Part 21
Happy Reading ^_^
"Terus aja senyum." ujar Lia menyentak lamunan ku.
"Yang lagi jatuh cinta beda ya." Anti menimpali.
"Lagi bangun cinta kali." sanggahku tanpa mengurangi senyum yang terus terbit di bibirku.
"So banget hidup lo pake bangun cinta segala." Nura kini ikut berbicara.
"Bukan so, tapi itu fakta saudara-saudara." ucapku dengan mantap.
"Terserah deh. Yuk cari angin Ra jangan di sini. Takut ketularan gue sama orang yang dari tadi mesem-mesem gak jelas." ujar Widi.
"Kuy ah berangkat." balas Zahra.
"Bentar lagi jam masuk woy." teriak Nura tapi tak diindahkan oleh mereka yang sudah berada di ambang pintu.
***
"Non lagi kesal ya?" tanya pak Supri sopirku.
"Gak usah nanya pak. Nanti bapak jadi sasaran kekesalan aku." jawabku ketus.
Pak Supri pun hanya terkikik geli mendengar jawabanku. Semua pegawai di rumah itu emang begini santainya, soalnya aku, Mommy, Daddy, maupun Bian gak memperlakukan mereka berbeda, kami itu memperlakukan mereka layaknya keluarga.
Aku membuka ponselku dan menampilkan walpaper aku bersama Daddy dan om Daniel.
Foto yang diambil ketika aku masih kelas XI. Melihat om Daniel aku menjadi teringat penyebab kekesalan ku hari ini.
Ya, Kak Adrian yang terhormat itu gak bisa jemput aku karena kerjaannya banyak banget. Aku maklum sih karena ini akhir bulan. Tapi bukannya cengeng ya inikan masih awal-awal kita jadian, gak bisa gitu luangin waktu bentar aja buat jemput aku.
My Love Calling..
"Assalamu'alaikum" salamku ketika menerima panggilan.
"Wa'alaikumsalam. Naraya kamu udah ada yang jemput?" tanya kak Adrian.
"Udah, ini lagi di jalan. Biasa macet." jawabku.
"Kamu ngambek?" tanya dia kembali.
"Gak." jawabku singkat.
"Bilang nggak, tapi dari nada suaranya saya tahu kamu lagi marah." ujarnya.
"Situ udah tahu. Kok nanya?" sindirku.
"Maaf ya gak bisa jemput. Besok saya antar kok kamu ke sekolah." bujuknya.
"Gak usah. Nanti bapak malah kepagian lagi ke kantor." Tolakku.
"Ya udah kalau gak mau." putusnya.
Lha, ini orang gak peka banget ya. Bukannya ngebujuk kok malah gini.
"Naraya, saya tutup ya teleponnya. Assalamu'alaikum." kak Adrian kembali bersuara setelah hening beberapa saat.
"Wa'alaikumsalam." jawabku dan langsung saja kumatikan ponselku.
Ini orang kok gini banget ya sifatnya, dan anehnya kenapa aku bisa suka sama orang yang terlampau cuek kaya Adrian?
---
Aku membulak-balik buku akuntansi keuangan yang menjadi objek kekesalan ku saat ini. Bagaimana tidak kesal? Setelah nelpon tadi sore Adrian tidak menghubungiku lagi, bahkan sekadar pesan singkat pun tidak.
Drrtt..
Ponselku bergetar tanda ada pesan masuk.
From : My Love
Saya ada diluar rumah kamu.
Pesan singkat nan jelas itu seketika membuatku kaget dan langsung terduduk dari posisi tengkurap ku.
Adrian gak bercanda kan? Aku pun menengok keluar jendela, dan benar saja di sana ada mobil kak Adrian. Orangnya gak kelihatan sih, tapi dengan terparkirnya mobil itu sudah jelas bahwa keberadaan Adrian ada di dekat mobilnya.
Aku segera mengambil sweater dan menggulung rambutku asal.
Penampilanku jelek gak sih? Tapi gak papa deh kan yang datang Adrian bukan pangeran arab.
Apa hubungannya sih?
Aku pun segera keluar kamar dan bergegas untuk keluar. Ini sudah pukul 20.25 ya saudara-saudara jadi orangtua ku dan juga Bian sudah berada di kamar masing-masing.
Aku membuka pintu rumah dan ku lihat Adrian sedang berdiri menatap bintang, mungkin.
"Kak." sapaku.
Ia pun segera membalikkan badannya. Ya ampun kasihan banget sih pacarku ini, wajahnya udah kusut walaupun masih tampan, bajunya sedikit berantakan, dan jangan tanyakan dasinya yang pasti sudah tidak bersampul seperti pagi hari tadi.
"Saya kira kamu udah tidur." ujarnya.
"Belum lah, aku lagi baca buku tadi." jawabku.
"Saya ganggu kamu?" tanya dia.
"Nggak kok. Masuk dulu kak." ujarku menawarkan sambil membukakan pintu lebih lebar.
"Gak usah ini udah malam. Nanti malah ganggu Daddy sama Mommy kamu lagi." tolaknya.
"Yaudah kalau gitu. Duduk disini aja kali ya." ujarku.
Kak Adrian pun mengikutiku dan duduk di sampingku di tangga.
"Baru pulang kerja kak?" tanyaku.
"Iya. Saya langsung kesini dari kantor." jawabnya.
"Udah malam lho, kenapa gak langsung pulang aja sih? Aku tahu kakak pasti lelah." aku memandang ke arahnya.
"Aku kesini dulu untuk memastikan sesuatu." ucapnya sambil menoleh ke arahku.
"Apa?" tanyaku.
"Memastikan kalau kamu gak ngambek lagi." jawabnya.
"Ya Allah, kak kalau hanya itu kenapa gak nelpon aku sih. Ini bukan zaman purba kali ah." ujarku.
"Kalau di telepon Saya gak bisa lihat ekspresi kamu. Lagian tadi juga ditelepon kamu bilangnya gak ngambek, tapi jawabnya ketus mulu." Kak Adrian mengeluarkan argumenya dan sayangnya aku harus mengakui bahwa itu benar.
"Udah kok aku gak ngambek kak. Tadi itu hanya kesal aja. Tapi kakak gak ada usahanya ya buat aku?" tanyaku ambigu.
"Maksud kamu?"
"Itu lho yang kakak besok mau antar aku ke sekolah dan aku tolak. Masa iya jawabnya cuma ya udah kalau gak mau." selorohku.
"Terus saya harus bilang apa? Kamu kan gak mau jadi saya harus gimana, masa harus maksa kamu sih?" dia malah balik bertanya.
Ya tuhan, kuatkan kesabaran hamba harus menghadapi makhluk seperti ini.
"Itu artinya kakak harus ngebujuk aku kak." ujarku gemas.
"Saya gak ngerti dengan kode-kode seperti itu. Lagi pula kamu kan bukan anak kecil Naraya, harus dibujuk segala. Gini ya berangkat sekolah itu kewajiban kamu, dan kamu mau diantar sama saya atau sama sopir kamu, ya itu tergantung pilihan kamu." ceramahnya.
Ampun deh..
"Ribet ngomong sama anda pak." keluhku.
"Naraya, kalau ada sesuatu yang mengganjal itu lebih baik dibicarakan saja langsung gak usah dipendam. Kamu tahu kan saya itu orangnya gak peka, dan untuk itu kamu harus bisa mengerti saya dan mengatakan semuanya secara jelas." ujarnya.
Lah itu ngaku gak peka..
"Iya deh iya." aku mengatakannya dengan malas.
Masa iya sih aku harus mengatakannya dengan jelas? Terus kalau aku lagi marah aku harus bilang Adrian aku lagi marah, kalau aku ingin dibujuk Adrian aku gak serius ngomong kaya gitu bujuk aku dong. Iwww masa iya?
"Aku serius lho Naraya." ucapnya.
"Bapak serius mau ngelamar saya?" tanyaku mengalihkan topik.
"Kamu siap dilamar sama saya?" eh buset, dia malah balik nanya.
"Siap kok. Emang bapak punya apa mau ngelamar saya?" tantangku.
Jangan protes dengan ucapanku yang kadang panggil kakak, bapak, ataupun Adrian.
"Saya emang gak punya banyak harta seperti keluarga kamu, tapi saya adalah lelaki yang siap mendampingi kamu, bersama denganmu sampai tua, dan belajar bersama untuk mendapat ridho dari Allah SWT. untuk bersama-sama menuju Jannah-nya." ujarnya mantap.
Aku bicara gak serius sumpah tadi, kok Adrian jawabnya serius amat ya. Dan jangan tanya bagaimana kondisi hatiku saat ini.
"Gimana kamu siap sekarang?" tanya dia sambil tersenyum miring.
"Adrian Arjune Favian, kamu ngebecandain aku?" ucapku dengan kesal ketika melihat senyuman miring itu.
"Siapa coba yang awalnya nantangin?" baliknya.
"Udah pulang sana." ketusku.
"Kok marah sih?" tanya dia.
"Tidak marah Adrian sayang, calon imam di masa depan. Gak lihat ini udah malam dan kamu belum istirahat sama sekali, jadi lebih baik akhi pulang ya." ujarku.
"Bisa diulang gak ukhti panggilan yang pertamanya?"
"Yang mana?" tanyaku, padahal aku mengerti maksudnya.
Eh ini kenapa sih kok jadi akhi-ukhti?
"Jangan pura-pura gak tahu." selorohnya.
"Afwan*) ya akhi, tapi tidak ada pengulangan." ujarku.
"Naraya serius gak nih udah siap dilamar, Lau samahta**) besok aku kesini deh dengan keluargaku." ujarnya.
"Adriaaaannn..." geramku.
"Oke, oke calon istri aku pulang dulu." ucapnya sambil tersenyum.
Penghulu mana penghulu? Gak kuat lihat senyumnya.
"Besok saya antar ke sekolah ya." ucapnya lagi.
"Eh gak usah deh serius. Aku gak marah kok, cuma ya kasihan aja kalau kakak harus pagi-pagi udah kesini." tolakku.
Sepertinya aku harus lebih dewasa sekarang.
"Yasudah kalau begitu. Jika besok keadaan memungkinkan saya jemput kamu pulang sekolah ya." tawarnya.
"Oke siap pak." jawabku.
"Saya pulang sekarang ya Naraya. Assalamu'alaikum" pamitnya.
"Hati-hati di jalan kak. Waalaikumsalam" jawabku.
Kak Adrian pun memasuki mobilnya. Setelah pintu gerbang tertutup kembali, aku masuk ke dalam rumah dengan riang dan hati senang.
Tak lupa aku pun segera mengganti nama kontak Adrian dengan nama Calon Imam.
*)Maaf
**)Kalau engkau tidak keberatan
Kok ada bahasa arabnya? Terinspirasi dari seseorang.
Mau pindah genre? Kagak. Wong si Adrian gak cocok kalau jadi ustadz-ustadz kece masa kini.
Kok salah nulisnya? Afwan ya, saya belajar bahasa arab saat diniyah doang dulu saat SD :D
Ini rumah si Naraya :D
Tinggalkan jejak...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top