Part 11

Hargai karya orang lain ya...

Happy Reading :)

Bagian 11

Seperti malam-malam biasanya keluargaku suka berkumpul di ruang keluarga. Aku duduk di samping Dad sambil memainkan ponsel ku menjawab chat dari grup kelas ku.

"Kalau lagi ngumpul jangan main ponsel terus Yya." ujar Dad.

"Lagi ada berita di grup kelas Dad." jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

"Palingan juga gosip." ucap Bian.

"Apaan sih lo sirik aja. Bilang aja kelas lo itu gak ada rasa persatuan dan kesatuan jadi grup kelas aja gak punya." ledekku pada Bian.

"Rese lo. Gue punya kali." ujar Bian sambil melemparkan bantal ke arah ku.

Aku pun menyimpan ponsel ku dan segera melemparkan bantal ke arah Bian. Dengan segera ia menangkisnya dan melemparkannya kembali ke arah ku.

"Kok jadi perang bantal sih gak asik banget." ujar Mommy.

Kami pun seketika menghentikan aksi saling lempar dan tersenyum manis ke arah Mom.

"Mau Mommy kasih pisau satu-satu?" tanya Mom.

"Kenapa di kasih pisau Mom?" tanya Bian dengan tampang begonya.

"Kali aja kalian mau ada aksi bunuh-bunuhan selanjutnya." ucap Mom dengan nada juteknya.

"Kalau aku dibunuh sama Bian, nanti Mom kehilangan princess yang cantik jelita tiada tara ini dong Mom." ujarku sambil memasang wajah imut ku.

Mommy pun mendengus kesal dan aku mendengar suara cekikikan Dad di belakangku. Seketika Mom memandang Dad tajam dan Daddy menyudahi cekikikannya.

Aku yang melihat ini ingin sekali tertawa, tapi bisa-bisa malah aku dibunuh sama Mommy.

"Besok Dad mau ke Ar's Corp. Kamu bareng aja sama Dad." ujar Dad tiba-tiba.

Aku segera menoleh ke arah Dad.

"Mau ngapain?" tanyaku.

"Mau main bola. Ya ada kepentingan lah di sana. Dad ada meeting sama Daniel dan dilaksanakannya di sana." ujar Dad.

Aku memutar bola mataku malas. Jujur ya aku tuh bukan anak yang suka dianterin sama Daddynya. Aku tuh malas kalau dianterin Daddy. Bukannya kenapa hanya saja selalu terjadi perdebatan gak penting diantara kami.

"Gak mau ah, aku bareng Zahra besok." ucapku.

"Zahra besok kesini Ayya." ujar Mom.

"Hah?" tanyaku memastikan.

"Tadi Bundanya Zahra nelpon ke Mommy, besok Zahra gak bisa bawa mobil dan Bunda sama ayahnya mau ke Bandung pagi-pagi sekali jadi mereka mau nganterin Zahra ke sini pagi-pagi banget." ucap Mom panjang lebar.

"Makanya jangan banyak alasan gak mau sama Dad." ucap Dad sambil tersenyum meremehkan.

Aku pun mendengus kesal.

"Ayya ke kamar duluan ah, mau istirahat." ucapku sambil beranjak dari duduk ku.

"Cek lagi tasnya Ayya, jangan ada yang ketinggalan." ucap Mom setengah berteriak.

"Siap Mom." teriakku.

***

Aku sekarang berada di mobil bersama Dad dan juga Zahra. Rupanya ni anak bukan hanya nebeng ke kantor, tapi juga mau nginap karena orang tuanya di Bandung selama tiga hari.

"Daddy berasa supir ya?" ucap Daddy dari depan sambil mengemudi.

"Sekali-kali dong Dad rasain jadi supir, jangan hanya jadi CEO." ucapku sambil terkekeh.

"Ra, lo kok gak cerita sih mau nginep di rumah gue?" tanyaku pada Zahra.

"Kuota gue abis. Nanti anterin gue beli kuota ya." ucapnya sambil tersenyum.

"Dasar lo kebiasaan banget sih gak punya kuota." ucapku sambil terkekeh.

Ia pun hanya membalasnya dengan tawa garingnya.

"Eh Yya, katanya ada mahasiswi cantik yang magang ya di lantai 15?" tanya Zahra.

"Iya, tapi biasa aja kok gak cantik-cantik amat. Gue bete sama dia banyak capernya." ucapku.

"Mahasiswinya dari Balla's University kan? Lo bilang aja tuh kampus milik Daddy lo biar dia gak macem-macem sama lo. Iya gak om?" tanya Zahra pada Daddy.

"Iya bener tuh. Zahra mah emang pintar gak kaya Ayya." ucap Dad sambil tertawa.

Aku yang mendengarnya hanya bisa memutar bola mataku.

"Terus aku harus pamer gitu ke semua orang? Cukup om Daniel aja deh yang malu-maluin aku." ujarku.

Dad dan Zahra pun hanya tertawa mendengar jawaban ku.

"Kok kamu kayanya kesel sih sama mahasiswi itu Yya?" tanya Dad.

"Banyak capernya tuh mahasiswi Dad." jawabku.

"Terus masalahnya sama kamu?" tanya Dad.

"Capernya sama pak Adrian om, kan Ayya." jawab Zahra dan dengan segera aku membekap mulutnya sebelum ia ngomong terlalu jauh.

"Kan Ayya apaan?" tanya Dad tanpa mengalihkan fokus dari jalanan.

Syukurlah, mungkin Dad tidak melihat aksiku menghentikan ucapan Zahra.

Aku pun memberi kode pada Zahra untuk diam.

"Kan Ayya emang suka ilfeel sama orang yang caper Dad." jawabku.

"Terus hubungannya sama Adrian apa?" tanya Dad sambil membelokkan mobil memasuki area kantor.

"Dad aku turun di sini aja deh." ujarku mengalihkan pembicaraan.

"Bareng aja." singkat Dad.

Aku pun hanya mendengus kesal.

Aku dan Daddy berjalan bersama di lobby karena Zahra memang tugasnya di lantai satu ia sudah duluan dari tadi.

"Dane." teriak seseorang dari arah belakang.

Aku dan Dad menengok ke belakang dan rupanya om Daniel yang memanggil Dad, aku memutar bola mataku malas melihat om Daniel di pagi hari. Sudah cukup aku hanya melihat Dad gak usah ditambah om Daniel juga kali.

"Wah parah, masa duluan gue kesininya sih?" sindir Dad.

Jangan salahkan aku kalau ngomong sama temen pake lo gue, karena Dad yang sudah berumur pun masih suka begitu kalau sama temannya.

"Lo emang CEO teladan." kekeh om Daniel.

"Eh, Morning Princess." sapa om Daniel padaku.

"Morning." jawabku malas.

Sudah cukup sekarang aku jadi tontonan di Lobby karena bercakap bersama para CEO ini. Aku pun melangkahkan kaki menuju lift khusus pegawai.

Aku melihat kak Adrian dan kak Aily tengah menunggu lift. Hatiku memanas melihat pemandangan seperti itu.

"Pagi kak." sapaku. Maksudku untuk kak Aily tapi yang noleh kok dua-duanya?

Ya ampun aku lupa kan aku juga suka manggil kak Adrian dengan sebutan kakak kalau diluar kantor. Tapi ini kan udah di dalam kantor.

"Pagi pak." ucap kak Adrian.

Aku bingung, kok kak Adrian manggil pak sih? Ku lihat kak Aily sedikit terkejut dan tersenyum kikuk ke belakang ku. Aku pun menoleh ke belakang, dan rupanya dua CEO menyebalkan yang tak lain Daddy dan juga om Daniel tengah berdiri di belakang ku sambil tersenyum manis.

"Pagi juga Ad." jawab Daddy.

Dan om Daniel hanya menganggukkan kepalanya.

"Pagi pak. Eh ini pak Dane ya? Saya Aily mahasiswi di Balla's University." ucap kak Aily.

"Emm, iya saya sudah tahu kok." jawab Dad sambil tersenyum.

Pintu lift pun terbuka dan kami masuk ke dalam lift. Demi apapun kenapa Daddy dan om Daniel juga masuk sih?

"Tumben pak masuk ke lift ini?" tanya kak Adrian.

"Nganterin princess dulu." jawab om Daniel sambil terkekeh.

Sedangkan Dad hanya diam sambil menatap lurus ke depan. Apa yang dipikirkan Dad ya?

"Waktu saya lagi ke Singapore katanya kamu ke rumah ya Ad?" tanya Dad.

Lho, kok Daddy tahu sih? Kan aku gak pernah bilang. Pasti kerjaan Mommy ini mah.

"Iya pak. Kami pergi ke bazar buku waktu itu. Saya minta izin dulu kok sama tante." jawab kak Adrian santai.

Ku lihat Dad hanya mengangguk tanda mengerti.

"Kapan-kapan main aja ke rumah Ad. Pintu selalu terbuka untukmu." ujar Dad.

Ini beneran Daddy aku kan? Bukan kembarannya? Eh, Daddy kan gak punya kembaran hanya punya adik tante Ashilla doang.

"Iya pak Terima kasih." jawab kak Adrian.

"Nyiapin calon mantu ya?" bisik om Daniel pada Dad tapi masih bisa kami dengar.

Entah kenapa pipiku memanas mendengar itu. Ku lirik kak Adrian tapi wajahnya hanya datar aja tuh.

Ting..

Pintu lift terbuka di lantai 15. Aku, kak Adrian dan kak Aily pun hendak keluar dari lift. Tunggu, kak Aily? Berarti dari tadi ia dengar pembicaraan kami dong?

"Duluan pak." ucap kak Adrian dan kak Aily berbarengan.

Sungguh aku kesal mendengar mereka bersamaan mengatakan itu.

"Duluan pak." ucapku pula pada mereka.

Om Daniel hanya terkekeh melihat sikapku. Untung saja pintu lift kembali tertutup sebelum mereka mengatakan apapun.

---

"Jadi, pak Adrian itu kenal sama anaknya pak Dane." ucap kak Aily bermonolog sendiri di ruangan.

"Anak pak Dane itu cowok sama cewek, tapi aku gak tahu siapa mereka. Kehidupan pribadinya amat tertutup." ucap kak Aily sambil menghembuskan napasnya.

Aku bersyukur, rupanya kak Aily tidak mengerti bahwa yang dibicarakan 'kami' oleh kak Adrian itu adalah aku dan kak Adrian.

"La, kira-kira anaknya pak Dane cantik gak?" tanya kak Aily.

Aku pun berdehem, kan gak mungkin aku memuji diriku sendiri sekarang.

"Gini lho kak, pak Dane ganteng gak?" tanyaku.

"Ganteng. Walaupun udah berumur tapi gantengnya gak ilang." ucap kak Aily sambil tersenyum.

Aku hanya tersenyum kecut. Emang Daddy ku itu ganteng, dan sayangnya aku pun gak bisa menyangkalnya. Menyebalkan.

"Kalau istrinya?" tanyaku.

Kak Aily tampak berpikir.

"Oh ya, yang waktu ulang tahun kampus pernah datang. Cantik kok, cantik." jawab kak Aily.

Mommy ku memang orang tercantik di dunia dan tentunya peringkat keduanya aku. Hehe. Waktu ulang tahun kampus aku juga diajak, tapi waktu itu bertepatan dengan UTS jadi aku gak ikut begitupun dengan Bian.

"Nah, kalau orangtuanya aja pada cakep gitu anaknya gimana?" tanyaku.

"Ya pasti cakep lah.." jawab kak Aily.

"Arghh.. saingan aku berat sekarang." ujar kak Aily sambil mengerang frustasi dan menelungkupkan kepalanya di meja.

Aku yang melihatnya ingin sekali tertawa setan sekarang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top