Part 34

Assalamu'alaikum, Wr. Wb.

Iya tahu ngaret;v okay deh cuss langsung baca ^_^


"Yya kenapa lo gak coba buka hati aja sih buat kak Doni?" tanya Nura.

"Iya. Kata Zahra akhir-akhir ini dia semakin gencar ya deketin lo?" tanya Widi.

Sekarang kami lagi ngumpul di rumahnya Nura. Zahra gak bisa datang karena ada acara keluarga. Sedangkan Lia dan Anti mereka ada acara kampus.

Dua bulan telah berlalu sejak kejadian aku memutuskan kak Adrian. Aku gak tahu kabarnya sekarang gimana karena dia tidak pernah meng-update apapun lagi di media social-nya. Aku gak tahu apa yang aku rasakan sekarang, hanya saja aku sering merasa ada yang kosong.

"Etdah malah ngelamun." tegur Nura.

"Iya kak Doni emang terus-terusan deketin aku. Ini tuh gara-gara mulut bocornya si Zahra." jawabku kesal ketika ingat kelakuan Zahra yang dengan polosnya menceritakan semuanya pada kak Doni.

"Hahahahha, tapi gak papa kali Yya. Dengan begitu kak Doni tahu keadaan lo tanpa perlu lo cerita." ucap Widi sambil tertawa.

Aku pun hanya melemparkan bantal kearahnya.

"Eh tahu gak, gara-gara waktu itu kita ke pernikahan Asfiya pak Rangga malah ngomong katanya mendingan kita juga cepetan nikah." ujar Nura menirukan ucapan pak Rangga.

Ah mendengar nama Asfiya aku jadi teringat ketika pernikahnnya dan aku datang bersama teman-teman tanpa kak Adrian. Awalnya Fiya keget tapi setelah aku menjelaskan kepadanya dia pun mengerti. Kalimat yang selalu aku ingat dari dia "kamu gak usah sedih Yya, mungkin kak Adrian itu bukan jodoh kamu, kalau dia jodoh kamu apapun yang terjadi kalian pasti akan bersama. Lagipula aku kan udah katakan kalau pacaran itu sama aja kaya jagain jodoh orang" ahh mungkin ia benar bahwa selama ini aku hanya jagain jodoh orang.

"Terus lo jawab apa?" tanya Widi.

"Ya gue jawab aja kalau sekarang sih belum siap gak tahu kalau tahun depan." jawab Nura sambil cengengesan.

"Gak usah nunggu lama lo kan udah tunangan, nanti malah diambil orang." ucapku.

Nura pun hanya mengangguk-angguk.

"Eh iya gue hampir lupa nih cerita sama kalian." ucap Widi.

"Tahu kan kak Azhar? Kakak iparnya Asfiya." tanya Widi. Kami pun mengangguk.

"Waktu itu kan gue DM dia tapi gak dibales. Yaudah gue coba kirim foto saat pernikahan Fiya. Dan akhirnya dia pun ngebalas dan nanya kalau gue siapa, ya gue jawab aja kalau gue temen Fiya." cerita Widi.

"Terus apalagi?" tanya aku penasaran.

"Gue sering tanya-tanya ke dia seputar agama lah gitu." jawabnya sambil cengengesan.

"Modus lo." ujar Nura.

"Gak papa lah ngemodus sama yang masih available mah." tawa Widi semakin keras.

"Yang penting lo harus mantasin diri Wid sama dia. Tahu kan gimana latar belakang keluarganya, pendidikannya juga. Jangan karena sibuk ngejar lo malah lupa mantesin dirinya." ucapku.

"Iya iya ini juga lagi proses." ucap Widi sambil mengangguk-angguk.

Iya sih sekarang malah Widi jadi berkerudung walaupun masih pendek dan memakai celana tidak seperti Asfiya yang jilbabnya lebar-lebar.

"Eh jomblo kata-katanya suka bagus ya." ujar Nura sambil tertawa.

Sialan! Sekarang aku yang selalu jadi bahan ledekan, padahal yang jomblo bukan hanya aku.

***

Aku mematutkan diriku di cermin, malam ini aku akan pergi dinner dengan kak Doni.

"Kak, temannya udah datang tuh." ucap Bian dari luar pintu.

Aku pun segera bergegas keluar.

Kulihat ternyata kak Doni sedang berbincang bersama Daddy dan Mommy, oh ya dan Daddy udah tahu permasalahan aku dengan Adrian dan respon beliau sungguh diluar ekspetasi. Aku pikir Daddy akan kesal ke Adrian karena puterinya terluka atau gimana eh Daddy malah bilang gini "Kasihan Adrian harusnya dia yang mutusin kamu bukan kamu yang mutusin dia. Tapi gak papa setidaknya Adrian gak perlu repot lagi ngadepin kamu Yya." Coba Ayah mana yang akan seperti itu pada puterinya? Hanya my Dad, ketika ayah yang lain mati-matian bela puterinya walaupun tahu bahwa puterinya salah beliau malah bela mantan pacar puterinya.

"Malam kak. Udah lama?" tanyaku basa-basi.

"Eh malam Sha, nggak kok. Ngobrol sama pak Dane juga baru sebentar." jawab kak Doni.

Setelah berpamitan pada Daddy dan Mommy kami pun bergegas meninggalkan rumah dan menuju ke tempat tujuan.

***

Setelah makan malam tadi kami berjalan-jalan di taman yang tak jauh dari restaurant tempat kami makan.

"Sha." panggil kak Doni.

"Iya kak." jawabku.

"Ada sesuatu yang pengen aku omongin ke kamu." ujarnya.

Aku hanya diam menunggu kak Doni melanjutkan ucapannya.

"Aku gak tahu kamu menyadari ini atau tidak. Tapi jujur sejak awal aku ketemu kamu aku udah suka sama kamu. Kamu mau kan buka hati kamu untuk aku?" tanya kak Doni.

Rasanya sangat beda ketika Adrian dulu menyatakan perasaannya padaku dan ketika saat ini kak Doni.

"Aku gak tahu mau jawab seperti apa kak. Yang jelas aku sendiri pun sampai saat ini masih bingung dengan perasaanku sendiri." jawabku.

"Gak papa kalau kamu gak bisa jawab sekarang. Aku akan menunggu dan terus berusaha supaya kamu dapat mengenali perasaan kamu sendiri." ucap kak Doni.

"Tapi aku takut kak, bagaimana kalau pada akhirnya aku tidak seperti harapan kakak?" tanyaku.

"Ya aku pasti sedih lah, tapi no problem aku bukan pria cengeng dan pasti akan menerimanya." jawab kak Doni.

"Yakin nih? Kok aku sangsi ya, gimana kalau nanti kakak menangis meraung-raung dan memalukan aku?" tanyaku becanda untuk mencairkan suasana.

Kak Doni pun mencubit pipiku.

"Awww.. Sakit tahu kak." ucapku mencoba melepaskan cubitannya.

"Habisnya aku tuh gemas sama omongan kamu. Ada-ada aja deh kamu Sha." ucap kak Doni sambil tertawa.

Aku pun ikut tertawa bersamanya. See? Sudah aku bilang bahwa bersamanya aku mudah tertawa, tapi tetap saja ada bagian kosong dalam diriku.

***

Weekend minggu ini aku akan pergi jalan-jalan bersama kak Doni. Tidak ada hubungan special diantara kami karena aku pun belum memberikan jawaban padanya.

"Kak beli itu yuk." Ajakku pada kak Doni sambil menunjuk penjual permen kapas.

Kak Doni pun mengangguk dan menggandeng tanganku menuju penjual permen kapas.

Brukk... aku dan kak Doni langsung menoleh ternyata ada pengendara sepeda yang terjatuh.

"Ya ampun kak, kasihan. Tolongin gih." perintahku.

Tanpa banyak bicara kak Doni pun menolong sang anak yang terjatuh. Tapi tak lama kemudian orang tua sang anak menghampirinya dan kelihatannya mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang membantu.

Aku dan kak Doni pun berkeliling lagi sambil bersenda gurau. Tapi entah kenapa kok perasaanku gak enak ya?

"Sha mau naik sepeda gak?" tawar kak Doni.

"Ayo kak, tapi gimana kalau jatoh kaya anak tadi?" tanyaku agak khawatir. Pasalnya aku udah lama gak mengendarai sepeda.

"Gak akan. Kan bareng sama aku." jawab kak Doni.

"Kita naik sepeda yang itu." tunjuk kak Doni yang sepertinya mengerti dengan kebingunganku.

Oh rupanya sepeda gandengan.

Dengan perlahan kami mengayuh sepeda bersama mengelilingi tempat ini.

"Gimana suka gak Sha?" tanya kak Doni.

"Suka banget kak. Udah lama aku gak naik sepeda." jawabku dengan senyum tidak lepas dari wajah cantikku.

"Aku seneng kalau kamu suka." ujar kak Doni.

"Jangan baper ya kak, aku sukanya naik sepeda bukan suka kakak." ujarku sambil tertawa.

"Gak papa awalnya suka sepeda, lama-lama suka sama aku." ujarnya.

"Pede banget." ucapku.

Kami pun tertawa bersama dan mengobrolkan hal-hal gak penting lainnya.

Karena capek berkeliling di tempat yang luas ini kami pun berhenti sejenak.

Aku merongoh ponsel yang berada di tasku karena dari tadi gak berhenti bergetar. Ada 10 panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal. Tak lama kemudian nomor itu menghubungi lagi.

"Siapa?" tanya kak Doni.

"Gak tahu kak, gak kenal nomornya." ucapku sambil me-reject panggilan dan mematikan telpon.

"Siapa tahu itu penting Sha?" tanya kak Doni.

"Enggak kak. Orang penting semua nomornya aku simpan kok." ujarku.

"Yaudah kalau gitu mau lanjutin perjalanan?" tanya kak Doni.

"Go!!!" jawabku bersemangat.


Sepertinya mereka lebih cocok ya guys? hehehe

oh ya nama sepedanya apa sih kalau yang kaya gitu? aku gak tahu sumpah:v

btw jangan lupa Vote sama komentarnya ya, terima kasih ^_^


Ig: tarilegistia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top