Part 4

Aku telah tiba di ruangan, dan segera saja ku ambil dokumen yang memang harus aku susun. Itulah pekerjaan rutin ku.

Tak lama aku dikejutkan dengan kehadiran pak Hendra.

"Ella, kamu tolong periksa lagi ya ini nominalnya. Kalau misalnya sudah sama kamu kasih tanda. Jangan lupa cek juga tanda tangannya." Ujarnya.

"Baik pak." Jawabku.

Pak Hendra pun meninggalkan ruangan.

Aku hanya bisa menghela napas melihat setumpukkan dokumen, dengan segera aku menyelesaikan dulu pekerjaan rutinku, dan setelah ini aku akan mengerjakan tugas dari pak Hendra.

***

Jam istirahat telah tiba, selesai shalat dzuhur aku pun segera menuju ke kantin sendirian. Sebenarnya aku bisa saja bersama Zahra atau Nura, tapi itu akan membuang-buang waktu istirahat yang hanya sebentar.

Sekarang aku memegang nampan berisi makan siangku, dan aku bingung harus duduk dimana karena kantin telah penuh. Tiba-tiba pandangan ku berhenti pada bangku kosong yang hanya diisi satu orang di pojok sana. Aku pun melangkahkan kaki menuju ke sana.

"Boleh saya ikut duduk?" Tanyaku.

"Tentu." Jawabnya.

Suara itu.. sepertinya keputusan ku untuk duduk di sini adalah salah. Bodoh, kenapa aku tidak bisa mengenalinya dari belakang?

"Kenapa tidak duduk?" Ujarnya yang tak lain adalah pak Adrian.

Aku pun segera duduk.

Dengan canggung aku pun segera makan, dan entah hanya perasaan ku saja atau bukan, rasanya pak Adrian tengah memandangiku.

"Oh ya, boleh saya panggil kamu Naraya? Saya belum meminta izin ya." Ucapnya sambil terkekeh.

Sumpah ini pertama kalinya ia terkekeh di hadapanku. Kalau di depan pegawai sih ia kelihatan ramah, tapi di depan aku dan teman-teman ku ia datar.

"Emm,, boleh-boleh saja sih pak. Lagi pula panggilan Ella juga agak sumbang menurut saya." Ujarku sambil tersenyum.

"Kalau saya panggil kamu Shaquella rasanya terlalu ribet." Ujarnya.

"Dan kenapa panggilan Ella terdengar sumbang?" Lanjutnya bertanya.

"Karena saya kan biasanya dipanggil Ayya sama orang-orang pak. Jadi dipanggil Ella agak asing aja." Jawabku.

"Nama instagram kamu ShaquellaNaraya?" Tanyanya lagi.

Aku pun menghentikan makan ku.

"Iya.. kenapa ya pak?" Perasaan ku jadi tidak enak.

"Akhir-akhir ini akun itu terus saja melihat Story Ig saya. Terus banyak ngelike foto-foto saya. Ya saya curiga. Tapi ternyata itu kamu." Ucapnya dengan santai.

Wajahku merah padam mendengar tuturannya.

"Lain kali kalau mau ngestalking pake akun lain ya." Ujarnya sambil berdiri dan pergi.

Tuhan.. tenggelamkan saja aku. Rasanya amat malu sekarang, ketahuan ngestalking sama orang yang kita stalking. Ini benar-benar mimpi buruk.

***

Aku melangkahkan kaki ke ruangan dengan lemas, tiba-tiba pak Adrian melirik ke arahku, dan segera aku berjalan dengan cepat. Bodo amat jika ia melihatku ini aneh, yang pasti aku udah teramat sangat malu sekarang.

Aku duduk dan menetralkan napasku, begini ya rasanya ngepoin orang dan ketahuan?.

Sepertinya aku perlu ruang untuk bernapas sekarang, tidak mungkin kan aku berada terus di ruangan yang sama dengannya. Tiba-tiba pikiran konyol ku menghampiri, apa aku minta izin pulang lebih awal aja ya sama pak Hadrian, beliau kan pasti memberi izin.

Tidak-tidak, aku segera menghapus pikiran konyolku itu. Dengan seperti itu pasti orang-orang akan berpikiran yang aneh-aneh lagi padaku.

Aku pun kembali fokus pada tugasku yang belum sempat aku selesaikan tadi.

---

Akhirnya selesai juga. Aku pun segera membereskan berkas-berkasnya dan hendak mengantarnya ke pak Hendra.

Tiba-tiba pak Adrian masuk ke dalam ruanganku. Napasku tercekat melihat ia kini berada di dekatku. Kejadian tadi terus berputar-putar dalam ingatanku, dan aku yakin sekarang pasti wajahku memerah.

"Ada apa ya pak?" Tanyaku memecah keheningan karena dari tadi ia hanya memandangku.

"Ekhem, kamu lagi sibuk ya?" Tanyanya.

"Tidak pak, ini sudah selesai kok. Baru saja saya hendak mengantarnya ke pak Hendra." Jawabku.

"Kamu antarkan saja dulu." Titahnya.

Aku pun mengangguk dan meninggalkannya yang malah duduk di kursi ruanganku.

Selama di perjalanan menuju meja pak Hendra aku terus memikirkan apa yang akan pak Adrian lakukan, apa ia akan menanyai ku soal tadi?

Aku telah berdiri di depan pak Hendra dan memperhatikan ia yang tengah sibuk menerima telpon.

-

"Ada apa ya pak?" Tanyaku.

"Saya sudah tahu bahwa kamu selalu ngestalking kehidupan saya. Tapi saya biarkan saja. Semakin kesini tapi saya semakin tahu bahwa kamu itu menyukai saya kan? Saya bisa lihat dari tatapan kamu ke saya, cara kamu bicara pada saya. Itu SANGAT kelihatan." Ucapnya dengan dingin.

Aku amat merinding mendengarnya.

"Saya.." Ucapku terpotong oleh ucapannya.

"Saya gak tahu apa yang kamu pikirkan. Rasa suka itu wajar. Tapi cukup kamu kepoin hidup saya." Ujarnya datar.

"Tap.." Ucapan ku terpotong lagi.

"Jangan berharap apa-apa pada saya atau kamu nanti malah akan sakit hati." Ucapnya tegas.

Aku yang akan menjawab perkataannya tiba-tiba mendengar suara pak Hendra.

-

"Ella,, hallo Ella." Itu benar-benar suara pak Hendra.

"Eh, iya pak. Ini berkasnya sudah selesai semuanya sudah lengkap kok pak." Ucapku.

"Terima kasih ya." Ucapnya.

"Iya pak sama-sama." Ucapku dan berbalik hendak pergi.

"Eh, Ella tunggu. Jangan banyak melamun ya. Jodoh gak akan kemana." Ucapnya sambil terkekeh.

Aku pun hanya tersenyum canggung. Syukurlah ternyata tadi itu hanya khayalan bodohku saja yang terlalu takut. Dan sekarang aku amat pelan sekali menuju ruangan, rasanya aku ingin menghentikan waktu saja sekarang. Tuh kan pikiran ku melantur lagi.

Tapi bayangan tadi serasa amat nyata, bagaimana ini kalau benar-benar terjadi?

Sekarang aku sudah berada di dalam ruangan dan kuperhatikan ternyata pak Adrian sedang sibuk dengan handphonenya.

"Instagram kamu hanya ada 3 foto, dan itu tidak membuat saya mendapatkan informasi apapun tentang kamu." Ujarnya santai sambil berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Emm, maaf pak apa ya yang bisa saya bantu?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan

"Oh ini, tolong ya kamu antar ini ke General Manajer, beliau ada di lantai 20." Ucapnya.

What? Ia hanya akan menyuruhku dan rela menunggu ku di sini, membuatku berpikiran yang tidak-tidak tentang apa yang akan ia lakukan padaku. Sial, sepertinya ia bisa menebak pikiranku.

"Tolong ya." Ujarnya sambil tersenyum miring dan pergi.

Aku menghela napas dan segera bergegas.

***

Aku segera membasuh wajahku di toilet dan memandang ke arah kaca. Bagaimana mungkin, penglihatanku masih bagus kok, dan aku yakin tadi itu adalah om Daniel. Tadi itu, ketika aku pulang dari ruangan General Manajer, tanpa sengaja aku melihat om Daniel memasuki lift khusus direksi. Jangan sampai om Daniel tahu keberadaanku.

Aku pun segera keluar dari toilet dan bergegas dengan tergesa-gesa menuju ruangan. Bukannya mengapa, aku hanya tidak enak bila melihat pak Adrian, aku malu bila melihatnya. Hingga sebuah suara menghentikan langkah ku.

"Princess.."

Mampus gue.






Tinggalkan jejak ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top