Part 40

Assalamu'alaikum gaes..
Minal Aidzin Walfaidzin ya:)
Maafkan daku yang telaaattt banget updatenya, you know lah laptopku kan dibawa kabur sama yang lagi skripsi:( dan sekarang baru bisa update pas ia pulang:')

"Happy Reading Guys"


"Ayya pak Manajer udah datang, tadi dia nanyain pegawai baru katanya
langsung ke ruangan aja." ucap Anna ketika aku baru saja dari toilet.

Aku pun segera keruangannya. Di depan ruangannya aku melihat seorang perempuan yaitu sekretarisnya yang sedang sibuk.

"Permisi." ucapku. Dia pun mendongak.

"Pegawai baru ya?" tanya dia. Aku pun mengangguk.

"Udah ditunggu sama bapak." ucapnya sambil mempersilahkan ku masuk.

Aku pun dengan gugup segera mengikutinya.

"Permisi pak, ini pegawai barunya." ucapnya. Aku belum berani menatapnya dan masih menunduk.

"Ya terima kasih. Kamu boleh keluar." jawabnya.

Suara ini, dengan pelan aku pun mendongak dan pandangan kami bertemu. Aku menatapnya cukup lama hingga tak sadar bahwa diruangan ini hanya ada aku dan dia.

"Selamat datang di perusahaan kami. Perkenalkan saya Adrian selaku manajer Accounting disini." ucapnya.

Mendengar perkataannya yang seolah-olah tidak mengenalku membuat hatiku teriris-iris.

"Sa..Saya Shaquella Naraya, senang bertemu dengan anda." jawabku dengan sedikit bergetar.

"Semoga kedepannya kita bisa bekerja sama dengan baik. Ada yang perlu ditanyakan? Jika tidak saya rasa cukup dan anda boleh keluar." ucap Adrian.

"Tidak pak terima kasih, saya mohon bimbingannya." ucapku akhirnya dan berpamitan.

Aku keluar dari ruangan dengan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk mataku. Dengan cepat aku berjalan ke arah toilet.

Aku menangis disini, entah apa yang kutangisi. Tapi melihatnya kembali dan dia menganggapku seolah orang asing membuat lukaku bertambah besar. Sudah cukup aku sakit karena tidak bisa melupakan masalah dan sekarang aku harus bertemu kembali dalam keadaan seperti ini. Aku memang menginginkan penyelesaian dari masalahku, tapi bukan berarti aku ingin bertemu kembali dengan Adrian tapi bukan dalam posisi atasan dan bawahan seperti ini.

Aku terus menumpahkan air mataku disini dan setelah merasa baikan aku kembali ke ruanganku.

"Mata kamu sembab, kenapa Yya?" tanya Anna yang sepertinya menyadari keanehan ku setelah kembali dari ruangan manajer.

"Iya, tadi aku kemasukan debu dan akhirnya nangis." ucapku sambil tertawa garing.

"Oh gitu, yaudah deh. Aku kira kamu kenapa-napa." ujar Anna.

Aku pun hanya tersenyum menanggapi.

***

Satu bulan telah aku jalani dengan berat. Yakinlah bekerja kembali dengan mantan bukanlah hal yang menyenangkan. Adrian tetap mengacuhkan ku, dia hanya bicara seperlunya saja padaku. Ahh lagi pula hal seperti apa lagi yang aku harapkan?

"Yya nanti malam datang ya." ujar Adi.

"Kemana?" tanyaku.

Saat ini kami tengah makan siang ada aku, Adi, Anna, dan Renata. Ya selama ini memang mereka bisa dibilang teman geng ku lah kalau zamannya sekolah.

"Nanti malam Dira ulang tahun. Dia mengundang setiap divisi." terang Renata, kulihat dia kurang suka mengatakannya.

"Ohh entahlah, mobilku sedang di bengkel dan aku tidak yakin akan datang." jawabku.

"Ayolah Yya, gue yakin malam nanti akan menjadi malam yang bersejarah." ucap Anna.

"Malam yang bersejarah gimana?" tanyaku.

"Pak Manajer dan Dira malam nanti gue yakin bakalan mengungkapkan status mereka alias go public." ucap Anna sambil tertawa.

"Bete gue." ujar Renata.

Adrian dan Dira? Benarkah mereka mempunyai hubungan?

"Yya lo nangis?" tanya Adi.

"Huh?" aku segera mengusap pipiku dan ternyata sebulir air mata lolos dari mataku.

"Nggak kok, kemasukan debu." alibiku.

"Yaudah deh nanti malam gue jemput lo Yya, lo kirim aja alamat rumah lo." tawar Adi.

"Karena kalian maksa, oke deh gue datang." ucapku sambil tertawa pelan.

---

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Ya sepertinya penampilanku tidak terlalu buruk. Oke ini gak papa karena aku emang yang paling muda diantara mereka.

"Yya kok kelihatannya lo gugup sih kenapa?" tanya Adi. Kami sekarang tengah berjalan menuju ke ballroom hotel.

"Masa sih? Nggak, mungkin karena ini pertama kalinya aku datang ke acara pesta disini. Tahu kan Dira aja gak kenal aku, makannya aku takut diusir." ucapku sambil tertawa.

"Yang begituan jangan dipikirin santain aja." ujarnya sambil tertawa.

Kami memasuki ballroom yang telah disulap menjadi tempat pesta yang mewah. Waahh sepupu direktur bisa gini ya, apa kabar aku anak direktur yang belum pernah kaya gini.
Menurut Mommy ini tuh buang-buang uang aja. Ulang tahun itu hakikatnya berkurangnya umur jadi mendingan kita lakukan hal yang bermanfaat.

Aku dan Adi menghampiri Anna dan Renata yang telah hadir lebih dulu.

"Ayo kita temui tuan rumahnya." ajak Anna.

Kami pun bergegas menuju ketempat Dira berada.

"Tuhkan bener kata gue pak Adrian pasti ada bersama mereka." bisik Anna ke Renata yang masih bisa kudengar.

Kulihat memang benar disana dengan gagahnya Adrian berdiri tepat di samping Dira, namun ia sedang mengobrol dengan seseorang yang aku tidak tahu siapa, sedangkan Dira di sampingnya tampak sangat bahagia dan melayani tamu yang mengucapkan selamat ulang tahun.

Aku berjalan paling belakang diantara teman-temanku. Sepertinya keputusanku untuk datang kesini adalah sebuah kesalahan. Datang kesini hanya membuat lukaku semakin besar, seharusnya aku menjauhi penyebab lukaku bukannya mendekat, tapi bagaimanapun keadaan selalu membuatku seakan terhubung dengan itu.

"Happy Birthday Dir." ucapku sambil tersenyum.
Kurasa ada sepasang mata yang menoleh.

"Thank you udah hadir dan udah ngucapin. Oh ya kamu pegawai baru di divisi Accounting ya?" tanya Dira.

"Iya." jawabku singkat.

"Kenalin aku Nadira." ucapnya hangat.

"Aku Shaquella, tapi orang-orang biasa memanggilku Ayya." ucapku.

"Senang berkenalan denganmu, silahkan selamat menikmati pestanya ya." ucapnya dengan ramah.

"Iya terima kasih Dira, senang berkenalan denganmu juga." balasku.

.
.

Acara tiup lilin dan potong kue sudah berakhir dari satu jam yang lalu dan sekarang kita tengah menikmati aneka hidangan yang tersedia. Aku sama sekali tidak berminat untuk makan hanya mengambil buah-buahan saja.

"Yya, gue mau pulang sekarang tapi sorry gak bisa anterin lu." ucap Adi.

"Kenapa?" protesku.

"Mama gue telpon katanya Adek gue tiba-tiba demam dan harus dibawa ke dokter." ucap Adi dengan wajah bersalah.

"Iya gak papa nanti gue naik ojol aja." ucapku.

"Maaf ya Yya." ucap Adi.

"Iya Di, sana hati-hati." ucapku. Ya aku juga tidak bisa menyalahkan Adi juga.
Aku bergegas keluar dari hotel, Anna dan Renata udah pulang 10 menit yang lalu.

Aku membuka ponselku akan memesan ojol, tapi sepertinya kesialan sedang berpihak padaku. Ponselku mati dan aku baru ingat bahwa aku belum mencharger nya dari pagi.

Aku pun berjalan menuju ke jalan raya berharap ada taksi yang lewat walaupun sekarang jam telah menunjukkan hampir pukul 10 malam.

Sudah hampir 15 menit aku berdiri tapi tak ada satu taksi pun yang datang. Tiba-tiba sebuah mobil yang aku kenal siapa pemiliknya berhenti di depanku.

"Masuk." perintahnya dengan nada dingin.

Aku sama sekali tidak berniat untuk bergerak dari tempatku berdiri.

"Saya antar kamu pulang." ujarnya kembali.

Aku melirik ke tempat sekitar, rupanya keadaan disini mulai sepi. Dari pada terjadi sesuatu dengan diriku akhirnya aku masuk ke dalam mobil.

"Kamu tinggal di apartement pak Dane?" tanya kak Adrian.

"I.. Iya pak." ucapku.

Tanpa banyak bicara ia pun segera melajukan mobilnya. Sepertinya dia tahu letak apartement Daddy karena ia tak menanyakan alamat sama sekali.

"Kamu kerja disini lalu bagaimana dengan Rio?" tanya kak Adrian.

"Aku sama kak Rio gak ada apa-apa. Waktu itu dia hanya memintaku berpura-pura. Lagi pula saat itu aku gak tahu kalau teman yang akan dia temui adalah kakak." Ucapku, aku mengganti panggila dengan kakak karena sepertinya dia tak masalah.

"Tolong jangan salah paham." lanjutku.

"Saya tidak salah paham. Karena hukum salah paham itu berlaku hanya kepada orang yang memiliki hubungan, dan kita tidak." ucapnya.

"Dan tolong jangan panggil saya kakak. Saya bukan kakak kamu tapi atasan kamu." ucapnya tegas.

Hatiku mencelos mendengarnya, ingin sekali aku menangis tapi tidak. Sudah terlalu banyak aku menumpahkan air mata oleh kebodohanku sendiri.

"Maaf pak saya tidak akan mengulanginya lagi. Saya hanya teringat dengan seseorang yang dulu mengatakan pada saya bahwa kita harus membedakan panggilan profesional dan panggilan sehari-hari kepada orang yang kita kenal." ucapku.

"Saya pikir orang itu telah mengubah segala prinsipnya. Dan sepertinya kamu tidak tahu apa-apa lagi tentang orang itu." jawab Adrian.

"Iya saya tidak tahu apa-apa lagi. Dan itu semua sepertinya memang kesalahan saya." ucapku sambil memandang ke arah depan.

Setelah beberapa saat Adrian menghentikan mobilnya tepat di depan apartement ku.
"Terima kasih atas tumpangannya pak." ucapku.

"Sama-sama." jawabnya.

"Boleh saya tanya sesuatu?" tanyaku.

"Apa?" tanya dia.

"Bapak dengan Dira ada hubungan spesial?" entah keberanian dari mana aku menanyakan hal yang dari sebulan lalu menggangguku.

"Ada."









Jangan lupa Vote☆sama komentarnya guys....

Kalau vote sama komentarnya banyak, aku usahain deh ngetik di handphone:((

Gumawoo♡♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top