Part 35

Happy Reading ^_^




"Assalamu'alaikum." salamku ketika memasuki rumah.

Hari sudah sore dan kak Doni langsung pulang setelah mengantarku sampai gerbang rumah. Lho rumah kok pada sepi? Mommy sama Daddy kemana ya?

Aku berjalan menaiki tangga menuju kamarku, tapi sebelumnya aku pun berniat ke kamar Bian terlebih dulu.

"Baru nyadar pulang lo." ujar Bian tiba-tiba.

"Apaan sih lo. Daddy sama Mom kemana?" tanyaku.

"Makannya punya handphone tuh nyalain." bukannya menjawab Bian malah ngomel.

"Cepetan siap-siap kita berangkat sekarang, Mommy dan Daddy udah berangkat dari tadi." ujar Bian.

"Kemana?" tanyaku bingung.

"Ke Yogya. Ibunya kak Adrian meninggal." jawab Bian singkat.

Jedarr... Bagaikan disambar petir aku terduduk lemas di kamar Bian dengan air mata yang tiba-tiba turun.

Kuaktifkan ponsel dan banyak sekali pesan dari Mommy dan juga Daddy dan terakhir nomor itu.

082316563209 :

Naraya tolong angkat telponnya!!!

Ibu ingin bicara sama kamu.

Dia sakit dan keadaannya sekarang memburuk.

Naraya tolongg!!!!!!

Naraya

Air mata yang keluar semakin deras, rasa penyesalan semakin menggunung di pikiranku.

"Kak dari pada lo nangis mendingan cepetan deh kita berangkat." suara Bian menarikku kembali ke dunia nyata.

"Kita pergi sekarang." jawabku.

"Gak! Lo udah keringetan mendingan mandi dulu." titah Bian.

"Fabian!" bentakku.

"Buat apa lo bentak gue kak? Lagian ibunya kak Adrian juga udah dimakamkan 1jam yang lalu." ujar Bian.

Perkataan Bian telak menambah gunungan rasa penyesalanku.

***

Aku memandang rumah dihadapanku, ada rasa ragu yang menyeruak dan menahanku untuk masuk. Tapi bagaimanapun aku harus datang.

Ya sekarang aku tengah berada di depan rumah Adrian atau tepatnya rumah eyang-nya Adrian. Aku dan Bian tiba di Yogya saat malam dan aku memutuskan datang kesini pagi ini.

Saat aku membukakan pintu pagar pendek di depan rumah saat itu pintu rumah pun terbuka. Napasku tercekat melihatnya. Dia Adrian sosok yang dua bulan ini aku rindukan. Dia tampak mematung melihatku berdiri disini, tapi tak lama kemudian dia menghampiriku.

"Cari siapa disini?" tanya dia datar.

Hatiku menangis mendengar pertanyaannya. Tidak, bukan hanya hatiku tapi air mata pun ikut turun. Aku menunduk tidak berani menatap matanya.

"Jika tidak ada kepentingan sebaiknya kamu pulang." lanjutnya.

Aku menghapus air mataku dan mengangkat kepalaku.

"Maaf." ucapku pelan.

"Tidak perlu minta maaf. Lagipula siapa saya sampai kamu harus minta maaf pada saya?" ucapnya.

Hatiku mencelos mendengar perkataannya.

"Justru saya yang harus minta maaf karena mungkin kemarin mengganggu waktumu." lanjutnya.

"Ibu saya kemarin mengharapkan mendengar suaramu di detik-detik terakhir kehidupannya. Tapi jangan merasa bersalah, toh kami bukan siapa-siapa kamu." ujar Adrian lagi.

Air mata semakin deras keluar dan rasa bersalah pun semakin besar.

"A..A..Aku gak tahu kalau kemarin itu panggilan dari kakak." ujarku kemudian.

"Iya saya mengerti. Saya orang yang harus kamu lupakan dari ingatan kamu dan saya sangat mengapresiasi tindakan kamu dengan menghapus nomor saya dari ponsel kamu. Sudahlah Ibu saya sudah tiada sekarang, dan saya tidak akan menyalahkan kamu. Hanya satu penyesalan saya kenapa disaat terakhirnya Ibu ingin mendengar suara perempuan yang bahkan mungkin sudah mengubur dalam-dalam tentang Ibu saya." ucap Adrian.

Biasanya aku akan marah dengan Adrian yang menuduhku seenaknya, tapi kali ini tidak. Bukannya marah justru aku semakin menyesali kebodohanku dan sifatku ini.

Ketika Adrian hendak berbicara lagi seorang wanita tua yang aku yakini sebagai Eyang-nya Adrian keluar.

"Lho ada tamu toh, kenapa gak diajak masuk mas?" tanya Eyang Adrian dengan logat jawa yang kental.

"Cuma nyampein bela sungkawa kok eyang dia mau pulang lagi sekarang. Iyakan?" tanya dia padaku yang menegaskan bahwa aku harus segera pergi.

Aku pun hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Eyang.

"Ndak baik mas seperti itu pada tamu. Yuk nduk masuk dulu." ajak Eyang menghampiriku dan membawaku masuk ke dalam rumah.

"Aku pergi sekarang Eyang." suara kak Adrian menghentikan langkah kami.

"Yowis hati-hati mas." jawab Eyang.

"Duduk dulu disini. Tak ambilin minum dulu." ucap Eyang. Aku pun hanya tersenyum.

Tak lama kemudian Eyang kembali dengan membawa minum.

"Makasih Eyang." ucapku tulus.

"Kamu temennya Adrian? Dari mana?" tanya Eyang.

"Saya Ayya Eyang, dari Jakarta." jawabku.

Eyang nampak berpikir sejenak dan kemudian berbicara.

"Oalah Ayya, yang kemarin pas akan meninggal Ibunya Adrian pengen bicara sama kamu itu." ucap Eyang.

Rasa sesak kembali menyeruak dalam dada. Tanpa bisa aku tahan cairan bening itu kembali menetes.

Eyang segera duduk disampingku dan mengusap punggunggku lembut.

"Ndak usah menyesal nduk semuanya telah terjadi, Eyang yakin kamu gak bisa dihubungi kemarin pasti ada alasannya." ucap Eyang.

Dan alasannya malah membuatku semakin menyesal.

"Juga maafkan sikap Adrian kalau kasar ya. Emosinya sedang tidak stabil." lanjut Eyang.

Tidak, aku memang pantas mendapatkan itu. Bahkan mungkin itu belum seberapa dibandingkan luka yang aku berikan untuk Adrian.

"Eyang, Ayya minta maaf." ucapku setelah sekian lama malah menangis.

"Tidak apa-apa semua orang pasti pernah berbuat salah. Hanya saja mungkin Adrian gak akan bisa menerima ini dengan cepat. Dia kalau sudah kecewa pasti lama untuk bisa menerima kembali." tutur Eyang

"Eyang boleh aku ke makam Ibu?" tanyaku.

"Tentu saja Nak. Tapi maaf Eyang gak bisa nemenin kamu, eyang kurang kuat harus kesana lagi." ucap Eyang.

"Nanti Eyang panggilkan Dini ya." lanjut Eyang.

Ya ampun Dini, aku gak tahu bagaimana dia nanti kecewanya padaku?

Eyang pun pergi untuk memanggilkan Dini. Tak lama kemudian Dini datang mengekori Eyang. Dia hanya mematung menatapku, diluar dugaan ia langsung menghambur ke pelukanku.

"Kak.." tangisnya.

Aku pun kembali menangis untuk kedua kalinya.

"Sekarang Dini udah gak punya Ibu dan Ayah." isaknya masih memelukku.

"Yang sabar ya Din. Kamu masih punya Eyang, kak Adrian, dan juga anggap aku itu kakak kamu dan anggap Mommy sama Daddy itu ayah dan ibu kamu." ujarku menenangkan karena dia semakin terisak.

Perlahan dia melepaskan diri dari pelukanku dan menghapus air matanya.

"Ayo aku antar kakak ke makam Ibu." ajaknya.

Aku pun mengangguk dan berpamitan kepada Eyang.

***

Aku bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah ini. Setelah membacakan ayat suci Al-Qur'an aku masih bersimpuh disini dengan Dini yang mengamatiku dari kejauhan. Dia memberikan waktu untukku sendiri disini.

"Ibu Maafin Ayya. Maaf kalau Ayya udah ngecewain Ibu." air mata tak bisa lagi aku tahan.

"Ibu pasti kecewa banget ya sama Ayya? Maaf bu..." suaraku tercekat dan aku tak mampu lagi untuk bersuara hanya bisa menangis sambil memegangi batu nisan.

"Ibu katanya do'a akan selalu sampai kepada orang yang meninggal, jadi Ayya gak akan pernah berhenti mendo'akan Ibu. Ibu orang baik jadi Ayya yakin Ibu akan mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah. Ibu kak Adrian sudah sangat kecewa pada Ayya, bantu Ayya untuk menghilangkan rasa kecewanya ya bu. Tapi bu, ibu gak usah khawatir walaupun nanti bukan Ayya yang akan mendampingi putra Ibu tapi Ayya yakin perempuan itu jauh lebih baik dari Ayya dan Ayya akan selalu menganggap Dini itu adik Ayya. Bu sekali lagi Ayya minta maaf karena tidak bisa bersama Ibu disaat terakhir Ibu."

Setelah selesai aku segera berdiri dan menghampiri Dini.

"Din makasih ya kamu mau nemani kakak." ucapku.

"Aku akan selalu senang bila ada kakak." jawab Dini.

Hatiku tersentuh mendengar ucapan tulus dari Dini.

"Kakak ke Jakarta kapan?" tanya Dini.

"Siang ini juga Din." jawabku. Sebenarnya aku ingin lebih lama disini tapi sebentar lagi UAS dan aku harus segera menyelesaikan tugasku.

"Aku pikir kakak akan lebih lama disini." ucap Dini sambil menunduk.

"Maafin kakak ya. Nanti kalau kesibukan kampus udah berkurang kakak bakal sering kesini." Ujarku.

"Iya kak, tapi sebaiknya kakak jangan dulu ketemu kak Adrian ya. Emosinya belum stabil Dini khawatir dia akan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti kakak." ujarnya.

Aku pun hanya mengangguk lemah sebagai jawaban.

Mommy sekarang puterimu sudah benar-benar menjadi wanita jahat bagi Adrian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top