Part 38
Assalamu'alaikum.
Hallo guys long time no see yes? hahahaha
maafkeun diriku yang telat update:(
Bukannya mengapa, laptop diriku dipinjam oleh kakak ku yang sedang nyusun skripsi, entah apa dosaku, laptop dia yang mati dan laptopku yang jadi korban dipinjami dia:(
3 years later
"Assalamu'alaikum, Mommy Daddy." teriakku ketika memasuki rumah.
"Wa'alaikumsalam. Ayya. Lho kok kamu udah disini katanya pulang besok?" Mom terkejut melihat kedatanganku dan langsung menghampiri kemudian memelukku.
"Surpriase!!!" ucapku senang.
"Wah sama Rio ya, ayo silahkan duduk Yo." ujar Mommy.
Aku mendekat ke arah Daddy yang masih menatapku tanpa bergerak.
"Daddy kok diam aja, gak senang ya aku pulang?" tanyaku pada Daddy dan duduk di sebelahnya, sementara Mom pergi kedalam sepertinya akan mengambil minum.
"Kamu siapa ya?" tanya Daddy.
"Ya ampun Daddy Malaysia ya?" jeritku histeris.
"Amnesia Ayya." Dad meluruskan.
"Lho amnesia kok tahu namaku?" tanyaku sambil tersenyum licik.
"Ahh kepala Daddy sakit, kok tiba-tiba ingat ya." ujar Daddy sambil memegang kepalanya.
Aku pun segera memeluknya dan kami pun tertawa karena tingkah konyol kami.
"Daddy kangen." ucapku masih dalam pelukan Daddy.
"Daddy enggak hanya rindu." ujar Dad sambil terkekeh pelan.
"Udah dong manja-manjaannya tamu tuh dianggurin." Mommy datang menghentikkan aksi pelukan kami.
Aku pun hanya cengengesan sambil tersenyum malu karena lupa dengan keberadaan kak Rio.
"Ini diminum Yo." Mommy mempersilahkan minuman ke kak Rio.
"Makasih tante." jawab kak Rio sambil mengambil minumannya.
"Oh ya Yo katanya kamu pindah ke Indonesia ya ngurus cabang yang disini?" tanya Dad.
"Iya Om Papa yang minta aku ngurus cabang disini." jawab kak Rio.
"Nanti juga kalau papa mu udah bosen ngurus perusahaan disuruh ngurus yang pusat juga." ujar Daddy sambil terkekeh.
"Hahaha iya om, tapi aku seneng kok dipindahin ke Indonesia, sekalian mau ngejar cinta aku yang sepertinya masih sulit." ujar kak Rio sambil tertawa renyah begitupun dengan Daddy.
"Kamu harus banyak sabar kalau masalah itu." ujar Daddy.
Kemudian mengalirlah obrolan mereka diseputar dunia bisnis.
"Mom Bian kemana?" tanyaku pada Mommy tanpa mengindahkan Dad dan kak Rio yang masih mengobrol.
"Dia lagi keluar sama teman-temannya. Katanya ada acara kampus." ucap Mom.
Aku pun manggut-manggut. Padahal ini hari libur pasti itu hanya Alibinya doang.
***
"Kita mau kemana sih kak kok pake ngajak aku segala?" tanyaku bingung.
"Aku mau ketemu teman lamaku, katanya dia lagi di Jakarta." jawab kak Rio.
"Terus hubungannya denganku?" tanyaku.
"Yakali aku gak bawa gandengan, bisa diledek nanti. Kamu pura-pura aja jadi pacar aku ya Yya, plis sehari aja." pinta kak Rio.
"Okay, tapi itu semua gak gratis." ucapku sambi tersenyum licik.
"No Problem" jawab kak Rio.
...
Kami memasuki restaurant mewah yang berada di tengah kota, sebenarnya temannya siapa ya? Cowok atau cewek? Aku yang hendak bertanya mengurungkan niat karena kak Rio menggenggam tanganku dan menarikku supaya berjalan cepat.
"Oh itu dia" tunjuk kak Rio.
Aku mengikuti arah tunjukkan kak Rio. Terlihat seorang pria yang membelakangi kami. Dari belakang tampaknya dia familiar.
"Kok bisa tahu kak? Dia kan gak ngadep sini." tanyaku.
"Walaupun dari belakang kalau sama temen itu pasti kenal Yya." jawab kak Rio.
"Ayo." ajaknya masih dengan tanganku digenggamannya.
"Long time no see brother" kak Rio menepuk pria itu dan seketika ia menoleh.
Deg.
Dunia rasanya berhenti untuk sementara. Pria ini yang sampai sekarang tidak bisa aku lupakan.
"Oh ya kenalin ini calon istri gua Shaquella." ucap kak Rio membunyarkan lamunanku.
"Oh iya, selamat bro." ucap kak Adrian sambil tersenyum.
Aku tahu itu senyum canggung.
"Silahkan duduk." lanjut kak Adrian.
"Yya, kenalin ini Adrian teman aku." ucap kak Rio. Sekarang kami telah duduk.
"Shaquella Kak." ucapku tersenyum kikuk.
"Adrian." jawabnya dingin.
"Lo katanya tinggal di Yogya sekarang ya Ad?" tanya kak Rio.
"Udah lama sih sekitar 3 tahun yang lalu." jawab kak Adrian.
"Lo kok bisa ke Indonesia sih? Lo pindah kesini lagi?" lanjut kak Adrian.
"Iya gue pindah, demi calon istri." jawab kak Rio. Dapat kutangkap dari sudut mataku kalau kak Rio menoleh ke arahku.
Ini tidak benar, tadi kak Rio minta aku supaya pura-pura jadi pacarnya, kok sekarang malah jadi calon istri sih? Lagian kalau aku tahu temannya itu kak Adrian, gak akan mau aku menemaninya.
"Btw lo belum mau nikah Ad? Usia udah matang, finansial kayanya bukan masalah lagi." tanya kak Rio.
"Hahaha, kaya lo yang udah nikah aja so menasehati." jawab kak Adrian.
"Gak papa lah, gue kan udah ada calonnya, tinggal resepsi aja." ujar kak Rio.
"Udah ada calon gak menjamin sampai pelaminan kali Yo." ucap kak Adrian.
"Hahahha lo bener juga. Tapi do'akan aja ya supaya gue sama Shaquella bisa langgeng." ujar kak Rio.
"Iya gue do'a in supaya kalian baik-baik aja." jawab kak Adrian.
Rasanya aku ingin tenggelam sekarang disini saja, di do'ain sama mantan itu kedengarannya emang baik padahal sebenernya itu kutukan.
"Kita belum pesan apa-apa ya, gimana kalau pesan sekarang aja?" usul kak Rio dan disetujui kak Adrian.
Setelah memesan makanan mereka pun kembali mengobrol layaknya teman lama.
"Ad jujur dong sama gue, lo udah punya calon kan?" tanya kak Rio.
"Gak usah gue sebar-sebar kali kalau punya. Nanti tunggu undangan aja ya." jawab kak Adrian disertai kekehannya.
Entah kenapa membayangkan Adrian menikah dengan wanita lain membuatku ingin menangis sekarang juga.
"Kak aku ke toilet dulu." pamitku. Tanpa mendengar jawaban kak Rio aku segera meninggalkan mereka dan ke toilet.
Aku menangis disini di dalam toilet, entah mengapa melihat Adrian kembali membuat lukaku terbuka lagi. Luka yang telah aku rawat selama 3tahun ini kembali terasa sakit. Luka yang sebenarnya aku buat sendiri.
Aku gak tahu sebenarnya perasaan seperti apa yang kini aku rasakan terhadap Adrian. Cinta kah? Takut kehilangan kah? Atau rasa bersalah?
Cinta sepertinya aku tidak bisa menyimpulkan itu.
Takut kehilangan sepertinya itu bukan hakku lagi, karena sejak hari dimana aku memutuskannya sejak saat itu aku melepaskannya dan telah kehilangannya.
Rasa bersalah? Sepertinya bukan. Aku merasa bersalah terhadap Ibunya bukan padanya.
Lalu rasa apa ini? Kenapa aku merasa sakit ketika melihatnya bahkan tidak melirikku, kenapa aku tidak rela ketika membayangkan dia akan menikah dengan perempuan lain?
Air mata semakin deras mengalir di pipiku, aku merasa 3 tahun berlalu sia-sia. Karena sampai detik ini pun aku masih belum bisa melupakannya.
Selamat menunaikan ibadah puasa ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top