menatap kearah guru didepan yang malahan hanya tertawa saja. Apa dia pikir ini candaan ? Ini pembullyan !
Aku mengepalkan tangan ku dan memukul orang didepanku tepat di wajahnya. Emosiku tak tertahan. Aku sangat ingin membuatnya babak belur.
Teriakan itu berhenti menjadi teriakan memohon ampun. Aku tentu tertarik emosi. Tetapi Ajul ada untuk menahan ku.
"Ubi , berhenti. Kau akan di skors jika terus begini," ujarnya. Aku menepis tangannya , "tidak ! Mereka-."
Setelah ku sadari , ternyata perkataan Ajul ada benarnya. Jika aku di skors , Noya bagaimana ?
"Baiklah..," aku berhenti memukulnya.
Guru yang saat itu mengajar di kelas menghampiriku dan menarikku ke ruang BK.
[Ruang BK , 09.00]
"Hah.. ubi , kamu kenapa lagi , nak ?," tanya Mr.D , guru BK ku.
"Bapak pasti tahu bukan aku yang memulai nya , kan ?," gumam ku memendam rasa kecewa pada guru tadi.
"Hah.. , iya , bapak tahu , ubi. Tapi kamu harus menahan diri jika dalam kondisi itu," ujarnya menasihati ku.
Aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada. Aku berucap , "terkadang saking baik atau diam nya kita , orang bisa saja salah menilai. Maka dari itu kita perlu memiliki batasan dalam bersabar atau menahan diri , jika tak ingin dinilai salah oleh orang."
Pak D menatapku sayu. Dia menghela nafas , sepertinya kelakuan ku membuat nya lelah.
Akhirnya , sebagai hukuman , aku diharuskan untuk membersihkan lantai atap.
Aku pun keluar ruangan dan menemui Noya.
"Noy , ntar kakak ga pulang dulu. Jadi kamu pulang sama Awan dulu ya ? Kakak ada sesuatu yang harus kakak urus," ujarku. Noya kembali bertanya , "urusan apa ? Kok ga biasanya kakak pulang lebih lama ? Ekskul kah ?." "Bukan , udah ah ! Berisik amat," protes ku lalu pergi tak memperdulikan teriakan panggilan dari Noya.
[Atap , 15.00]
"Hah.. baiklah ! Ini demi amanah !"
Ku langkahkan kaki ku keluar pintu yang menuju atap. Dan disanalah ,
Ku lihat Ajul.
Ajul menatap kosong ke arah langit yang dihiasi awan-awan besar nan indah. Perlahan ia melangkahkan kaki memanjat dinding pembatas antara atap dengan dunia bebas.
Aku tentu langsung membanting sapu dan sekop yang ku bawa dan berlari kearah Ajul.
Aku meneriaki namanya. "Woi ! Ajul !!! Berhenti , jul ! Ajul !!!! Tck.. Azazel !."
Tepat dipanggilan terakhir , ia merespon panggilan ku. Ia turun dan menoleh ke arah ku.
"Kenapa lu kesini , ubi ?," tanya nya.
"Seharusnya aku yang tanya , kenapa lu kesini , hah ?!," tanyaku balik.
"G-gua..," ia seperti memendam sebuah rasa sakit.
"Gua udah ga kuat , bi. Gua ga kuat ngadepin orang-orang ! Semua orang membohongi ku ! Semua orang menghina ku ! Semua orang mencuri semuanya dari ku ! Gua capek !!! Gua-..," keluhnya.
Aku menggigit bibir bawahku dan kembali berteriak , "Oh ayolah ?! Hanya karena mereka kau mau mengakhiri hidupmu itu ? Kau seharusnya bersyukur masih ada orang-orang di rumah yang menyayangimu ! Setidaknya , setiap kau pulang , kau disambut oleh senyuman serta makanan dari orang-orang di rumah mu !"
Dia sepertinya menangis tadi , karena saat ini ia menyeka air matanya. Tawa hambar keluar dari mulutnya. "Haha , terima kasih telah menyadarkan ku," begitu ujarnya lalu pergi.
Aku menghela nafas memperhatikan tubuhnya yang kian menghilang.
"Hah... Sekarang mari bersihkan ini semua dan bergegas pulang," ujarku.
Aku segera membersihkan atap karena ingin bergegas pulang. Lagi pula ini sudah hampir hujan.
Tak lama , hujan pun turun dengan deras. Aku segera membereskan alat-alat yang ku bawa lalu turun ke lantai pertama.
Aku mengecek tas. "Astaga- aku lupa bawa payung."
Ku tatapi hujan yang semakin lama semakin deras. Akhirnya aku memutuskan untuk terobos saja langsung. Masalah basah bisa kering. Masalah sakit bisa sembuh.
[Bersambung]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top