Part 50

Assalamu'alaikum.

Happy Reading ^_^


Aku memandang diriku di cermin. Hari ini adalah hari pertunanganku, hari yang akan menentukan langkah yang akan kuambil selanjutnya,

"Senyum terus Yya sampai mulutmu kering nanti." suara Lia kembali menarikku dari lamunan.

"Senyum itu ibadah Li." ucapku sambil tersenyum lebih lebar.

Aku memang masih dikamar bersama Lia dan Zahra dan jangan tanya sahabat-sahabatku yang lainnya karena mereka sekarang tengah berada di lantai bawah rumahku yang dijadikan tempat pertunangan hari ini.

Aku memang meminta Lia dan Zahra untuk menemaniku di kamar karena sahabatku yang lainnya mereka sudah memiliki pasangan dan tidak mungkin menemaniku disini sementara pasangannya sendirian di luaran sana.

Ceklek..

Pintu kamarku dibuka, serentak kami memandang ke arah pintu. Disana Carolline teman dekatnya Bian tengah berdiri sambil tersenyum ke arahku. Dia melangkahkan kakinya dengan anggun menuju tempat dimana aku duduk.

"Kak Ayya selamat ya." ucapnya sambil tersenyum simpul.

"Terimakasih dek. Tapi pertunangannya belum lho." ucapku sambil tertawa renyah dan dibalas kekehan anggunnya.

Yup! Carolline menurutku adalah salah satu wanita yang hampir sempurna di dunia ini. Parasnya yang cantik, kelakuannya yang anggun, tutur katanya yang sopan, dan jangan lupakan dia adalah salah satu mahasiswi terbaik di Balla's University. Dia merupakan mahasiswi kedokteran sama dengan Bian dan ya dia juga satu SMA dengan Bian sehingga mereka selalu terlihat kemana-mana bersama. Jangan lupakan fakta lainnya bahwa ayahnya merupakan CEO di perusahaan kontruksi dan sering berkerjasama dengan Daddy ketika perusahaan Dad akan melakukan pembangunan. Entah itu rumah sakit, hotel, atau apapun. Jadi bisa dibilang kalau keluarga kami sudah cukup dekat saling mengenal.

"Btw kak rombongan dari pihak laki-laki udah datang lho dan sekarang tengah disambut oleh pihak kakak." ucapnya.

Entah kenapa efek dari perkataan Carroline barusan membuat jantungku berdegub lebih kencang dari sebelumnya.

"Ekhem." aku coba mengatur napasku dan sialnya Lia menyadari kegugupan ku dengan terkekeh mengejek.

"Kamu kok malah kesini dek?" tanyaku.

"Bian menyuruhku kesini. Katanya aku harus memberitahu kakak soal ini." ucapnya.

Aku pun hanya menganggukan kepala tanda mengerti.

Sayup-sayup aku mendengar suara om Daniel yang sedang menyampaikan sambutan selamat datangnya kepada para tamu undangan dan keluarga dari pihak pria, dan tak lama kemudian aku mendengar suara entah siapa yang mungkin mewakili keluarga dia dan mengucapkan terima kasih juga memperkenalkan keluarganya.

Aku memejamkan mataku sejenak, semoga keputusanku sekarang adalah jalan terbaik untukku.

Acara demi acara telah selesai hingga tibalah acara inti yaitu penyampaian maksud kedatangan mereka kesini, aku mendengar bahwa om Daniel mengucapkan terima kasih atas penjelasan tersebut dan menyatakan bahwa lamaran tidak bisa dijawab sepihak oleh Daddy dan Mommy tapi harus menanyakan ketetapan hatiku.

Ceklek

Serentak kami menoleh ke arah pintu.

"Sayang, ayo kamu turun ke bawah." ujar Mommy dari ambang pintu.

Aku bangun dari dudukku dibantu oleh Zahra dan Lia karena entah kenapa sekarang rasanya seluruh sendiku mendadak lemas. C'mon Ayya ini pertunangan bukan pernikahan. Jika pertunangan saja aku segugup ini bagaimana dengan pernikahan nanti? Aku mencoba menyemangati diriku sendiri agar tidak kentara terlalu gugup.

Aku berjalan pelan menuruni tangga dengan Mom yang menggandengku. Di undakan tangga terakhir aku melihat kak Rio. Dia sangat tampan malam ini, dia tersenyum manis ke arahku dan dapat aku lihat kerlingan nakal dari matanya yang menggodaku.

Melihat itu seketika membuat rasa gugup ku menguap entah kemana, aku sangat amat merasa kesal padanya. Bisa-bisanya di malam pertunangan ini dia memberikan tatapan seperti itu.

Aku duduk di kursi di antara Mommy dan Daddy. Kutundukkan pandanganku menatap lantai yang sepertinya sangat menarik malam ini. Hingga sebuah pertanyaan dari Daddy membuatku kembali ke dunia nyata.

"Anakku Shaquella Naraya Balla, pada malam ini telah datang seorang pria untuk menyampaikan niat baiknya melamarmu untuk dijadikan tunangan dan calon isterinya menuju perkawinan pada waktunya nanti. Bersediakah engkau menerima pinangannya dan menerima segala kelebihan dan kekurangannya?"

Aku menarik napas pelan sebelum menjawabnya. Kualihkan pandanganku menatap sepasang bola mata yang saat ini sedang serius menatapku. Rasa gugup yang tadi hilang tiba-tiba datang kembali menyergapku. Tanganku sangat dingin memegang mike yang tadi Mom berikan.

"Bismillahhirrahmanirrahim dengan menyebut nama Allah, In Syaa Allah apabila Daddy dan Mommy memberikan restunya pada Ayya untuk menerima lamaran dari Adrian Arjune Favian dengan segala kekurangan Ayya, maka Ayya menerima lamarannya dan bersedia menjadi tunangan sekaligus calon isterinya dan akan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada Adrian."

"Alhamdulillah." Aku mendengar semua orang mengatakan itu secara serempak.

Aku menghembuskan napas lega, kulihat Adrian tersenyum ke arahku. Mulutku terlalu kaku untuk membalas senyumnya hingga aku pun hanya kembali menundukkan kepalaku.

"Alhamdulillah kita semua telah mendengar jawaban dari putri saya Shaquella. Dan sekarang saya akan bertanya, Adrian apakah anda siap menjadi suami yang bertanggung jawab dan bijaksana serta menerima semua kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri puteriku?"

Kulirik sekilas Adrian, dengan pandangan mata tajam yang menyatakan ketegasannya ia berucap.

"Seperti halnya puteri bapak yang bersedia dan akan menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri saya, maka saya pun bersedia menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri Shaquella. Juga saya siap menjadi suami yang bijaksana dan bertanggung jawab atas kehidupan Shaquella."

Setelah itu acara kembali berada di tangan om Daniel. Om Daniel mengatakan bahwa pinangan telah resmi diterima, dan ia mengatakan bahwa acara selanjutnya adalah simbol pengikatan lamaran.

Aku berjalan ke tengah-tengah dengan didampingi Mommy, begitupun Adrian berjalan ke tengah dengan didampingi Eyang.

Setelah mendengar aba-aba untuk bertukar cincin, dengn gugup aku pun mengulurkan tanganku.

Sebuah cincin berbahan platinum berteger manis di jari manis sebelah kiriku. Aku pun melakukan hal yang sama yaitu menyematkan sebuah cincin di jari manis Adrian.

Setelah itu semua tamu bertepuk tangan, kupeluk Mommy yang berada di sebelahku. Setetes air bening keluar dari mataku. Entahlah aku merasa amat tidak menyangka bahwa hari ini akan terjadi.

Mommy membawaku kembali ke tempat duduk, setelah itu om Daniel menutup acara dan mempersilahkan seluruh tamu untuk menikmati hidangan.

"Selamat sayang. Mom harap semuanya akan berjalan lancar hingga nanti hari pernikahan kalian." ucap Mom sambil memelukku.

"Ingat, Daddy tetap jadi laki-laki terhebat kamu." ucap Dad disebelahku.

Aku terkekeh pelan sambil menghapus air mataku yang tiba-tiba turun begitu saja.

"Thank's Dad for everything." ucapku sambil memeluk Dad. Hanya elusan di kepalaku yang Daddy berikan.

Aku membelalakan mataku merasa kaget ketika di depanku telah berdiri Adrian. Entah bagaimana sekarang aku kembali seperti ABG labil yang malu-malu ketika bertemu pacarnya. Adrian sangat tampan malam ini.

"Ad, jaga putri Mommy baik-baik. Jangan sampai kamu membuatnya sedih. Jikalau dia sedihpun kamu harus bisa membuatnya tersenyum kembali." ucap Mommy.

"Saya akan berusaha Mom. Terima kasih telah mempercayakan putri Mommy pada saya." jawab Adrian.

Ya sekarang Adrian memang memanggil Mommy dan Daddy sama seperti aku memanggil mereka.

"Jangan berpikiran macam-macam Ad. Aku mengatakan ini karena tahu potensi yang ada pada dirimu, bergabunglah dengan perusahaanku." ucap Daddy.

"Saya akan memikirkannya lagi nanti Dad." Ucap Adrian. Sampai saat ini aku masih ingin tertawa jika Adrian memanggil Daddy dengan sebutan Dad karena dia mengucapkannya dengan agak kaku.

"Sudahlah jangan membahas itu sekarang, kalian harus menyapa tamu." ucap Mom.

"Iya Naraya, kita harus menyapa tamu." ujar Adrian..

"Cepat pergi sana! Calon suamimu sudah tak tahan dari tadi ingin dekat denganmu." ucap Dad.

Aku mendelik ke arah Daddy dan hanya dibalas dengan ekspresi sombong Dad.

Aku menggelengkan kepalaku. Tidak! Ini bukan saat yang tepat untuk membalas ucapan Daddy.

Aku pun akhirnya berdiri dan berjalan bersisian dengan Adrian. Tubuhku menegang ketika Adrian menggenggam tanganku. Ini bukan yang pertama kalinya aku digenggam olehnya tapi entahlah, semua sekarang terasa berbeda.

"Ayya sayang, Eyang merasa senang karena sebentar lagi kamu akan menjadi cucu Eyang." Ucap Eyang sambil memelukku.

"Memangnya dari kemarin aku buat cucu mu Eyang?" tanyaku dengan nada merajuk.

"Dari dulu sampai sekarang kau adalah cucuku. Hanya saja sebentar lagi akan resmi." jawab Eyang sambil tertawa pelan.

Aku pun ikut tertawa dengan Eyang.

"Terima kasih karena mau menerima Adrian kembali." ujar Eyang.

"Jangan berterimakasih Eyang, aku menerima Adrian karena memang aku mencintainya." ucapku sambil mengedipkan sebelah mataku genit. Adrian hanya memalingkan wajahnya.

Aku tertawa kembali dengan Eyang dan juga Dini.

"Selamat kak, jaga kak Adrian baik-baik ya. Otaknya memang suka gak waras kadang-kadang." kelakar Dini dan Adrian hanya memutar bola matanya malas.

"Tenang aja Din kakak udah ahli menghadapi sikap kakak kamu." jawabku.

Aku dan Adrian pun beranjak dari tempat Eyang dan Dini, kami menuju tempat dimana Mommy Teressa berada.

"Mom Teressa." ucapku sambil memeluknya ketika kami sudah sampai di hadapannya.

Mom Teressa datang kesini dengan suaminya om Alex dan juga putrinya Audrey.

"Selamat sayang." mommy Teressa balas memelukku.

"Adrian. Jaga putri tante dengan baik. Ingat, jangan menyakitinya. Jika kamu menyakiti Ayya maka tante akan sangat menyesal ketika itu memberikan keterangan dimana Ayya berada." tutur Mom Teressa.

Ya saat itu Mommy Teressa lah yang mengatakan pada Adrian bahwa aku tengah berada di Hitachi Seaside Park.

"In Syaa Allah saya akan membahagiakannya tante. Walaupun saya tak menjamin kalau suatu hari akan ada air mata dari Ayya." ucap Adrian.

"Tangis dalam pernikahan adalah hal yang wajar. Asal kalian dapat mengatasinya setelah itu." itu suara om Alex.

"Om, aku belum nikah lho." ucapku sambil mengerucutkan bibirku.

"Bentar lagi juga nikah kan." ucap om Alex sambil tertawa.

"Semoga aja om." ucap Adrian.

"Yaudah Ayya sama Adrian mau ngunjungi tamu dulu ya." pamitku.

Kami pun segera berkeliling menemui para tamu-tamu.

Setelah menghampiri tamu-tamu penting yang kebanyakan rekan bisnis Dad kami pun menuju ke arah kak Rio dan teman-temanku yang lainnya. Mereka rupanya berada satu meja. Sebenarnya ayah dan ibunya kak Rio juga datang kesini tapi sepertinya kak Rio lebih memilih untuk memisahkan diri dari mereka.

"Ayya selamat." Nura memelukku.

"Gue gak nyangka kalau akhirnya lo akan berakhir sama si bapak ini." ucapnya sambil terkekeh.

"Selamat Ayya, selamat Adrian." ucap pak Rangga sambil menggendong Rama putra mereka yang baru berumur satu tahun.

"Makasih ya udah dateng." ucapku sambil mencubit gemas pipi Rama.

"Terima kasih juga dari saya." ucap Adrian.

"Gak usah terlalu formal juga kali pak." ucap Nura dan hanya dibalas kekehan pelan dari kami.

"Selamat bro." ucap kak Rio dan berpelukan ala laki-laki dengan Adrian.

"Tulus gak tuh selamatnya?" Lia menimpali sambil terkekeh.

"Berisik." ucap Rio.

"Makasih kak Rio udah datang. Aku tahu kok kalau kakak masih patah hati kan gara-gara aku tolak?" ucapku sambil tertawa.

"Gak lucu Yya." kak Rio mencibir.

"Lucu kok." ucapku tak dapat menahan tawa.

Bagaimanapun aku menganggap kak Rio itu kakak ku.

Flashback

"Ayya, langit menjadi saksinya hari ini. Aku rasa aku tidak bisa menunggumu lagi. Maka dari itu hari ini adalah terakhir kalinya aku bertanya kepadamu." kak Rio menjeda ucapannya.

"Sudikah kamu menerimaku menjadi calon suamimu?" tanya kak Rio.

Aku mengambil napas panjang sebelum menjawab.

"Langit yang menjadi saksi, aku menerima kak Rio sebagai kakak ku. Maaf kak, aku gak bisa menerimamu sebagi calon suamiku" aku menjeda ucapanku.

"Terima kasih selama ini selalu ada untukku. Tapi aku hanya menganggap kakak itu adalah kakak ku tidak lebih." ucapku sambil menatapnya.

Kak Rio mengangguk sebelum kembali berucap.

"Setidaknya aku tahu sekarang bahwa tidak ada sedikitpun ruang di hatimu untukku. Baiklah Ayya jadilah adik yang baik untukku." ucapnya sambil tersenyum.

Aku ikut tersenyum ke arah kak Rio.

Flashback off

"Ngelamun aja, nyesel ya nolak aku?" tanya kak Rio sambil mencubit hidungku.

"Aww! Sakit tahu kak." ringisku sambil menggosok-gosok hidungku.

"Ekhem." deheman Adrian membuat sahabat-sahabatku menahan tawa. Sialan!

"Sayang, ayo kita cari makanan aja." ucap Lia sambil menggandeng tangan kak Rio.

"Sayang-sayang pala mu." ucap kak Rio sambil mendelik ke arah Lia.

"Kok kamu gitu sih sayang?" tanya Lia sambil mengedip-ngedipkan bulu matanya.

"Gue kesana dulu ya bro. Sebelum anak cacingan ini menjadi-jadi." ucap kak Rio ke Adrian.

Kami semua tertawa melihat tingkah kak Rio dan Lia.

"Selamat sayang." ucap Fiya sambil memelukku.

"Selamat juga kak." ucapnya ke Adrian.

"Makasih ya udah dateng. Semoga kandungan kamu sehat terus ya." ucapku sambil mengelus pelan perut Fiya.

Yaa dia memang sudah menikah agak lama, tapi mereka menunda kehamilan terlebih dahulu.

"Aamiin ya Robbal'alamin." ucapnya berbarengan dengan kak Ahmad suaminya.

"Selamat ya Ayya, mas Adrian, semoga segalanya dilancarkan sampai pernikahan nanti. Nikahnya cepet ya jangan dilama-lama." ucap kak Ahmad, aku dan Adrian pun hanya mengamini saja.

"Kak Ahmad, foto dong terus upload ke Instagram biar aku ikut famous kaya kakak." ucapku sambil terkekeh.

"Nay, jangan malu-maluin." bisik Adrian.

"Apaansih." ketusku.

Tak ayal, kak Ahmad pun mengeluarkan ponselnya dan kami pun berfoto bersama.

Setelah menerima ucapan selamat dari semua teman-temanku aku dan Adrian pun segera memisahkan diri dari tamu undangan.

Kami berada di taman belakang rumahku, cahaya bulan tampak memantul dari air kolam renang. Aku duduk di ayunan kayu yang menghadap ke kolam.

"Kamu lapar gak Nay?" tanya Adrian.

Aku hanya mengangguk karena memang aku lapar. Adrian pun segera beranjak dari duduknya.

Tak lama kemudian dia datang lagi dengan dua piring yang sudah terisi makanan.

"Makasih Ad." ucapku.

"Narayaa.." ucapnya penuh penekanan.

Aku yang menyadari kesalahku langsung saja mengulangi ucapanku.

"Makasih Mas." ucapku sambil tersenyum semanis mungkin.

"Ingat jangan lupa lagi." ucapnya.

Aku pun hanya mengangguk teringat kejadian 3 minggu yang lalu.

Flashback

Aku tengah berada di Hitachi Seaside Park tapi mataku terpaku pada satu sosok yang begitu aku kenal. Setelah memastikan bahwa itu dia, aku pun menyapanya.

"Aku tadi ragu untuk menyapa, tapi ternyata itu benar-benar kamu." ucapku sambil tersenyum ke arahnya.

"Nay..Naraya." ucapnya dengan mata terbelalak.

"Kenapa? Kamu kaget lihat aku?" tanya ku sambil tertawa kecil.

"Aku dari tadi mencarimu, tapi kenapa kau tiba-tiba ada disini?" Adrian tampaknya heran dengan aku yang tiba-tiba muncul.

Aku terkekeh pelan sebelum menjawab pertanyaan Adrian. Hari ini entah kenapa aku merasa bahagia. Setelah mengatakan segalanya pada Mom Teressa dan beliau menasehatiku bahwa keputusanku menolak Rio adalah yang terbaik. Mom Teressa juga mengatakan jika memang Adrian mencintaiku maka dia akan menyusul kemana pun aku pergi. Dan sekarang melihatnya disini seolah-olah itu sebagai pertanda bahwa Adrian masih menginginkan ku.

"Ini benar-benar kebetulan Ad. Aku tadi melihatmu dari jauh, tadinya aku kira itu hanya ilusi semata tapi ketika melihatmu duduk dan wajah kelelahanmu aku jadi yakin bahwa itu dirimu." terangku.

"Kamu ada urusan apa kesini?" tanyaku sambil berharap-harap cemas.

"Aku kesini untuk menemuimu." ucapnya langsung.

Aku mengerutkan kedua alisku. Sebenarnya bukan bingung hanya saja terlalu terkejut dengan ucapan Adrian yang tidak basa-basi. Adrian pun mengubah posisi duduknya menjadi berdiri dan aku pun mengikutinya.

"Nay, aku gak tahu apa yang kamu pikirkan tentang aku sekarang. Aku akan terima semua pemikiranmu itu. Aku memang lelaki brengsek yang telah menyia-nyiakan perempuan sebaik kamu. Kamu benar bahwa aku hanyalah lelaki yang selalu menuruti logika tanpa memikirkan hati, aku lelaki yang paling bodoh di dunia ini." Adrian menjeda ucapannya.

Aku tak bergeming, kurubah ekspresiku menjadi datar. Aku sengaja melakukan itu untuk melihat apa yang akan Adrian lakukan.

"Beribu permintaan maaf mungkin tak akan membuat hatimu kembali lagi. Tapi aku tidak mau mengulang kesalahanku dengan menjadi lelaki pengecut. Aku tahu ini memalukan, setelah menolakmu berkali-kali tapi hari ini aku harus mengatakan ini. Naraya maukah kamu menjadi istriku?"

Aku cukup terkejut dengan ucapan Adrian hingga pada akhirnya kutarik napas panjang.

"Ad, sama seperti kamu yang tidak mau mengulang kesalahan." aku menjeda ucapanku dan melirik ke arah lain.

"Maaf aku sudah pernah mengecewakanmu dulu. Ketika itu pikiranku masih kanak-kanak hingga aku mengambil keputusan di tengah emosiku. Aku mengatakan bahwa aku ingin berpisah denganmu padahal sebenarnya hatiku tidak berkata demikian." belum sempat aku melanjutkan ucapanku Adrian menyelanya.

"Kamu memang pernah mengecewakanku aku tidak akan menampik itu. Tapi dibalik itu semua aku pun bersalah Nay. Saat itu aku tidak bisa memahami pikiran dan keinginanmu, saat itu mataku tertutup oleh rasa cemburu. Dan saat kematian ibu, mataku kembali tertutup oleh kesedihan yang begitu mendalam karena kehilangan salah satu orang yang begitu aku cintai. Kita berdua sama-sama salah dan kita berdua pun sama-sama menderita." ucapnya.

"Iya, kita sama-sama menderita." ucapku membenarkan.

"Naraya, kamu belum menjawab pertanyaanku." ucap Adrian.

Aku terkekeh pelan.

"Untuk saat ini aku gak mau menjadi istrimu." ucapku.

"Nay serius itu jawaban kamu?" tanya Adrian tampak frustasi. Aku tertawa dalam hati, melihat wajah Adrian yang seperti ini menjadi hiburaan tersendiri untukku.

"Sebelum jadi istrimu, jadi calon dulu kali Ad." ucapku sambil tertawa pelan.

Tanpa aku duga Adrian langsung memelukku erat.

"Ad, itu bukan sebuah jawaban." ucapku sambil terkekeh di dalam pelukannya.

"Aku gak peduli. Yang pasti mulai saat ini aku gak akan pernah melepaskanmu lagi. Cukup satu kali saja saat itu aku kehilanganmu." ucapnya dengan posisi yang masih sama memelukku.

"Ad lepas." pintaku sambil mengurai pelukan.

"Kenapa?" tanya dia.

"Aku kepanasan Ad. Kamu gak nyadar ini musim panas? Dan kamu memelukku di bawah sinar matahari seperti ini." gerutuku.

"Oh ya Nay. Aku suka panggilanmu saat malam pertunanganku." ucapnya mengabaikan gerutuanku.

"Malam pertunangan? Oh jadi kamu masih bertunangan dengannya?" tanyaku sambil mendelik.

"Bu..Bukan gitu maksudku." Adrian tampak salah tingkah sambil mengusap tengkuknya.

"Ya aku bisa ngerti sih, 3 tahun Dira menemanimu bukan? I know gak akan mudah melupakan orang seperti itu."

"Kamu benar, melupakan seseorang itu tidak mudah. 3 tahun aku mencoba melupakanmu tapi kenyataannya? 3 tahun itu malah semakin membuatku teringat akan dirimu." pipiku memanas mendengar ucapan Adrian.

"Kamu masih seperti dulu Nay. Pipimu sering merona ketika aku goda." ucap Adrian sambil terkekeh.

"Jangan menertawaiku aku gak suka Ad." ucapku.

"Jangan panggil aku Adrian, aku gak suka Nay." ucapnya meniru ucapanku.

"Lalu? Aku harus memanggilmu kakak seperti dulu? Baiklah aku akan memanggil seperti itu sama seperti panggilanku ke kak Rio." ucapku sambil menaik turunkan kedua alisku.

"Jangan panggil aku kakak tapi panggil aku Mas. Dan satu lagi, aku gak mau disamakan dengan Rio." ucapnya penuh penekanan.

"Baiklah mas ku titahmu akan adinda laksanakan." ucapku sambil tertawa.

Flashback Off

"Kenapa kamu senyum-senyum gak jelas Nay?" pertanyaan Adrian membuatku tertarik kembali ke alam nyata.

"Hah? Eumm.. Aku hanya ingat saat kita berada di Jepang." ucapku.

"Kamu tahu? Saat kamu mengatakan tidak rasanya aku ingin tenggelam saja disana." ucap Adrian.

"Tenggelam katamu. Memangnya saat itu kita sedang berada di laut." ucapku sambil tertawa mengejek.

"Hari ini aku gak menyangka akan kejadian juga." ucapku setelah berhenti tertawa.

Kusandarkan kepalaku di bahu Adrian.

"Aku rasa saat kamu menyematkan cincin di jari Nadira saat itulah harapanku telah berakhir untuk bisa bersamamu." ucapku.

Adrian menggenggam tanganku.

"Jangan bawa nama dia lagi dalam hubungan kita Nay."

"Aku tahu." ucapku.

"Seberapa besar cintamu padaku Ad?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Aku gak bisa mengatakan bahwa rasa cintaku sedalam lautan atau seluas bumi, karena itu terlalu berlebihan. Aku gak bisa mengungkapkan seberapa besar rasa cintaku karena cinta itu bukan sebuah benda yang dapat kita ukur. Cinta itu datangnya dari hati, dan hanya dapat kita rasakan dalam jiwa. Aku hanya ingin mencintaimu dengan pas, dengan kadar secukupnya, tidak berlebihan juga tidak kekurangan."

Ucapan Adrian menghangatkan hatiku. Aku duduk dengan benar kuselami kejernihan matanya. Aku hanya menemukan sebuah kesungguhan dan ketulusan disana. Aku tersenyum bahagia melihatnya.

"Aku pun sama, ingin mencintaimu dengan pas. Dengan kadar secukupnya, tidak berlebihan juga tidak kekurangan."

Adrian tersenyum tulus ke arahku begitupun aku. Tidak ada satu kata pun yang dapat aku ungkapkan atas segala kebahagiaan ini.

Aku tidak tahu sampai kapan kebahagiaan ini akan bersamaku, aku hanya bisa berharap semoga sang pencipta tidak segera mengambilnya dariku. Aku tidak berharap banyak, menikmati bulan dan bintang bersama orang yang kucintai pun itu sudah cukup membuatku bahagia.

Ceritaku tidak akan berakhir sampai disini, masih banyak fase kehidupan yang harus aku jalani. Hidupku tidak akan selalu mulus, mungkin di depan sana banyak sekali kerikil atau bahkan batu besar yang siap menghadang jalanku. Aku hanya bisa berdo'a semoga disetiap kesulitan itu aku akan bisa menghadapinya dan pintaku semoga aku bisa melaluinya dengan orang-orang terkasihku.

TAMAT



Alhamdulillah, akhirnya kata-kata keramat itu mucul juga. Kurang lebih 10 bulan aku menulis ceritaku ini, dengan segala kesibukanku sebagai siswa, dan sulitnya membagi waktu saat banyak ujian. Terima kasih untuk mamahku yang dengan pengertiannya gak mengangguku kalau lagi nulis, juga tatapan aneh mamah kalau aku nangis sendirian di depan laptop gara-gara tokohku menderita, I love you mah 😙😙. Terima kasih juga pada seluruh readers💕 yang gak bisa aku sebut satu persatu pokoknya yang dengan baik hatinya selalu mau mencet bintang☆ juga komen di lapak aku. Untuk silent readers yuk tunjukkan dirimu dengan pencet bintangnya, ini udah tamat lho😛

Aku ucapkan terima kasih juga untuk teman-temanku yang suka aku paksa buat baca cerita ini. Fatimah rara_dyandra my bestie yang nyemangatin aku buat ngepublikasikan cerita ini karena awalnya aku ragu, dia juga sering kasih saran2 ke aku. Deana desundoro yang buatin cover pertama kali buat cerita ini, miss you dea. Rahma _wdytm4 yang suka spam komen di awal-awal dan sekarang kayanya udah jarang baca cerita ini karena aku selalu lama update:v. Iis Flower_flo yang suka spam bintang dan juga sesama penulis wp, semangat terus berkarya yaa is😊😊 jangan lupa follow dan baca cerita dia juga guys. Dea DeaHaryanti yang katanya mau nungguin dulu tamat baru baca karena suka lupa jalan ceritanya. Sekarang udah tamat lho, wkwk. DWI yang dengan teganya bayangin kalau si tokoh itu aku dan si papih😑 Desi yang gak punya akun wp tapi salah satu tokohnya aku terinspirasi dari dia. Kalau kalian mau tanya tokohnya yang mana? Ah pokoknya mah yang itu aja yang eksis di akhir-akhir part, wkwk😂 Terima kasih juga untuk saudaraku Dita yang suka ngehina tulisanku😏 tapi aku jadi terpacu supaya lebih baik lagi💕. Buat readers yang mau nanya kenapa waktu itu aku lama Up nah dia tersangkanya, becanda deh sist🤣

Pokoknya big thank's buat semuanya, see you di ceritaku selanjutnya ya. Dan buat yang belum baca cerita "Boss In Love" yuk mampir dulu. Nah disana kalian akan menemukan darimana asal usul kelakuan absurdnya si Naraya.

Epilog nanti nyusul yes, aku mau menikmati dulu hari-hari ku, karena sumpah akhir-akhir ini aku selalu kepikiran sama part terakhir ini. Sedih juga sih mau pisah sama mereka ☹ oke, bye bye guys.

With love,

Tari Legistia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top