Keinginan Yang Menyakitkan


Chapter 10


Seperti hadiah special yang diberikan untuk menembus ruang hidupmu. Dimasa lalu ataupun di masa mendatang. Apa yang kau cari?

Jawaban akan takdirmu?

Cintamu?

Atau pengorbananmu? Mana yang membuatmu tertahan di suatu tempat yang kau inginkan. Apa yang kau ucapkan dan harapkan saat keadaan hidupmu serasa berada di ujung sebilah pedang?

My Princess

.

Disclaimer Naruto : Masashi Kishimoto
.
Story by K.A
.
Pairing: U. Sasuke x H. Sakura
.
Warning : Banyak kesalahan dalam penulisan, etc.
.
.

Sasuke duduk bersandar dengan ponsel di tangannya. Setengah jam lalu mobil yang dikemudikan'nya sudah terparkir di area rumah sakit Suna. Bukan tanpa alasan ia berdiam diri, itu karena sosok yang ikut dengannya sedang terbuai dalam mimpinya dan jejak lelah sangat jelas terlihat jika wajahnya.

Suara ketukan di kaca samping kemudinya membuat Sasuke menoleh kemudian menurunkan kaca jendelanya. Kini, pemuda bersurai merah terlihat saat tidak ada lagi penghalang dan Sasuke hanya mendengus entah karena apa -kesal karena Gaara terlalu cepat datang- karenanya.

"Dia tertidur?" Tanya Gaara saat melihat Sakura yang terlelap. Mungkin perjalanan jauh membuat Sakura kelelahan -pikirnya.

"Hn."

Sasuke melepaskan sabuk pengaman yang melindunginya kemudian yang terpasang pada Sakura. Masih terlelap dan seakan tidak terusik sama sekali, tubuh gadis itu lunglai dan jatuh hingga kini bersandar pada bahu Sasuke.

Melihat apa yang terjadi, Gaara berkata;

"Biar aku yang membawanya." Ucapnya kemudian berlari mengitari mobil dan berpindah kesisi lain pintu. Membukanya, dengan perlahan ia meraih Sakura dengan pelan.

"Gaara."

"Aku walinya." Ucap Gaara menegaskan seolah tahu apa yang dipikirkan Sasuke. Sangat jelas sekali jika adik dari Uchiha Itachi itu keberatan akan tindakan yang dilakukanya. Tapi bagaimanapun ia tidak pedulikan hal itu karena Sakura adalah tanggung jawabnya.
Meraih kedua tangan Sakura dengan pelan dan diletakan di bahunya setelah ia berbalik, dengan hati-hati pula ia meletakan Sakura di punggungnya -menggendongnya- supaya tidak membuat Sakura terbangun.

Sasuke menutup pintu mobilnya dan menghampiri Gaara yang membawa Sakura dalam gendongannya. Kesal? Tentu saja. Tapi melihat itu entah kenapa ia merasa bahagia.

"Apa dia makan dengan baik?" Gaara memulai obrolan menemani perjalanan mereka.

"Kau pikir aku apa?!" Sasuke mendengus kasar seolah diremehkan atas perkataan Gaara.

"Aku percaya padamu."

Sasuke menoleh saat Gaara mengeluarkan kata seperti itu. Dan apa ia salah lihat? Seorang Gaara kini tersenyum tipis walaupun tanpa menoleh menghadapnya.

"Hn."

Tidak ada obrolan apapun setelah itu. Mereka berjalan beriringan dengan gadis dalam gendongan yang terlihat nyaman berada dalam lindungan seseorang ataupun keduanya.

...

"Aku lelah."

Seorang gadis kecil berujar dan menghentikan langkahnya, membuat anak lelaki yang menggandeng tangannya pun menghentikan langkahnya kemudian menoleh -merunduk- menatap sang gadis.
Gadis dengan rambut merah muda tertata rapi dan cantik itu merengut memperlihatkan kakinya yang lecet akibat gesekan baki yang dipakainya.

"Sakit Onii-sama."ujarnya kemudian dengan rintihan dan raut kesakitan.

Anak lelaki yang dipanggilnya Onii-sama pun tersenyum, meletakan telapak tangannya pada kepala gadis cantik dengan kimono merahnya. Berjongkok, ia berkata;

"Naiklah!"

Gadis kecil itu pun tersenyum, mengangguk kemudian meletakan kedua lengannya di bahu Kakaknya dan melingkarkannya pada leher sang Kakak.

"Gomen nasai." Sang Kakak kemudian berkata. Gadis kecil itu terluka karena ia yang mengajaknya keluar dari istana saat ini. Malam ini akan ada perayaan di salah satu desa kerajaan mereka. Perayaan yang diadakan satu tahun sekali untuk memberikan rasa syukur atas panen yang diberikan. Mengingat suna adalah kerajaan yang mempunyai satu musim bagus untuk mereka bercocok tanam. Pada akhir acara nanti akan ada penerbangan lampion-lampion yang berisikan harapan mereka atau do'a-do'a yang dipanjatkan untuk Kami-Sama.

"Untuk apa?" Gadis kecil itu menyamankan dagunya dibahu sang Kakak. Semakin mengeratkan pelukannya pada leher sang Kakak, ia berucap lagi. "Aku senang karena Onii-sama."

"Aa." Anak lelaki itu tersenyum mendengarnya. Tidak ada yang perlu dicemaskan bukan? Setiap hari bahkan ia tidak sempat bertemu adiknya karena protokol yang mewajibkan ia mempelajari semua tentang kerajaan saat ini.

Anak lelaki itu berjalan dengan gadis kecil itu dalam gendongannya. Perjalanan mereka di iringi celotehan sang adik yang membicarakan tentang pelajaran yang dijalaninya yang terasa membosankan dan lebih memilih -ingin- berkuda daripada menuangkan teh.

"Onii-sama." Gadis kecil itu bersandar dengan nyaman dalam gendongan sang Kakak.

"Hm?"

"Punggung Onii-sama... hangat."ucapnya nyaris berbisik kemudian matanya terpejam merasakan kenyamanan yang dirasakannya.

...

Suara-suara yang terdengar, mengusik tidurnya membuat Sakura perlahan membuka matanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih dengan cahaya terang. Masih terdengar suara-suara seperti perbincangan, dan itu membuatnya menolehkan kepalanya. Di sana, sosok Onii-sama -Gaara-, Sasuke-kun, Temari-nee dan wanita yang sedang setengah berbaring tersenyum saat melihatnya.

"Kau sudah bangun Nak?" Tanyanya dengan senyuman lembut.

Sakura mengerjapkan matanya dan langsung duduk. Mengangguk, ia menjawab. "Ha'i."

Wanita itu masih tersenyum. "Kemarilah Nak!" Ujarnya menyuruh Sakura mendekat padanya.

Mengangguk -lagi- Sakura bangun dan menghampiri dimana wanita paruh baya itu berbaring.

Gaara, Sasuke duduk dengan kursi disamping ranjang sedangkan Temari duduk di ranjang sang Ibu.

"Kemarilah Sakura." Temari tersenyum mengangguk, menyuruhnya untuk mendekat.

Sakura melirik Sasuke dan Gaara. Mereka hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Siapa namamu?" Wanita itu langsung bertanya saat Sakura sudah berdiri di dekatnya. Tangannya terulur menggemgam tangan Sakura.

Hangat.

Itulah yang dirasakan Sakura saat tangan itu menggenggamnya. Seperti genggaman sang Ibunda.

"Haruno Sakura." Sebut namanya, memperkenalkan diri dan tak lupa senyuman manis yang ia perlihatkan membuat sang lawan bicara pun tersenyum kembali.

"Sakura- chan... terima kasih."wanita -Ibu Gaara berucap dengan mengelus punggung tangan yang ada dalam gemgamannya.

Sakura mengerjapkan matanya tidak mengerti maksud dari ucapan Ibu dari Gaara. Tapi, mungkin ucapan itu untuknya, karena telah datang berkunjung.

"Tidak. Saya senang bisa datang ke sini."

Wanita itu tertawa rendah mendengar perkataan Sakura. "Aku pun sangat senang bisa melihat gadis cantik yang membuat Gaara berubah."ucapnya kemudian yang senang akan kehadiran Sakura, tidak menyangka jika gadis yang selalu di ceritakan Temari akan datang ke menemuinya.

"Berubah? Apa Gaara-n- kun jadi seram?" Sakura hampir memangilnya dengan sebutan Kakaknya tadi dan beruntung ia bisa mengontrol cara bicaranya. Apa maksudnya dengan berubah? Ia sama sekali tidak percaya jika Gaara berubah. Padahal Gaara tetaplah Gaara.

Wanita itu tersenyum geli melihat kepolosan Sakura yang jelas sekali terlihat. Gadis manis ini sungguh lugu. Mengangkat tangan, ia mengusap pipi Sakura dan berkata.

"Kau sangat cantik nak." Pujinya membuat Sakura tersipu malu.

"Dia adikku sekarang Oka-san." Temari menimpali. Senyumannya terlihat saat melihat sang Ibu lebih terlihat ceria. Kehadiran Sakura yang memang ditunggu sang Ibu yang penasaran kepada sosok yang membuat anak bungsunya berubah menjadi lebih manis.

"Tentu saja." ucap sang Ibu menyetujuinya.

Gaara melihat pemandangan yang menyejukan hatinya merasa bahagia sedangkan Sasuke hanya diam dan sesekali melihat tingkah Sakura dan ikut tersenyum walau tidak ada yang menyadarinya. Keinginannya semakin kuat untuk mempertahankan Sakura terus berada di sisinya.

"Oka-san ."

Gaara berujar dan melirik jam dinding yang berada di kamar rawat sang Ibu. Jam menunjukan pukul sepuluh malam. Sesungguhnya jam besuk sudah habis namun Ibunya memaksa ingin bertemu Sakura langsung. Bangun, Gaara menghampiri Sakura. Mengangkat tangan, kemudian diletakan di atas kepala merah muda gadis itu -mengelusnya- dan berkata, "kami pamit pulang dulu." Gaara berpamitan. Lagipula Sakura dan Sasuke baru sampai dan harus beristirahat karena besok mereka harus kembali ke Konoha.

Mengerti, sang Ibu mengangguk dan tersenyum kecil. "Hah, padahal Ibu ingin lebih lama dengan Sakura- chan. Kapan-kapan berkunjunglah lagi ke Suna dan mintalah kepada Gaara-kun jika ingin ke sini."

Sakura tersenyum dan mengangguk semangat. "Ha'i. Aku senang bisa bertemu dengan Ibu Gaara-kun dan pasti akan meminta Gaara- kun mengantarkan aku." Ucapnya senang namun Sasuke mendengus mendengarnya dan membuang wajahnya ke arah lain. Apa Sakura lupa jika dia sudah memiliki kekasih sekarang yang pastinya akan selalu bersama dan siap mengantar.

Wanita itu memeluk Sakura dan mengelus surai merah muda itu lembut. "Beristirahatlah! Sudah malam sebaiknya kalian pulang."ucapnya.

Gaara terdiam menatap Ibunya. Seakan mengerti akan apa yang dipikirkan sang adik, Temari berucap dan berusaha meyakinkan. "Ada aku yang akan menjaga Ibu, Gaara, lagi pula Kankurou akan kemari sebentar lagi."

"Aa." Gaara mengangguk dan kini meletakan tangannya pada bahu Sakura -merangkulnya- dan berkata, "ayo pulang!" Ajaknya kepada gadis yang berdiri di sampingnya.

Sakura membungkuk hormat. "Saya pamit pulang, ba-san ." Ucapnya dan berbalik pergi dengan Gaara yang merangkulnya disusul Sasuke yang sudah berjalan beriringan.

Temari dan sang Ibu melihat pemandangan itu tersenyum geli. Satu gadis dengan dua orang pria yang mereka yakin ada perasaan diantara mereka.

...

Mereka bertiga berjalan beriringan dengan Sakura berada di tengah di apit oleh kedua orang yang paling berharga. Gaara sudah melepaskan rangkulannya karena tepisan Sasuke. Mereka sempat mengeluarkan aura tidak menyenangkan satu sama lain sejak tadi dan akhirnya Sakura menyuruh mereka berjalan beriringan tanpa ada yang melakukan kontak fisik dengannya -rangkulan ataupun pegang tangan.
Suasana lorong sangat sepi karena situasi saat ini sudah tidak memperbolehkan ada kunjungan. Mereka berbelok menuju lift untuk turun. Namun saat melewati salah satu kamar, Sakura terjatuh hingga terduduk.

Mendengar suara dan rintihan membuat kedua pemuda itu menoleh ke belakang. Raut keterkejutan nampak pada masing-masing wajah mereka.

"Sakura!"

"Apa yang terjadi!?"

Sakura tertegun. Ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja tubuh dan kakinya lemas seperti tidak ada tenaga sedikitpun dan membuatnya terjatuh begitu saja.

"Tidak tahu, aku-" Sakura tidak melanjutkan pembicaraannya karena tidak ingin melihat mereka mencemaskannya.

"Bisa bangun?" Gaara mengulurkan tangannya dan disambut Sakura, berusaha berdiri namun kakinya seakan lemas dan mati rasa.

Melihat gelagat Sakura, Sasuke langsung berjongkok dan meraih tubuh Sakura dan menggendongnya ala bridal. "Istirahatlah!"ucap Sasuke yang sebenarnya cemas melihat keadaan Sakura sekarang. Sejak di Pantai tadi Sakura memang sudah terlihat aneh.

Gaara menghela nafas pelan dan berucap, "sebaiknya kita langsung pulang dan makan di rumahku saja."usul Gaara.

"Hn."

Sasuke berjalan dengan Sakura dalam gendongannya dan Gaara berjalan beriringan.

Sesaat setelah mereka mulai menjauh, pintu kamar rawat yang mereka leawati itu terbuka dan keluarlah sosok pemuda bersurai merah lain seperti Gaara.

.

.

.
My Princess

.

.

.

Gaara, Sasuke dan Sakura baru saja menyantap makan malam setelah sampai dari rumah sakit. Semua sudah berganti pakaian yang di berikan Gaara.

Sasuke mengenakan pijama hitam sedangkan Sakura memakai pijama pink yang dibelikan Temari untuk Sakura, Gaara sendiri mengunakan celana pijama dengan kaos putih sebagai atasannya.

"Tidur Sakura." Sasuke menyuruh Sakura untuk beristirahat.

Sakura hanya tersenyum memperlihatkan deretan giginya. Tangannya terangkat dengan remote tv di genggamannya.

"Aku ingin menonton itu." Sakura menunjuk film kolosal yang berceritakan tentang kerajaan edo.

Sasuke mendengus pelan. "Kau lelah Sakura."

Menggembungkan kedua pipinya, Sakura memilih menghiraukan Sasuke dan duduk menghadap TV, menonton film yang sedang menarik perhatiannya.

Menyerah. Sasuke ikut duduk di samping Sakura dan ikut menonton apa yang sedang jadi daya tarik Sakura.

"Teh?"

Gaara membawa tiga cangkir teh hangat dan meletakan di meja, kemudian ia pun ikut bergabung dan duduk di sebelah Sakura.

"Hn."

Sasuke mengambil cangkir teh dan meminumnya. Rasa lelah menguasainya dengan rasa kantuk yang mulai menderanya.

"Ah, film ini berakhir menyedihkan." Ujar Gaara saat melihat apa yang di tonton Sakura.

Sakura menoleh pada Gaara dengan antusias. "Benarkah?"

"Hm," Gaara mengangguk. Film ini sudah pernah ia lihat.

"Bagaimana nasib Raja dan Ratunya?"

"Ratu meninggal demi sang Raja karena tidak ingin pertumpahan darah terjadi karena dirinya."

"A-apa Raja tidak melindunginya? Bukankah dia sangat mencintai sang Ratu?"

"Karena rasa cinta mereka lah sang Ratu melindunginya dengan cara berkorban."

Mendengar perkataan Gaara tentang jalan cerita film yang sedang di tontonya membuat Sakura sedih karena teringat kembali Sasuke yang mengorbankan dirinya demi dirinya.

"Semua akan baik-baik saja." Sasuke menepuk kepala Sakura pelan berusaha menghilangkan raut kesedihan Sakura dan menyakinkan jika semua akan baik-baik saja. Mendengus, ia melanjutkan kembali ucapannya.
"Kenapa kau mengatakan jalan ceritanya, bukan kah itu jadi tidak menarik lagi, huh."

Gaara menyesal saat melihat raut kesedihan nampak jalas di wajah Sakura. Dengan tangan yang di ulurkan menyentuh pipi Sakura ia berkata. "Semua akan baik-baik saja karena di kehidupan dulu dan sekarang aku akan menjagamu bukan?"

Sakura meneteskan air matanya saat Gaara dan Sasuke berusaha menyakinkannya. Tapi bagaimanapun peperangan sudah terjadi dan ia kehilangan Sasuke.

"Karena aku Kakakmu maka yakinlah padaku, Sakura."

"Hn."

Sakura balas menggengam tangan Gaara. Rasa hangat akan keyakinan perlindungan Kakaknya mulai memenuhi hatinya.

"Arigatou Onii-sama ."

Tersenyum, Gaara mengangguk dan berucap. "Sebaiknya lanjutkan nonton atau kau akan tidur?"

"Aku akan lanjut menonton ini." Sakura memang berniat dan masih penasaran akan jalan ceritanya.

"Aa."

Sasuke memilih menyandarkan kepalanya pada pundak Sakura dan mulai memejamkan matanya.

"Aku mengantuk."

Sakura tersneyum dan mengangguk. "Hm, Oyasumi. Apa Gaara-kun juga ingin tidur?"

"Ah, tidak aku akan menemanimu menonton."

"Baiklah, ayo menonton."

.

.

Sepuluh menit kemudian.

.

.

"Hah, Oyasumi." Gaara tersenyum melihat Sakura yang nyatanya sudah terlelap duluan, padahal ia yang bersikeras menonton film ini dan belum sampai akhir dari cerita film. Mengelus surai merah muda yang berseder di bahunya dan mengecupnya pelan, kemudian ia menyenderkan kepalanya pada kepala merah muda Sakura.

Mereka tertidur tanpa tahu ending film yang mereka tonton.

'Entah kesedihan atau kebahagian dalam akhir cerita itu, aku bahagia dan bersyukur karena ada dua orang yang sangat berharga dalam hidupku dan aku yakin semua akan baik-baik saja.'

.

.

.

My Princess

.

.

.

Bunyi detak jantung yang berdetak seirama terdengar mengisi keheningan di ruangan yang ditempati gadis dengan keadaan hingga saat ini masih tertidur lelap di alam bawah sadarnya. Setiap hari, waktu, tak lepas dari pengawasan sang pemuda merah yang memang terus menjaganya setiap saat. Setia dengan kegiatan bercerita, mengantikan bunga dan sesekali bersenandung untuk sang gadis. Walau kemungkinan kecil, tapi ia berharap suaranya bisa di dengar oleh sang adik.

Sasori duduk di samping dimana sang adiknya terbaring lemah. Suara dari layar EKG adalah satu-satunya harapan dan keyakinannya pada suatu keajaiban. Ya, keajaiban untuk melihat sang adik kembali kepadanya.

"Saki, cepatlah bangun Onii-chan menunggumu." Sasori berujar lirih dengan telapak tangannya mengelus tangan putih sang adik. Penyesalan sangat menyesakan saat ini. Baginya, ini adalah hukuman untuknya. Tidak seharusnya ia membenci adik yang merupakan anggota keluarga satu-satunya yang dimilikinya saat ini.

"Bangunlah! Tinggalah denganku, hm." Sasori terus berucap dan berusaha mengajak bicara walau pada kenyataanya tidak ada respon dari adiknya. Setetes cairan bening turun dari hazel indah miliknya.

"Maafkan Onii-chan , hm." Sasori menjatuhkan kepalanya pada genggaman tangannya dan bertumpu. Bahu tegapnya bergetar dengan suara isakan terdengar menyayat.

'Setidaknya, berilah Onii-chan mu yang tidak berguna ini kesempatan untuk menebus semuanya.'

.

.

.

My Princess

.

.

.

"Kenapa kau mengikuti kami, huh?" Gaara melayangkan tatapan datarnya kepada pria seusianya yang kini berdiri di samping Sakura. Ia dan Sakura berniat berangkat sekolah menaiki bus dan seingatnya ia tidak menyuruhnya datang.

"Hn."

"Sasuke- kun ."

"Hm?"

Sasuke untuk pertama kalinya menaiki bus umum. Rumah mereka berbeda arah dan ia berangkat lebih awal karena ingin berangkat bersama Sakura.

"Apa tidak apa berdiri?" Sakura memandang cemas Sasuke yang tidak duduk seperti dirinya.

"Tak apa." Sasuke mengetuk dahi Sakura pelan dan menarik sudut bibirnya -tersenyum.

"Kau membuat gaduh Sasuke." Kini Gaara mendengus kasar karena suara yang mulai mengganggunya akibat kehadiran Sasuke.

"Hn." Sasuke menjawabnya acuh dengan mengangkat bahunya.
Tatapannya kini beralih kepada gadis yang sedang asik memainkan ponselnya. Wajah manis itu, bulu mata lentik dengan mata sehijau hutan penuh dengan kesejukan. Bibir tipis yang merekah sesekali mengerucut dan tertawa melihat foto yang di ambilnya saat di Suna kemarin.

"kita turun Sakura." Gaara mengingatkan dan bersiap turun karena sudah sampai di halte berikutnya.

"Ah iya, ayo Sasuke- kun kita turun." Sakura pun memasukan ponsel ke tasnya dan mulai berdiri. Tapi, pergerakannya terhenti saat Sasuke mengulurkan tangannya.

"Hn."

"Aa." Sakura tersenyum kemudian menyambut uluran tangan Sasuke dan balas menggenggamnya.
Tatapan iri dan sebal yang menyaksikan kejadian dimana para idola sekolah memilih bersama satu gadis baru membuat mereka merasa iri sekaligus marah karena dunia berubah dengan cepatnya hanya karena kehadiran satu gadis saja.

.

"Teme kau kemana saja hah!"

Baru saja mereka memasuki gerbang, teriakan seseorang menyambut kedatangannya.

Terlihat Naruto yang menyilangkan kedua lengannya dan bersungut melihat kehadiran Sasuke.

"Hn."

"Teme ada sesuatu yang ingin aku katakan."

"Apa?"

Naruto berdecak dan menghampiri Sasuke, kemudian membisikan sesuatu kepadanya.

"Sakura ayo ikut."

"Teme, Sakura- chan tidak akan kemana-mana dan aku benar-benar serius." Naruto memang hanya ingin berbicara dengan Sasuke untuk menanyakan dan meminta pendapatnya.

Mendengus, Sasuke mengelus tangan Sakura pada gengamannya. Gaara sudah lebih dahulu ke kelas karena ada sesuatu yang harus di kerjakan lebih awal.

"Kau duluan ke kelas aku akan menyusul."

Tersenyum, Sakura mengangguk sebagai jawabannya.

"Kalau begitu aku duluan ne."

"Hn."

"Ayo Teme!"

Naruto menyeret Sasuke ke suatu tempat untuk membicarakan sesuatu.

.

Sakura mengeratkan syal yang di pakainya. Angin berhembus pelan yang menyebabkan daun berguguran. Musim gugur yang mendekati akhir memang terasa semakin dingin. Cuitan burung mendamaikannya pagi ini. Perasaan gelisah mulai menghinggapinya kembali. Pertanyaan tentang dirinya pun selalu ia pertanyakan kepada diri sendiri.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa yang ingin dibuktikan dengan kejadian ini?

Apa yang sebenarnya ia harapkan pun masih membingungkannya.
Masa kini pun ia mendapat jawaban akan cinta suaminya di kehidupan mendatang.

Menggeleng karena tidak mengerti akan semua ini, ia memilih memejamkan mata, menikmati sang angin yang membelai wajahnya.

"Kau bisa sakit jika terus membiarkan angin menyentuhmu."

Suara seseorang membuatnya seketika membuka kelopak matanya.

"N-neji- san ."

"Aa."

"Sedang apa di sini?" Sakura sekuat yang ia bisa untuk bersikap tenang.

Neji menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas.

"Apa aku tidak boleh ke sini?"

"Ah, tidak maksudku itu..."

"Kenapa kau sepertinya takut kepadaku?"

"..."

"Kita belum kenal lama bahkan hanya sebatas mengetahui namamu, tapi melihatku seolah kau kenal aku lebih jauh."

"Maaf."

"Untuk apa?" Neji berbalik menghadap Sakura. Tatapannya kali ini serius seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Maaf akan sikapku." Sesal Sakura yang memang merasa salah karena membawa perasaan di dunianya.

Neji terkekeh dan menggeleng pelan.
"Aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu." Aku'nya.

Sakura terdiam seolah tidak terkejut akan pengakuan Neji saat ini. Tidak di dunianya dan sekarang kenapa harus seperti ini lagi?

"Neji- san ..."

"Aku tidak menyuruhmu menjawabnya," Neji memotong ucapan Sakura dan kembali berbicara. "Apapun yang ku cari, alasan dan apapun itu, pada kenyataannya aku memang jatuh cinta kepadamu."

"Aku tidak ingin jawabanmu karena aku sudah tahu jawaban apa yang akan aku dapatkan. Tapi, bisakan kau tidak menatapku dengan tatapan yang menyakitkan hatiku?"

"Neji- san ..."

"Bisakah?"

Lama terdiam, melihat kesungguhan Neji akhirnya Sakura tersenyum dan mengangguk. Setetes cairan bening turun dari sudut matanya.

"Kenapa kau menangis? Apa aku salah?" Neji terlihat panik karena melihat Sakura yang meneteskan air matanya.

Menggeleng, Sakura tersenyum dan berhambur memeluk Neji.

Keterkejutan kini menghampiri seorang Hyuga Neji karena untuk pertama kalinya perempuan memeluknya.

"Sakura."

"Arigatou ,"

Ucapan terimakasih yang tidak di mengerti Neji berkali-kali terujar dari Sakura.

"Hn, tak apa Sakura, terima kasih kembali."

Neji melepaskan pelukannya dan tersenyum. Menghapus air mata yang membasahi pipi Sakura, ia kembali berucap. "Aku tidak mengerti, tapi sepertinya perasaanku ini sudah lama memang menyukaimu."

"Kau seperti temanku Neji- san . Dia mirip sekali denganmu dan aku sangat menyayanginya."

"Souka ."

Jadi Sakura bertindak seperti tadi karena ia mirip dengan teman dekatnya. Tapi, rasa lega menguasainya yang bisa merasakan bebas akan kesakitan yang selama ini membelenggunya.

"Ini untukmu."

Neji memberikan sekotak cokelat yang dibelinya kemarin. Ia memang berniat membeli cokelat itu untuk Sakura dan mengatakan semuanya dan kenyataan yang memang diketahuinya, tapi ia sangat merasa lega.

"Ini apa?"

"Cokelat."

Ah, cokelat yang pernah diberikan Gaara untuknya. Walaupun berbeda bentuknya tapi ia sangat suka makanan itu.

Menerimanya, Sakura membungkuk hormat. "Arigatou , aku akan memakannya."

"Bel, aku masuk kelasku dulu."

"Hm."

Neji tersenyum dan berbalik, melangkah pergi meninggalkan Sakura dengan senyumannya.

"Aku menyayangimu seperti kakakku sendiri, Neji- sama."
.
.
Sasuke memeprhatikan meja Sakura yang tidak seperti biasanya. Bukan buku atau apa, tapi kotak cokelat yang menjadi perhatiannya.

"Kau bawa cokelat?"

Sakura menoleh dan menggeleng.

"Tidak, itu dari Neji- san ."

"Neji?"

"Ya. Dia memberiku ini. Mau coba?"
Sakura menyodorkan satu cokelat bulat yang di ambilnya. "Ini?"

Sasuke menaikan alisnya dan menatap datar cokelat itu. Ayolah makanan itu sangat tidak disukainya.

"Kau kan tidak suka." Sakura tertawa pelan dan membuka pembungkus cokelat dan berniat memakannya, tapi gerakannya terhenti karena Sasuke yang melahap cokelat itu.

"Sasuke- kun !"

"Apa?" Tanya Sasuke yang terlihat kesal.

"Bukan kah kau tidak suka manis?"

Menelan semua cokelat yang mati-matian ia kunyah, Sasuke menjawab.
"Jangan di makan itu tidak enak. Sangat pahit dan rasanya seperti racun."

"B-benarkah?"

"Hn."

"Tapi, masa Neji- san ingin membunuhku."

Sasuke mengangguk mantap. "Pokoknya jangan dimakan nanti pulang sekolah aku belikan untukmu."

"Benarkah?"

"Hn."

Sakura mengangguk senang dan kembali berbalik karena guru sudah memasuki kelas. Sedangkan Sasuke menatap datar kotak yang berisi cokelat pemberian Neji.

Tidak dijelaskan pun ia mengerti akan keadaan apa yang sebenarnya. Keadaan dimana sahabatnya itu menyukai Sakura.

.

.

.

My Princess

.

.

.

Rambut panjangnya menjuntai bebas. Baju kebesarannya pun penuh dengan darah. Malam ini menjadi saksi akan semua akhir dari hidupnya. Perjalanan akan kekuasaan dan perasaanya. Dengan mulut yang mengeluarkan darah ia terbaring di bawah pohon sakura yang berguguran.

"Aku mencintaimu dan aku berharap perasaanku hanya sampai saat ini"

Sakura berguguran dengan rintik hujan yang mulai berjatuhan, mengiringnya dengan kesakitan hatinya.

"Di masa mendatang jangan biarkan aku jatuh cinta kepadamu..."

Matanya mulai meredup dan ia tersenyum saat kelopak sakura jatuh pada kelopak matanya. Bagaimana matanya yang menyaksikan mata hijau itu ketakutan padanya saat apa yang dilakukannya.

"... karena aku tidak ingin melihat wajah itu lagi."

Ya. Yang di inginkannya hanta wajah dengan senyuman lembut bukan wajah ketakutan. Semua keinginan yang besar untuk memiliki, keinginan untuk menjadi orang yang bisa berada di sisinya. Semua hanyalah buaian mimpi yang selama ini menemaninya. Karena pada kenyataannya, semua berakhir karena ke egoisan dirinya.

Satu harapan saat jiwanya akan bebas, yaitu...

"Sakura."

.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top