Part 20

Selamat Malam Senin Guys..

Teruntuk kalian yang selalu setia baca cerita ini, makasih yang udah memberi apresiasinya lewat komentar ataupun Vote.

Aku updatenya cepat nih, biasa orang patah hati suka jadi banyak ide:v Tapi awas lho kalau kalian do'ain aku biar patah hati terus supaya updatenya cepat -_-

Happy Reading ^_^


Ketika aku sedang berjalan menuju rumah, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tanganku dari belakang.

"Ahhhh.. Mommy tolong anakmu yang cantik jelita tiada tara ini mau ada yang nyulik." teriakku sambil menutup mata dengan sebelah tangan.

"Yang ada orang gak akan ada yang nolongin kalau kamu teriaknya seperti itu." ucap seseorang dibelakang yang suaranya amat sangat aku kenali.

Aku pun segera membuka mataku dan menoleh ke belakang, sial rupanya kak Adrian yang memegang tanganku.

"Kamu jangan pulang sendiri, kan tadi keluarnya sama saya apa kata Daddy sama Mommy kamu nanti." ujarnya sambil berjalan di sampingku dengan tetap menggenggam tanganku.

"Jadi alasannya hanya karena itu?" tanyaku sinis.

"Nggak juga, biar agak lamaan sama kamu." ucapnya sambil tersenyum.

Plis deh jangan senyum, nanti lama-lama hati adek semakin terkikis bang karena sering meleleh.

"Oh ya, aku ingat perempuan itu sekarang, dia Rayana teman aku dari SMP. Waktu itu aku ngasih bunga karena dia mau wisuda terus yang jalan di Mall itu karena kami akan berpisah. Rayana telah pergi ke Malang, dia kerja disana." tuturnya.

Aku pun hanya mengangguk mengerti. Rupanya aku telah sangka waktu itu.

"Nay." panggil kak Adrian.

"Hemm.." jawabku.

"Kamu emang keberatan kalau panggil aku kakak?" tanya dia.

"Hah? Enggak kok, hanya saja aku maunya kakak gak keberatan kalau aku kadang-kadang panggil 'kamu'. Kan aku juga santai aja kalau kakak panggil nya 'saya' atau kadang 'aku' terus kadang panggilnya 'Nay' atau 'Naraya'. Apalagi kalau lagi marah kak, plis deh jangan debatin masalah panggilan." ujarku.

"Jadi tadi lagi marah?" tanya dia dengan nada usil.

Aku pun yang gemas dengan kelakuannya akhirnya mencubit tangannya.

"Aww.. Nay sakit tahu." keluhnya.

"Abisnya kamu rese ih." ketusku.

"Udah berani nyubit-nyubit ya sekarang?" ujar dia.

Aku pun hanya memutar bola mataku malas.

"Tadi yang kamu bilang aku harus bawa sesuatu kalau nembak kamu itu apa contohnya?" tanya kak Adrian.

"Ya misalnya bunga kek, atau coklat gitu." ucapku.

"Coklat itu pasti banyak di rumah kamu Naraya, aku yakin di kulkas kamu itu pasti persediaan coklatnya banyak. Terus kalau bunga buat apa coba?" tanya dia.

Jawabannya emang bener sih, di kulkas aku emang banyak coklat, tapi kan kalau dari dia jadi beda, walaupun merk nya sama.

"Buat sejahterain penjual bunga." jawabku asal.

"Kalau mau sejahterain kamu kasih mereka tambahan modal aja Nay, tapi kebanyakan pengusaha bunga itu hidupnya udah pada sejahtera kok Nay." ujar kak Adrian dengan polosnya.

"Gini ya kakak yang terhormat, perempuan itu suka diberi sesuatu walaupun itu hanya hal-hal kecil tapi mereka merasa dirinya itu sesuatu yang diinginkan. Walaupun hanya setangkai bunga tapi itu bermakna banget buat perempuan." lanjutku.

"Gitu ya. Gimana kalau kamu aku kasih bunga deposito aja?" tanya dia sambil tersenyum tenang.

"Pengen ditimpuk pakai batu ya?" tanyaku dengan nada kesal.

"Pengennya juga ditimpuk pakai cinta." jawabnya sambil tertawa.

"Mommy cepat sebar undangan"  jeritku dalam hati.

***

Hari ini aku terbangun dengan penuh semangat, jika biasanya aku bangun kalau Mommy sudah mencak-mencak di kamarku sekarang tidak lagi.

Selepas Shalat dan mandi aku segera mematutkan diriku di cermin, oke cantik. Pujiku pada diri sendiri.

Aku pun segera keluar dari kamar dan berjalan menuju meja makan dimana keluargaku telah berkumpul untuk sarapan.

"Morning." sapaku

"Morning Yya." jawab mereka.

"Tumben semangan amat?" tanya Dad.

"Yee, aku semangat salah, aku malas juga salah. Maunya apa sih?" cibirku.

"Semangat lah, wong yang jemput Adrian." celetuk Mom.

"Lho kenapa Adrian jemput, emangnya ada apa?" tanya Daddy.

"Calon mantumu itu Khana." jawab Mommy.

Tuhan,, plis deh ini Mommy ku kenapa ember bocor banget sih? Ku lihat Daddy menatapku penuh selidik, dan si Bian seperti menahan tawa. Sial! Habis ini Daddy pasti mengintrogasiku.

"Sejak kapan?" tanya Dad tiba-tiba.

"Sejak dari lahir juga aku udah cantik kok Dad." jawabku gak nyambung.

"IQ kamu berapa sih Yya? Jawaban gak nyambung sama pertanyaan." ujar Daddy.

Daddy ku ini emang biangnya masalah deh, entah kenapa selalu aja ngejek aku dan akhirnya jadi perdebatan gak penting.

"Oke, IQ aku tuh emang gak setinggi Daddy tapi aku itu anaknya Mommy, jadi udah pasti pintar." jawabku.

"Hanya anak Mommy mu?" tanya Dad.

"Yups! Karena Daddy ngejek IQ aku, jadi aku hanya mengakui Mommy saja." jawabku acuh.

"Ya gak mungkin lah Yya. Emangnya Mommy kamu bisa punya kamu tanpa Daddy?" tanya Dad ngawur.

"Ini pada ngomong apa sih, Ayya cepat makan nanti kamu malah terlambat lagi." ujar Mom menengahi pembicaraan gak penting kami.

Aku pun akhirnya melanjutkan makan, namun aku tetap merasakan bahwa Daddy terus memperhatikanku, ia ngefans kali ya?

---

Kami sekarang telah berada di dalam mobil. Aku memandang kak Adrian dari samping, kenapa harus pakai kacamata sih? Kan biasanya juga hanya ketika kerja pakai kacamata itu. Sumpah kegantengannya itu bertambah kalau pakai kacamata.

Mungkin karena merasa ditatap, kak Adrian menolehkan kepalanya ke arahku. Aku pun segera memalingkan wajah.

"Tadi bicara apa kak sama Daddy?" tanyaku untuk mengalihkan perhatiannya.

"Biasa, obrolan lelaki." ujarnya sambil terkekeh pelan.

Aku pun hanya mendengus mendengar jawabannya. Ketika kami melewati taman tempat kami semalam, tiba-tiba aku ingat ada yang harus aku tanyakan.

"Kak." panggilku.

"Hemm." jawabnya dengan pandangan tetap lurus ke depan.

Huh, Adrian mode kaku kambuh sepertinya.

"Kenapa kakak pilih taman di komplek perumahan aku buat tempat jadian kita?" tanyaku.

"Karena taman itu selalu kamu lewati tiap hari, jadi kamu akan selalu ingat bahwa kamu itu milikku." jawabnya singkat dengan wajah datar.

Entah kenapa, walaupun itu diucapkan dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi, tapi hatiku berbunga-bunga mendengarnya.

Mungkin penjelasaku cukup lebay, tapi yeah itulah yang aku rasakan.

"Gak usah senyum-senyum." ujarnya menyentak lamunanku.

"Apaan sih, gak papa kali selama senyum gak dilarang." ujarku dengan nada ketus.

"Bahasanya berubah ya sekarang.." ucapnya kemudian.

"Enggak, masih bahasa Indonesia kok, hanya saja bukan yang baik dan benar." jawabku. Aku mengerti kok arah pembicaraannya.

"Terus aja ngelak ya." ujarnya.

"Siapa yang ngelak coba, emang kenyataan kan?" ucapku memutar-mutar pembicaraan.

"Kamu cantik hari ini." ucapnya tanpa ekspresi dan itu sumpah gak nyambung sama pembicaraan kami.

Aku yakin sekarang wajahku sudah semerah tomat.

"Emang aku selalu cantik kok." ujarku membanggakan diri, padahal sebenarnya aku gugup sekarang. Ini bukan pertama kalinya sih dia bilang aku cantik. Masih ingatkan ketika kami pergi ke toko buku tempo hari?

"Terlalu eksis itu gak baik lho." ujarnya pelan.

Tuhan, kenapa dengan orang satu ini. Setelah dia memujiku dan sekarang dia menjatuhkan ku.

"Tahu ah." ucapku sambil memalingkan wajah ke arah jendela.

"Ciee ngambek ya." godanya sambil mengacak rambutku.

"Ihh nyebelin. Ini rambut udah rapi tahu." protesku sambil membenarkan tatanan rambutku.

"Kamu kalau ke sekolah jangan dandan. Nanti banyak cowok yang suka sama kamu." ucapnya ketus.

Hahahaha.. Ingin rasanya aku tertawa sedemikian rupa melihat ekspresinya. Ini Adrian yang posesif ya? Tapi aku gak dandan kok, emang dasarnya aja aku udah cantik.

"Terus aku harus dibuat jelek gitu? Gak bisa! Sedemikian rupa pun dibuat jelek, ya aku tuh tetap aja cantik." sombongku.

"Gak usah kecentilan nanti di sekolah." ujarnya sambil menghentikan mobil.

Aku menoleh ke luar dan ternyata sudah sampai. Kok cepat banget sih? Kalau gini kan aku jadi pengen memindahkan sekolah biar jauh.

"Gak mau turun?" tanya dia.

Aku mendengus mendengar pertanyaannya, bukain pintu kek.

"Ngusir ya?."

"Enggak, cuma bertanya doang." jawabnya.

"Ya udah aku turun ya. Eh habis ini mau kemana?" tanyaku sambil melirik jam yang baru menunjukkan pukul setengah tujuh.

"Ke kantor." jawabnya.

Aku menyipitkan mataku curiga.

"Gak usah berprasangka buruk. Pekerjaan saya tuh banyak sekarang kalau gak mau pulangnya kemaleman ya datangnya pagi-pagi." ucapnya telak.

Ahh.. Adrian ku ini selalu tahu apa yang aku pikirkan.

"Kak Aily masih magang?" tanyaku saat ingat dengan perempuan itu.

"Heem. Dua minggu lagi dia." jawabnya.

"Tahu banget sih." ujarku menyindir.

"Udah deh, benar kaya Mommy kamu kalau bicara sama kamu akan ada aja deh hal gak penting yang di debatin." ucapnya.

"Jadi dari tadi aku ngomong itu gak penting?" tanyaku kesal.

"Bukan gitu. Jadi gini deh, dari pada terus-terusan ngomongin orang lain, mendingan ngomongin tentang kita. Dan Stop berpikiran buruk tentang orang lain dan bersikap selalu menyimpulkan sendiri." ujarnya panjang lebar.

Aku memandangnya dan senyum-senyum gak jelas.

"Udah gak usah mandangin kaya gitu. Tahu kok kalau aku ganteng." ucapnya penuh kepercayaan diri.

"Terlalu eksis itu gak baik lho." godaku mengembalikkan ucapannya tadi.

"Naraya.." geramnya.

"Hehe. Udah deh aku turun sekarang ya." Ucapku sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigiku yang rapih.

"Yang bener ya belajarnya." ucap kak Adrian.

"Oke pak Boss. Hati-hati di jalan ya." jawabku.

Ia pun menyodorkan tangannya dan aku segera meraihnya untuk bersalaman.

"Assalamu'alaikum" salamku.

"Wa'alaikumsalam." jawabnya.

Aku pun keluar dari mobil dan bergegas menuju ke kelas dengan hati yang berbunga-bunga.





Tinggalkan Jejak ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top