Part 14

Sedikit cerita yang menemani malam senin kalian >_<

Sorry Updatenya telat ya :D

Suasana di dalam mobil benar-benar canggung. Ini orang sebenarnya niat gak sih ngajakin bareng ke kantor kalau ujungnya kaya gini.

"Kak." ucapku dengan pelan.

"Iya ada apa?" tanyanya tanpa menoleh.

"Maksud kakak semalam itu apa ya?" tanyaku.

"Semalam yang mana?" tanya kak Adrian kembali.

Ini orang pura-pura gak ngerti atau memang iya gak ngerti sih?

"Itu loh yang 'Emangnya harus selalu ada alasan ya kalau saya ingin ketemu kamu.' Maksudnya apa coba?" tanyaku.

"Oh yang itu." jawabnya singkat.

Tiba-tiba rasa penasaranku menguap entah kemana dengan jawaban singkatnya itu. Aku pun lebih memilih diam dan memandang ke samping jendela.

Dari kaca jendela ku lihat kak Adrian menengok ke arahku. Aku pikir dia akan bicara apa gitu, tapi ternyata hanya sebatas tengokan singkat.

***

Aku menelungkupkan kepala ku di meja, hari ini aku pikir akan menjadi hari yang menyenangkan tapi ternyata tidak. Melihat pekerjaan rutinku yang belum ku sentuh sama sekali membuatku merasa kesal sekali hari ini.

Dengan perasaan kesal aku pun mulai melaksanakan pekerjaanku.

"Itu orang ngomong banyakan kek sedikit." gerutuku.

"Apa susahnya coba jawab pertanyaan gue?" lanjutku.

"Semalam dia kan yang ngomong, ya pasti tahu lah alasannya ngomong kaya gitu." ucapku masih menggerutu sendiri.

"Ya kecuali kalau semalam yang nelpon tuh kembaraannya atau jin kali." ucapku dengan kesal.

"Jangan ngomongin orang di belakang." ujar seseorang di belakang ku.

Perasaan gue ngomong sendiri lho. Tapi kok ada yang jawab? Dengan segera aku menoleh ke belakang dan ada kak Adrian dengan wajah datarnya menatapku dengan intens.

Aku yang ditatap sedemikian rupa sungguh merasa gugup. Akan tetapi bukan hanya karena itu sih tapi aku gugup karena yakin kalau dia mendengar omonganku.

"Ini tolong kamu salin data-datanya." ujarnya tanpa ekspresi sama sekali.

Aku yang melihat raut wajahnya seperti itu sungguh merasa tak enak.

"Emm..kak." ucapku yang langsung terpotong olehnya.

"Ini di kantor Shaquella." potongnya.

Entah kenapa tapi rasanya sakit banget mendengar dia menyebutkan nama asliku.

Aku yang hendak berkata tidak jadi karena kak Adrian langsung saja berlalu tanpa mengucapkan apa-apa.

---

Sekarang waktunya istirahat, dan aku sengaja istirahat di luar kantor bersama Zahra dan Nura.

"Tumben ngajakin keluar. Ada apa?" tanya Nura.

Ini anak memang pintar banget kalau nebak.

"Kak Adrian marah sama gue." ucapku.

"What??" tanya mereka serempak.

"Biasa aja kali, ntar gue ceritain asal mulanya gimana." ucapku.

"Bukan. Bukan masalah pak Adrian marah sama lo. Tapi sejak kapan lo manggil dia kakak?" tanya Nura.

Iya sih, aku kan belum cerita ke mereka kalau aku panggil kak Adrian dengan sebutan kakak.

"Udah agak lama sih." jawabku singkat. Dan mereka pun hanya mangut-mangut saja.

"Terus kenapa pak Adrian marah sama lo?" tanya Zahra.

Dan mengalirlah cerita ku kepada mereka.

"Yah... Lo payah Yya. Itu tandanya pak Adrian mulai suka sama lo." ujar Nura.

"Masa sih? Tapi kok gue gak yakin deh." ucapku.

"Gak yakin kenapa?" tanya Zahra sambil memakan hidangan.

"Kalau memang dia suka, terus kenapa sifatnya masih aja dingin ke gue?" tanyaku.

"Lo mah kebanyakan baca novel sih Yya. Emangnya cowok dingin yang suka sama cewek bisa langsung berubah? Sifat orang tuh gak mudah berubah Yya, itu udah tertanam dalam dirinya." ujar Nura.

"Terus gue sekarang harus gimana? Gue merasa gak enak nih sama kak Adrian." ucapku.

"Gue punya ide." ucap Zahra tiba-tiba. Kami pun menoleh ke arahnya menunggu kelanjutan bicaranya.

"Lo bilang aja kalau yang tadi ngomong itu bukan lo, tapi kembaran lo atau jin kali." ujar Zahra dengan wajah polosnya.

"Araaaa... Gue lagi serius." ucapku kesal.

"Tapi itu asli lho.. Itu tuh ide brilian yang keluar dari otak cerdas gue." ucapnya sambil melanjutkan makannya.

Rasanya aku ingin sekali memindahkan si Zahra ke pluto saja.

"Yaelah gitu aja kok repot. Tinggal minta maaf aja sih Yya terus tunjukkin wajah memelas mu." ujar Nura.

Ini anak kalau ngomong suka ngegampangin aja sih.

"Iya sih, tapi gue ragu. Kalian gak lihat kan gimana tampangnya kak Adrian tadi." ucapku dengan lesu.

"Kegantengannya berlipat-lipat ya kalau marah?" tanya Zahra.

"Berlipat dari Hongkong. Serem tahu, wajahnya tuh datar banget." ujarku.

"Saking datarnya kaya penulis Oh Seong Moo yang di drama 'W' itu ya, yang diambil wajahnya?" tanya Zahra dengan tampang bodohnya yang membuatku ingin melemparnya ke luar angkasa.

"Zahra, kita lagi serius nih." ujar Nura.

"Hehe sorry, jangan terlalu tegang gitu dong santai aja." jawab Zahra.

Aku pun hanya mendengus kesal dan dibalas tawa kecilnya.

___

Sungguh, meminta maaf itu amat susah bukan? Ada semacam perasaan ragu takut permintaan maaf kita diabaikan. Tapi bagaimana pun meminta maaf itu harus jika memang kita salah.

Ku lirik jam di pergelangan tanganku 16.30 dan aku belum pulang. Ya gimana mau pulang, kak Adrian juga belum ngajakin aku, kan tadi pagi dia bilang sama Mommy kalau pulangnya nanti dia yang antar.

Perasaanku tak enak, takut kalau kak Adrian nggak akan nganterin aku gara-gara kejadian tadi.

"Jangan berpikiran negatif. Ayo pulang." sentak seseorang dari belakang.

Aku melihat kak Adrian tengah berdiri di ambang pintu. Ini orang punya indra ke-enam kali ya? Kok bisa nebak pikiran aku.

"Eh iya kak." jawabku dengan sedikit gugup.

Aku pun segera mengambil tas dan berjalan mengikuti kak Adrian.

___

Keheningan menyelimuti perjalanan kami, baru kali ini aku begitu kesal dengan kemacetan. Biasanya aku senang kalau macet dengan kak Adrian, jadi waktu kami bersama akan lebih lama.

Aku yang hendak membuka suara mengurungkan niat ketika melihat wajah datar kak Adrian yang menatap serius ke jalanan. Kuperhatikan wajahnya, dari sudut mana pun ia tetap ganteng.

"Bilang aja kalau saya ganteng." ucapnya tiba-tiba yang menyadarkan ku dari lamunan mengagumi salah satu ciptaan tuhan ini.

Aku pun memalingkan wajahku karena malu. Kebayang gak sih gimana malunya, ketika lo lagi mandangin orang yang lo suka terus ketahuan.

"Pak." ucapku beberapa menit kemudian.

"Hemm.." jawabnya.

"Maaf." pelanku.

"Untuk?" tanyanya.

"Maaf kalau perkataan saya tadi menyinggung perasaan bapak. Saya cuma penasaran aja dengan ucapan bapak semalam." ucapku sambil menunduk.

"Kamu gak nyaman sama sifat saya yang kaku begini?" tanyanya.

"Hah? Enggak kok pak enggak." jawabku cepat.

"Kamu suka kebalik ya? Tadi di kantor bilang kakak. Sekarang udah pulang bilang Bapak." ujarnya sambil terkekeh pelan.

"Hehe, maaf kak." jawabku.

"Kamu tuh gak pantas kalau nunduk kaya tadi." ucapnya tiba-tiba.

Aku pun memandang ke arah kak Adrian.

"Naraya, ada beberapa hal yang kamu gak perlu tahu alasannya. Dan kadang aku pun bahkan tak tahu alasan ku sebenarnya." lanjutnya.

"Oh ya, menurut kamu saya gimana?" tanyanya kemudian.

"Maksud kakak?" tanyaku merasa tak mengerti.

"Sifat saya itu gimana sih? Menilai diri sendiri itu kan susah." ujar kak Adrian.

Aku pun berpikir terlebih dahulu, takut salah ngomong gitu kan kalau terlalu jujur juga bahaya.

"Kalau menurut aku, kakak itu baik tapi gak suka nunjukkin kebaikannya. Kakak itu ramah, tapi hanya kepada segelintir orang, kakak itu perhatian tapi cara perhatiannya beda dari yang lain. Jadi sebenarnya kalau pendapat aku, kakak itu gak mau nunjukkin perasaan kakak pada orang lain." ujarku.

"Maksudnya perasaan itu apa ya? Perasaan cinta?" tanyanya.

"Bu..Bukan itu maksudnya. Ya..Menurut aku orang itu jadi gak tahu lho perasaan kakak, apakah hari ini sedang senang atau sedih. Intinya kakak itu ingin menunjukkan bahwa kakak bekerja secara profesional di kantor kan?" ucapku.

"Mungkin jawaban kamu ada benarnya." ucapnya.

"Tapi, ada satu hal yang ingin saya tanyakan kak." ucapku padanya.

"Apa?" tanyanya.

"Kenapa sikap kakak terhadap sesama pegawai dan siswa prakerin atau mahasiswa beda banget?" tanyaku. Sumpah, dari awal aku udah penasaran banget.

"Karena saya gak mau terlalu baik kepada kalian dan disalah artikan sama kalian." jawabnya.

"Juga, kalau saya terlalu baik kalian tak akan merasakan bagaimana kejamnya dunia kerja yang sebenarnya." lanjutnya.

"Hanya itu kak?" tanyaku.

"Maksudnya?" tanya kak Adrian balik.

"Ya, mungkin aja alasannya kakak mau sembunyiin perasaan kakak yang sebenarnya." jawabku sambil menaik turunkan kedua alisku.

"Naraya.. Kamu gak mau saya turunin di sini kan?" tanyanya dengan wajah kesal.

Sumpah, itu wajah lucu amat sih kalau lagi kesal.

"Enggak, maunya juga diturunin di hati kakak." Ups! Ini mulut pake keceplosan lagi.

"Maksud kamu?" tanya kak Adrian.

"Eh, enggak kok kak becanda aja biar agak santai gitu.. Hahahaha" ucapku sambil tertawa garing.

Ku lihat kak Adrian hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Sial! Ini mulut pake keceplosan sih, kan ngancurin suasana jadinya malah canggung.

Setelah perkataan bodohku itu hanya keheningan yang menemani sepanjang jalan kami.




Tekan bintangnya ya .. :D Gumawwo :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top