Last Chapter
Di tengah-tengah api yang berkobar mengelilingi istana, satu pohon sakura berdiri dengan indahnya tak peduli dengan keadaan di sekitar yang terlihat mencekam. Hanya dengan melihatnya saja bisa merasakan bagaimana keadaan di sana saat itu dan bagaimana pohon Sakura yang bertahan dari sekelilingnya yang porak poranda.
Gaara sejak tadi mengamati lukisan yang entah kenapa membuat perasaanya seperti ada rasa marah dan sedih saat bersamaan. Sungguh apa yang dilukis dari kakak temannya ini bisa membuat siapa saja yang menikmati dapat terhanyut seolah benar-benar berada di sana, dalam lukisan tersebut. Langkahnya kembali bergeser melihat lukisan yang kali ini melukiskan kedua orang berbeda terlihat tertawa dibawah guyuran hujan dan lagi-lagi mengingatkan dirinya pada mimpi yang pernah dialaminya dan ia merasa dejavu.
"Gaara-kun."
Panggilan dari seseorang membuatnya menoleh dan mendapati senyuman yang selalu menenangkannya entah sejak kapan, ia tidak mengerti dengan perasaan itu. Entah sejak pertemuannya lima tahun lalu atau sebelumnya, karena ia yakin jika perasaan yang ada dirinya sudah lama ia rasakan. Bahagia, sedih dan rindu yang selalu ia rasakan hingga saat ini jika berkaitan dengan gadis itu.
Melangkah mendekat, Gaara berhenti tepat di samping gadis yang kini sedang melihat lukisan yang sepertinya membuatnya tertarik.
"Ah, sangat bahagia." Gaara merespon saat melihat lukisan yang menarik perhatian gadis itu sejak tadi. Terlihat kedua anak yang sedang berjalan di tengah-tengah hamparan bunga cosmos dengan anak lelaki menggendong anak perempuan di punggungnya. Apa yang terlihat dalam lukisan adalah anak lelaki itu menoleh melihat ke samping seperti sedang berbicara dan tersenyum sedangkan gadis kecil itu terlihat tertawa dengan busur dan panah yang terlihat dibawa digendongnya.
Dan Gaara ingat akan kepingan mimpi namun seperti memori yang begitu melekat di ingatannya.
Saat itu langit sangat cerah dan gadis kecil itu berlatih panah yang tentu saja di ajari sang kakak yang merupakan pangeran. Sosok di lukisan itu sekali lagi benar-benar mirip dengan apa yang pernah dimimpikan nya. Terlihat nyata dan tersampaikan hingga ia bisa merasakan emosi yang membuatnya bergejolak merasakan semua perasaan.
"Aku sangat menyukai ini," sang gadis tersenyum kemudian menoleh menatap Gaara dengan tatapan bahagia. "Mereka terlihat bahagia dan entah kenapa aku bisa merasakannya," gadis itu menghapus sudut mata yang hendak menitikkan air matanya kemudian tertawa kecil untuk memberi tahu Gaara jika ia baik-baik saja saat Gaara hendak akan bersuara, "ini semua berkat Sasori-nii haiss, kenapa lukisan yang dia pamerkan terasa sangat menyentuh." gadis itu hendak kembali menghapus air matanya yang entah kenapa tidak bisa ditahannya terhenti oleh cekalan Gaara pada tangannya dan digantikan oleh tangan pria itu.
"Aku pun sama saat melihat ini semua, aku menjadi lemah," Gaara menghapus air mata Sakura dan tersenyum kemudian berujar lagi, "tapi aku merasa bahagia melihat itu, seperti mereka." ujarnya yang kembali melihat lukisan dimana dua orang anak terlihat bahagia menikmati waktu mereka.
"Sakura." Gaara menyebut nama gadis yang berdiri di sampingnya namun tatapannya masih tertuju pada lukisan yang seperti menariknya untuk menikmati waktu disana.
"Hm." Gadis itu hanya bergumam dengan tatapan yang juga ikut pada objek yang membuatnya menangis.
Menoleh, Gaara menampilkan senyuman yang kedua kalinya Sakura lihat setelah pertemuan pertama mereka dulu.
"Terimakasih sudah hadir, terimakasih telah datang." kembali. Gaara yakin jika yang dianggapnya mimpi adalah kejadian yang benar-benar dialaminya karena ia benar-benar merasakan semuanya, hingga untuk bernapas saja terasa sulit mengingat sosok Sakura dalam mimpinya benar-benar membuatnya merasakan semua perasaan.
"Terimakasih juga telah menjadi kakak kedua untukku." Sakura terkekeh, memiringkan badan mendekat pada Gaara dan berbisik, "Saso-nii sangat cemburu padamu karena kita sering keluar bersama dia bilang jangan mencoba untuk menyainginya."
Gaara pun terkekeh kemudian mengacak Surai merah muda yang kini sudah memanjang dengan pelan.
"Akan ku lakukan untuk membuatnya kesal, pasti."
"Haiss, dia bisa merajuk lagi." Sakura kembali menegakan tubuhnya dan kembali memandang lukisan yang membuatnya tidak bisa menahan tangisannya tadi. Entah kenapa ia bisa merasakan kebahagiaan disana dan perasaan hangat yang menjalari hatinya. Apa mungkin karena ia mempunyai kakak jadi bisa merasakan nya dengan begitu saja.
Melihat apa yang di lukis kembali membuat Gaara teringat akan pertemuannya dengan Akasuna Sakura lima tahun lalu. Saat itu...
.
Saat itu, musim dingin dan saat membuka mata yang ia dapati adalah ia yang menangis dalam tidurnya. Mimpinya terasa nyata apalagi saat ia merasakan di genggaman tangannya terdapat bunga sakura yang mustahil ada karena saat ini adalah musim dingin.
Diperhatikan bunga sakura yang ia angkat dengan seksama dan mustahil jika itu adalah bunga imitasi yang berada di rumahnya untuk menghiasi sudut rumah karena apa yang menyentuh kulitnya adalah bunga asli. Ingatannya kembali berputar akan apa yang telah dialaminya dalam mimpi. Sosok Sakura berlumuran darah di bawah pohon Sakura, mereka yang tinggal bersama menikmati waktu dan terakhir yang ia ingat saat musim salju yang telah menghilangkan sosok Sakura-nya.
Gaara menoleh saat suara angin dari luar disertai salju yang membuat bunyi dari gerakan hembusan angin.
"Sepertinya akan badai." Gaara bergumam kemudian bangkit menghampiri jendela untuk memastikan. Jendela sudah terkunci rapat dan sepertinya ia harus berendam air hangat sedikit menaikan suhunya karena badannya benar-benar lelah saat ini. Mungkin karena tidur yang terlalu lama, -mungkin- karena ia tidak yakin mengingat mimpi yang begitu nyata untuknya. Dengan langkah pelan karena badannya terasa kaku, Gaara pun menuju kamar mandi setelah meletakan bunga Sakura di atas buku yang pernah ia baca yang terletak di atas nakas.
.
.
Gaara tidak pernah menyangka jika hidupnya akan seperti ini lagi, kehilangan orang yang sangat berharga di hidupnya. Musim telah berganti dan ia harus kehilangan sosok ibu yang sangat berarti segalanya untuknya. Sosok Ibu yang berjuang sejak melahirkannya dan beberapa waktu terakhir adalah penyakit yang dirasakannya terus memperburuk keadaannya hingga pada titik terakhir dimana sang ibu menyerah. Bukan ia tidak menerima akan semua ini, tapi ini sangat memukul hidupnya yang terus kehilangan orang yang disayangi nya. Kakaknya terus berkata sang ibu sudah bahagia dan tidak merasakan sakit lagi jadi tidak usah bersedih, cukup ikhlas tapi tetap saja ia seperti belum siap.
Semilir angin tidak membuat Gaara gentar dengan keadaannya saat ini. Tidak peduli angin yang masih terasa dingin karena musim dingin masih beberapa hari berganti. Dengan kaos yang hanya di kenakannya, ia duduk menyandar dengan wajah yang ia sembunyikan dikedua lututnya. Lima belas menit mungkin sudah berlalu saat sang ibu benar-benar pergi dan ia memilih berlari seperti seorang pengecut yang tak menerima keadaan dengan menyendiri di atap rumah sakit. Ponselnya terus bergetar namun ia abaikan karena dirinya merasa butuh waktu untuk sendiri merenungi dengan segala yang terjadi.
"Di sini sangat dingin apa anda tidak apa-apa, tuan?"
Suara halus terdengar mengalun indah namun Gaara masih pada pendiriannya, menyembunyikan wajah dikedua lututnya.
"Sesulit apapun jangan pernah berpikir mengakhiri hidupmu oh, "suara itu kembali berbicara namun belum membuat Gaara mau menanggapinya.
"Saat itu aku merasakan seperti sekarat," suara itu melanjutkan ceritanya dan kali ini Gaara mendengarkan meskipun masih menyembunyikan wajahnya dikedua lututnya. "Aku berlari mengejar Onii-chan saat itu dan aku terkejut saat aku melayang karena terhantam mobil. Tubuhku sangat sakit dan setelah itu aku tidak ingat apapun lagi selain bayangan Onii-chan yang sepertinya menangis karena ku."
Ok, jadi perempuan yang berbicara dengannya pernah mengalami hal menyeramkan dan itu membuat Gaara geli sebenarnya karena dia datang tiba-tiba dan bercerita begitu saja tanpa ada yang meminta.
"Maka dari itu, apapun yang terjadi kau harus kuat oke. Aku yang tertabrak mobil saja begitu sakit hingga koma berbulan-bulan kata Onii-chan, apalagi jika kau melompat dari gedung ini, ihhhh menyeramkan." Ada nada terdengar takut saat mengatakan melompat gedung ini dan mungkin saja perempuan yang asik bercerita itu sambil membayangkan dan mengingat kejadian yang pernah dialaminya.
Bagaikan waktu berhenti bagi Gaara sesaat ia mendongak untuk melihat sosok yang asik berbicara panjang lebar dan sekarang perempuan itu bersenandung dengan senyuman diwajahnya. Bagaimana bisa ini terjadi dan apa ini adalah mimpi yang kembali mendatangkan sosok yang begitu melekat di ingatan Gaara.
Angin yang berhembus dengan sinar matahari yang berwarna jingga membuatnya semakin bersinar apalagi setelah perempuan bersurai merah muda itu menoleh dan tersenyum kepadanya, seperti dia.
Dengan tubuh bergetar, mulut Gaara seakan ditempeli lem yang sangat kuat dan susah untuk membukanya. Keterkejutan, dan rasa rindu seolah menjadi penenang saat kesedihan yang dirasakannya saat ini. Maka, dengan sudut mata yang menitikkan air matanya walaupun hanya setetes membuat Gaara perlahan menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum dan menyebut nama itu dengan terbata.
"S-Sa-kura."
.
"Kau melamun Gaara-kun?" Sang gadis mengibaskan tangannya di depan wajah Gaara karena pria itu terlihat seperti raga tanpa jiwa.
Seakan sadar akan apa yang barusan terjadi, Gaara tersenyum dan berujar "tidak hanya mengingat sesuatu." Kemudian ia berjalan menuju lukisan yang lainnya.
"Sakura, li-"ucapan Gaara terhenti karena melihat Sakura yang kini sedang berbicara dengan seseorang di telpon. Dari raut wajah Sakura yang terlihat kesal ia sangat tahu siapa orang yang menghubungi Sakura.
"Kenapa lagi dia?"
Sakura menoleh setelah menutup pembicaraannya. "Dia memintaku datang ketempat yang ia kirim alamatnya. Lihat dia se'enaknya saja kan, selalu begitu," kesal Sakura kemudian memasukan ponsel ke tas nya dan menghampiri Gaara.
"Aku harus pergi kau tau dia menyebalkan dan jangan berdebat dengan Sasori-nii oke, kau akan kalah karena dia sangat cerewet." Sakura terkekeh setelah mengatakan itu dan pamit kemudian. "Aku pergi, jaa-ne."
Senyum Gaara terpatri tatkala pandangannya tak lepas dari sosok Akasuna Sakura yang berjalan dan menghilang setelah berbelok arah. Sosok yang baginya tak asing sejak bertemu untuk pertama kalinya dengan sosok Sakura yang langsung bisa menyentuh hatinya. Entah berawal itu hanya mimpi yang memimpikan masa lalu atau dengan kenyataan sekarang dengan kehadiran sosok Sakura yang untuknya tetap sama, sosok penting dalam hidupnya.
Pandangannya kembali kepada lukisan yang tadi ingin ia tunjukan kepada Sakura karena sepertinya Sakura belum melihatnya. Lukisan dengan istana megah namun yang menjadi fokus adalah jembatan besar didepan istana yang sepertinya menjadi sang objek utama. Bukan jembatan, namun fokus Gaara tertuju pada bayangan dipermukaan air, dimana sinar rembulan yang memantulkan bayangan kedua orang yang sepertinya adalah Ratu dan Raja. Seharusnya ada sosok di jembatan hingga bayangan mereka nampak pada pantulan dipermukaan kolam namun tidak ada dan hanya ada bayangan mereka yang tersenyum penuh rindu seolah baru bertemu sekian lama.
"Kenapa Sasori-san melukis dengan arti yang membuatku pusing." Gaara berdecak setalah mengatakan itu kemudian berbalik pergi untuk menemui Sasori yang sedang berbincang dengan kolega sekaligus sahabatnya.
Ya atau tidak, itu adalah misteri dari kehidupan. Reinkarnasi, kisah kehidupan dimasa lalu dan terlahir kembali itupun hanya misteri kami-sama. Gaara pun hanya bisa meyakini dengan apa yang dialaminya, pun dengan lainnya yang terlihat saling terhubung kembali. Sakura, Sasuke kisah yang dialaminya entah mimpi atau masa lalu membuatnya semakin yakin jika Tuhan sudah mempunyai benang merah untuk mereka dikehidupan lalu ataupun sekarang. Setidaknya ia bersyukur di kehidupannya yang dulu maupun sekarang ia bisa kembali melihat Sakura.
.
.
"Ini akan telat, sepertinya."
Sakura menghela napas dan kembali melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Lima menit sudah berlalu dari yang dijanjikan dan ia terjebak dimacet-nya jalanan hari ini. Membuka kaca mobil, ia melongokan kepala melihat kedepan untuk memastikan keadaan yang mmang terlihat panjangnya kendaraan yang sama sekali tidak bergerak. Masuk kembali dan duduk dengan perasaan gelisah, Sakura melihat layar ponselnya yang sama sekali tidak menyala.
"Ponselku mati." Sesalnya yang lupa semalam men'carge ponselnya apalagi saat seperti ini seharusnya kejadian seperti ini tidak seharusnya terjadi.
"Mau ku hubungi dia?" Pria yang sejak tadi memperhatikan Sakura kembali membuka suara. Di sodorkannya ponsel miliknya namun Sakura terlihat ragu untuk mengambilnya.
"Tidak apa, jika dia marah padamu aku yang akan berbicara padanya."ucapnya meyakinkan dengan seulas senyum yang membuat Sakura mengangguk kemudian mengambil ponsel miliknya untuk mengunjungi seseorang.
"Tidak bisa dihubungi Neji-kun."
Sakura mengembalikan ponsel milik pria itu dengan senyuman kecut karena orang yang akan dihubunginya nyatanya sama keadaan dengannya.
"Ah, begitu." Neji menerima kembali ponselnya dan bergumam dan kembali fokus pada jalanan yang mulai maju namun masih tersendat.
"Kenapa dia sama cerobohnya denganku." Sakura mendengus dengan mencibir kebiasaan dirinya yang ceroboh dan kenapa orang itu pun sama halnya dengannya padahal dia terkenal dengan sikap sempurna nya itu.
"Aku bahagia melihat kalian bahagia."Neji bergumam pelan namun masih bisa di dengar oleh Sakura hingga gadis gula kapas itu menoleh kesamping melihat bagaimana sosok Neji yang sama sekali tidak berubah saat pertama kali bertemu dengannya, dulu.
Sebenarnya tadi ia sedang menunggu bus namun Neji kebetulan melewati jalan itu dan mobil yang sudah melewatinya beberapa meter itu kembali mundur dan menawari tumpangan. Jika ingat apa yang pernah terjadi, Sakura sebenarnya segan namun karena waktu mau tidak mau akhirnya ia mengangguk setuju.
"Minggu depan aku akan bertunangan." Neji berujar pelan namun terlihat ada rasa bersalah dan seperti beban berat yang menumpuk dipundaknya membuatnya nampak lelah dan kacau.
"Aku akan datang, jadi mengucapkan selamat sekarang atau nanti saja?" Sakura bergurau namun entah kenapa melihat Sakura yang senang tanpa ada rasa sedih akan kabar ini membuat Neji merasa miris dengan dirinya yang merasa sedih. Tunangan ini bukan maunya dan ia sendiri bingung apa yang dilakukannya ketika menyanggupinya sedangkan hati dan perasaannya sudah tertuju pada satu orang.
"Kau tau ini bukan Mauku, Sakura." Suara Neji sangat lirih membuat senyuman di wajah Sakura luntur seketika.
Bukan Sakura tidak tau akan apa yang dirasakan Neji tapi perasaannya hanya untuk satu orang yang benar-benar dicintainya. Neji selalu menunjukan perhatiannya semenjak bertemu dan selang beberapa bulan ia menyatakan perasaanya yang tentu ditolak karena seseorang. Lagipula Neji pria baik dan tampan ia yakin jika akan ada seseorang yang akan bisa menjaga dan membahagiakan Neji dengan caranya dan tentu saja orang itu bukan dirinya.
"Neji-kun," Sakura menoleh dan menatap Neji dengan tatapan meyakinkan sedangkan pria itu kini pun menoleh kepadanya dan beruntung mobil kini sedang terhenti.
"Aku yakin Neji-kun akan menemukan kebahagiaan dan itu bukan aku. Neji-kun orang baik dan berhati tulus aku yakin jika nanti akan ada seseorang yang tulus mencintaimu dan cobalah membuka hatimu untuk orang lain."
Sakura tersenyum dengan satu tangan menepuk bahu pria Hyuga itu pelan. Tatapan mereka bertemu namun berbeda arti tatapan. Sakura yang meyakinkan dan memohon untuk kebahagiaan Neji sedangkan Neji menatap dengan sorot yang penuh luka.
"Kau bisa, aku yakin."Sakura masih tersenyum dengan keyakinannya membuat Neji menghela napas pelan kemudian mengacak Surai merah muda dengan senyuman.
"Aku menyerah." Ujarnya yang sejujurnya akan selalu luluh dengan tatapan memohon Sakura. Sejak menerima perjodohan itu pun sebenarnya ia sudah bertekad akan kembali menata perasaanya karena dengan begitu ia akan baik-baik saja walaupun ternyata hal itu sangat sulit dilakukannya apalagi melupakan perasaanya pada Sakura, itu sangat sulit dan ia harus berjuang perlahan membuka hatinya untuk orang lain.
"Kau akan bahagia jika melakukannya."
Mendengus, Neji menarik tangannya kembali dan menatap jalanan yang kendaraan kini mulai bergerak kembali.
"Akan aku coba dan terimakasih sudah mengkhawatirkan ku."
Senyum Sakura kembali mengembang akan respon yang Neji berikan dan sungguh hal itu membuatnya senang sekaligus lega.
"Apa aku seperti bibi-bibi yang cerewet ya." Sakura menimpali dengan gurauan dan tawa kecil menyadari apa yang sejak tadi dibicarakannya. Ia sendiri tidak percaya jika ia menasehati orang sedangkan ia pun tidak bisa menyanggah akan perasaannya pada seseorang yang semakin dicintainya.
"Ah, kau mengaku ternyata."
"Neji-kun!"
Mereka tertawa bersama dan menciptakan suasana baru yang sebelumnya terasa kaku. Ada yang bisa Neji ambil dari perkataan Sakura untuknya barusan dan entah kenapa membuatnya bahagia walaupun tidak mendapatkan balasan akan perasaanya. Ya, Sakura menginginkan nya bahagia membuatnya senang jika bagaimanapun Sakura peduli padanya meskipun tidak dalam status kekasih. Tapi, hanya tetap bisa dekat dan melihat senyuman itu saja membuat Neji beruntung. Mungkin dalam hubungan seperti ini ia bisa terus melihat Sakura yang bahagia tidak menangis karena yang ia tau saat kau terikat hubungan dengan orang yang dicintai akan ada dimana secara tidak sadar kita membuatnya menangis dan Neji tidak ingin melihat Sakura menangis.
Mencintai tidak harus memiliki mungkin kata-kata itu yang terjadi pada Neji.
.
.
"Sasuke-kun!"
Sakura berteriak dengan seluruh pandangannya ia kerahkan ke segala arah untuk mencari seseorang yang membuat janji dengannya. Keterlambatan membuatnya merasa sangat bersalah yang mungkin saja membuat Sasuke menunggu dan berakhir pergi karena kecewa. Ponselnya mati daya dan sialnya Sasuke-pun tidak bisa dihubungi. Sakura khawatir dan juga kecewa kepada dirinya sendiri.
"Mungkin dia belum datang ya?" Sakura mengingat pembicaraan sebelumnya jika Sasuke yang masih berada di kantor yang mungkin saja terjebak macet karena tadi sebuah kecelakaan terjadi dari arah berlawan. Ia tidak tau apa yang terjadi tapi yang ia lihat adalah sebuah mobil yang naik ke trotoar dan menabrak pohon di samping jalan yang memungkinkan jika mobil itu menghindari kendaraan lain yang bisa mengakibatkan kecelakaan yang lebih besar jadi ia yang menghindari. Tapi melihat mobil tadi sepertinya pernah melihat tapi tentu saja pikiran itu ia tepis karena mobil seperti itu kan banyak yang pakai.
Berpegang teguh akan pikirannya yang memungkinkan Sasuke pun mengalami sepertinya, Sakura memutuskan untuk menunggu dan duduk di bangku taman dimana ia selalu menghabiskan waktu jika bersama Sasuke.
Udara yang terasa sejuk dengan angin berhembus pelan membuat Sakura tersenyum karena ingatannya yang berputar mundur kembali mengingat bagaimana ia bertemu dengan Sasuke.
Saat itu...
.
.
.
"Kau yakin akan ikut?" Sasori merapihkan pakaian dan memasukannya pada koper dan menatanya sedemikian agar bisa muat berbagai barang yang hendak dibawanya.
Sakura yang duduk bersila di atas kasur sang Kakak mengangguk antusias dengan dagu yang menunjuk sebuah koper besar disudut lain ruangan Sasori.
"Disini juga ada Universitas bagus dan kau tau aku ke Konoha hanya sebulan, baby."
Bukan apa, Sasori keberatan jika Sakura berkuliah di Konoha karena setelah kegiatannya selesai di Konoha ia akan sendirian di Suna dan jauh dari adiknya kembali yang tentunya ia tidak sudi.
"Aku diterima disalah satu Universitas disana Onii-chan dan aku sangat senang asal kau tau." Sakura menjatuhkan tubuhnya jatuh terlentang dan wajah yang nampak kesal. Sudah berapa kali ia membujuk namun sang kakak nyatanya sangat sulit ditaklukan meskipun ia ajak berkenalan dengan kakak temannya yang cantik jelita. Kalian pasti tidak habis pikir dengan perkataan Sasori-nii saat ini hingga membuatnya tidak enak hati kepada temannya.
"Aku tidak ingin dan tidak berencana membagi pikiran dan perasaanku saat ini kecuali untuk adikku."
Hey, baru juga bertemu dan Sasori-nii sudah berkata yang menyebalkan dan ia bersyukur jika kakak dari temannya itu sangat baik dan bilang baik-baik saja tanpa rasa ada sakit hati. Apa tujuannya sangat jelas ya, membuat Sasori-nii tau jika tujuannya itu adalah untuk menjodohkannya dan ia kesal karena setelahnya Deidara-nii juga menceramahi ya seperti bibi-bibi tetangga rumahnya.
"Aww, Onii-chan sakit!" Sakura berteriak karena rasa sakit yang tiba-tiba dirasakan pada dahinya akibat sentilan sang kakak.
"Kau sedang merencanakan akal bulus apalagi?"Tidak meminta maaf atau merasa bersalah, Sasori berkacak pinggang menatap adiknya yang terlihat bingung akan apa maksud sang kakak. Ah, padahal ia sedang mengingat kejadian sebelumnya namun sepertinya sang kakak sudah bersiaga atau peka akan apa yang akan dilakukannya untuk merajuk kembali.
"Tidak ada sungguh," Sakura kembali duduk dan menatap Sasori dengan wajah yang tertekuk namun terlihat menggemaskan bagi Sasori. Oh, sungguh Sasori menyesal tidak melewati kehidupan bersama Sakura dan memilih berpisah dengan adik kesayangannya itu.
"Tapi wajah dan otakmu bertolak belakang."sanggah Sasori yang sejujurnya hanya bergurau.
"Aku ingin agar terus bersama denganmu tapi kau tidak mau."
"Aku hanya sebulan."
"Aku sudah melihat kertas itu." Sakura mencibir dan semakin menekuk wajahnya mengingat tempo hari ia menemukan amplop dan setelah dibuka membuatnya senang dan juga sedih. Entah lah, ia senang karena sang kakak akan mendapatkan apa yang di impikannya namun tentu ia harus kembali jauh darinya. Kemudian esok harinya ia mendapatkan surat dari salah satu Universitas yang berada di Konoha jika ia telah diterima untuk melanjutkan studinya.
Satu alis Sasori terangkat mendengar ucapan sang adik yang menyebutkan kertas. Jangan bilang...
"Kau... melihatnya?"
Sakura hanya mengangguk menjawabnya sedangkan Sasori akhirnya ikut mendudukkan diri disisi ranjangnya. Ditatapnya sang adik yang memang terlihat penuh harap itu dengan helaan napas pelan.
"Aku tidak tau akan menerimanya atau tidak karena untuk meninggalkan tempat ini dan kau itu sangat sulit dan aku lebih baik menolaknya."
"Aku pun akan di sana jadi kita akan terus bersama Onii-chan." Ayolah, kenapa kakaknya berubah sangat bodoh, keluh Sakura dalam hatinya yang sebenarnya sangat gemas. Ia tau jika sang kakak tidak ingin meninggalkannya sendirian tapi dengan menerima itu mereka akan bersama juga kan. "Ya sudah aku disini saja kebetulan ada Gaara yang past--"
"Baiklah, baiklah aku menyerah." Pada akhirnya Sasori menyerah dan akan menuruti apa yang diminta Sakura setelah sang adik mengeluarkan kartu AS yang akan menyebutkan nama paling ia sebal karena sudah sebagian merebut perhatian adiknya. Oh, persetan dengan embel-embel seperti kakak yang baginya tidak masuk akal. Tidak ada yang boleh menyainginya.
"I love 3000 Onii-chan," Sakura mengecup pipi sang kakak tiba-tiba dan melompat turun kemudian berjalan dengan berlompat kecil keluar dari kamar sang Kakak.
"Aisshh, bocah itu." Sasori mendengus melihat bagaimana senangnya Sakura setelah ia menyetujuinya dan sialnya kenapa ia selalu kalah jika nama Gaara disebut pasti ia tidak terima, apa itu terlihat jelas ya jika Sakura mencoba menaklukan nya cukup menyebut nama yang ia sebal untuk kedekatannya dengan sang adik.
.
.
.
.
.
Lamunan nya lenyap digantikan dengan pandangan gelap yang didapatinya saat telapak tangan menutupi sebagian wajahnya.
"Maaf terlambat."
Suara itu...
Rasa lega dirasakan Sakura saat ini setalah kehadirannya. Tidak bersuara, Sakura menyentuh telapak tangan yang menutup wajahnya dan melepaskan dari wajahnya.
"Sasuke-kun."
"Aku disini."
Sasuke berjalan memutari kursi panjang dimana Sakura terduduk dan berdiri tepat di depan kekasihnya.
Selama beberapa detik mereka hanya saling menatap dalam keheningan membiarkan angin berhembus menguasai keadaan saat ini. Namun tidak lama semua berubah saat Sasuke mengambil tindakan lebih dulu dengan merundukan tubuhnya kemudian mengecup lembut bibir sang kekasih.
"Haisss, kau yang membuat janji tapi kau juga yang terlambat."Sakura yang terkejut akan tindakan Sasuke hanya merespon dengan gerutuan yang sebenarnya hanya menutupi kegugupannya saat ini. Bagaimana tidak jantungnya berdebar dan ia sangat yakin jika wajahnya memerah sekarang dengan apa yang dilakukan Sasuke barusan.
"Bukan salahku tapi jalanan yang macet."Sasuke mengutarakan pembelaan dirinya yang benar adanya kemudian ikut mendudukkan diri tepat di samping kekasihnya.
"Tidak menggunakan helikopter?"Sakura terlihat masih kesal dengan alasan Sasuke yang memang benar adanya dan ia hanya sedikit menyindir karena pernah sekali Sasuke melakukan hal gila seperti itu saat ia masuk rumah sakit sedangkan dia sedang berada di luar kota. Kekasihnya benar-benar diluar dugaan sebenarnya, tapi ia sangat merasa beruntung memiliki Sasuke saat ini dan bersyukur akan kedatangannya ke Konoha hingga dipertemukan dengan sosok yang membuatnya merasa sangat dicintai selain kakaknya.
Sasuke mendengus atas ucapan kekasihnya tapi ia tidak memperdulikan toh itu hal yang bisa ia lakukan kapan saja. Dengan sedikit mengejek Sasuke pun menjawab angkuh, "bisa jika kau mau aku mendarat di atas danau itu."
"Udh, menyebalkan."Sakura pun meringis mendengar ucapan kekasihnya barusan dengan bereaksi wajah yang menatapnya malas. Sungguh menyebalkan tapi sayangnya Sakura sangat mencintai pria ini.
Sasuke menoleh dan menjawil hidung kekasih gemas bersama tawa kecilnya yang menguat "Hn, aku juga mencintaimu."ucapnya menimpali umpatan sang kekasih yang semakin tidak terima karena perlakuan Sasuke membuat hidungnya memerah.
.
"Sasuke-kun!"
"Sakura."
Suara mereka secara bersamaan sekaligus.
"Ya?"
Sakura pertama menimpali karena tau jika Sasuke ingin mengatakan sesuatu sedangkan ia tadi hanya berseru kesal menyebut nama kekasihnya agar berhenti menjahilinya.
Entah kenapa saat ini jantung Sakura berdebar sangat kencang saat tatapan Sasuke seakan mengajaknya berbicara dan membuatnya hanyut dalam mata se hitam arang itu. Dadanya semakin bergemuruh saat kedua tangan Sasuke terangkat menyentuh kedua sisi wajahnya dan menyatukan keningnya.
Perasaan bahagia dengan debaran yang membuat Sakura hampir meleleh kala jari-jari sang kekasih mengusap lembut wajahnya.
"Terimakasih telah hadir kembali."Sasuke berucap pelan namun terdengar ketulusan di setiap katanya dan Sakura merasakannya. Entah apa yang dia maksud karena kata-kata itu pun di ucapkan oleh Gaara dan Neji. Ia sudah mencari tau dan bertanya apa yang sudah ia lewatkan kepada sang Kakak saat pria-pria itu mengatakan seolah ia baru kembali dari keberadaan nya yang menghilang. Atau mungkin ia hilang ingatan selama ini dan melupakan mereka dan tentu saja Sasori-nii tertawa atas pertanyaannya yang dibilang konyol dan tidak benar adanya karena ia tinggal bersama sang ayah sejak kecil sedangkan kembali ke Suna saat sudah besar dan tentu tidakmengenali siapa mereka (Sasuke, Gaara, Neji) sebelumnya.
Dan Sakura pun tidak mengerti "Terimakasih telah menungguku."atas jawabnya seperti merasakan kelegaan atas semua ini. Perasaan membuncah, bahagia yang membuat hatinya merasakan kehangatan atas kehadiran orang-orang yang menyayangi nya.
.
.
Sasuke menatap gedung bercat putih yang kini didatanginya bersama sang Kakak. Dengan malas ia mengikuti ajakan Itachi yang katanya ingin menemui teman lama.
"Ah, Itachi ayo masuk."
Pria bersurai merah muncul setelah membuka pintu dan mempersilahkan masuk untuk mereka.
Sasuke hanya merasakan berdebar setelah masuk ke dalam entah karena apa. Rumah yang minimalis dan kini mereka berjalan ke satu ruangan yang ternyata penuh dengan berbagai lukisan dan mungkin hasil pria merah itu.
"Ah kenalkan ini adikku, Sasuke."
Sasuke mengulurkan tangan, menjabat tangan dan tersenyum saat tuan rumah menyapanya dengan senyuman.
"Akasuna Sasori, teman Itachi."
"Hn."
"Kapan kau akan membuka galeri untuk lukisanmu?" Itachi melihat hasil lukisan sahabat lamanya itu satu persatu dan merasa takjub akan hasilnya.
"Entah lah, aku akan mempersiapkan nya bertahap."
Percakapan mereka berlangsung dan mungkin kebanyakan hanya Itachi dan Sasori sedangkan Sasuke hanya melihat-lihat lukisan Sasori. Namun fokusnya teralih saat lagu yang begitu keras terdengar hingga kebawah dan sepertinya itu dari lantai atas.
"Aku tak menyangka kau suka lagu-lagu dari Korea sana Sasori." Itachi tertawa kecil mendengar lagu yang ia sendiri tidak asing. Ayolah musik itu sangat menyenangkan dan dengan akses sekarang kita bisa lebih mudah menjangkau semuanya.
"Haisss, itu adikku."
"Adik?" Pertanyaan Itachi lantas membuat Sasuke memberikan perhatiannya pada perbincangan itu.
Sasori mengangguk dan terkekeh kemudian mengingat bagaimana sang adik sangat mengidolakan boy grup dari negara tetangga itu.
"Dia baru kembali, ya sudah lama sih."
Sasori dan Itachi terus berbincang sedangkan fokus Sasuke adalah lagu yang sekarang terdengar membuatnya seperti penasara entah karena apa. Jujur saja ia tidak pernah perduli tapi saat ini dirinya seperti bergerak karena ada dorongan kuat serta ia bingung kenapa jantungnya berdebar kencang saat ini, sedangkan ia tidak sedang merasakan sakit sama sekali.
Langkahnya terus menaiki tangga dimana sumber suara lagu yang membuatnya seolah terhipnotis.
Roftop, itulah fakta saat Sasuke membuka pintu yang kini memperlihatkan seorang gadis dengan Surai merah muda yang berkibar karena tertiup angin sedang melukis. Bahkan melihat pemandangan ini pun Sasuke yakin jika sosok itu seperti lukisan terindah yang membuat Sasuke seketika mematung.
Di depannya kini ada sosok yang amat sangat dikenalinya. Sosok dalam mimpi tapi terasa sangat nyata baginya. Bagaimana bisa mereka sangat sama?
Apa ini mimpi?
Lamunan Sasuke terhenti saat tatapan mereka saling bertemu. Ada perasaan seperti rindu dan terharu saat mereka kembali bertemu.
Sasuke pun berucap dengan satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Ia merasa bahagia dengan kenyataan ini dan,
"Terimakasih telah kembali, Sakura."
"Anda siapa?"
.
.
"Kau melamun?" Tepukan pelan di sisi wajahnya membuat Sasuke kembali tertarik pada kenyataan yang ada. Tadi ia teringat akan pertemuan yang menurut Sakura adalah pertama kalinya tapi baginya itu adalah pertemuan kembali setelah sekian lama berpisah. Entahlah, ia hanya merasakan jika mimipinya itu terasa amat nyata baginya.
"Hn, hanya mengingat saat bertemu kembali denganmu."
Sakura paham apa yang dimaksud Sasuke. Bagaimana mereka untuk pertama kalinya bertemu saat Sasuke datang bersama Kakaknya itu.
"Aku bahagia, sungguh." Sakura bersungguh-sungguh mengatan ini dan ia bersyukur karena kehadiran Sasuke untuknya.
Sasuke tersenyum dan menarik pelan kepala Sakura untuk dipeluknya dan disandarkan padanya. Kecupan lembut ia daratkan pada pucuk kepala gadis kesayangannya dan tangannya menggenggam dengan erat. Sebenarnya, apa yang dikatakan Sakura sama dengan apa yang dirasakannya. Bagaimana hidupnya terasa sempurna setelah Sakura kembali hadir seperti dulu, dimimpinya.
"Ayo kita menikah."
Perkataan atau ajakan Sasuke sukses membuat Sakura refleks mendongakkan wajahnya menatap sang kekasih yang ternyata juga sedang merunduk mentapnya.
"Kau bercanda?"
Satu alis Sasuke terangkat melihat reaksi Sakura atas ucapannya, "Apa terlihat seperti itu?"
Sakura menggeleng dan tersenyum lembut kemudian mengecup sekilas sang kekasih dengan senyuman bahagianya.
"Aku sangat bahagia tapi takut ini hanya mimpi jadi ingin memastikan."
Sasuke membalas mengecup namun kali ini sedikit menuntut dan melepaskan setelah merasakan napas mereka terengah.
"Aku yakin dikehidupan dulu, sekarang dan nantipun aku akan bersamamu karena itulah janjiku untukmu."
Sakura tersenyum karena perkataan Sasuke yang menurutnya berlebihan. Tapi jika memang benar mereka sejak dulu ditakdirkan bersama-sama hingga dikehidupan lain ia amat sangat bersyukur karena nya.
"Jika benar, terimakasih sudah menungguku, terimakasih sudah menemukanku kembali dan terimakasih kembali mencintaiku." Ucap Sakura tulus karena jikapun mereka kembali bertemu di dunia lain jika di takdir kan tidak untuk bersama maka itu mustahil kan?
"Hn." Gumam Sasuke dan kembali merunduk untuk mencium gadisnya namun Sakura mencubit hidungnya gemas.
"Aku mencintaimu."
Senyum Sasuke merekah kemudian kembali merunduk dan mencapai bibir plum kekasihnya, menyalurkan rasa bahagia akan perasaannya dan cinta yang ia punya untuk kekasihnya ini.
Tidak peduli akan dulu sekarang ataupun nanti, yang Sasuke yakini adalah satu jika sosok Sakura memang untuknya dan tidak perlu menyesatkan perasannya untuk tau jika satu-satunya nama yang ia cintai hanya Sakura, Sakura-nya.
End
Terimakasih buat semuanya yang udah ngikutin Fanfict ini dari ffn terus pindah ke sini. Akhirnya udah berapa tahun ini selesai juga 😭
Aku tidak pandai buat berbicara tapi sekali lagi terimakasih buat semuanya. 💗💗
Wyd Rei Kuran Tanaka
Ckrg 2 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top